Ragam bentuk, makna, dan aplikasi mashdar dalam Bahasa Arab

(1)

Ragam Bentuk, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam Bahasa Arab

Oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.

Abstract: Mashdar(infinitive, verbal noun) is kind of Arabic noun. It has many varieties of forms, meanings, and unique usings in structural sentences. Hence its important to understand using of mashdar and its aplication in contextual sentences, especially in order to translating text from Arabic into Indonesian. The varieties of mashdar meaning imply a necessary for revitalization of comprehensively undertanding mashdar in all perspective, not only in morphological point of view, but also in gramatical and semantical perspective.

Kata Kunci: Mashdar, Ism mashdar, variasi wazan, fungsi, makna, dan aplikasi mashdar dalam struktur kalimat.

A. Pendahuluan

Salah satu karakteristik bahasa Arab adalah banyaknya ragam isytiqâq (derivasi)1.

Keragaman derivasi di satu segi menunjukkan bahwa bahasa Arab itu fleksibel dan kaya kosakata, namun di segi yang lain keragaman derivasi dipandang agak ―menyulitkan‖, terutama bagi non-Arab yang mempelajarinya. Karena itu, diperlukan perhatian ekstra dalam mengenali dan memahami keragaman tersebut.

Ditinjau dari segi ilmu sharaf2, bentuk mashdar dalam bahasa Arab –jika

dibandingkan dengan bahasa manapun— merupakan shîghat yang paling variatif. Oleh

karena itu, ulama nahwu berbeda pendapat mengenai asal usul atau akar kata dalam bahasa Arab. Ada yang berpendapat bahwa mashdar merupakan akar dari setiap kata

yang mempunyai derivasi. Meskipun pendapat lain menyatakan bahwa akar kata adalah

Penulis adalah Dosen dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), FITK, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr. Rofi‘i, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, yang turut membaca dan memberi masukan untuk penelitian ini, meskipun kesalahan sekecil apapun tetap merupakan tanggung jawab penulis.

1 Rusydî Ahmad Thu‘aimah menyebutkan setidaknya ada 10 karakteristik bahasa Arab. Selain

sebagai bahasa yang kaya isytiqâq, ciri khusus bahasa Arab lainnya adalah bahasa yang kaya bunyi, bahasa tashrîf, bahasa i’râb (desinential inflection), bahasa yang kaya ekspresi, kaya uslûb al-jumal, bahasa yang

luwes, bahasa yang kaya tarâduf (sinonim),dan tidak dapat tercampur baur oleh ragam ‗âmiyyah. Rusydî

Ahmad Thu‘aimah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ: Manâhijuhû wa Asâlibuhû, (Rabâth: Isesco, 1989), h. 35-36; dan ‗Alî Ahmad Madkûr, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2000), h. 36-37.

2‗Ilm al-Sharf adalah ilmu mempelajari mengenai

binyat al-kalimah (bentuk/bangunan kata) dari

segi pembentukannya dan perubahannya menjadi berbagai bentuk lainnya tanpa dihubungkan dengan kata lain dalam struktur kalimat. Dengan kata lain, ‗ilm al-sharf adalah ilmu yang mempelajari bentuk kata

ketika belum distrukturkan dalam kalimat. Baca ‗Alî Ridhâ, al-Marji’ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah Nahwahâ wa Sharfahâ, (Beirût: Dâr al-Fikr, tt.), h. 10; dan Antoine Dahdâh, Mu’jam Qawâ’id Lughah al-‘Arabiyyah fî Jadâwil wa Lawhât, (Beirût: Maktabah Lubnân, 1989), Cet. I, h. 3.


(2)

verba mâdhî.3 Terlepas dari kontroversi tersebut, bagi peminat studi bahasa Arab,

memahami ragam bentuk, makna, dan aplikasi mashdar sangat penting dan menarik.

Setidak-tidaknya ada tiga alasan mengapa ragam bentuk, makna, dan aplikasi

mashdar menarik dikaji. Pertama, varian shîghat dan pemaknaannya sangat unik. Satu

verba boleh jadi memiliki lebih dari tiga bentuk mashdar yang memiliki spesifikasi

makna dan konteks yang berbeda. Misalnya mashdar dari kata

ََمَكَح

setidaknya ada tiga,

yaitu: (1)

مْكُح

(berarti: hukum jika dijamakkan menjadi

ماكْحأ

; dan berarti: pemerintahan

jika digunakan dalam kondisi mufrad, lebih-lebih jika disifati dengan kata

يماسإ

; (2)

ةموكح

(berarti: pemerintah); dan (3)

ةمْكِح

(berarti: hikmah, filosofi, rahasia di balik sesuatu).

Kedua, posisi dan fungsi mashdar dalam struktur kalimat juga sangat variatif.

Secara spesifik, ia menjadi ciri khas dua mawqi’ al-i’râb, yaitu: maf’ûl muthlaq dan

maf’ûl li ajlih. Namun, dalam kondisi yang lain, dapat menjadi fâ’il, nâ’ib fâ’il, maf’ûl bih, dan beramal sebagaimana verbanya. Bahkan salah satu shîghat al-amr adalah al-mashdar al-nâ’ib ‘an fi’lihî (mashdar pengganti fi‘l)4, seperti:

َ ةروسَُ اناسحإَ نيدلاولابو...

:ءارسإا

32

َ.

Ketiga,dari segi semantik, mashdar memperlihatkan makna bahasa yang sangat

fenomenal. Hampir semua ragam makna dapat diakomodasi oleh mashdar. Misalnya

saja: (1) makna asli sebagai verbal noun, seperti:

برغماَ ةاصَ دعبَ مركلاَ نآرقلا

َ

ةءارقَ ديرأ

; (2)

makna infinitive seperti:

ناسنإاَةايحَةيرورضَةيبرلا

; (3) makna verba pasif, seperti:

َنإَلوقلاَنك

ةمرلاوَماسلاوَةلادعلاَنيدَماسإا

; (4) makna frekuensi seperti:

نتلكأَمويلاَيَماعطلاَةمطافَلكأت

; (5) makna alasan, seperti:

َ

23

َ:ءارسإاَةروسَُ..مكايإوَمهقزرنَن َقامإَةيشخَمكداوأَاولتقتَاو

; (6) makna proses dan transformasi, seperti:

ةيلهأاَ تاكرشلاَ نطوتبَ ةموكحاَ تماق

(Pemerintah telah melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta).

Atas dasar pemikiran tersebut, dipandang sangat penting pengkajian mengenai ragam bentuk, makna, dan aplikasi mashdar dalam bahasa Arab sebagai salah satu upaya

untuk memperkenalkan sebuah studi linguistik yang berorientasi pada pengayaan materi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.

3 Muhammad Samîr Najîb al-Labdî, Mu’jam al-Mushthalahât al-Nahwiyyah wa al-Sharfiyyah,

(Beirut: Mu‘assasah al-Risâlah, 1985), Cet. I, h. 123.

4 ‗Abd al-Rahman Hasan Habannakah al-Maidânî, al-Balâghah al-‘Arabiyyah: Ususuhâ wa


(3)

Tulisan ini berusaha menjawab tiga permasalahan berikut: (1) Mengapa klasifikasi dan wazan mashdar dalam bahasa Arab sangat bervariasi? (2) Apa implikasi

semantik dari keragaman bentuk mashdar? (3) Bagaimana aplikasi mashdar dalam

struktur kalimat dan dalam penerjemahannya?

B. Pengertian Mashdar

Kata mashdar, menurut aliran Bashrah, berbentuk ism makân (kata yang

menunjukkan makna tempat); sementara menurut aliran Kûfah, bukan ism makân,

melainkan kata berwazan maf‘al yang bermakna maf‘ûl, karena kata ini memang berakar/bersumber dari fi‘l. Mashdar berasal dari kata: (

رَددْصَم

َ

-

َرْوُددُص

َ

-

رْددَص

َ

-

َُرُددْصَي

َ

-

ََرَددَص

)

yang bermakna: tempat lahir, timbul, terjadi, berasal, bersumber, dan kembali5. Menurut istilah, mashdar (infinitive) adalah kata yang menunjukkan makna kejadian atau peristiwa

yang tidak terkait dengan konsep waktu6. Singkatnya, mashdar merupakan kata benda

jadian (dari kata kerja) yang tidak mengandung pengertian masa lampau, sekarang, dan mendatang.

Istilah mashdar juga digunakan dalam penelitian bahasa Arab, terutama studi tokoh. Mashdar dibedakan dari marji‘. Mashdar (source) adalah sumber primer penelitian,

sedangkan marji‘ (

د رم

, reference) adalah sumber sekunder. Mashdar dapat berupa karya

yang ditulis langsung oleh penulisnya, atau oleh muridnya yang didikte atau diberi ijâzah

dari gurunya untuk menuliskannya7. Jika kita hendak menulis tentang pemikiran ‗Abd al -Qâhir al-Jurjânî (w. 471 H), maka mashâdir-nya, antara lain, adalah Dalâ’il al-I‘jâz dan Asrâr al-Balâgah; sedangkan marâji‘-nya, antara lain: al-'Ab'âd al-'Ibdâ'iyyah fî Manhaj 'Abd al-Qâhir al-Jurjânî karya Muhammad 'Abbâs dan al-Tafkîr al-Naqdî 'Inda al-'Arab

karya 'Îsâ 'Alî al-'Âkûb.

Selain itu, mashdar juga didefinisikan sebagai buku atau karya yang membahas

suatu tema secara mendalam, komprehensif, otoritatif, dan memperlihatkan orisinalitas yang tinggi. Sedangkan marji‘ adalah buku atau karya yang membahas suatu tema yang

5 Ibrâhîm Musthafâ, dkk., al-Mu’jam al-Wasîth, Jilid I, (Istanbul: al-Maktabah al-Islâmiyyah,

1999), Cet. III, h. 509.

