Analisis Situasi Penyediaan Pangan Dan Strategi Untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru Di Era Otonomi Daerah

(1)

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN

STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH

SLAMAD RIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Mei 2007

Slamad Riadi A552050015


(3)

ABSTRACT

SLAMAD RIADI. Analysis of Food Availability Situation and Strategy to Strengthen Food Security in Kotabaru Regency during Regional Autonomy Era. Under the direction of BUDI SETIAWAN, and HADI RIYADI.

Food is an essential need and the most strategic commodities for human life. Food need fulfillment is a part of human right. Food availability for human consumption must fulfill nutrition requirements of the community. The aim of this study were: 1) to analyze food availability situation; 2) to assess food independency; 3) to analyze strategy to strengthen food security; and 4) to formulate food security development program of Kotabaru regency in the regional autonomy era. This study design was retrospective with survey method. The study utilized primary and secondary data which were analyzed using FBS (Food Balance Sheet) correction, potential production and dependence ratio of food import, and AHP (Analytical Hierarchy Process). Based on the gap of the actual food availability from ideal condition (Desirable Dietary Pattern), strategy of program and priority to strengthen food security in Kotabaru regency was formulated.

The study results showed that the actual food availability of energy and protein were over the recommendation (RDA). In 2003, availability of energy was 2.523 kkal/capita/day (100,92%) and protein was 105,58 gram/capita/day (211,16%). In 2004, availability of energy was 2.830 kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). In 2005, availability of energy was 2.830 kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). The score of Desirable Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH) from 2003 to 2005 was: 91,4%, 95,6%, and 96,8% respectively. Generally, the score achieved was good enough, however it was still not ideal (100%).

Based on food production data BPS (2003, 2004, and 2005) food independency of Kotabaru regency was mostly supported by own food production that was shown by the positive number of ratio of production to food availability. Based on AHP the sequences of strategy priority ware: 1) to enhance human resources and to empower community (weight value 0,217); 2) food security institution (weight value 0,169); 3) to increase land agriculture functional (weight value 0,166); 4) to improve agriculture farm system (weight value 0,164); 5) to improve post harvest technology (weight value 0,152); and 6) to increase capital and investment (weight value 0,151). The result of priority of the strategy to strengthen food security in Kotabaru regency was in line agendas of regional development in Regional Intermediate Period Development Planning (RPJMD) of Kotabaru regency 2006-2010 including: 1) increase human resources quality; 2) increase society welfare; 3) increase tool and infrastructure supporting development; 4) management natural resources. According to autonomy authority, Kotabaru regency government should optimize the food security system.


(4)

RINGKASAN

SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan HADI RIYADI.

Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Penyediaan pangan untuk konsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah penyediaan pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, untuk itu perlu dipahami situasi pangan di suatu daerah dalam periode tertentu, selanjutnya diupayakan strategi untuk mencapai ketahanan pangan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis situasi ketersediaan pangan; 2) mengakaji kemandirian pangan; 3) menganalisis strategi untuk memantapkan ketahanan pangan; dan 4) merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan, berlangsung selama 3 bulan (Januari-Maret 2007). Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan metode survey yaitu melakukan kunjungan ke instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan. Kajian menggunakan data primer dan sekunder, data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari responden dan nara sumber terpilih dengan sengaja (purposive) baik pejabat maupun stakeholder, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait dengan program ketahanan pangan. Analisis meliputi koreksi Neraca Bahan Makanan (NBM), potensi produksi dan rasio ketergantungan impor, serta merumuskan strategi alternatif prioritas dengan AHP (Analytical Hierarchy Process).

Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) dibandingkan dengan kondisi ideal (PPH), selanjutnya disusun strategi untuk merumuskan program dan prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah.

Hasil penelitian menunjukkan ketersedian pangan aktual telah melebihi angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP). Ketersediaan energi tahun 2003-2005 adalah 2.523 kkal/kapita/hari (100,92%), 2.830 kkal/kapita/hari (128, 63%), dan 2.980 kkal/kapita/hari (135,45%). Ketersediaan protein tahun 2003-2005 adalah 105,58 gram/kapita/hari (211,16%), 110,34 gram/kapita/hari (193,57%), dan 110,47 gram/kapita/hari (193,80%). Skor PPH tahun 2003-2005 adalah 91,1%, 95,6%, dan 96,8%; pencapaian skor PPH sudah baik meskipun belum mencapai ideal (100%).

Berdasarkan data produksi pangan (BPS; 2003, 2004, dan 2005) kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari besaran ketergantungan impor


(5)

terhadap penyediaan pangan. Jenis pangan seperti: susu, gula pasir, tepung gandum 100% diimpor, demikian juga daging sapi, minyak goreng, telur, kacang tanah, kedelai, sayuran (bawang merah, bawang putih, wortel, kubis, kentang), dan buah-buahan (apel, anggur, jeruk, semangka, melon) rasio impornya diatas 10%. Berdasarkan rasio produksi terhadap penyediaan pangan, jenis pangan: ikan, jagung, ubi jalar, sayuran, dan buah-buahan sebagian besar mampu menyediakan pangan untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru.

Urutan prioritas strategi untuk memantapkan ketahanan pangan berdasarkan AHP: 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat masyarakat (bobot 0,217) ; 2) kelembagaan ketahanan pangan (bobot 0,169); 3) peningkatan fungsional lahan pertanian (bobot 0,166); 4) peningkatan sistem usaha pertanian

(bobot 0,164); 5) peningkatan teknologi pasca panen (bobot 0,152); 6) peningkatan modal dan investasi (bobot 0,151).

Hasil analisis prioritas strategi memantapkan ketahanan Kabupaten Kotabaru, sejalan dengan agenda pokok pembangunan daerah dalam Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru 2006-2010 yaitu: 1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pembangunan; 4) pengelolaan sumberdaya alam. Sesuai kewenangan otonomi, Kabupaten Kotabaru dapat memfungsikan sistem ketahanan pangan secara optimal.


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya.


(7)

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN

STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH

SLAMAD RIADI

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan, serta Ibu Leily Amalia, STP., MSi dan Ibu Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan bea siswa, serta ibu, istri dan anak-anakku (Monika Agustia dan Nur Aditiya Lestari) atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007


(11)

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN

STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH

SLAMAD RIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Mei 2007

Slamad Riadi A552050015


(13)

ABSTRACT

SLAMAD RIADI. Analysis of Food Availability Situation and Strategy to Strengthen Food Security in Kotabaru Regency during Regional Autonomy Era. Under the direction of BUDI SETIAWAN, and HADI RIYADI.

Food is an essential need and the most strategic commodities for human life. Food need fulfillment is a part of human right. Food availability for human consumption must fulfill nutrition requirements of the community. The aim of this study were: 1) to analyze food availability situation; 2) to assess food independency; 3) to analyze strategy to strengthen food security; and 4) to formulate food security development program of Kotabaru regency in the regional autonomy era. This study design was retrospective with survey method. The study utilized primary and secondary data which were analyzed using FBS (Food Balance Sheet) correction, potential production and dependence ratio of food import, and AHP (Analytical Hierarchy Process). Based on the gap of the actual food availability from ideal condition (Desirable Dietary Pattern), strategy of program and priority to strengthen food security in Kotabaru regency was formulated.

The study results showed that the actual food availability of energy and protein were over the recommendation (RDA). In 2003, availability of energy was 2.523 kkal/capita/day (100,92%) and protein was 105,58 gram/capita/day (211,16%). In 2004, availability of energy was 2.830 kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). In 2005, availability of energy was 2.830 kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). The score of Desirable Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH) from 2003 to 2005 was: 91,4%, 95,6%, and 96,8% respectively. Generally, the score achieved was good enough, however it was still not ideal (100%).

Based on food production data BPS (2003, 2004, and 2005) food independency of Kotabaru regency was mostly supported by own food production that was shown by the positive number of ratio of production to food availability. Based on AHP the sequences of strategy priority ware: 1) to enhance human resources and to empower community (weight value 0,217); 2) food security institution (weight value 0,169); 3) to increase land agriculture functional (weight value 0,166); 4) to improve agriculture farm system (weight value 0,164); 5) to improve post harvest technology (weight value 0,152); and 6) to increase capital and investment (weight value 0,151). The result of priority of the strategy to strengthen food security in Kotabaru regency was in line agendas of regional development in Regional Intermediate Period Development Planning (RPJMD) of Kotabaru regency 2006-2010 including: 1) increase human resources quality; 2) increase society welfare; 3) increase tool and infrastructure supporting development; 4) management natural resources. According to autonomy authority, Kotabaru regency government should optimize the food security system.


(14)

RINGKASAN

SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan HADI RIYADI.

Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Penyediaan pangan untuk konsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah penyediaan pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, untuk itu perlu dipahami situasi pangan di suatu daerah dalam periode tertentu, selanjutnya diupayakan strategi untuk mencapai ketahanan pangan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis situasi ketersediaan pangan; 2) mengakaji kemandirian pangan; 3) menganalisis strategi untuk memantapkan ketahanan pangan; dan 4) merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan, berlangsung selama 3 bulan (Januari-Maret 2007). Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan metode survey yaitu melakukan kunjungan ke instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan. Kajian menggunakan data primer dan sekunder, data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari responden dan nara sumber terpilih dengan sengaja (purposive) baik pejabat maupun stakeholder, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait dengan program ketahanan pangan. Analisis meliputi koreksi Neraca Bahan Makanan (NBM), potensi produksi dan rasio ketergantungan impor, serta merumuskan strategi alternatif prioritas dengan AHP (Analytical Hierarchy Process).

Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) dibandingkan dengan kondisi ideal (PPH), selanjutnya disusun strategi untuk merumuskan program dan prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah.

Hasil penelitian menunjukkan ketersedian pangan aktual telah melebihi angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP). Ketersediaan energi tahun 2003-2005 adalah 2.523 kkal/kapita/hari (100,92%), 2.830 kkal/kapita/hari (128, 63%), dan 2.980 kkal/kapita/hari (135,45%). Ketersediaan protein tahun 2003-2005 adalah 105,58 gram/kapita/hari (211,16%), 110,34 gram/kapita/hari (193,57%), dan 110,47 gram/kapita/hari (193,80%). Skor PPH tahun 2003-2005 adalah 91,1%, 95,6%, dan 96,8%; pencapaian skor PPH sudah baik meskipun belum mencapai ideal (100%).

Berdasarkan data produksi pangan (BPS; 2003, 2004, dan 2005) kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari besaran ketergantungan impor


(15)

terhadap penyediaan pangan. Jenis pangan seperti: susu, gula pasir, tepung gandum 100% diimpor, demikian juga daging sapi, minyak goreng, telur, kacang tanah, kedelai, sayuran (bawang merah, bawang putih, wortel, kubis, kentang), dan buah-buahan (apel, anggur, jeruk, semangka, melon) rasio impornya diatas 10%. Berdasarkan rasio produksi terhadap penyediaan pangan, jenis pangan: ikan, jagung, ubi jalar, sayuran, dan buah-buahan sebagian besar mampu menyediakan pangan untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru.

Urutan prioritas strategi untuk memantapkan ketahanan pangan berdasarkan AHP: 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat masyarakat (bobot 0,217) ; 2) kelembagaan ketahanan pangan (bobot 0,169); 3) peningkatan fungsional lahan pertanian (bobot 0,166); 4) peningkatan sistem usaha pertanian

(bobot 0,164); 5) peningkatan teknologi pasca panen (bobot 0,152); 6) peningkatan modal dan investasi (bobot 0,151).

Hasil analisis prioritas strategi memantapkan ketahanan Kabupaten Kotabaru, sejalan dengan agenda pokok pembangunan daerah dalam Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru 2006-2010 yaitu: 1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pembangunan; 4) pengelolaan sumberdaya alam. Sesuai kewenangan otonomi, Kabupaten Kotabaru dapat memfungsikan sistem ketahanan pangan secara optimal.


(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya.


(17)

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN

STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH

SLAMAD RIADI

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(18)

(19)

(20)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan, serta Ibu Leily Amalia, STP., MSi dan Ibu Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan bea siswa, serta ibu, istri dan anak-anakku (Monika Agustia dan Nur Aditiya Lestari) atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 4 Juni 1966 sebagai putra kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Makmur Ramli (almarhum) dan Ibu Aisyah. Menikah dengan Nurtiani dan telah dikarunia 2 orang anak Monika Agustia dan Nur Aditiya Lestari.

Pendidikan SPP-SPMA diselesaikan di Yogyakarta pada tahun 1985. Selanjutnya penulis diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan dengan izin belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru pada Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya dan lulus tahun 2003 sebagai mahasiswa terbaik. Pada tahun 2005 penulis mendapat beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan.

Penulis pada tahun 1985-1995 bekerja pada Kantor Sekretariat Pelaksana Harian Bimas Kabupaten Kotabaru, dan dari tahun 1996 - sekarang bekerja pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kotabaru.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN

Latar Belakang ………... Rumusan Masalah ………... Tujuan Penelitian ………... Manfaat Penelitian ………... Kerangka Pemikiran ………... TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan ………. Konsep Ketahanan Pangan ... Ketersediaan Pangan Wilayah ... Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH ... Pemantapan Ketahanan Pangan di Era Otonomi Daerah ...

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... Desain Penelitian ... Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data ... Pengolahan dan Analisis Data ……….. Definisi Operasional ………. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian ……… Kondisi Geografis ……….. Kondisi Geomorfologi ………... Penggunaan Lahan dan Kawasan Hutan ………. Kondisi Sosial dan Budaya ……….. Penduduk ……… Ketenagakerjaan ………. Pendidikan ……….. Kesehatan ………... Sarana dan Prasarana Perhubungan ………... Perhubungan Darat ………. Perhubungan Laut ……….. Perhubungan Udara ………

xii xv xvi 1 3 4 4 5 7 9 11 12 14 23 23 23 24 35 37 37 38 40 40 40 42 43 44 45 45 46 47 x


(23)

Kondisi Perekonomian Daerah ……… Potensi Sumberdaya Pangan Kabupaten Kotabaru ... Perkembangan Produksi Pangan ……… Perkembangan Impor dan Ekspor Pangan ... Stok dan Penyaluran Pangan ... Situasi Ketersediaan Pangan Kabupaten Kotabaru ...

Ketersediaan Pangan Aktual berdasarkan Neraca

Bahan Makanan ... Ketersediaan Pangan Ideal berdasarkan Pola Pangan

Harapan (PPH) ... Gap Ketersediaan Pangan Aktual dan Ideal ... Kemandirian Pangan Daerah ... Analisis Strategi Memantapkan Ketahanan Pangan

Kabupaten Kotabaru ... Faktor Ketahanan Pangan ... Sub Faktor Ketahanan Pangan ... Alternatif Strategi Ketahanan Pangan ... Perumusan Program Pembangunan Ketahanan Pangan

Kabupaten Kotabaru ...

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ………..

47 51 51 57 59 60 60 69 75 76 80 83 83 84 85

92 93 94 97


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994,

dan DEPTAN 2001 ... Jenis, sumber dan cara pengumpulan data ... Perhitungan skor PPH ………. Matriks pendapat pada metode AHP ………... Skala banding secara berpasang ………... Kelas ketinggian dan luas Kabupaten Kotabaru ... Kemiringan lahan di Kabupaten Kotabaru ... Penggunaan lahan di Kabupaten Kotabaru ... Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kotabaru ... Persentase penduduk usia kerja di Kabupaten Kotabaru

kegiatan utama dan jenis kelamin ... Persentase penduduk Kabupaten Kotabaru yang bekerja

menurut lapangan kerja ... Sarana pendidikan di Kabupaten Kotabaru ... Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Kotabaru ... Kondisi jalan di Kabupaten Kotabaru ... Produk domestik regional bruto Kabupaten Kotabaru

tahun 1999-2004 dengan harga berlaku ... Nilai Kredit Bank yang disalurkan kepada Masyarakat

di Kabupaten Kotabaru ... Nilai kredit usaha kecil yang disalurkan kepada

masyarakat di Kabupaten Kotabaru ... Produksi padi dan palawija Kabupaten Kotabaru

tahun 2003-2006 ... Produksi sayuran Kabupaten Kotabaru tahun 2003-2006 ...

13 24 26 31 32 39 39 40 41 42 43 44 45 46 48 49 50 52 52 xii


(25)

20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

Produksi buah-buahan Kabupaten Kotabaru tahun

2003-2006 ... Produksi pangan hewani (ternak) Kabupaten Kotabaru

Tahun 2003-2006 ... Produksi perikanan Kabupaten Kotabaru tahun 2004-2006 ... Produksi perkebunan Kabupaten Kotabaru tahun 2003-2005 ... Jenis pangan yang diimpor Kabupaten Kotabaru tahun

2003-2005 ... Ekspor komoditas pangan Kabupaten Kotabaru Tahun

2003-2005 ... Stok dan penyaluran beras Kabupaten Kotabaru ... Ketersediaan energi dan protein Kabupaten Kotabaru

tahun 2003-2005 ... Komposisi ketersediaan protein Kabupaten Kotabaru

tahun 2003-2005 ... Ketersediaan energi untuk konsumsi per kelompok pangan

tahun 2003-2005 ... Ketersediaan protein untuk konsumsi per kelompok pangan

tahun 2003-2005 ... Perkembangan komposisi ketersediaan energi dan skor PPH

tahun 2003-2005 ... Proyeksi skor PPH ketersediaan tahun 2003-2005 ………... Proyeksi kontribusi energi menurut kelompok pangan (%) ... Proyeksi rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok

pangan (Kal/kapita/hari) ... Proyeksi rata-rata ketersediaan pangan menurut kelompok

pangan (gram/kapita/hari) ... Proyeksi ketersediaan pangan untuk konsumsi (ton/tahun) ... Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal Kabupaten

Kotabaru ...

