vi Tingginya intensitas serangan hama trips pada pengamatan 9 dengan
perlakuan S1 monokultur cabai merah dikarenakan banyaknya trips yang menempel pada bunga cabai merah sehingga menghisap cairan yang terdapat pada
bunga. Menurut Prokopy dan Owens 1983 bahwa warna bunga merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berperan positif dalam penemuan dan
pengenalan inang oleh serangga. Hal ini juga sesuai dari hasil penelitian Yusuf et al 2010, bahwa setelah bunga mekar, ditemukan gejala kerusakan helai mahkota
yang menandai adanya aktifitas thrips memakan jaringan bunga.
b. Fase Generatif
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis teknik budidaya cabai merah tidak berpengaruh dan berbeda antara S1 monokultur cabai merah,
S2 tumpangsari cabai merah dengan kacang kedelai, S3 tumpangsari cabai merah dengan bawang merah dan kacang kedelai, dan S4 tumpangsari cabai
merah dengan bawang merah terhadap intensitas serangan hama lalat buah B. dorsalis HENDEL pada fase generatif dalam beberapa kali pengamatan. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 6. Tabel 4. Pengaruh jenis teknik budidaya cabai merah terhadap intensitas serangan
hama pada fase generatif
Perlakuan Rataan intensitas serangan hama pada fase generatif tiap pengamatan
1 2
3 4
5 6
7 8
9 S1
6,36 10,30
3,90 5,19
6,96 1,69
0,76 1,45
1,31 S2
4,63 2,83
2,67 6,77
2,42 2,28
3,12 0,33
1,79 S3
0,71 2,31
2,04 7,18
2,79 4,36
1,97 3,63
0,00 S4
3,75 10,55
2,10 4,31
3,60 1,78
1,43 1,55
0,56
Tabel 4 menunjukkan tidak ada pengaruh jenis tumpangsari cabai merah terhadap tingkat intensitas serangan hama lalat buah B. dorsalis HENDEL pada fase
generatf baik pada perlakuan S1, S2, S3, dan S4. Berdasarkan data pada tabel 3
Universitas Sumatera Utara
v diketahui bahwa perlakuan S1, S2, S3, maupun S4 tidak berbeda nyata pada
pengamatan 1, 2, 3, 4,5, 7, 8 dan 9. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan merupakan yang terbaik dilihat dari tingkat serangan hama lalat buah yang rendah
yaitu 0-10 Pada perlakuan S1, S2, S3, dan S4 intensitas serangan lalat buah adalah
rendah berkisar antara 0 hingga 10. Hal ini tampaknya dikarenakan terdapat tanaman inang alternatif lalat buah seperti mangga yang terdapat di sekitaran
lahan penelitian. Tanaman tersebut menyebabkan serangan lalat buah tidak hanya terhadap tanaman cabai merah, akan tetapi lebih banyak menyerang tanaman di
sekitar lahan. Menurut Sodiq 2004 menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga, belimbing, dan jambu biji dapat mencapai 100.
Tingkat intensitas serangan hama lalat buah selama pengamatan penelitian berubah-ubah. Hal ini diduga ada kaitannya dengan peralihan suhu dan iklim
selama penelitian dilaksanakan yang menyebabkan perkembangan lalat buah cenderung melambat. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Herlinda et al
2007 menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan populasi lalat buah meningkat dan daya hidup lalat buah di dataran tinggi umumnya lebih
lama dibandingkan dataran rendah. Ketiadaan menggunakan pestisida selama penelitian diduga mampu
meningkatkan populasi paraasitoid dari lalat buah sehingga intensitas serangan lalat buah rendah. Hasil penelitian Herlinda et al 2007 menyatakan bahwa
beberapa jenis parasitoid dari lalat buah pada tanaman cabai merah yaitu Psyttalia fijiensis, P. insici, P. fetcheri dan Opius sp berpotensi dalam mengendalikan
serangan lalat buah.
Universitas Sumatera Utara
vi
2. Produksi Tanaman