6 Ibn Hisyâm al-Anshârî,

Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ, (Riyâdh: Maktabah al-Riyâdh

al-Hadîtsah, tt.), h. 366; dan Mushthafâ al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Jilid I, (Beirût: al-Maktabah al-‗Ashriyyah, 1973), Cet. III, h. 164.

7 Mahmûd Sulaimân Yâqût,

Manhaj al-Bahts al-Lughawî, (Alexandria: Dâr al-Ma‘rifah al -Jâmi‘iyyah, 2002), Cet. I, h. 244-5.


(4)

penulisnya merujuk kepada materi atau substansi yang terdapat dalam mashdar. Marji‘

merupakan buku penunjang yang diposisikan dapat membantu memahami teks atau wacana tertentu yang lebih klasik. Contoh mashâdir adalah al-Kitâb karya Sîbawaih (w.

180 H) dan al-Khashâ’ish karya Ibn Jinnî (321-392 H), sedangkan contoh marâji’ adalah Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ karya Ibn Hisyâm al-Anshârî (708-761 H) dan al-Rummânî al-Nahwî fî Dhau’ Syarhîhî li Kitâb Sîbawaih karya Mâzin al-Mubârak

(1930-sekarang).

Mashdar dalam kajian nahwu maupun sharaf mempunyai banyak nama. Di

antaranya adalah al-ahdâts (menurut Sîbawaih, Ibn Ya‗îsy, dan Ibn Jinnî), ahdâts al-asmâ’ (Sîbawaih), ism al-hadats (Ibn Sayyidih dan Ibn al-Hâjib), ism al-hadatsân

(Sîbawaih, al-Zamakhsyarî, Ibn Ya‗îsy, Ibn Mâlik), ism al-fi‘l (al-Mubarrid dan Ibn

‗Ushfûr), al-ism al-fi‘lî (para orientalis), ism al-ma‘nâ (Ibn Ya‗îsy, al-Râdhî, al-Murâdî

dan al-Suyûthî), al-Ism al-jârî ‘ala al-fi‘l (Ibn Mâlik), al-fi‘l (Sîbawaih, al-Farrâ‘, Ibn

Ya‗îsy), al-mashdar al-haqîqî atau al-mashdar al-‘amm (al-Asymûnî), dan al-hadats

(Sîbawaih, Ibn Jinnî, Ibn Ya‗îsy)8.

Dari beberapa penamaan tersebut, dapat dipahami bahwa mashdar di kalangan ahli

nahwu menjadi salah satu bentuk kata yang masih diperdebatkan. Para ahli nahwu mazhab Bashrah berpendapat bahwa mashdar merupakan akar kata dari semua isytiqâq

(derivasi, turunan kata). Sementara itu, para ahli nahwu mazhab Kûfah menolak pendapat mazhab Bashrah ini dan menyatakan bahwa akar kata semua derivasi adalah fi'l mâdhî.

C. Klasifikasi Mashdar

Mashdar dalam bahasa Arab sangat beragam. Dari segi jumlah hurufnya, mashdar

dikelompokkan menjadi al-mashdar al-mujarrad

َدّردراَرددصماُ

َ

dan al-mashdar al-mazîd9

َددييماَرددصماُ

.

Menurut dasar dan acuan pengambilannya, mashdar dibagi menjadi al-mashdar al-samâ‘î

َي)امدسلاَرددصماُ

dan al-mashdar al-qiyâsî

َيدسايقلاَرددصماُ

. Dari segi

jenisnya, mashdar dibedakan antara al-mashdar al-sharîh

َ يردصلاَرددصماُ

dan al-mashdar al-mu’awwal

َلولدماَرددصماُ

. Dari segi tujuannya, mashdar dibagi menjadi mashdar

8 George M. Abdul Masih dan Hani George Tabri, Khalîl: Mu’jam Mushthalahât Nahwî

al-‘Arabî, (Beirût: Maktabah Lubnân, 1990), Cet. I, h. 391.

9

Al-Mashdar al-mujarrad adalah mashdar asli (tiga atau empat huruf) yang belum mendapat

imbuhan huruf, seperti: ََْ atau جارْحد. Sedangkan al-mashdar al-mazîd adalah mashdar yang berimbuhan,


(5)

mubham

ََمهمدماَرددصماُ

dan al-mashdar al-mukhtashsh

َ تدتماَرددصماُ

. Selain itu, mashdar

dikelompokkan menjadi mashdar al-hai’ah

َةدئيهاُ

, mashdar al-marrah َ

ةردماُ

, al-mashdar al-mîmî

َيددميماُ

, al-mashdar al-shinâ‘î

َي)اعددصلاُ

, dan ism al-mashdar

َردددصماَمددساُ

.

Sementara dari segi karakteristik maknanya, mashdar juga dapat dibagi menjadi al-mashdar hissî dan al-mashdar al-qalbî

َ دلقلاَرددصماوَيدسحاَرددصماُ

; mashdar al-ta’kîd dan mashdar al-marrah

َةرماَردصموَديكأتلاَردصم

ُ

,10 seperti

:

َةبرضَبلكلاَدمأَبرضوَ،ةءارقَنآرقلاَدلولاَأرق

ةدحاو

.

Bentuk mashdar itu mengandung huruf-huruf dari akar kata fi‗lnya secara

lafzhiyyah, seperti:

"ادمل)

َ

َمدل)"

, atau perkiraan

َاريددقتُ

seperti:

"اادتق

َ

َلدَتاق"

, atau bisa juga diganti dengan huruf lain

َادضوعمُ

seperti: "

ةَددِ)

َ

َدد)و"

. Mashdar dari fi‘l tsulâtsî mujarrad,

menurut sebagian ahli nahwu, semuanya bersifat simâ‘î, tidak ada ketentuan khusus;

bentuknya berdasarkan apa yang didengar dari penutur asli bahasa Arab dan/atau yang digunakan dalam kamus-kamus atau literatur bahasa Arab. Alasannya karena binâ’ atau binyah (bentuk, bangunan) mashdar sangat variatif dan karena bentuk mashdar itu tidak

berupa satu ketentuan yang dapat dijadikan sebagai qiyâs (analogi) bagi mashdar-mashdar yang lain. Sementara itu, sebagian ahli nahwu berpendapat bahwa mashdar dari

fi‘l tsulâtsî mujarrad itu bersifat qiyâsî, berdasarkan ketentuan dan analogi tertentu.

Pendapat ini didasari oleh adanya wazan-wazan mashdar yang maknanya dapat

diidentifikasi dan diklasifikasikan secara analogis. Misalnya, wazan

ادددَعَدف

yang

mengandung makna aib atau penyakit pada kata-kata berikut:

ادقَم

َ

-

دِم

,

ارَود)

َ

َرِود)

,

َ

َبَددح

ابَدح

atau

اضَرم

َ

َضِرم

,

امَقس

َ

َمِقس

dan

ىًم)

َ

-

يِم)

.11

Secara umum mashdar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: al-mashdar al-sharîh

dan al-mashdar al-mu’awwal. Dari kedua jenis ini, macam-macam mashdar

diklasifikasikan berdasarkan perspektif yang berbeda-beda. al-Mashdar al-sharîh

َرددصماُ

َ يردصلا

adalah nomina yang menunjukkan makna tertentu tanpa terikat dengan konsep waktu dan mengandung huruf-huruf fi‘l-nya, baik secara lafzhî maupun taqdîrî

(perkiraan), seperti:

ةبردضَ،رادصتناَ،ةدمهَ،مودنَ،لدْتق

dan sebagainya. Sedangkan mashdar

al-mu’awwal

َلولددماَردددصماُ

adalah kata benda yang disusun dari fi‘l dengan huruf

mashdariyyah

َةيرددصماَادم

/

نأُ

dan menunjukkan makna yang secara implisit mengandung

10 al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…., h. 174-81.

11 Muhammad Bâsil ‗Uyûn al-Sûd, al-Mu’jam al-Mufashshal fî Tashrîf al-Af’âl, (Beirût: Dâr


(6)

konsep waktu, seperti:

نادحتمااَيَ عدتَنأَ ّردسي

.

Jika dirubah menjadi mashdar sharîh,

maka mashdar ini akan menjadi:

ناحتمااَيَكحا َ ّرسي

.12

D. Wazan dan Jenis Mashdar

1. al-Mashdar al-Mujarrad, disebut juga al-mashdar al-tsulâtsî, yaitu mashdar yang

berasal dari fi‘l tsulâtsî mujarrad (kata kerja yang murni terdiri dari tiga huruf).َMashdarَ

jenis ini mempunyai beberapa wazan (timbangan, formula). Di antaranya adalah wazan fa'l

َلدْعَدفُ

َ

seperti:

ندْمأاوَمدْهفلاوَبْردرلاوَلدْكأا

; fa‘al

ََلدَعَدفُ

َ

seperti:

لَلدشلاوَحَردفلا

; fu'lah

َةدلْعُدفُ

seperti:

ةردْرُخَ،ةرْفدُصَ،ةردُْمَ،ةردُْم

; fu‘ûl

ََلودُعُدفُ

seperti:

جوردُراوَ،سودلُُاوَ،دودعُقلا

; fa'alân

َنادَعَدفُ

seperti:

نايلغلاوَناوُا

; fi‘âl

َلاعِفُ

seperti:

قادبإاوَرادفعلاوَءادبإا

; fu‘âl

ََلادعُفُ

seperti:

َ،لاعدُسَ،،اددُص

راودوَماكز

; fi‘âlah

َةلاعِفُ

seperti:

ة)ارزَ،ةطايخَ،ةرا

;fu‘ûlah

َةلوعُفُ

seperti:

ةحولمَ،ةلوهسَ،ةبوعُص

; dan

fa‘âlah

ََةددلاعَفُ

seperti:

ةحارددصَ،ةحاددصفَ،ةددغاب

.