54 55 56 57 58 59 60 61 61 62 62 70 71 72 72 73 74 76 xiii


(26)

38

39 40 41 42 43

Rasio produksi dan impor terhadap penyediaan pangan

Kabupaten Kotabaru tahun 2003-2005 ... Urutan prioritas faktor ... Urutan prioritas sub faktor dari faktor ketersediaan Pangan ... Urutan prioritas sub faktor dari faktor distribusi ... Urutan prioritas sub faktor dari faktor konsumsi pangan ... Urutan prioritas alternatif strategi ...

77 83 83 84 84 85


(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1

2

3 4

Kerangka pemikiran penelitian ... Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) strategi

untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten

Kotabaru ... Skema proses pengolahan data AHP ………. Hasil pengolahan vertikal AHP strategi untuk memantapkan

ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru ...

6

33 34

82


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Peta wilayah penelitian ... Ketersediaan untuk konsumsi energi dan protein

per kapita per hari Kabupaten Kotabaru

berdasarkan NBM 2003, 2004, 2005 ……… Ketersediaan untuk konsumsi energi dan protein

per kapita per hari dari input produksi pangan Kabupaten

Kotabaru th 2003, 2004, 2005 ... Proyeksi ketersediaan pangan ideal Kabupaten Kotabaru

(gram/kapita/hari) ………... Proyeksi ketersediaan pangan ideal Kabupaten Kotabaru

(kg/kapita/hari) ………... Proyeksi ketersediaan pangan ideal untuk konsumsi

Kabupaten Kotabaru (ton/kapita/hari) …………... Proyeksi produksi pangan ideal Kabupaten Kotabaru

tahun 2007-2015 ... Persentase proyeksi produksi pangan ideal Kabupaten

Kotabaru tahun 2007-2015 ... Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal Kabupaten

Kotabaru tahun 2003-2005 ………... Rasio produksi, dan impor terhadap penyediaan pangan

Kabupaten Kotabaru tahun 2003-2005 ………... Trend produksi, ekspor, impor, dan penyediaan pangan

Kabupaten Kotabaru tahun 2003-2005 ... Perbandingan antara NBM asli dan NBM dikoreksi

(tahun 2003, 2004, 2005) ... Hasil pengolahan data matrik pendapat gabungan

menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan Sotfware Criterium Decisiaon Plus (CDP)

Version 3.0 ... Koreksi NBM Kabupaten Kotabaru tahun 2003, 2004, 2005 ………....

97 98 99 100 101 102 103 104 105 107 108 109 112 117 xvi


(29)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk mencapai hal tersebut perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi. Sistem pangan tersebut antara lain mencakup sub sistem ketersedian, distribusi, dan konsumsi.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah ketersedian pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, maka diperlukan suatu usaha untuk memahami situasi pangan di suatu daerah tertentu, atau di suatu negara pada periode (waktu) tertentu.

Untuk memantapkan pembangunan ketahanan pangan di daerah diperlukan pengembangan potensi pangan lokal sesuai dengan spesifikasi dan budaya setempat, sehingga selain konsumsi pangan masyarakat akan lebih beragam, bergizi dan berimbang juga tidak terlalu banyak porsi karbohidrat yang bersumber dari beras. Hal ini dapat meningkatan pendapatan keluarga melalui usaha pengembangan produk pangan olahan, pembentukan kelembagaan ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan usaha (Suntoro, 2004).

Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh


(30)

2

penduduk dalam jumlah mutu, keragaman, kandungan gizi dan keamanannya serta terjangkau oleh daya beli masyarakat (Hardinsyah dan Martianto, 2001 dalam

Hardinsyah et al. 2001). Selanjutnya menurut Wirawanto (2004) ketahanan pangan suatu negara dikatakan mantap bila semua penduduknya dapat memperoleh pangan yang cukup (baik kuantitas maupun kualitas), tumbuh dan produktif. Ketahanan pangan yang mantap ditandai dengan terpenuhinya pangan yang cukup dan tersebar merata di seluruh daerah sampai rumah tangga, tersedia sepanjang waktu, aman dari pencemaran bahan berbahaya, dan aman menurut kaidah agama.

Sejalan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diwujudkannya dengan desentralisasi kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, terjadi perubahan yang mendasar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Era Otonomi Daerah sekarang ini. Pembangunan pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja, sumber pendapatan dan pengembangan perekonomian di daerah/regional dan nasional.

Ketahanan pangan merupakan prasyarat dasar yang harus dimiliki oleh sebuah daerah otonom, oleh karena itu kebijakan yang mengarah pada terciptanya ketahanan pangan harus mendapat prioritas yang utama. Ketahanan pangan harus diartikan secara luas, tidak hanya ketersediaan bahan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya tetapi juga harga bahan pangan tersebut harus terjangkau secara layak oleh lapisan masyarakat terbawah dan tersedia secara merata pada seluruh wilayah.

Pemanfaatan potensi sumberdaya di setiap daerah perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah dalam pembangunan pangan. Pemerintah daerah dituntut mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan berbasis potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Salah satu strategi utama dalam pencapaian produksi serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, air dan perairan (BKP, 2004).


(31)

3

Salah satu arah kebijakan ketahanan pangan pada sisi ketersediaan adalah menjamin pengadaan pangan utama dari produksi dalam negeri. Dewan Ketahanan Pangan melalui Kebijakan Umum Ketahanan Pangan tahun 2006-2009 menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mempertahankan ketersediaan energi minimal 2200 kkal/kap/hari dan penyediaan protein minimal 57 gr/kap/hari. Selain itu digunakan suatu acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu yaitu metode PPH (Pola Pangan Harapan) dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Skor PPH merupakan cermin situasi kualitas pangan di suatu wilayah, baik yang tersedia maupun yang dikonsumsi berdasarkan tingkat keragaman dan keseimbangan komposisi pangan.

Pembangunan ketahanan pangan adalah suatu upaya pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral yang saling berkaitan, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara adil merata baik jumlah maupun mutu gizinya sehingga terpenuhi salah satu kebutuhan pokok untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan, keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.

Rumusan Masalah

Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya sarana dan prasarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin (Dewan Ketahan Pangan, 2006). Teori Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung. Konsekuensi logis dari pernyataan tersebut adalah apakah peningkatan ketersediaan mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk (Khomsan dan Kusharto, 2004).


(32)

4

Setelah dimekarkannya Kabupaten Kotabaru menjadi 2 kabupaten, dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu sejak 8 April 2003 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Pemekaran Daerah, permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah berkurangnya potensi lahan-lahan pertanian produktif akibat berpisahnya Tanah Bumbu dari Kabupaten Kotabaru, sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produksi sumberdaya pangan dalam memenuhi ketersedian pangan penduduk dalam mendukung pemantapan ketahanan pangan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru saat ini ? 2. Bagaimana kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru ?

3. Strategi apa yang diperlukan dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah ?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis situasi penyediaan pangan dan merumuskan strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah.

Sedangkan secara khusus yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Menganalisis situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru.

2. Mengkaji kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru.

3. Melakukan analisis strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru.

4. Merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Kepentingan akademis, sebagai bahan informasi untuk menambah referensi tentang ketersediaan pangan dalam sistem ketahanan pangan.

2. Kepentingan praktisi, sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam perencanaan penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan di era otonomi daerah.


(33)

5

Kerangka Pemikiran

Baliwati dan Roosita (2004) mengatakan ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Metode untuk mengetahui kondisi ketersediaan pangan wilayah (kabupaten/kota) adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) atau

Food Balance Sheet (FBS).

Pangan yang disediakan dan dikomsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam perencanaan penyediaan pangan adalah dengan memperhatikan keanekaragaman pangan dan keseimbangan gizi sesuai dengan daya beli, preferensi konsumen dan potensi sumberdaya lokal. Salah satu acuan/pendekatan yang dapat digunakan untuk itu adalah Pola Pangan Harapan (PPH) (Hardinsyah et al., 2002). Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Ketersediaan pangan di suatu daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikomsumsi penduduk, dan ketersediannya harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada pada tingkat yang aman.

Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan keadaan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) kemudian dibandingkan dengan kondisi ideal, dirumuskan proyeksi ketersediaan dan produksi dari data NBM. Selanjutnya dengan adanya gap antara kondisi aktual dan ideal, maka strategi apa yang menjadi kebijakan dan prioritas Pemerintah Kabupaten Kotabaru bersama dinas, instansi terkait dengan ketahanan pangan dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Secara skematis kerangka pikir seperti pada Gambar 1.


