Fase vegetatif Produksi Tanaman grplot

v HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Intensitas Serangan Hama

a. Fase vegetatif

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis teknik budidaya cabai merah berbeda nyata dan berpengaruh antara S1 monokultur cabai merah, S2 tumpangsari cabai merah dengan kacang kedelai, S3 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah dan kacang kedelai, dan S4 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah terhadap intensitas serangan hama T. parvispinus Karny pada fase vegetatif dalam beberapa kali pengamatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 5. Tabel 3. Pengaruh jenis teknik budidaya cabai merah terhadap intensitas serangan hama pada fase vegetatif. Perlakuan Rataan intensitas serangan hama pada fase vegetatif tiap pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S1 36,50 65,98 40,06 46,05 47,47 44,14b 57,61 41,90 54,41a S2 32,22 74,47 42,31 37,33 46,22 51,02a 46,89 43,90 28,89b S3 42,22 82,37 31,77 35,33 58,66 51,42a 48,00 57,80 38,09b S4 42,22 68,56 38,12 39,11 58,66 44,00b 38,38 51,55 36,66b Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 menurut Duncan Multiple Range Test Tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh jenis tumpangsari cabai merah terhadap tingkat intensitas serangan hama Thrips pada fase vegetatif baik pada perlakuan S1, S2, S3, dan S4. Berdasarkan data pada tabel 3, diketahui bahwa intensitas serangan hama Thrips pada vase vegetatif terhadap perlakuan S1 monokultur cabai merah dan S4 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah sebesar 44,14 dan 44 berbeda nyata dengan S2 tumpangsari cabai merah dengan kacang kedelai dan S3 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah dan kacang kedelai yaitu 51,02 dan 51,42 pada pengamatan ke 6. Universitas Sumatera Utara vi Perlakuan S1 monokultur cabai merah berbeda nyata dengan S2 tumpangsari cabai merah dengan kacang kedelai, S3 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah dan kacang kedelai, dan S4 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah pada pengamatan ke 9 yaitu 54,41 pada perlakuan S1 dan 28,89, 38,09, dan 36,66 pada S2, S3, dan S4. Perlakuan S1, S2, S3, maupun S4 tidak berbeda nyata pada pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan S2, S3, dan S4 merupakan perlakuan yang terbaik dilihat dari tingkat serangan hama trips yang relatif lebih rendah dari perlakuan S1. Perbedaan jenis tanaman yang ditumpangsarikan dengan tanaman cabai merah mempengaruhi intensitas serangan hama trips pada fase vegetatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin beragam jenis tanaman cabai merah yang ditumpangsarikan maka intensitas serangan hama trips pada fase vegetatif semakin tinggi, tetapi tergantung pada famili tanaman yang ditumpangsarikan dengan cabai merah. Namun apabila dilihat dari keempat jenis tumpangsari yang diuji, maka S4 adalah jenis tumpangsari yang terbaik karena bawang merah yang ditumpangsarikan dengan cabai merah juga merupakan inang pada hama trips di fase vegetatif. Seperti yang dinyatakan oleh Meilin 2014 bahwa pada dasarnya trips merupakan serangga utama yang banyak dikenal sebagai hama pada berbagai komoditas pertanian dan sayuran. Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama cabai, bawang merah, bawang daun, jenis bawang lainnya dan tomat, sedangkan tanaman inang lainnya tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili Crusiferae, Crotalaria dan kacang-kacangan. Universitas Sumatera Utara v Pemilihan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dengan cabai merah mempengaruhi banyaknya jenis hama dan menentukan tinggi rendahnya intensitas serangan hama trips pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil penelitian pada pengamatan 9 diperoleh bahwa perlakuan S1 memiliki intensitas serangan hama trips yang tinggi yaitu sebesar 54,41 jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini dikarenakan perlakuan monokultur cabai merah menyebabkan tingginya intensitas serangan dan penyebaran hama trips. Seperti yang dinyatakan oleh Altieri dan Nicholls 2004, polikultur dengan mengkombinasikan beberapa komoditi memiliki potensi menciptakan keragaman fauna dengan jaring makanan yang lebih komplek termasuk menstimulasi kehadiran pengendali hayati. Penerapan teknologi PHT yang tepat pada budidaya tanaman cabai diharapkan menurunkan populasi dan intensitas serangan Thrips. Selain itu Thrips merupakan hama yang inang utamanya tanaman cabai merah yang banyak ditemukan di dalam bunga cabai karena menghisap cairan yang terdapat didalamnya sehingga lebih dominan menyerang monokultur cabai merah. Thrips banyak ditemukan karena diduga tertarik dengan warna bunga hingga thrips mampu mendeteksi keberadaan makanannya. Ketersediaan sumber makanan mempengaruhi kepadatan populasi hama trips sehingga menyebabkan tingginya intensitas serangan. Pada pengamatan ke 6, intensitas serangan hama trips tertinggi sebesar 51,42 dengan perlakuan S3 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah dan kacang kedelai dimana inang hama trips selain terdapat pada cabai merah, bawang merah juga merupakan inang hama trips. Universitas Sumatera Utara vi Tingginya intensitas serangan hama trips pada pengamatan 9 dengan perlakuan S1 monokultur cabai merah dikarenakan banyaknya trips yang menempel pada bunga cabai merah sehingga menghisap cairan yang terdapat pada bunga. Menurut Prokopy dan Owens 1983 bahwa warna bunga merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berperan positif dalam penemuan dan pengenalan inang oleh serangga. Hal ini juga sesuai dari hasil penelitian Yusuf et al 2010, bahwa setelah bunga mekar, ditemukan gejala kerusakan helai mahkota yang menandai adanya aktifitas thrips memakan jaringan bunga.

b. Fase Generatif