Mashdar jenis ini pada umumnya tidak

beraturan dan cara mengetahui wazannya berdasarkan simâ‘î.13

2. al-Mashdar al-mazîd, disebut juga, al-mashdar gair al-tsulâtsî, yaitu mashdar

yang berasal dari fi‘l yang sudah mendapatkan imbuhan, baik satu, dua atau tiga huruf.

Mashdar jenis ini pada umumnya beraturan atau qiyâsî. Karena itu, bentuk mashdar dari

wazan fa‘ala

َلدعَدفُ

pasti taf‘îl

َلديعفتُ

seperti:

ميدلكتَ،تدهطتَ،مردكتَ،ميلدست

atau taf‘ilah

َةدلِعْفَدتُ

َ

untuk fi‘l mu‘tall seperti:

َةيلدستَ،ةيمدستَ،ةديكيتَ،ةيدصوت

.

Jika wazan af‘ala

َلدَعْدفَأُ

,

maka bentuk mashdarnya adalah if‘âl

َلادعْفإُ

seperti:

ح

ادصإَ،ماردكإَ،نادسحإَ،مادسإ

.

Danwazan

"لدَ)اف"

bentuk mashdarnya adalah

"ةدلَ)افُم"

atau

"لادَعِف"

seperti: 14

"داده وَةددهاج

َ

َددها "

َ

. Untuk lebih mudah

dan lengkapnya berikut ini adalah tabel wazan mashdar berimbuhan satu, dua, dan tiga

huruf:

ةلثمأا

ردصما

نزولا

...دبَدييما

ميلعت

ليصوتَ،ميمصتَ،تمعتَ،تيغتَ،نس َ،سيردتَ،

ليعفت

لعف

فرح

...ةيمعتَ،ةيكيتَ،ةلمكتَ،ةيروتَ،ةييرتَ،ةيقرت

ةلِعْفَدت

...لاث َ،باحْرِتَ،راركِت

لاعْفِت

َ...دادعتَ،رارْكَت

َ

َ

لاع

َْفَدت

ةنا)إَ،ةماقإَ،طاقسإَ،لاصيإَ،داعسإَ،كاسمإَ،ماهسإَ،جاتنإ

َ

َ

لاعْفإ

لَعْدفأ

ةعباتمَ،ةماكمَ،ةسرادمَ،ةقباسمَ،ةشقاعمَ،ةدهاج

َ

َ

ةل)افم

َ

لَ)اف

12 Najîb al-Labdî, Mu’jam…., h. 15.

13 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396. 14 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 397.


(7)

....لاد َ،قافوَ،قامسَ،جاقنَ،داه

َ

َ

لاعف

َت َ،برقتَ،ملعت

َر َ،

َهعتَ،ج

َبتَ،د

َمأتَ،،

َبدتَ،ل

....َر

َ

َ

لعَفَدت

َ

لّعفت

يطاعتَ،يصاوتَ،فُطاعتَ،مُحارتَ،لُماعتَ،نُواعت

َ

َ

لُ)افت

َ

ل)افت

َامت ا

....َلامتكاَ،داهت اَ،بارقاَ،ماقتناَ،،افتناَ،،

َ

َ

لاعِدتْفا

َ

لعتفا

نفرح

....َءاوطناَ،قاثمناَ،قايناَ،ماصفناَ،لاصفناَ،،اطقنا

َ

َ

لاعِفْنا

َ

لعفنا

...دادوساَ،رارفصاَ،رارما

َ

َ

لاعفا

َ

َّلعفا

ةثاغتساَ،ةماقتساَ،ةحارساَ،ماحرساَ،رافغتسا

َ

َ

لاعْفِدتْسا

َ

لعفتسا

اَ،ناشيشخا

باشيش)اَ،قايلخ

َ

َ

لاعيعفا

َ

ل)وعفا

فرحأَةثاث

...باميهشاَ،داديوساَ،ماميهدا

َ

َ

لايعفا

َ

َّلاعفا

....َطاّول)اَ،ذاّول ا

َ

َ

لاّوعفا

َ

لوَعفا

Sementara itu, mashdar untuk fi'l rubâ‘î mazîd ada dua macam, yaitu berimbuhan

satu huruf, wazan

لُلْعَفَدت

seperti:

ا ُرْحَدَت

َ

َجرحدتي

َ

َجرحدت

dan

ارثعمت

َ

-

َرثعمتي

َ

َرثعمت

dan dua huruf, wacan

لاْعدِعْفا

seperti:

اد)اقنرفا

َ

َ دقنرفي

َ

َ دقنرفا

atau

ادما رحا

َ

-

َم رد

َ

َم ردحا

dan wazan

لّادعفا

seperti

ارارعشقا

َ

َّرعشقي

َ

َّرعشقا

.

3. Mashdar al-marrah

َةردماَرددصمُ

,

disebut juga ism al-marrah atau mashdar al-‘adad,

adalah mashdar yang menunjukkan terjadinya frekuensi perbuatan, seperti:

َبلكلاَدمأَبرض

ةبردَض

(Ahmad memukul anjing sekali pukul)

.

Dari segi bentuknya, mashdar ini berwazan

fa‘lah

َةدلْعَدفُ

jika berasal dari tsulâtsî mujarrad, seperti:

ةيدفقَ،ةدلكأَ،ةبردض

. Jika huruf asal

fi‗lnya lebih dari tiga, maka wazan mashdarnya sama dengan mashdar itu sendiri plus tâ’, seperti:

ةدماركإ

. Dan apabila pada mashdar diakhiri dengan tâ’, maka sesudah mashdar

itu perlu dilengkapi dengan ‘adad (kata bilangan) untuk membedakan antara al-mashdar al-muakkad dan mashdar al-marrah,15 seperti:

ةدحاوَةمرَيقيدصَُتمر

.

4. Mashdar al-hai’ah

َةدئيهاَرددصمُ

َ

disebut juga mashdar al-nau‘ atau mashdar

al-nau‘î, adalah mashdar yang menunjukkan keadaan, cara atau jenis suatu perbuatan,

seperti:

يددعُاَةيدشِمَمديملتلاَىدشم

(Murid itu berjalan seperti tentara)

.

Dari segi bentuknya,

mashdar ini berwazan fi‘lah

َةدلْعِفُ

jika berasal dari tsulâtsî mujarrad, seperti:

ةدسل ِ

. Jika

huruf asal fi‗lnya lebih dari tiga, maka wazan mashdarnya sama dengan mashdar itu

sendiri plus sifat/na‘t atau mudhâf ilaih seperti:

هسردمَةءارقَنآرقلاَميملتلاَأرقَوأَاميظ)َاماركإَهتمركأ

.

5. al-Mashdar al-mîmî

َيدميماَرددصماُ

, disebut juga al-mashdar al-mu‘tamad, adalah mashdar yang diawali dengan huruf mîm zâidah (tambahan). Dari segi maknanya,


(8)

mashdar ini tidak berbeda dengan mashdar asli, bukan mîmî. Hanya saja, mashdar ini

maknanya lebih kuat. Wazannya adalah

"لدَعْفَم"

untuk fi‘l tsulâtsî yang lâm fi‘l-nya tidak

berupa huruf ‘illat, seperti:

َبَهْم

َدَم

بدهذ

َ

dan berwazan

"لدِعْفَم"

untuk binâ’ mitsâl wâwî

yang shahîh al-lâm seperti:

ئِضومَ،دِ)ومَ،

َِقومَ،ف

َِقومَ، ِضوم

.16

6. Ism mashdar adalah lafazh yang menunjukkan makna mashdar, namun jumlah

hurufnya lebih sedikit dari huruf fi‘l atau akar katanya17, seperti:

َمادك

َم

دّلكت

atau

َ

َأدضوت

ءوضو

.

7. al-Mashdar al-hissî

َيددّسحاَردددصماُ

adalah mashdar yang menunjukkan makna

kejadian yang bersifat inderawi, fisik, dapat dilihat, dan diamati, seperti:

يدْشمَ،سْمددلَ،سودل

dan sebagainya. Lawannya adalah al-mashdar al-qalbî.18

8. al-Mashdar al-qalbî adalah mashdar yang menunjukkan makna psikis, non-fisik,

atau batin, seperti:

،مددْل)َ،تددق َ،مارددحا

.

Mashdar ini tidak sama dengan mashdar yang

menunjukkan perbuatan hati

َبودلقلاَلادعفأَرددصمُ

, seperti: takut, senang, dan ingin, yang biasanya menjadi salah satu syarat mafûl li ajlih

َهدل أَلودعفمُ

seperti:

َةيدشخَمدكداوأَاودلتقتَا

قادمإ

mashdar yang menjadi maf‘ûl li ajlih dalam ayat ini

ةيدشخ

yang bermakna takut atau

khawatir, yang bersifat psikis atau merupakan perbuatan hati.19

9. al-Mashdar al-Mahdh

َ ددد اَرددددصماُ

adalah mashdar sharîh ashlî yang

menunjukkan makna kejadian tanpa terikat oleh konsep waktu (kala) dan tidak menunjukkan frekuensi maupun keadaan atau cara, tidak dimulai dengan mîm zâidah

(seperti mashdar mîmî), dan juga tidak diakhiri dengan yâ’ bertasydîd dan berakhiran tâ‘

ta’nîst marbûtah (seperti mashdar shinâ‘î). Contohnya seperti:

لامقتدساَ،مايدصَ،مودن

. Ada yang

berpendapat bahwa secara umum mashdar dikelompokkan menjadi al-mashdar al-mahdh

dan al-mashdar gair al-mahdh.20

10. al-Mashdar al-shinâ‘î (mashdar buatan) adalah isim yang dibentuk dengan

akhiran yâ’ bertasydîdâ dan tâ’ al-marbûthah, untuk menunjukkan makna ada sifat yang

dinisbahkan kepada kata dibentuk menjadi mashdar, seperti:

ةيناسنإا

َ

ناسنإا

atau

َّرحا

َ

ةيرحا

(maknanya: manusia  kemanusiaan, bebas  kebebasan).21

16 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 397. 17 al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…, h. 180. 18 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 392. 19 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 394. 20 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396. 21 al-Ghalâyainî, Jâmi’ al-Durûs…, h. 180.