(34)

6

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

ANGKA KECUKUPAN GIZI

EVALUASI SKOR & KOMPOSISI PPH

STRATEGI MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU

GAP KONDISI AKTUAL & IDEAL

PRODUKSI PANGAN

KETERSEDIAAN PANGAN AKTUAL

STOK/CADANGAN PANGAN

KETERSEDIAAN PANGAN IDEAL

EKSPOR/IMPOR PANGAN

KOMPOSISI PANGAN

PROYEKSI KETERSEDIAAN PANGAN PENGGUNAAN


(35)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Menurut Suryana (2001a) dengan pengertian tersebut mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan meneral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran

biologis, kimia dan benda/zat lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga terjangkau.

Ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Ketersediaan dan distribusi memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah, sedangkan sub sistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian, ketahanan pangan adalah isu di tingkat wilayah hingga tingkat keluarga, dengan dua elemen penting yaitu ketersediaan pangan dan akses-akses setiap individu terhadap pangan yang cukup (Suryana, 2004a).

Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga sub sistem tersebut diatas. Pembangunan sub sistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan keseimbangan


(36)

8

penyediaan pangan yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub sistem distribusi bertujuan untuk menjamin aksesibilitas pangan dan menjamin stabilitas harga pangan strategis. Pembangunan sub sistem konsumsi bertujuan untuk menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup, aman dan beragam. Pembangunan ketiga sub sistem tersebut dilaksanakan secara simultan dan harmonis dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, pendekatan sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis, dan melalui pendekatan koordinasi (Simatupang, 1999).

Suryana (2001b) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga sub sistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya. Disamping itu perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (stakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azazi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

Akses penduduk terhadap pangan terkait dengan kemampuan produksi pangan tingkat rumah tangga, kesempatan kerja dan pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini, pangan bukan hanya beras atau komoditas tanaman pangan, tetapi mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya. Dengan demikian pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, tetapi juga industri pengolahan pangan. Selanjutnya pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral); untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdasan dan produktivitas manusia (Suryana, 2004a).


(37)

9

Untuk mewujudkan suatu kondisi ketahanan pangan nasional yang mantap, ketiga sub sistem dalam sistem ketahanan pangan diharapkan dapat berfungsi secara sinergis, melalui kerjasama antar komponen-komponannya yang digerakkan oleh masyarakat dan pemerintah. Dalam komunitas masyarakat yang dinamis ini, sistem tersebut dituntut untuk terus berevolusi mengikuti aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Dalam kondisi demikian, upaya pemantapan dan peningkatan ketahanan pangan masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang kompleks.

Berbagai substansi yang menjadi komponen ketahanan pangan, mulai dari sub sistem penunjang yang meliputi prasarana, sarana dan kelembagaan, kebijakan, pelayanan dan fasilitasi pemerintah; sub sistem ketersediaan pangan yang meliputi produksi, impor dan cadangan pangan; sub sistem distribusi yang menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan; hingga sub sistem konsumsi yang mendorong tercapainya keseimbangan gizi masyarakat; merupakan bidang kerja berbagai sektor. Sektor pertanian diharapkan berperan sentral dalam memantapkan ketahanan pangan dalam situasi dan kondisi perdagangan domestik dan global, bekerjasama dengan sektor-sektor mitranya, khususnya industri dan perdagangan, prasarana fisik, serta perhubungan. Dengan memahami hal tersebut, program peningkatan ketahanan pangan ini harus memperhatikan seluruh komponen dalam sistem ketahanan pangan.

Konsep Ketahanan Pangan

Istilah ketahanan pangan (food security) mulai populer sejak krisis pangan dan kelaparan pada awal dekade 70-an (Maxwell and Frankerberger, 1997). Dalam kebijakan pangan dunia, istilah ketahanan pangan pertama kali digunakan oleh PBB pada tahun 1971 untuk membangun komitmen internasional dalam mengatasi masalah pangan dan kelaparan terutama di kawasan Afrika dan Asia.

Menurut Setiawan (2004) definisi ketahanan pangan yang telah diterima secara luas oleh praktisi maupun akademisi adalah setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi pangan agar hidup produktif dan sehat. Ketahanan pangan diindikasikan oleh terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas maupun


(38)

10

kuantitas, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan rumah tangga (household food security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari (Rumusan International Congress of Nutrition di Roma 1992). Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan kualitas, agar rumah tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus memiliki akses memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun membeli dari pasar. Ini berarti bahwa tiap rumah tangga harus ditingkatkan daya belinya.

Pada tahun 1980-an terjadi konsep ketahanan pangan yang ditekankan pada akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Berkaitan dengan pergeseran konsep maka kerangka ketahanan pangan berada dalam suatu jenjang, yaitu ketahanan pangan wilayah, rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan rumah tangga tidak akan menjamin ketahanan pangan individu sedangkan ketahanan pangan individu akan menjamin ketahanan pangan di semua jenjang (Setiawan, 2004).

Pada mulanya pengertian ketahanan pangan terfokus pada kondisi pemenuhan kebutuhan pangan pokok. Konsep swasembada berbeda dengan konsep ketahanan pangan, meskipun dalam beberpa hal mungkin berkaitan. United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan adalah ketersediaan cukup makanan utama pada setiap saat dan mengembangkan konsumsi pangan secara konsisten dan dapat mengimbangi flukuasi produksi dan harga. World Bank (1994) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat dicapai hanya jika semua rumah tangga mempunyai kemampuan untuk membeli pangan. Kemudian pada tahun 1986 World Bank mendefinisikan ketahanan pangan adalah akses terhadap cukup pangan oleh penduduk agar dapat melakukan aktivitas dan kehidupan yang sehat.

Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif


(39)

11

serta halal), dimensi keamanan pangan (kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan) (Hardinsyah dan Martianto, 2001).

Ketersediaan Pangan Wilayah

Ketersediaan pangan di suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikomsumsi penduduk. Ketersediaan pangan harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada tingkat yang aman. Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor seperti keragaan produksi pangan, tingkat kerusakan dan kehilangan pangan karena penangan yang kurang tepat, dan tingkat impor/ekspor pangan.

Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai nasional, propinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga) (Baliwati dan Roosita, 2004).

Dalam mendukung pembangunan pangan, informasi tentang situasi ketersediaan pangan merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi dan perencaaan pangan, instrumen utama dalam penilaian terhadap situasi ketersediaan pangan diantaranya Neraca Bahan Makanan (NBM). Neraca Bahan Makanan memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, impor/ekspor dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu (Badan Ketahanan Pangan, 2006).

Untuk dapat menilai dan memahami situasi sumberdaya pangan di suatu daerah terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk, diperlukan suatu metode Neraca Bahan Makanan (NBM). NBM adalah suatu cara yang dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan pangan yang cukup lengkap. Dengan


(40)

12

NBM dapat dilihat secara makro gambaran susunan bahan makanan, jumlah dan jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi, sehingga dapat diketahui persediaan dan penggunaan pangan di suatu daerah, serta tingkat ketersediaan dan penggunaan pangan di suatu daerah. NBM menyajikan angka rata-rata banyaknya jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita per tahun (dalam kilogram), dan per kapita per hari (dalam gram) dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan yang tersedia diperhitungkan dengan mengalikan kandungan kalori, protein dan lemak per satuan berat masing-masing jenis bahan makanan (BPS, 1968 dalam

Dulmansyah, 2002).

Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH

Sasaran pembangunan pangan selama PJP II adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, yang tercermin pada ketersediaan dan konsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata, serta terjangkau oleh setiap individu. Ketahanan pangan dikembangkan antara lain dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Sejak diperkenalkannya konsep PPH dan skor PPH pada awal dekade 90-an di Indonesia Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah dijadikan dasar dalam kebijakan pembangunan pangan sebagai satu indikator output pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan pangan, konsumsi pangan dan diversifikasi pangan.

Menurut FAO-RAPA (1989) PPH sangat berguna untuk merumuskan kebijaksanaan pangan dan perencanaan pertanian disuatu wilayah. Dengan PPH, perencanaan pertanian dan pangan akan mengetahui berapa kecukupan gizi penduduk. PPH juga dapat memberikan patokan bagi perencana di bidang pangan dan pertanian untuk mengetahui kelompok pangan yang harus ditingkatkan produksinya dan atau keragaman tanaman pangan sesuai dengan keadaan ekologi dan ekonomi suatu wilayah. Selanjutnya Suhardjo (1992) menyatakan dengan adanya PPH maka perencanaan produksi dan penyediaan pangan dapat didasarkan pada patokan imbangan komoditas seperti yang telah dirumuskan dalam PPH


(41)

13

untuk mencapai sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. PPH yang disajikan dalam bentuk kelompok pangan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan jenis pangan yang diinginkan diantara kelompoknya disesuaikan dengan kondisi dan potensi setempat.

Hardinsyah (1996) dalam Hardinsyah et al. (2004) dengan menggunakan data Susenas 1990 telah melakukan validasi dan adaptasi PPH dan scoring system

PPH bagi Indonesia yang sejalan dengan konsep Pedoman Umum Gizi seimbang. Pada tahun 2000 Badan Urusan Ketahanan Pangan-Deptan, telah melakukan diskusi pakar dan lintas subsektor dan sektor terkait pangan dan gizi tentang harmonisasi PPH dan PUGS. Pertemuan ini menjadi dasar untuk penyempurnaan PPH yang disebut menjadi PPH 2020.

Penyempurnaan PPH dan skor PPH dengan mempertimbangkan 1) AKG energi berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) sebesar 2200 kkal/kap/hari; 2) Persentase energi (pola konsumsi energi) untuk PPH dihitung terhadap AKG energi (2200 kkal sebagai penyebut); 3) Rating/bobot disempurnakan sesuai teori rating; 4) Skor maksimum PPH adalah 100 bukan 93; 5) Peran pangan hewani, gula serta sayur dan buah disesuaikan dengan PUGS; 6) Peran umbi-umbian ditingkatkan sejalan dengan kebijakan diversifikasi pangan pokok dan pengembangan pangan lokal; 7) Peran makanan lainnya terutama bumbu dan minuman lainnya tidak nihil. (Hardinsyah et al., 2004). Untuk lebih jelasnya seperti Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994, dan DEPTAN 2001 FAO-RAPA Meneg Pangan (1994) Deptan (2001)

No Kelompok Pangan

% Min-Max % Bobot Skor % Bobot Skor

Gr/kap /hr

1 Padi-padian 40.0 40.0 - 60.0 50.0 0.5 25.0 50.0 0.5 25.0 300.0

2 Umbi-umbian 5.0 0.0 – 8.0 5.0 0.5 2.5 6.0 0.5 2.5 100.0

3 Pangan hewani 20.0 5.0 – 20.0 15.3 2.0 30.6 12.0 2.0 24.0 150.0

4 Minyak dan lemak 10.0 5.0 – 20.0 10.0 1.0 10.0 10.0 0.5 5.0 25.0

5 Buah/Biji berminyak 3.0 0.0 – 3.0 3.0 0.5 1.5 3.0 0.5 1.0 10.0

6 Kacang-kacangan 6.0 2.0 – 10.0 5.0 2.0 10.0 5.0 2.0 10.0 35.0

7 Gula 8.0 2.0 – 15.0 6.7 0.5 3.4 5.0 0.5 2.5 30.0

8 Sayur dan buah 5.0 3.0 – 8.0 5.0 2.0 10.0 6.0 5.0 30.0 250.0

9 Lain-lain 3.0 0.0 – 5.0 0.0 0.0 0.0 3.0 0.0 0.0 (25)

Jumlah 100 100 93.0 100 100


(42)

14

Pemantapan Ketahanan Pangan di Era Otonomi Daerah

Peranan dan Kewenangan Pemerintah dalam Pemantapan Ketahanan Pangan

Dalam rangka melaksanakan strategi/pendekatan kebijakan dan pencapaian sarana pembangunan ketahanan pangan, pemerintah berperan dalam memfasilitasi penciptaan kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan ketahanan pangan. Menurut Suryana (2001b) upaya penciptaan tersebut dapat dilaksanakan melalui :

a. Penerapan kebijakan makro ekonomi yang kondusif, menyangkut: suku bunga, nilai tukar, perpajakan, investasi prasarana publik, peraturan perundangan, dan intervensi kegagalan pasar.

b. Peningkatan kapasitas produksi nasional melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis pada komoditas pertanian bahan pangan, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam nasional, efisiensi teknologi spesifik lokasi, dan mengembangkan manajemen serta prasarana ekonomi untuk menghasilkan produk-produk pangan yang berdaya saing. c. Penanganan simpul-simpul kritis dalam pelayanan publik, seperti: sistem mutu,

dan informasi pasar agribisnis, ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, transportasi, pendidikan dan pelatihan manajemen, kemitraan usaha agribisnis, pemupukan cadangan pangan masyarakat dan pemerintah, pendidikan gizi dan pengelolaan konsumsi, penerapan sistem mutu dan perlindungan konsumen dari bahaya akibat mengkonsumsi pangan.

d. Peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat agar mampu dan mandiri untuk mengenali potensi dan kemampuan, alternatif peluangnya, dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar yang berkeadilan.

undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan kewenangan daerah yang luas dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat


(43)

15

dan kemampuan wilayah. Dalam rangka pembangunan ketahanan pangan, hal ini diartikan sebagai adanya kebebasan daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonominya, namun tetap dalam kerangka ketahanan pangan nasional secara keseluruhan. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menyatakan bahwa pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa melaksanakan kebijakan dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam kerangka mematuhi azas-azas desentralisasi, pemerintah pusat dan propinsi membagi perannya sesuai peraturan yang berlaku, khususnya pada urusan-urusan yang bersifat lintas daerah, serta membantu pemerintah daerah sesuai permintaan. Pemerintah kabupaten melaksanakan perannya sesuai kewenangan otonominya, namun tetap dalam kerangka sistem yang lebih luas. Setiap kebijakan perlu dipertimbangkan keterkaitan timbal baliknya dengan kehidupan di tingkat lokal, regional, hingga nasional, dan bahkan di tingkat global.

Menurut Suryana (2001b), berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, maka pelaksanaan manajemen pembangunan ketahanan pangan di pusat dan darah yang dijabarkan dalam program pembangunan sistem ketahanan pangan, diletakan sesuai dengan peta kewenangan pemerintah, yang lebih memberikan peluang pada parsitipasi aktif masyarakat. Adapun kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka operasional bidang ketahanan pangan dilakukan melalui : 1) Pemantauan produksi dan ketersediaan/cadangan pangan strategis nabati dan hewani; 2) pemantauan, pengkajian, dan pengembangan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; 3) kordinasi lintas wilayah dalam rangka kecukupan pangan dan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; 4) fasilitasi pelaksanaan, norma, dan standar pengembangan distribusi pangan; 5) pemantauan, pengkajian, dan pengawasan penerapan standar teknis distribusi pangan; 6)

pemantauan dan pengawasan distribusi pangan di wilayah kabupaten/kota; 7) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan sistem pangan; 8) kebijakan


(44)

16

keamanan pangan; 10) pengawasan sistem jaringan mutu pangan; 11) pembinaan perbaikan mutu pangan masyarakat; 12) koordinasi penanggulangan kerawanan pangan masyarakat di pedesaan dan perkotaan; 13) perumusan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan gejala kekurangan pangan serta keadaan darurat pangan; 14) pengembangan peran sera koperasi dan swasta dalam menanggulangi kerawanan pangan; 15) pengembangan sumberdaya manusia (SDM) di bidang kewaspadaan dan pengembangan mutu pangan siap konsumsi; 16) pengkajian, perekayasaan, dan pengembangan kelembagaan ketahanan pangan di pedesaan; 17) penggalangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan cadangan pangan; 18) peningkatan motivasi masyarakat/aparat dalam rangka pemantapan ketahanan pangan; 19) pelaksanaan promosi bahan pangan lokal; 20) gerakan pengembangan lumbung pangan masyarakat dan stabilias terhadap pangan masyarakat; 21) pemberdayaan kelembagaan petani (kelompok tani/koperasi) dalam rangka ketahanan pangan masyarakat; 22) penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang ketahanan pangan; 23) pengembangan kemitraan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.

Pembangunan Pangan di Era Otonomi Daerah

Salah satu hal penting dari sasaran pembangunan pangan, adalah bahwa orientasi penyediaan pangan tidak lagi semata berorientasi pada peningkatan kuantitas, tetapi juga berorientasi pada kualitas khususnya dinilai dari aspek komposisi/keragaman penyediaan pangan serta mutu gizi konsumsi pangan dengan menitikberatkan pada potensi sumberdaya setempat. Pada masa lalu pertimbangan perencanaan pangan lebih mengacu pada upaya meningkatkan kemampuan produksi dan permintaan pangan. Pada masa datang, selain memperhatikan kedua hal itu, pertimbangan yang juga penting adalah bahwa pangan yang disediakan dan dikonsumsi harus memenuhi kecukupan gizi dan kualitas tertentu, serta sedapat mungkin penyediaannya dilakukan dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal (Hardinsyah, et al., 2001).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 disebutkan bahwa revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok


(45)

17

2) pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; 3)serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan. sedangkan

Kebijakan dalam pengamanan ketahanan pangan diarahkan untuk: 1) Mempertahankan tingkat produksi beras dalam negeri dengan ketersediaan

minimal 90 persen dari kebutuhan domestik, agar kemandirian pangan nasional dapat diamankan; 2) Meningkatkan ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri. Kebijakan pengembangan peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi hewan dan produksi pangan hewani dari produksi dalam negeri agar ketersediaan dan keamanan pangan hewani dapat lebih terjamin untuk mendukung peningkatan kualitas SDM; 3) Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras dengan melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif.