(9)

11. al-Mashdar al-Mubham

ََمهمددماَردددصماُ

, disebut juga al-mashdar al-mu’akkid,

adalah mashdar yang hanya terbatas pada makna penguat, tanpa tambahan makna lain,

seperti idhâfah atau ‘adad (frekuensi, bilangan). Mashdar ini dalam struktur kalimat

biasanya menjadi maf‘ûl muthlaq, seperti:

اراددشتناَايددسينودنإَيَماددسإاَرددشتنا

Mashdar ini

dibedakan dengan al-mashdar al-mukhtashsh.22

12. al-Mashdar al-mukhtashsh

َّ تدتماَرددصماُ

, disebut juga al-mashdar al-mubayyin,

adalah mashdar yang mengandung makna penguat dengan tambahan lain di luar lafazh mashdar ini berupa sifat atau idhâfah. Jika kata setelah mashdar ini menjelaskan jenis

atau sifat kejadiannya, maka disebut al-mashdar al-mubayyin li al-naw‘, seperti:

َنآرقلاَتأرق

ةديره َةءاردق

. Sedangkan jika kata setelah mashdar itu menjelaskan frekuensi kejadian, maka

disebut al-mashdar al-mubayyin li al-‘adad, seperti:

تاكأَثاثَمويلاَيَلكأن

.23

13. al-Mashdar al-Mutasharrif

ََفردصتماَرددصماُ

adalah mashdar yang dapat berubah harakat i‗râbnya dan mengalihkan mashdariyyah pada kondisi nashab ke dalam kondisi

lainnya, seperti:

َ. يروردضََمدهفلاَنإ

َ

َيروردضَُمدهفلا

َ

َادقيم)َادمْهفَُتدمهف

Mashdar ini dibedakan dari al-mashdar gair al-mutasharrif.24

14. al-Mashdar gair al-mutasharrif

َفردصتماَتدغَرددصماُ

adalah mashdar yang tetap

dalam kondisi nashab, seperti:

ََناحمدسَ،....َذادعم

.

Mashdar ini digunakan dalam struktur mudhâf (tarkîb idhâfî), seperti:

َ...كيناعحَ،كيملَ،هاَذاعمَ،ِهاََناحمس

.25

E. Abniyat al-Mashdaral-Qiyâsî

Mashdar dari fi‘l tsulâtsî, yang oleh ahli nahwu tersebut dipandang sebagai qiyâsî,

setidak-tidaknya mempunyai 10 bentuk atau wazan, berikut identifikasi penunjukan atau

maknanya. Sepuluh wazan mashdar itu adalah sebagai berikut:

1.

لدْعَدف

.

Wazan ini pada umumnya berlaku bagi verba transitif (fi‘l muta‘addî) dan dapat

menjadi wazan bagi semua bab fi‘l kecuali bab:

لدُعْفَدي

-

لدُعف

. Contohnya adalah sebagai berikut:

a.

لُعْفَدي

َ

َلَعف

, seperti

:

ََاقْلَخ

َ

لخُ

atau

َاوْيَغ

َ

ايغُ

b.

لِِِ ْفَدي

َ

َلَعف

,seperti:

َايمر

-

ىمرَُ،َاد)و

َد)وَُ،َابرض

َ

برض

ُ

c.

لَعْفَدي

َ

ََلَعَدف

, seperti

:

،َاعفن

َ فنُ

َ

atau

َاعضو

َ ضوُ

َ

22 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 395. 23 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396. 24 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 396. 25 George M. Abdul Masîh, al-Khalîl…, h. 394.


(10)

d.

لَعْفَدي

َ

-

لِعَف

, seperti:

ََادم

َدمُ

atau

َافوخ

َ

فاخُ

e.

َلِعْفَدي

َ

-

ََلِعَف

, seperti:

َاقمو

َ

موُ

atau 26

َاسأي

َ

سئيُ

2.

لدَعَدف

. Mashdar ini berlaku untuk fi‘l tsulâtsî lâzim (intransitif) yang berwazan

َ

ََلدِعَفُ

ََلَعْفَدي

atau

َُلِعْفَدي

َ

ََلِعَفُ

dengan varian makna sebagai berikut:

a. menunjukkan makna aib, cacat, atau penyakit, seperti:

َاقَم

َ

-

ِمُ

atau

َارَوَ)

-

رو)ُ

َ

b. menunjukkan rasa takut, seperti:

َا)َيَدف

َ

َ،ِيفُ

atau

َاَ َو

َ

َل ِوُ

c. menunjukkan penyakit, seperti:

َاضَرَم

َ

َضِرمُ

atau

َامَقَس

َ

ََمِقَسُ

d. menunjukkan rasa sedih, seperti:

َانَيَح

َ

ََنِيحُ

atau

َامَدَن

َ

ََمِدَنُ

e. menunjukkan suka cita, seperti:

َاحَرَدف

َ

ََحِرفُ

atau

َاَمَ

َ

َ َلِمَ ُ

f.

menunjukkan rasa lapar atau dahaga, seperti:

َاشَطَ)

َ

َشِط)ُ

atau

َأَمَظ

َئِمظُ

g. menunjukkan emosi, marah, seperti:

َامرغ

َ

َبرغُ

atau

َاقَيَدن

َ

ََقِيَنُ

h. menunjukkan perhiasan, seperti:

َارَوَح

َ

ََرِوَحُ

atau

َا)َرَو

َ

ََ،َرَوُ

3.

لودُعُدف

.

Mashdar ini berlaku bagi fi‗il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada

bentuk mâdhî, meliputi tiga bab, yaitu: "

لدَعْفَدي

َ

ََلدَعَدفَ،لدِعْفَدي

َ

ََلدَعَدفَ،لدُعْفَدي

َ

ََلدَعَدف"

, dan juga

bagi fi‗l mâdhî yang ‘ain fi‘l-nya dikasrah, yaitu

"لدَعْفَدي

َ

ََلدِعَف"

.

Mashdar dengan wazan

ini disyaratkan shahîh al-‘ain (‘ain fi‘l-nya berupa huruf shahîh, bukan ‘illat), tidak

menunjukkan makna: mencegah, goncang, suara, perjalanan, penyakit atau profesi. Contohnya adalah sebagai berikut:

a.

لُعْفَدي

َ

ََلَعَدف

, seperti:

دو

س

َ

َد سي

َ

َد س

dan

اّوُدنُد

َ

َوندي

َ

َاند

b.

لِعْفَدي

َ

ََلَعَدف

, seperti:

سول

َ

َسل

َ

َسل

dan

دورو

َ

-

َدري

َ

َدرو

c

.

لَعْفَدي

َ

ََلَعَدف

, seperti:

بوهذ

َ

َبهمي

َ

َبهذ

dan

ءوده

َ

-

َأدهي

َ

َأده

d

.

لَعْفَدي

َ

ََلِعَف

, seperti:

مودق

َ

َمدقي

َ

َمدق

4.

لدْيِعَف

.

Mashdar ini berlaku bagi fi‘il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada

bentuk mâdhî dan pada umumnya mengandung makna suara atau bunyi, seperti yang

berikut:

a.

لُعفي

َ

َلَعف

َ

seperti:

اريده

رده

b.

لِعْفي

َ

َلَعف

seperti:

ايهص

لَهَص

atau

ا ي ض

َّجض

َ

c.

لَعفي

َ

َلَعف

seperti:

ا يحش

جحش

Ada juga yang menunjukkan makna perjalanan, yaitu wazan

"لدِعفي

َ

َلدَعف"

,

seperti:

َّبخ

اميمخ

ََ

dan

افي و

َف و

َ

26 Abû Muhammad ‗Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah,

Adab al-Kâtib, Tahqîq Muhammad Tha‘mah al-Halabî, (Beirût: Dâr al-Ma‘rifah, 1997), Cet. I, h. 390.


(11)

5.

لادَعُدف

.

Mashdar ini berlaku bagi fi‘l tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘l-nya difathah pada

bentuk mâdhî dan pada umumnya mengandung makna suara atau bunyi, seperti yang

berikut:

a

.

لُعفي

َ

َلَعف

seperti:

ءا)د

ا)د

atau

ءاقز

اقز

b.

لِعفي

َ

َلَعف

seperti:

ءاكب

ىكب

atau

ءاو)

ىو)

c.

لَعْفَدي

َ

َلَعَدف

seperti:

اخارص

خرص

Ada juga yang menunjukkan makna penyakit, yaitu wazan:

"لدُعفي

َ

َل

دَعف"

,

seperti:

لعس

ااعس

َ

,

"لِعفي

َ

َلَعف"

َ

seperti:

اساط)

سط)

, dan

"لَعفي

َ

َلَعف

" seperti:

اماهس

مهس

6.

لادَعِف

Mashdar ini berlaku bagi fi‘il tsulâtsî lâzim yang ‘ain fi‘il-nya difathah pada

bentuk mâdhî dan pada umumnya menunjukkan makna penolakan atau

pembangkangan, seperti yang berikut: a.

لُعفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ادارِش

دَرَش

b.

لِعْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ارافن

رفن

c.

لَِِ ْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ءابإ

ىأ

Ada juga yang menunjukkan makna ciri atau tanda, seperti:

احادشك

دَشك

atau dapat juga menunjukkan makna perbuatan manusia, khususnya yang berasal dari fi‘l yang

mu‘tall al-‘ain, seperti:

ََمايص

َماصَ،مايق

ماق

dan

بايغ

باغ

.

7.

نادَعَدف

.

Mashdar ini berlaku untuk fi‘l tsulâtsî lâzim (intransitif) yang ‘ain fi‘il-nya

difathah pada bentuk mâdhî, jika menunjukkan makna perubahan. Wazan mashdar

jenis ini adalah sebagai berikut:

a.

لُعفي

َ

َلَعف

, seperti

:

انايَقَدن

يَقَدن

dan

اناَوَ

لا

b.

لِعْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

اناَس)

لَس)

dan

اناَتَط

راط

c.

لَِِ ْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

اناع

َ

م

َ

م

8.

ةدلاَعِف

.

Mashdar ini berlaku untuk semua bab fi‘l tsulâtsî mujarrad, kecuali bâb

َ

َلدِعف"

"لدَعْفَدي

dan pada umumnya menunjukkan makna profesi, pekerjaan, tugas, dan yang sejenisnya. Contoh masing-masing bâb adalah sebagai berikut:

a.

لُعفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ةفاخ

فلخ

dan

ةسايس

ساس

b.

لِعْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ةباصق

بصق

،ةيام

َ

ىم

َ

dan

ةطايخ

طاخ

c.

لَِِ ْفي

َ

َلَعف

, seperti

:

ةياعس

ىعس

d.

ل

َُعْفي

َ

َلُعف

, seperti

:

ةرامإ

رُمأ

e.

لِِِ ْفي

َ

َلِعف

, seperti

:

ةياو

يو


(12)

9.

ةددلاَعَدف

. Mashdar ini hanya berlaku untuk verba bab

"لددُعْفَدي

َ

-

لددُعَدف"

dengan varian

penunjukan makna sebagai berikut:

a. Kekuatan atau keberanian, seperti:

ة)ا ش

ُ ش

dan

ةباص

بُلص

. b. Kecil, hina atau besar, seperti:

ةراقح

رُقح

dan

ةماتض

مُتض

. c. Kebersihan, seperti:

ةراهط

رُهط

dan

ةفاظن

فُظن

.

d. Kebaikan atau keburukan, seperti:

ةحام

ُلم

dan

ةحامق

ُمق

.

10.

ةددلْوُعُدف

.

Mashdar ini pada umumnya berlaku untuk verba bab

"لددُعْفَدي

َ

-

لددُعَدف"

yang

menunjukkan makna mudah atau sukar, seperti:

ةلوهس

لُهس

dan

ةبوعص

بُعص

.27 Tammâm Hassân menawarkan klasifikasi bangunan mashdar tsulâtsî sebagai

berikut. Bentuk mashdar tsulâtsî dibagi menjadi tiga, yaitu:

ََلدُعَدفوَ،َلدِعَفَ،َلدَعَدف

. Wazan fa’ala

dibagi menjadi dua, yaitu: al-lâzim dan al-muta’addî. Yang lâzim dibagi lagi menjadi

dua, yaitu (1) mu’tall al-‘ain, yang mempunyai tiga wazan, yakni:

َ،َماديقَُلادَعِفوَ،َ ْتدَسَُلدْعَدف

َةحايدسَُةدلاَعِفو

dan (2) zdu dalâlah khâshshah, meliputi empat makna: (a)

،ادعتما

(larangan),

seperti:

ءايإ

,(b)

َ

بيلقت

(pembalikan), seperti:

نايلغ

(mendidih), (c)

تودصَوأَءاد

(penyakit atau suara), seperti:

َ،اددُص

(sakit kepala) dan خاردُص (suara tangis, tangisan), dan (d)

ةدياوَوأَة

دفرح

َ (profesi atau kekuasaan) seperti:

ةرافدسَوَةراد

. Sedangkan yang muta’addî diklasifikasikan

menjadi muthlaq seperti

ب

َْر

دَض

dan masyrûth yang menunjukkan makna profesi seperti:

ةطايخ

(menjahit) 28.

Sementara itu, wazan fa’ila dikelompokkan menjadi dua, yaitu al-lâzim dan

al-muta’addî. Yang lâzim dibagi menjadi dua, yaitu: muthlaq seperti:

َ

ح

دَدفََر

dan masyrûth

yang diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: (1) menunjukkan profesi dan kekuasaan, seperti:

ةدادم)

َ

َةحايدس

, (2) menunjukkan warna seperti:

ةَردُْم

(merah), dan (3) menunjukkan deskripsi pelaku, seperti:

موُددُق

(kedatangan). Sedangkan yang muta’addî berwazan

لدْعَدف

seperti:

مدْهف

.

Adapun yang mashdar dari

ََلدُعَدف

dikelompokkan menjadi dua wazan, yaitu:

ةلوُعُدف

seperti:

ةلوهسوَةبوُعُص

dan

َةلاعَف

seperti: ةغابوَةحاصف.29

Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa ragam bentuk, wazan, dan makna

mashdar dalam bahasa Arab sangat beragam. Keragaman ini, antara lain, disebabkan oleh

sistem qiyâs (proses analogi) yang menjadikan suatu kata dapat ditashrif dan dibentuk

sesuai dengan wazan yang berlaku. Selain itu, akurasi bangsa Arab, khususnya para nuhat

27 Muhammad Bâsil ‗Uyûn al-Sûd, al-Mu’jam al-Mufashshal …., h. 32-34. 28 Tammâm Hassân,

al-Khulâshah al-Nahwiyyah,(Kairo: ‗Âlam al-Kutub, 2000), Cet. I, 47-49.


(13)

dalam memberlakukan metode samâ’ atau simâ’ (mendengar, menelusuri, dan mengikuti

yang valid dari orang Arab yang terpercaya dalam hal penggunaan kata dan kalimat) juga menjadi faktor utama yang membuat bahasa Arab memiliki keragaman mashdar yang luar biasa.30 Usia bahasa Arab sebagai bahasa Semit yang tetap eksis dan dikemudian dipilih oleh Allah sebagai bahasa kitab suci juga menjadi faktor lain yang membuat

mashdar dan derivasi lainnya memiliki tingkat keragaman yang tinggi.

F. Mashdar dalam Bentuk Mutsannâ dan Jama‘

Seperti ism pada umumnya, mashdar dapat di-mutsannâ-kan (dibentuk dalam

makna dua) dengan cara menambahkan alif dan nûn [

ناَ+...

] dalam kondisi rafa‘ atau yâ’ dan nûn

]

ندي+...

], seperti:

نادمهف

مدْهف

,

نادترا

ةراد

,

نات)افدش

ة)افدش

atau

نطامعتدسا

طامعتدسا

, 

نيدديه َدديه

َ

,

نتراد

ةراد

dan

نتددهاج

ةددهاج

. Bentuk mutsannâ tersebut juga

berlaku bagi mashdar mîmî dan mashdar syâdh (tidak lazim) yang berbentuk ism maf‘ûl

(tetapi bermakna mashdar). Contoh mutsannâ mashdar mîmî:

نيددد)وم/ناد)وم

ددد)وم

,

نتحلصم/ناتحلصم

ةحلصم

;sedangkan contoh mashdar syâdh adalah:

َاوَبئاوعلاَيَهلَلوقعمََا"

"اهيل)َدولج

,bentukmutsannâ-nya adalah:

نلوقعم/ناوقعم

dan

نيدولج/نادولج

.

Demikian pula, mashdar dapat dijadikan jama‗ dengan jama' mu’annats sâlim

(beraturan) dan jama‘ taksîr (tidak beraturan). Sebagian yang lain dijama‗kan lagi dari

jama‘ taksîr menjadi mu’annats sâlim, seperti:

تادضوُيُدف

َضودُيُدفَجَ ْيدَدف

,

تادتويب

َجَتديب

توديب

dan

تادحوتُف

حودتُفَجَ ْتدَدف

.31 Namun demikian, mayoritas mashdar dijama‗kan secara qiyâsî (analogi) dengan jama‘ mu’annats sâlim, yaitu dengan menambahkan alif dan tâ’ al-maftûhah

َتاَ+....ُ

, baik untuk mashdar ashlî, seperti:

َ،تادادم)َجَةدادم)َ،تادفاخَجَةدفاخ

تاددديركذَجَىرددكذ

, mashdar mîmî, seperti:

تاءادددممَجَةءادددممَ،تايعدددسمَجَةاعدددسمَ،تاغدددشمَجَةلغدددشم

,

maupun mashdar shinâ‘î, seperti:

تاينادسنإَجَةينادسنإَ،تاديموقَجَةيموقَ،تايكولسَجَةيكولس

. Mashdar ashlî yang berakhiran dengan tâ’ al-marbûthah juga dijama‗kan dengan jama‗ mu’annats sâlim, seperti:

تايدلزَجَةدليلزَ،تاديل َجَةديل َ،تايدصوتَجَةيدصوت

. Demikian pula, mashdar dari fi'l tsulâtsî mazîdpada umumnya juga dijama‗kan dengan cara tersebut. Sedangkan mashdar

dari fi‘l tsulâtsî mujarrad sebagiannya mempunyai bentuk jama‘ taksîr, seperti:

َجَباردش

30 Kâshid Yâsir al-Zaidî, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah,(‗Ammân: Dâr al-Furqân, 2005), Cet. I, h.

287 passim.

31 Lihat al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗", dalam


(14)

ددددْصوَ،ةدددي)دأَجَءادددد)دَ،مادددهوأَجَمدددْهوَ،لاوددددقأَجَلودددقَ،ةطدددشنأَجَطاددددشنَ،مودددل)َجَمدددل)َ،بودددديغَجَبدددْيغَ،ةبردددشأ

َجَف

.فاصوأ

G. ‘Amal al-Mashdar

Mashdar, baik nakirah (indefinitive) maupun ma‘rifah (definitive), itu beramal

(mempunyai fungsi gramatikal) sebagaimana ‗amal fi‗ilnya, baik transitif (muta‘ddi) maupun intransitif (lâzim). Jika fi'ilnya itu transitif (muta‘addi), maka fungsi

gramati-kalnya juga transitif, yakni mempunyai fâ‘il dan maf‘ûl. Mashdar dapat beramal dengan

beberapa syarat32. Pertama, mashdar dapat ditempati atau diganti dengan

لدعفَ+ََةيرددصماَُْنأ

sementara kala menunjukkan masa lampau maupun masa mendatang, seperti:

ََندمَُتدم )

سدمأَاددممَكدماك

.