Sesuai dengan Inmendagri Nomor 4 Tahun 1994 tentang pelaksanaan otonomi daerah mengariskan bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu strategi pembangunan pertanian daerah diarahkan pada ”upaya menjamin tersedianya pangan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat baik melalui diversifikasi pangan, pertanian berbasis kearipan lokal, dan kinerja lain yang dapat meningkatkan produksi pangan di daerah, serta mengurangi ketergantungan pangan rakyat pada beras”.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru tahun 2006-2010 (Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 01 Tahun 2006), agenda program pembangunan ketahanan pangan sebagai berikut :

Revitalisasi pertanian daerah. Sektor pertanian yang mencakup tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan daerah. Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk tujuan antara lain meningkatkan produksi dan produktivitas, meningkatkan penghasilan dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani. Dalam upaya pembangunan sektor


(1)

Lampiran 14. (lanjutan)

KABUPATEN KOTABARU Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 2004

Mid Year Population 256,302 Jiwa

Pemakaian dalam kabupaten

Regional Utilization

(Ton)

Ketersediaan untuk konsumsi per kapita

Per Capita Consumption Availability

Produksi

Production

(Ton) Diolah untuk

Manufacture for

Jenis Bahan Makanan

Commodity Masukan

Input

Keluaran

Output

Perubah-

an Stok

Changes Supply Available before Export

Impor

Imports

Penyediaan Kabupaten sbl. Ekspor

Supply Available before Export

Ekspor

Exports

Penyediaan

Kabupaten

Supply Available

Pakan

Feed

Bibit

Seed

Makanan

Food

Bukan Makanan

Non Food

Yang Tercecer

Waste

Bahan Makanan

Food

kg/thn

kg/year

gr/hari

gr/day

Energi kal/hari

cal/day

Protein

Proteins gr/day

Lemak

Fats gr/day

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

X. IKAN/FISH

1. Tuna/Cakalng/Tongkol/Tunas/Skipjade - 8,204 0 - 8,204 2,066 6,138 0 0 0 0 921 5,217 20.36 55.77 45.17 9.48 0.56

2. Kakap/Giant seaperch - 5,477 0 - 5,477 2,760 2,717 0 0 0 0 408 2,309 9.01 24.69 22.71 4.94 0.17

3. Cucut/Sharks - 820 0 - 820 - 820 0 0 0 0 123 697 2.72 7.45 4.25 0.80 0.02

4. Bawal/Pomfret - 226 0 - 226 - 226 0 0 0 0 34 192 0.75 2.05 1.40 0.21 0.06

5. Teri/Anchovies - 6,594 0 - 6,594 5,780 814 0 0 0 5 122 687 2.68 7.34 5.43 0.76 0.10

6. Lemuru/Indianoil sardinela - 621 0 - 621 - 621 0 0 0 0 93 528 2.06 5.64 6.32 1.13 0.17

7. Kembung/Indianmackerels - 10,983 0 - 10,983 5,881 5,102 0 0 0 0 765 4,337 16.92 46.36 51.46 8.99 0.42

8. Tenggiri/Narrow bard king mackerels - 4,637 0 - 4,637 1,890 2,747 0 0 0 0 412 2,335 9.11 24.96 16.72 3.00 0.45

9. Bandeng/Milk fish - 3,392 0 - 3,392 507 2,885 0 0 0 0 433 2,452 9.57 26.21 33.82 5.24 1.26

10. Belanak/Multes - 91 0 - 91 - 91 0 0 0 0 14 77 0.30 0.83 0.53 0.09 0.02

11. Mujair/Mozambique tilapia - 5 0 - 5 - 5 0 0 0 0 1 4 0.02 0.05 0.04 0.01 0.00

12. Ikan mas/Common carp - 24 0 - 24 - 24 0 0 0 0 4 20 0.08 0.22 0.19 0.03 0.00

13. Udang/Crab/Swim crab - 5,029 0 - 5,029 1,998 3,031 0 0 0 4 455 2,573 10.04 27.50 25.03 5.78 0.06

14. Kepiting/Rajungan/Crab/Swim crab - 3,443 0 - 3,443 2,351 1,092 0 0 0 0 164 928 3.62 9.92 11.81 1.46 0.03

15. Kerang darah/Blood cockles - 470 0 - 470 - 470 0 0 0 1 71 399 1.56 4.26 2.94 0.61 0.03

16. Cumi-cumi/Sotong/Common scids - 1,291 0 - 1,291 - 1,291 0 0 0 2 194 1,096 4.28 11.71 8.79 1.89 0.08

17. Lainnya/Others - 794 0 - 794 531 263 0 0 0 0 39 224 0.87 2.39 1.82 0.31 0.05

238.41 44.71 3.47 XI. MINYAK /LEMAK

1. Kacang Tanah / Minyak Goreng - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Kopra / Minyak Goreng/Cooking Oil 212 127 0 - 127 - 127 0 0 0 1 2 124 0.48 1.33 11.56 0.01 1.30

3. Minyak Sawit/'Palm Oil - 808,024 0 - 808,024 808,024 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4. Minyak Sawit / Minyak Goreng/Palm 0 0 0 1,149 1,149 - 1,149 0 0 0 15 18 1,116 4.35 11.93 107.58 0.00 11.93

5. Inti Sawit/Palm Kernel - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6. Inti Sawit/Minyak goreng/Palm Kernel 0 - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

119.14 0.01 13.23

7. Lemak sapi /'Cow Fats 122 4 0 - 4 - 4 0 0 0 0 0 4 0.01 0.04 0.32 0.00 0.03

8. Lemak Kerbau /'Buffalo Fats 165 5 0 - 5 - 5 0 0 0 0 0 5 0.02 0.05 0.42 0.00 0.05

9. Lemak Kambing /'Goat Fats 2 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00

10. Lemak Domba /'Mutton fats - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

11. Lemak Babi /'Pig Fats 2 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00

0.76 0.00 0.08 119.90 0.01 13.31 Nabati/Vegetal 2,480.38 57.04 32.68 Hewani/Animal 349.85 53.30 11.61

Jumlah/Total 2,830.23 110.34 44.28


(2)

Lampiran 14. (lanjutan)

NERACA BAHAN MAKANAN 2005

FOOD BALANCE SHEET 2005

KABUPATEN KOTABARU Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 2005

Mid Year Population 260,093 Jiwa

Produksi

Production

(Ton)

Pemakaian dalam kabupaten

Regional Utilization

(Ton)

Ketersediaan untuk konsumsi per kapita

Per Capita Consumption Availability

Diolah untuk

Manufacture for

Jenis Bahan Makanan

Commodity

Masukan

Input

Keluaran

Output

Perubah-

an Stok

Changes Supply Available before Export

Impor

Imports

Penyediaan Kabupaten sbl. Ekspor

Supply Available before Export

Ekspor

Exports

Penyediaan

Kabupaten

Supply Available

Pakan

Feed

Bibit

Seed

Makanan

Food

Bukan Makanan

Non Food

Yang Tercecer

Waste

Bahan Makanan

Food

kg/thn

kg/year

gr/hari

gr/day

Energi kal/hari

cal/day

Protein

Proteins gr/day

Lemak

Fats gr/day

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

I. PADI-PADIAN /CEREALS

1. Gandum/Wheat - - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Tepung gandum/'Wheat Flour - 0.0 0 1,102 1,102 - 1,102 0 0 0 2 3 1,097 4.22 11.55 38.47 1.04 0.12

3. Padi gagang Kering Giling /Dry stalk - 65,544 0 - 65,544 - 65,544 288 518 60,831 367 3,539 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4. Gabah Krg Giling / Beras/'Unhusked rice 60,831 38,445 9,611 4,943 33,778 - 33,778 57 0 0 223 844 32,653 125.54 343.95 1,248.56 30.61 4.82

5. Jagung /Maize - 10,612 0 - 10,612 - 10,612 637 67 0 2,125 531 7,253 27.89 76.40 244.10 6.33 2.68

6. Jagung basah/Fresh Maize - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1,531.13 37.98 7.61 II. MAKANAN BERPATI /STARCHY FOOD

1. Ubi Jalar /'Sweet potatoes - 4,736 0 - 4,736 - 4,736 95 0 0 31 474 4,136 15.90 43.57 54.51 0.51 0.16

2. Ubi Kayu /Cassava - 31,705 0 - 31,705 - 31,705 634 0 0 2,406 675 27,989 107.61 294.83 385.93 2.51 0.75

3. Ubi kayu/Gaplek/Cassava/Manioc - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.000 0.00 0.00 0.00

4. Ubi kayu/Tapioka/Cassava/Tapioca - 0 0 35 35 - 35 0 0 0 6 0 29 0.11 0.30 1.09 0.00 0.00

5. Sagu / Tepung Sagu/'Sagopith / - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

441.53 3.02 0.91 III. G U L A /S U G A R

1. Gula Pasir /'Refined Sugar - - 0 1,473 1,473 - 1,473 0 0 0 1 14 1,457 5.60 15.35 55.87 0.00 0.00

2. Gula merah/Brown sugar - 264 0 - 264 - 264 0 0 0 0 0 264 1.01 2.78 10.28 0.03 0.10

66.15 0.03 0.10 IV BUAH/BIJI BERMINYAK /PULSES

1. Kacang Tanah Berkulit /Groundnuts in shell - 2,175 0 - 2,175 - 2,175 0 - 2,066 0 109 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Kacang Tanah Lepas Kulit /Groundnuts in shelled 2,066 661 0 401 1,062 - 1,062 0 - 90 45 53 874 3.36 9.21 41.62 2.33 3.94