Kalimat ini dapat dirubah menjadi:

سدمأَهدتملكَنأَندمَتدم )

.

Contoh lainnya:

اددغَتدراَكُعْدعدُصَ ردسي

dan diganti dengan:

اددغَتدراَ عدصتَنأَ ردسي

. Mashdar dapat ditempati atau

diganti dengan

لددعفَ+ََةيردددصماَُاددم

sementara kala menunjukkan masa kini (sekarang), seperti:

"نآاَميتيلاَكماعطإَي همي"

dapat diganti menjadi:

"نآاَميتيلاَكمعطتَامَي همي"

.

Kedua, mashdar tidak di-tashgîr (dibentuk menjadi wazan tertentu yang bermakna

kecil, mini). Karena itu, penggunaan mashdarmushaghghar tidak diperbolehkan, seperti

dalam kalimat:

"نآاَاديل)َكدميلكَيدم )أ"

.

Ketiga, mashdar tidak dapat diganti dengan dhamîr

(kata ganti), seperti:

" يدمقَردمعبَودهوٌَندسحَددلااَيروردم"

.

Dhamîr

َ"وده"

dalam kalimat tersebut

tidak dapat menggantikan mashdar sebelumnya

.

Keempat, mashdar tidak dibatasi oleh tâ’al-wahdah (yang menunjukkan makna tunggal, sekali) dan karena itu, kalimat berikut

dianggap tidak benar:

"كادخأَكتبرضَيتءاس"

.

Kelima,mashdar tidak disifati sebelum beramal,

maka kalimat berikut dianggap tidak benar: "

كدَعباَدديُاَكدماكَ ّردس"

. Keenam, mashdar tidak

dipisahkan dari ma‘mûl-nya dengan kata tertentu, seperti:

"كاددخأَنترددمَكددماركإَيددم )أ"

. Ketujuh, mashdar yang beramal harus mendahului ma‘mûl-nya. Karena itu, kalimat

berikut tidak dianggap benar:

"ددلاخَماردكإَاددممَيدم )أ"

. Hal ini berlaku untuk mashdar yang

dapat ditempati oleh

لدعفَ+ََةيرددصماَُْنأ

.

Jika mashdar itu menempati posisi amr (perintah),

seperti:

"َر ادفلاَابردض"

,maka ma‘mûl-nya boleh didahulukan, sehingga menjadi:

"ابردض

َ

ََر ادفلا"

,

dalam makna

:

"َر افلاَْبرضا"

atau

" ْبرضاََر افلا"

.

Mashdar yang beramal dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) mashdar dalam posisi mudhâf, (2) mashdar yang disertai al, dan (3) mashdar yang tidak mudhâf dan tidak

32 ‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa


(15)

disertai al.Mashdarmudhâf yang beramal itu ada lima: (a) mudhâf kepada fâ‘il-nya lalu

disusul dengan maf‘ûl bih (obyeknya), seperti:

َ..َضرأاَتددسفلَ عمدبَمهدرعبَسادعلاَِهاَ دفدَاودلو"

َ:ةرقملاُ

151

;

(b) mudhâf kepada maf‘ûl bih-nya, seperti:

َهديلإَ،اطتدساَنمَ ِتيملاَجحَساعلاَىل)َهو

َ:نارددم)َددلآَُايمدس

77

; (c) mudhâf kepada fâ’il, tetapi maf‘ûl bih-nya tidak disebutkan,

seperti:

331

َ:ةددبوتلاَُ... ادديإَاهددد)وَةددد)ومَندد)َاإَهدديبأَميهارددبإَرافغتددساَناددكَاددمو"

; (d) mudhâf kepada

maf‘ûl bih-nya, tetapi fâ’il-nya tidak disebutkan, seperti:

َ...ِتددراَِءادد)دَنددمَناددسنإاَمئدسي

َا"

:تلدصفُ

94

َ

Pengertian ayat ini adalah:

"..َتدراَهدئا)دَندمَ..."

; dan (e) mudhâf kepada zharf33,

seperti:

"مهءامل)َُساعلاَةعمُاَِمويَُراظتناَ ّرس"

.

Sementara itu, mashdar beramal yang didahului al

َََددل

ُا

sangat sedikit menurut

riwayat (simâ‘î) dan lemah menurut qiyâs, karena dengan didahuluinya al posisi-nya

menjadi semakin tidak mirip dengan fi‘l, seperti syair berikut:

َلاد َاَ َءادد)أَِةدياكعلاَفيعدض

لد أاَيدخاريَُراردفلا

.

Adapun mashdar beramal yang tidak dalam posisi mudhâf dan juga tidak

didahului al lebih dianologikan (di-qias-kan) dengan amal mashdar itu ketika mudhâf,

karena menyerupai fi‘l ketika dinakirahkan, seperti:

َ"ةدبرقمَاذَادميتيَ،ةمغدسمَيذَموديَيٌَمادعطإَوأ"

َ:دلملاُ

19 -15

َ

H. Fungsi, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam Struktur Kalimat

Mashdar kadang juga berfungsi sebagai pengganti fi‘l yang tidak disebutkan. Mashdar seperti ini dibaca nashab sebagai maf‘ûl muthlaq dan dinashabkan oleh fi‘l dari

lafazhnya sendiri, seperti:

"َ دسافلاَاًبردض"

atau

َ

32

َ:ءاردسإاَُ..

.اًنادسحإَنيددلاولابو"

Kedua mashdar

dalam contoh pertama dan ayat ini mengandung makna perintah: "Pukullah orang fasiq."

dan "Berbuat baiklah kepada kedua orang tua."

Kata yang berbentuk mashdar dalam bahasa Arab mempunyai beberapa varian

makna dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan posisinya dalam struktur kalimat. Jika berada dalam pola kalimat:

يرصَردصم/َل)افَُلعفَ+َنأَ+َرورجَ+َرا َ+َلعف

, maka kata mashdar dapat dimaknakan dalam bentuk verba aktif, seperti:

ةديبرعلاَةدغللاَ]مدلعتلَمدلعتأَنأَادعلَلهدسي

(Kita mudah mempelajari bahasa Arab). Sementara itu, jika berada dalam pola kalimat:

َ+َلدعف

َلدد)افَبدئان/ل)افَُرددصم

atau

هديلإَفاددرمَ+ََلد)افَُردددصمَ+َلدعف

, maka mashdar dapat dimaknai

berupa verba pasif atau seperti kata benda jadian (bentukan dari verba). Contoh kalimat Arab berikut terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:


(16)

مقرلا

ةيبرعلا لمجلا

ةيسينودنإا لمجلا

3

نكمي

لوقلا

.ةلادعلا نيد ماسإا نإ

Dapat dikatakan bahwa Islam merupakan agama

keadilan.

3

بجي

لفطلا بيذهت

.ةعاجشلا ىلع

Anak harus dididik berani.

2

َ

زوجي ا

ليوأت

.تامكحملا تايآا

Ayat-ayat muhkamat tidak boleh ditakwilkan

(diinterpretasi).

1

داري يذلا فدهلا

هقيقحت

مولعلا ةملسأ وه

Tujuan yang hendak dicapai adalah islamisasi

ilmu.

5

َ

يوبنلا دجسملا ىلع لخد دق

ييغتلا

ر

.ميمرتلاو

Masjid Nabawiَ telah mengalami perubahan dan

renovasi.

6

َ

ىتأي

تايآا حرش

ضعب ىف ةلمجملا

ةيوبنلا ثيداحأا

Penjelasan ayat-ayat yang global terdapat dalam

beberapa hadis Nabi.

Selain itu, untuk menyatakan ―proses‖ atau ―transformasi‖ seperti: modernisasi,

islamisasi, amerikanisasi, dan swastanisasi (….sasi) juga digunakan mashdar, antara

lain,dengan wazan dan dalam struktur kalimat sebagai berikut:

نزولا

ةيبرعلا لمجلا

ةيسينودنإا لمجلا

َ

ف

ةل)و

/

َ

ةللعف

َ

ةيمهأ يف ةركف يقورافلا ليعامسإ حرط

ةملسأ

مولعلا

Ismail al-Faruqi menyampaikan gagasan mengenai

pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan.

قيقح

ة

ةملوعلا

يه

ةكرمأا

.

Hakekat globalisasi adalah amerikanisasi.

َ

لْيِعْفَدت

َ

َ

َ

ب ايلاح موقت ةيسينودنإا ةموكحلا

ريجشت

.ةيلبجلا قطانملا

Pemerintah Indonesia sekarang melakukan

reboisasi pada kawasan pegunungan.

ىلإ ةجاح يف نحن

ثيدحت

لئاسولا

راطإ يف ةيميلعتلا

ديدجت

ةيبرتلا ماظن

.ميلعتلاو

Kita perlu melakukan modernisasi media

pembelajaran dalam rangka reformasi sistem pendidikan dan pembelajaran.

َ

ََدفَْعََل

ةع

َ

َ

ب ارارق ةموكحلا تردصأ

لهأ

نة

تاكرشلا

.ةيريهامجلا تامدخلل

Pemerintah mengeluarkan keputusan mengenai

swastanisasi perusahaan-perusahaan layanan

publik.

نإ

ةنملعلا

يدؤت يتلا لماوعلا نم لماع

.نيدلا نع داعتباا ىلإ يبرغلا عمتجملاب

Sekularisasi merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan masyarakat Barat menjauh dari agama.

J. Kesimpulan


(17)

Pertama, mashdar merupakan salah satu bentuk kata dalam bahasa Arab yang paling

kompleks, multi-penamaan, variatif, dan kontroversial, baik dari segi etimologi, morfologi, sintaksis maupun semantiknya karena keluwesan sistem isytiqâq dan qiyâs

yang sangat tinggi, selain karena adanya usaha sungguh-sungguh untuk menjadikan bahasa Arab mampu merespon tuntutan dan perkembangan zaman.