3. Kedelai /Soyabeans - 999 0 437 1,436 - 1,436 5 - 0 47 72 1,312 5.04 13.82 52.66 5.58 2.31

4. Kacang Hijau /Greenpeas - 691 0 702 1,393 - 1,393 28 - 0 0 70 1,295 4.98 13.65 45.99 2.77 0.25

5. Kelapa Berkulit / daging /Coconut in husk 2,351 564 0 - 564 - 564 0 0 300 4 21 240 0.92 2.53 4.81 0.05 0.47

6. Kelapa Daging / Kopra/'Coconut meat / Copra 300 135 0 - 135 - 135 0 0 132 1 1 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

145.08 10.73 6.96 V. BUAH-BUAHAN /'FRUITS

1. Alpokat /'Avocados - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Jeruk /'Oranges - 1,031 0 442 1,473 - 1,473 0 0 0 0 58 1,415 5.44 14.91 4.66 0.08 0.02

3. D u k u /'Lanzon - 1,379 0 - 1,379 - 1,379 0 0 0 0 11 1,368 5.26 14.41 5.81 0.09 0.02

4. Durian /'Durians - 9,983 0 - 9,983 - 9,983 0 0 0 0 998 8,985 34.54 94.64 27.90 0.52 0.62

5. Jambu /'Waterapples - 254 0 - 254 - 254 0 0 0 0 2 252 0.97 2.65 1.07 0.02 0.01

6. Mangga /'Mangoes - 6,306 0 42 6,348 - 6,348 0 0 0 0 444 5,903 22.70 62.19 22.64 0.24 0.08

7. Nenas /'Pineapples - 1,319 0 - 1,319 - 1,319 0 0 0 0 69 1,250 4.81 13.17 2.79 0.04 0.02

8. Pepaya /'Papayas - 2,942 0 - 2,942 - 2,942 0 0 0 0 182 2,760 10.61 29.07 10.03 0.11 0.00

9. Pisang /'Bananas - 9,432 0 - 9,432 1,500 7,932 0 0 0 0 373 7,559 29.06 79.63 57.14 0.62 0.19

10 Rambutan /'Rambutans - 2,117 0 87 2,204 - 2,204 0 0 0 0 18 2,186 8.41 23.03 6.36 0.08 0.01

11. Salak /'Zalaka edulis - 198 0 - 198 - 198 0 0 0 0 13 185 0.71 1.94 1.03 0.01 0.00

12. S a w o /'Sapodila - 1,131 0 - 1,131 - 1,131 0 0 0 0 9 1,122 4.31 11.82 9.02 0.05 0.11

13. Lainnya /'Others - 23,756 0 209 23,965 - 23,965 0 0 0 19 199 23,747 91.30 250.14 78.79 0.95 0.63


(3)

Lampiran 14. (lanjutan)

KABUPATEN KOTABARU Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 2005

Mid Year Population 260,093 Jiwa

Pemakaian dalam kabupaten

Regional Utilization

(Ton)

Ketersediaan untuk konsumsi per kapita

Per Capita Consumption Availability

Produksi

Production

(Ton) Diolah untuk

Manufacture for

Jenis Bahan Makanan

Commodity Masukan

Input

Keluaran

Output

Perubah-

an Stok

Changes Supply Available before Export

Impor

Imports

Penyediaan Kabupaten sbl. Ekspor

Supply Available before Export

Ekspor

Exports

Penyediaan

Kabupaten

Supply Available

Pakan

Feed

Bibit

Seed

Makanan

Food

Bukan Makanan

Non Food

Yang Tercecer

Waste

Bahan Makanan

Food

kg/thn

kg/year

gr/hari

gr/day

Energi kal/hari

cal/day

Protein

Proteins gr/day

Lemak

Fats gr/day

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

VI. SAYURAN /VEGETABLES

1. Bawang Merah /'Shallot - 0 0 438 438 - 438 0 1 0 0 37 400 1.54 4.22 1.48 0.06 0.01

2. Bawang Putih /'Garlic - 0 0 286 286 - 286 0 1 0 0 20 265 1.02 2.79 2.33 0.11 0.00

3. Ketimun /'Cucumber - 417 0 - 417 - 417 0 3 0 0 10 403 1.55 4.25 0.19 0.00 0.00

4. Kacang Merah /'Kidney Beans - - 0 - - - - 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5. Kacang Panjang /'Cow Peas - 952 0 - 952 - 952 0 4 0 0 26 922 3.54 9.71 2.68 0.27 0.04

6. Kentang /'Potatoes - - 0 344 344 - 344 0 4 0 0 17 322 1.24 3.40 1.77 0.06 0.01

7. Kol / Kubis /'Cabbage - - 0 352 352 - 352 0 0 0 0 20 332 1.28 3.50 0.63 0.04 0.01

8. Tomat /'Tomatoes - 514 0 109 623 - 623 0 4 0 0 55 564 2.17 5.94 1.35 0.07 0.03

9. Wortel /'Carrots - - 0 179 179 - 179 0 0 0 0 4 175 0.67 1.84 0.53 0.01 0.01

10. C a b e /'C h i l l i - 585 0 266 851 - 851 0 6 0 0 45 800 3.07 8.42 7.37 0.34 0.17

11. Terung /'Eggplant - 632 0 - 632 - 632 0 5 0 0 16 611 2.35 6.44 1.70 0.07 0.06

12. Petsai / sawi /'Cabbage / Mustard - 497 0 - 497 - 497 0 0 0 0 12 485 1.86 5.11 0.34 0.03 0.01

13. Bawang Daun /Spring Onions - - 0 84 84 - 84 0 1 0 0 2 81 0.31 0.86 0.17 0.01 0.00

14. Kangkung /'Swampcabbage - 663 0 - 663 - 663 0 4 0 0 17 642 2.47 6.76 1.14 0.14 0.03

15. Lobak /Radish - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

16. Labu Siam /Pumpkin - 276 0 - 276 - 276 0 1 0 0 8 267 1.03 2.82 0.54 0.02 0.00

17. Buncis /'Greenbeans - 93 0 107 200 - 200 0 1 0 0 5 194 0.74 2.04 0.62 0.04 0.01

18. Bayam /'Spinach - 647 0 - 647 - 647 0 3 0 0 18 626 2.41 6.60 0.75 0.04 0.02

19. Sayuran lainnya/Others - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23.60 1.32 0.41 VII. D A G I N G /'M E A T

1. Daging Sapi /'Beef Meat 168 126 0 2,006 2,132 - 2,132 0 0 0 0 107 2,025 7.79 21.33 44.16 4.01 2.99

2. Daging Kerbau /'Buffalo Meat 127 89 0 - 89 - 89 0 0 0 0 4 85 0.33 0.89 0.75 0.17 0.00

3. Daging Kambing /'Meat Goat 6 4 0 - 4 - 4 0 0 0 0 0 4 0.01 0.04 0.06 0.01 0.00

4. Daging Domba /'Mutton Meat - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5. Daging Kuda /'Horse Meat - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6. Daging Babi /'Pork Meat 1 1 0 - 1 - 1 0 0 0 0 0 1 0.00 0.01 0.03 0.00 0.00

7. Daging Ayam Buras /Local Chicken 438 254 0 - 254 - 254 0 0 0 0 13 241 0.93 2.54 7.68 0.46 0.64

8. Daging Ayam Ras /'Improved 1,898 1,101 0 - 1,101 - 1,101 0 0 0 0 55 1,046 4.02 11.02 33.27 2.00 2.75

9. Daging Itik /'Duck Meat 1 1 0 - 1 - 1 0 0 0 0 0 1 0.00 0.01 0.02 0.00 0.00

10. Jeroan Semua Jenis /Offal All Kind 0 309 0 - 309 - 309 0 0 0 0 0 309 1.19 3.26 4.13 0.51 0.21

90.10 7.17 6.60 VIII. T E L U R /'E G G S

1. Telur Ayam Buras /Local Hen Eggs - 554 0 16 570 - 570 0 143 0 0 22 405 1.56 4.27 7.36 0.48 0.57

2. Telur Ayam Ras /Improved Hen Eggs - - 0 784 784 - 784 0 0 0 0 16 768 2.95 8.09 11.09 0.89 0.78

3. Telur Itik /'Duck Eggs - 1,017 0 301 1,318 - 1,318 0 178 0 0 52 1,088 4.18 11.46 19.50 1.35 1.48

37.95 2.73 2.82 IX. S U S U /'M I L K

1. Susu Sapi /'Cow Milk - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Susu impor /Imported milk - 0 0 523 523 - 523 0 0 0 0 0 523 2.01 5.51 3.36 0.18 0.19


(4)

Lampiran 14. (lanjutan)

KABUPATEN KOTABARU Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 2005

Mid Year Population 260,093 Jiwa

Pemakaian dalam kabupaten

Regional Utilization

(Ton)

Ketersediaan untuk konsumsi per kapita

Per Capita Consumption Availability

Produksi

Production

(Ton) Diolah untuk

Manufacture for

Jenis Bahan Makanan

Commodity Masukan

Input

Keluaran

Output

Perubah-

an Stok

Changes Supply Available before Export

Impor

Imports

Penyediaan Kabupaten sbl. Ekspor

Supply Available before Export

Ekspor

Exports

Penyediaan

Kabupaten

Supply Available

Pakan

Feed

Bibit

Seed

Makanan

Food

Bukan Makanan

Non Food

Yang Tercecer

Waste

Bahan Makanan

Food

kg/thn

kg/year

gr/hari

gr/day

Energi kal/hari

cal/day

Protein

Proteins gr/day

Lemak

Fats gr/day

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

X. IKAN/FISH

1. Tuna/Cakalng/Tongkol/Tunas/Skipjade - 7,782 0 - 7,782 2,100 5,682 0 0 0 0 852 4,830 18.57 50.87 41.21 8.65 0.51

2. Kakap/Giant seaperch - 4,760 0 - 4,760 1,670 3,090 0 0 0 0 464 2,627 10.10 27.67 25.45 5.53 0.19

3. Cucut/Sharks - 890 0 - 890 - 890 0 0 0 0 134 757 2.91 7.97 4.54 0.85 0.02

4. Bawal/Pomfret - 245 0 - 245 - 245 0 0 0 0 37 208 0.80 2.19 1.49 0.23 0.06

5. Teri/Anchovies - 7,315 0 - 7,315 2,429 4,886 0 0 0 29 733 4,124 15.86 43.44 32.14 4.47 0.61

6. Lemuru/Indianoil sardinela - 724 0 - 724 - 724 0 0 0 0 109 615 2.37 6.48 7.26 1.30 0.19

7. Kembung/Indianmackerels - 8,276 0 - 8,276 5,780 2,496 0 0 0 0 374 2,122 8.16 22.35 24.81 4.34 0.20

8. Tenggiri/Narrow bard king mackerels - 3,948 0 - 3,948 560 3,388 0 0 0 0 508 2,880 11.07 30.33 20.32 3.64 0.55

9. Bandeng/Milk fish - 3,335 0 - 3,335 - 3,335 0 0 0 0 500 2,835 10.90 29.86 38.52 5.97 1.43

10. Belanak/Multes - 406 0 - 406 - 406 0 0 0 0 61 345 1.33 3.64 2.33 0.39 0.07

11. Mujair/Mozambique tilapia - 15 0 - 15 - 15 0 0 0 0 2 13 0.05 0.13 0.12 0.03 0.00

12. Ikan mas/Common carp - 35 0 - 35 - 35 0 0 0 0 5 30 0.11 0.31 0.27 0.05 0.01

13. Udang/Crab/Swim crab - 4,574 0 - 4,574 3,659 915 0 0 0 1 137 777 2.99 8.18 7.44 1.72 0.02

14. Kepiting/Rajungan/Crab/Swim crab - 3,404 0 - 3,404 772 2,632 0 0 0 0 395 2,237 8.60 23.57 28.04 3.46 0.07

15. Kerang darah/Blood cockles - 557 0 - 557 - 557 0 0 0 1 84 473 1.82 4.98 3.44 0.71 0.03

16. Cumi-cumi/Sotong/Common scids - 1,097 0 - 1,097 - 1,097 0 0 0 1 165 931 3.58 9.81 7.36 1.58 0.07

17. Lainnya/Others - 1,362 0 - 1,362 1,362 0 0 0 0 204 1,158 4.45 12.19 9.27 1.59 0.24

254.01 44.50 4.28 XI. MINYAK /LEMAK

1. Kacang Tanah / Minyak Goreng - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2. Kopra / Minyak Goreng/Cooking Oil 132 79 0 - 79 - 79 0 0 0 1 1 77 0.30 0.82 7.09 0.01 0.80

3. Minyak Sawit/'Palm Oil - 532,263 0 - 532,263 532,263 0 0 0 0 0 0 0 - - - -

-4. Minyak Sawit / Minyak Goreng/Palm 0 0 0 1,650 1,650 - 1,650 0 0 0 22 26 1,602 6.16 16.88 152.24 0.00 16.88

5. Inti Sawit/Palm Kernel - - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6. Inti Sawit/Minyak goreng/Palm Kernel 0 - 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

159.33 0.01 17.68

7. Lemak sapi /'Cow Fats 168 5 0 - 5 - 5 0 0 0 0 0 5 0.02 0.05 0.43 0.00 0.05

8. Lemak Kerbau /'Buffalo Fats 127 4 0 - 4 - 4 0 0 0 0 0 4 0.01 0.04 0.32 0.00 0.03

9. Lemak Kambing /'Goat Fats 6 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00

10. Lemak Domba /'Mutton fats - 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

11. Lemak Babi /'Pig Fats 1 0 0 - 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00

0.77 0.00 0.08 160.10 0.01 17.76 Nabati/Vegetal 2,594.05 55.89 35.38 Hewani/Animal 386.19 54.57 13.97

Jumlah/Total 2,980.25 110.47 49.35


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru berdasarkan Neraca Bahan

Makanan (NBM) tahun 2003-2005, secara aktual tersedia melebihi kebutuhan

energi (AKE) maupun protein (AKP) yang direkomendasikan, meskipun

berfluktuasi setiap tahunnya. Ketersediaan energi tahun 2003, 2004, dan 2005

berturut-turut mampu menyediakan energi sebesar 2.523 kkal/kapita/hari

(100,92%), 2.830 kkal/kapita/hari (128,6%), dan 2.980 kkal/kapita/hari

(135,5%). Ketersediaan protein pada tahun 2003, 2004, dan 2005

berturut-turut sebesar 105,58 gram/kapita/hari (211,16%), 110,34 gram/kapita/hari

(193,57), dan 110,47 gram/kapita/hari (193,80%).

2.

Skor Pola Pangan Harapan untuk ketersediaan pangan aktual tahun 2003

(91,1%), tahun 2004 (95,6%), dan tahun 2005 (98,8%). Skor PPH tersebut

pencapainya sudah baik walaupun masih dibawah skor 100.

3.

Kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari besaran

ketergantungan impor terhadap penyediaan pangan tahun 2003-2005. Jenis

pangan susu, gula pasir, tepung gandum 100% diimpor, demikian juga daging

sapi, telur, beras, kedelai, kacang tanah, sayuran (bawang merah, bawang

putih, wortel, kubis, kentang), buah-buahan (apel, angggur, jeruk, semangka,

melon) sebagian tergantung dengan impor.

4.

Berdasarkan rasio produksi terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten,

jenis pangan: ikan, jagung, ubi jalar, buah-buahan, dan sayuran sebagian besar

mampu menyediakan pangan untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru.

5.

Berdasarkan analisis AHP (

Analytical Hierarchy Process

), strategi untuk

memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. Urutan prioritas

alternatif strategi yaitu: 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat

masyarakat; 2) peningkatan kelembagaan ketahanan pangan; 3) peningkatan

fungsional lahan pertanian; 4) peningkatan sistem usaha pertanian; 5)

peningkatan teknologi pasca panen; 6) peningkatan modal dan investasi.

6. Hasil analisis alternatif prioritas strategi memantapkan ketahanan Kabupaten

Kotabaru, sejalan dengan agenda pokok pembangunan daerah Rencana


(6)

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru

2006-2010 yaitu: 1) meningkatkan kualitas SDM; 2) meningkatkan kesejahteraan

masyarakat; 3) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pembangunan;

4) pengelolaan sumberdaya alam. Sesuai kewenangan otonomi daerah,

Kabupaten Kotabaru dapat memfungsikan sistem ketahanan pangan secara

optimal.

Saran

1.

Diperlukan penyempurnaan manajemen data produksi, impor, ekspor, dan

konsumsi pangan secara lengkap dan berkelanjutan untuk semua jenis pangan.

2.

Komoditas pangan yang penyediaannya masih kurang dan dapat diproduksi di

daerah ini seperti: sapi, ayam, itik petelur, kedelai, kacang tanah, dan kacang

hijau perlu menjadi program prioritas pengembangan untuk peningkatan

produksi. Sedangkan jenis pangan yang ketersediaanya sudah melebihi dari

ideal seperti: kelapa sawit, ikan, pisang dapat menjadi komoditas ekspor.

3.

Keterlibatan lembaga pendidikan, PKK, dan kelembagaaan lainnya dapat

dioptimalkan untuk membantu peningkatan kualitas konsumsi pangan

penduduk Kabupaten Kotabaru.