Kedua, implikasi semantik dari keragaman bentuk mashdar adalah banyak jenis

makna yang dapat diakomodasi oleh bentuk mashdar ini, mulai dari profesi hingga

transformasi, sehingga bahasa Arab mampu memenuhi tuntutan peristilahan untuk kosakata yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga,mashdar dapat diaplikasikan dalam struktur kalimat dalam berbagai posisi

dan kedudukan, serta dapat diterjemahkan penggunaanya sesuai dengan konteks kalimatnya. Karena itu, pemahaman bentuk mashdar mengharuskan kita memahami

konteks kalimatnya agar dapat dimaknai dan distrukturkan dalam kalimat secara baik, benar, dan akurat. Wallahu A’lam bi al-shawâb!

DAFTAR PUSTAKA

‗Abd al-Masîh, George M. dan Hani George Tabrî, al-Khalîl: Mu‘jam Mushthalahât al-Nahwî al-‘Arabî, Beirût: Maktabah Lubnân, Cet. I, 1990.

al-Daqar, ‗Abd al-Ganî, Mu‘jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa Dzuyyila bi al-Imlâ’, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. III, 2001.

al-Galâyainî, Mushthafâ, Jâmi‘ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Beirût: Maktabah

al-‗Ashriyyah, Cet. XII, 1984.

Hassân, Tammâm, al-Khulâshah al-Nahwiyyah,Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. I, 2000.

Ibn Hisyâm al-Anshârî, Abû Muhammad Abdullah Jamâluddîn, Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ, Riyâdh: Maktabah al-Riyâdh al-Hadîtsah, tt.

Ibn Jinnî, Abû al-Fath ‗Utsmân, al-Luma‘ fi al-‘Arabiyyah, Ditahqîq oleh Hâmid

al-Mu‘min, Beirût: Maktabah al-Nahdhah al-‗Arabiyyah, Cet. II, 1985.

Ibn Qutaibah, Abû Muhammad ibn ‗Abdullah ibn Muslim, Adab al-Kâtib, Ditahqîq oleh

Muhammad Tha‗mah al-Halabî, Beirût: Dâr al-Ma‗rifah, Cet. I, 1997.

al-Labdî, Muhammad Samîr Najîb, Mu‘jam al-Mushthalahât Nahwiyyah wa al-Sharfiyyah,Beirût: Mu‘assasah al-Risâlah, Cet. I, 1985.


(18)

Madkûr, ‗Alî Ahmad, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr Fikr

al-‗Arabî, 2000.

al-Maidânî, ‗Abd al-Rahman Hasan Habannakah, al-Balâghah al-‘Arabiyyah: Ususuhâ

wa ‘Ulûmuhâ wa Funûnuhâ, Jilid I, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. I, 1996.

Musthafâ, Ibrâhîm, dkk., al-Mu’jam al-Wasîth, Jilid I, Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyyah, Cet. III, 1999.

Ridhâ, ‗Alî, al-Marji‘ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah: Nahwahâ wa Sharfahâ, Juz I, Beirût:

Dâr al-Fikr, tt.

al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗",

dalam Jurnal al-‘Arabî, Kuwait: Edisi 223, Juni 1977.

‗Uyûn al-Sûd, Muhammad Bâsil, al-Mu‘jam al-Mufashshal fî Tashrîf al-Af‘âl

al-‘Arabiyyah, Beirût: Dâr al-Kutub al-‗Ilmiyyah, Cet. I, 2000.

Yâqût, Mahmûd Sulaimân, Manhaj al-Bahts al-Lugawî, Alexandria: Dâr al-Ma‗rifah al

-Jâmi‗iyyah, Cet. I, 2002.

al-Zaidî, Kâshid Yâsir, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah, ‗Ammân: Dâr al-Furqân, Cet. I,


(1)

dalam memberlakukan metode samâ’ atau simâ’ (mendengar, menelusuri, dan mengikuti

yang valid dari orang Arab yang terpercaya dalam hal penggunaan kata dan kalimat) juga menjadi faktor utama yang membuat bahasa Arab memiliki keragaman mashdar yang luar biasa.30 Usia bahasa Arab sebagai bahasa Semit yang tetap eksis dan dikemudian dipilih oleh Allah sebagai bahasa kitab suci juga menjadi faktor lain yang membuat

mashdar dan derivasi lainnya memiliki tingkat keragaman yang tinggi.

F. Mashdar dalam Bentuk Mutsannâ dan Jama‘

Seperti ism pada umumnya, mashdar dapat di-mutsannâ-kan (dibentuk dalam

makna dua) dengan cara menambahkan alif dan nûn [

ناَ+...

] dalam kondisi rafa‘ atau yâ’ dan nûn

]

ندي+...

], seperti:

نادمهف

مدْهف

,

نادترا

ةراد

,

نات)افدش

ة)افدش

atau

نطامعتدسا

طامعتدسا

,

نيدديه َدديه

َ

,

نتراد

ةراد

dan

نتددهاج

ةددهاج

. Bentuk mutsannâ tersebut juga

berlaku bagi mashdar mîmî dan mashdar syâdh (tidak lazim) yang berbentuk ism maf‘ûl

(tetapi bermakna mashdar). Contoh mutsannâ mashdar mîmî:

نيددد)وم/ناد)وم

ددد)وم

,

نتحلصم/ناتحلصم

ةحلصم

;sedangkan contoh mashdar syâdh adalah:

َاوَبئاوعلاَيَهلَلوقعمََا"

"اهيل)َدولج

,bentukmutsannâ-nya adalah:

نلوقعم/ناوقعم

dan

نيدولج/نادولج

.

Demikian pula, mashdar dapat dijadikan jama‗ dengan jama' mu’annats sâlim

(beraturan) dan jama‘ taksîr (tidak beraturan). Sebagian yang lain dijama‗kan lagi dari

jama‘ taksîr menjadi mu’annats sâlim, seperti:

تادضوُيُدف

َضودُيُدفَجَ ْيدَدف

,

تادتويب

َجَتديب

توديب

dan

تادحوتُف

حودتُفَجَ ْتدَدف

.31 Namun demikian, mayoritas mashdar dijama‗kan secara qiyâsî (analogi) dengan jama‘ mu’annats sâlim, yaitu dengan menambahkan alif dan tâ’ al-maftûhah

َتاَ+....ُ

, baik untuk mashdar ashlî, seperti:

َ،تادادم)َجَةدادم)َ،تادفاخَجَةدفاخ

تاددديركذَجَىرددكذ

, mashdar mîmî, seperti:

تاءادددممَجَةءادددممَ،تايعدددسمَجَةاعدددسمَ،تاغدددشمَجَةلغدددشم

,

maupun mashdar shinâ‘î, seperti:

تاينادسنإَجَةينادسنإَ،تاديموقَجَةيموقَ،تايكولسَجَةيكولس

. Mashdar ashlî yang berakhiran dengan tâ’ al-marbûthah juga dijama‗kan dengan jama‗ mu’annats sâlim, seperti:

تايدلزَجَةدليلزَ،تاديل َجَةديل َ،تايدصوتَجَةيدصوت

. Demikian pula, mashdar dari fi'l tsulâtsî mazîdpada umumnya juga dijama‗kan dengan cara tersebut. Sedangkan mashdar

dari fi‘l tsulâtsî mujarrad sebagiannya mempunyai bentuk jama‘ taksîr, seperti:

َجَباردش

30 Kâshid Yâsir al-Zaidî,

Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah,(‗Ammân: Dâr al-Furqân, 2005), Cet. I, h.

287 passim.

31 Lihat al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗", dalam Jurnal al-‘Arabî, Kuwait: Edisi 223, Juni 1977.


(2)

ددددْصوَ،ةدددي)دأَجَءادددد)دَ،مادددهوأَجَمدددْهوَ،لاوددددقأَجَلودددقَ،ةطدددشنأَجَطاددددشنَ،مودددل)َجَمدددل)َ،بودددديغَجَبدددْيغَ،ةبردددشأ

َجَف

.فاصوأ

G. ‘Amal al-Mashdar

Mashdar, baik nakirah (indefinitive) maupun ma‘rifah (definitive), itu beramal (mempunyai fungsi gramatikal) sebagaimana ‗amal fi‗ilnya, baik transitif (muta‘ddi) maupun intransitif (lâzim). Jika fi'ilnya itu transitif (muta‘addi), maka fungsi

gramati-kalnya juga transitif, yakni mempunyai fâ‘il dan maf‘ûl. Mashdar dapat beramal dengan

beberapa syarat32. Pertama, mashdar dapat ditempati atau diganti dengan

لدعفَ+ََةيرددصماَُْنأ

sementara kala menunjukkan masa lampau maupun masa mendatang, seperti:

ََندمَُتدم )

سدمأَاددممَكدماك

.

Kalimat ini dapat dirubah menjadi:

سدمأَهدتملكَنأَندمَتدم )

.

Contoh lainnya:

اددغَتدراَكُعْدعدُصَ ردسي

dan diganti dengan:

اددغَتدراَ عدصتَنأَ ردسي

. Mashdar dapat ditempati atau

diganti dengan

لددعفَ+ََةيردددصماَُاددم

sementara kala menunjukkan masa kini (sekarang), seperti:

"نآاَميتيلاَكماعطإَي همي"

dapat diganti menjadi:

"نآاَميتيلاَكمعطتَامَي همي"

.

Kedua, mashdar tidak di-tashgîr (dibentuk menjadi wazan tertentu yang bermakna

kecil, mini). Karena itu, penggunaan mashdarmushaghghar tidak diperbolehkan, seperti

dalam kalimat:

"نآاَاديل)َكدميلكَيدم )أ"

.

Ketiga, mashdar tidak dapat diganti dengan dhamîr

(kata ganti), seperti:

" يدمقَردمعبَودهوٌَندسحَددلااَيروردم"

.

Dhamîr

َ"وده"

dalam kalimat tersebut

tidak dapat menggantikan mashdar sebelumnya

.

Keempat, mashdar tidak dibatasi oleh tâ’al-wahdah (yang menunjukkan makna tunggal, sekali) dan karena itu, kalimat berikut

dianggap tidak benar:

"كادخأَكتبرضَيتءاس"

.

Kelima,mashdar tidak disifati sebelum beramal,

maka kalimat berikut dianggap tidak benar: "

كدَعباَدديُاَكدماكَ ّردس"

. Keenam, mashdar tidak

dipisahkan dari ma‘mûl-nya dengan kata tertentu, seperti:

"كاددخأَنترددمَكددماركإَيددم )أ"

. Ketujuh, mashdar yang beramal harus mendahului ma‘mûl-nya. Karena itu, kalimat

berikut tidak dianggap benar:

"ددلاخَماردكإَاددممَيدم )أ"

. Hal ini berlaku untuk mashdar yang

dapat ditempati oleh

لدعفَ+ََةيرددصماَُْنأ

.

Jika mashdar itu menempati posisi amr (perintah),

seperti:

"َر ادفلاَابردض"

,maka ma‘mûl-nya boleh didahulukan, sehingga menjadi:

"ابردض

َ

ََر ادفلا"

,

dalam makna

:

"َر افلاَْبرضا"

atau

" ْبرضاََر افلا"

.

Mashdar yang beramal dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) mashdar dalam posisi mudhâf, (2) mashdar yang disertai al, dan (3) mashdar yang tidak mudhâf dan tidak

32 ‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al

-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa Dzuyyila bi al-Imlâ’, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2001), Cet. III, h. 469.


(3)

disertai al.Mashdarmudhâf yang beramal itu ada lima: (a) mudhâf kepada fâ‘il-nya lalu

disusul dengan maf‘ûl bih (obyeknya), seperti:

َ..َضرأاَتددسفلَ عمدبَمهدرعبَسادعلاَِهاَ دفدَاودلو"

َ:ةرقملاُ

151

;

(b) mudhâf kepada maf‘ûl bih-nya, seperti:

َهديلإَ،اطتدساَنمَ ِتيملاَجحَساعلاَىل)َهو

َ:نارددم)َددلآَُايمدس

77

; (c) mudhâf kepada fâ’il, tetapi maf‘ûl bih-nya tidak disebutkan,

seperti:

331

َ:ةددبوتلاَُ... ادديإَاهددد)وَةددد)ومَندد)َاإَهدديبأَميهارددبإَرافغتددساَناددكَاددمو"

; (d) mudhâf kepada

maf‘ûl bih-nya, tetapi fâ’il-nya tidak disebutkan, seperti:

َ...ِتددراَِءادد)دَنددمَناددسنإاَمئدسي

َا"

:تلدصفُ

94

َ

Pengertian ayat ini adalah:

"..َتدراَهدئا)دَندمَ..."

; dan (e) mudhâf kepada zharf33,

seperti:

"مهءامل)َُساعلاَةعمُاَِمويَُراظتناَ ّرس"

.

Sementara itu, mashdar beramal yang didahului al

َََددل

ُا

sangat sedikit menurut

riwayat (simâ‘î) dan lemah menurut qiyâs, karena dengan didahuluinya al posisi-nya

menjadi semakin tidak mirip dengan fi‘l, seperti syair berikut:

َلاد َاَ َءادد)أَِةدياكعلاَفيعدض

لد أاَيدخاريَُراردفلا

.

Adapun mashdar beramal yang tidak dalam posisi mudhâf dan juga tidak

didahului al lebih dianologikan (di-qias-kan) dengan amal mashdar itu ketika mudhâf,

karena menyerupai fi‘l ketika dinakirahkan, seperti:

َ"ةدبرقمَاذَادميتيَ،ةمغدسمَيذَموديَيٌَمادعطإَوأ"

َ:دلملاُ

19 -15

َ

H. Fungsi, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam Struktur Kalimat

Mashdar kadang juga berfungsi sebagai pengganti fi‘l yang tidak disebutkan. Mashdar seperti ini dibaca nashab sebagai maf‘ûl muthlaq dan dinashabkan oleh fi‘l dari

lafazhnya sendiri, seperti:

"َ دسافلاَاًبردض"

atau

َ

32

َ:ءاردسإاَُ..

.اًنادسحإَنيددلاولابو"

Kedua mashdar

dalam contoh pertama dan ayat ini mengandung makna perintah: "Pukullah orang fasiq."

dan "Berbuat baiklah kepada kedua orang tua."

Kata yang berbentuk mashdar dalam bahasa Arab mempunyai beberapa varian

makna dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan posisinya dalam struktur kalimat. Jika berada dalam pola kalimat:

يرصَردصم/َل)افَُلعفَ+َنأَ+َرورجَ+َرا َ+َلعف

, maka kata mashdar dapat dimaknakan dalam bentuk verba aktif, seperti:

ةديبرعلاَةدغللاَ]مدلعتلَمدلعتأَنأَادعلَلهدسي

(Kita mudah mempelajari bahasa Arab). Sementara itu, jika berada dalam pola kalimat:

َ+َلدعف

َلدد)افَبدئان/ل)افَُرددصم

atau

هديلإَفاددرمَ+ََلد)افَُردددصمَ+َلدعف

, maka mashdar dapat dimaknai

berupa verba pasif atau seperti kata benda jadian (bentukan dari verba). Contoh kalimat Arab berikut terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

33‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al


(4)

مقرلا

ةيبرعلا لمجلا

ةيسينودنإا لمجلا

3

نكمي

لوقلا

.ةلادعلا نيد ماسإا نإ

Dapat dikatakan bahwa Islam merupakan agama

keadilan.

3

بجي

لفطلا بيذهت

.ةعاجشلا ىلع

Anak harus dididik berani.

2

َ

زوجي ا

ليوأت

.تامكحملا تايآا

Ayat-ayat muhkamat tidak boleh ditakwilkan

(diinterpretasi).

1

داري يذلا فدهلا

هقيقحت

مولعلا ةملسأ وه

Tujuan yang hendak dicapai adalah islamisasi

ilmu.

5

َ

يوبنلا دجسملا ىلع لخد دق

ييغتلا

ر

.ميمرتلاو

Masjid Nabawiَ telah mengalami perubahan dan renovasi.

6

َ

ىتأي

تايآا حرش

ضعب ىف ةلمجملا

ةيوبنلا ثيداحأا

Penjelasan ayat-ayat yang global terdapat dalam

beberapa hadis Nabi.

Selain itu, untuk menyatakan ―proses‖ atau ―transformasi‖ seperti: modernisasi,

islamisasi, amerikanisasi, dan swastanisasi (….sasi) juga digunakan mashdar, antara

lain,dengan wazan dan dalam struktur kalimat sebagai berikut:

نزولا

ةيبرعلا لمجلا

ةيسينودنإا لمجلا

َ

ف

ةل)و

/

َ

ةللعف

َ

ةيمهأ يف ةركف يقورافلا ليعامسإ حرط

ةملسأ

مولعلا

Ismail al-Faruqi menyampaikan gagasan mengenai pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan.

قيقح

ة

ةملوعلا

يه

ةكرمأا

.

Hakekat globalisasi adalah amerikanisasi.

َ

لْيِعْفَدت

َ

َ

َ

ب ايلاح موقت ةيسينودنإا ةموكحلا

ريجشت

.ةيلبجلا قطانملا

Pemerintah Indonesia sekarang melakukan

reboisasi pada kawasan pegunungan.

ىلإ ةجاح يف نحن

ثيدحت

لئاسولا

راطإ يف ةيميلعتلا

ديدجت

ةيبرتلا ماظن

.ميلعتلاو

Kita perlu melakukan modernisasi media

pembelajaran dalam rangka reformasi sistem pendidikan dan pembelajaran.

َ

ََدفَْعََل

ةع

َ

َ

ب ارارق ةموكحلا تردصأ

لهأ

نة

تاكرشلا

.ةيريهامجلا تامدخلل

Pemerintah mengeluarkan keputusan mengenai

swastanisasi perusahaan-perusahaan layanan

publik.

نإ

ةنملعلا

يدؤت يتلا لماوعلا نم لماع

.نيدلا نع داعتباا ىلإ يبرغلا عمتجملاب

Sekularisasi merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan masyarakat Barat menjauh dari agama.

J. Kesimpulan


(5)

Pertama, mashdar merupakan salah satu bentuk kata dalam bahasa Arab yang paling

kompleks, multi-penamaan, variatif, dan kontroversial, baik dari segi etimologi, morfologi, sintaksis maupun semantiknya karena keluwesan sistem isytiqâq dan qiyâs

yang sangat tinggi, selain karena adanya usaha sungguh-sungguh untuk menjadikan bahasa Arab mampu merespon tuntutan dan perkembangan zaman.

Kedua, implikasi semantik dari keragaman bentuk mashdar adalah banyak jenis

makna yang dapat diakomodasi oleh bentuk mashdar ini, mulai dari profesi hingga

transformasi, sehingga bahasa Arab mampu memenuhi tuntutan peristilahan untuk kosakata yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga,mashdar dapat diaplikasikan dalam struktur kalimat dalam berbagai posisi

dan kedudukan, serta dapat diterjemahkan penggunaanya sesuai dengan konteks kalimatnya. Karena itu, pemahaman bentuk mashdar mengharuskan kita memahami

konteks kalimatnya agar dapat dimaknai dan distrukturkan dalam kalimat secara baik, benar, dan akurat. Wallahu A’lam bi al-shawâb!

DAFTAR PUSTAKA

‗Abd al-Masîh, George M. dan Hani George Tabrî, al-Khalîl: Mu‘jam Mushthalahât al-Nahwî al-‘Arabî, Beirût: Maktabah Lubnân, Cet. I, 1990.

al-Daqar, ‗Abd al-Ganî, Mu‘jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwî wa al-Tashrîf wa Dzuyyila bi al-Imlâ’, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. III, 2001.

al-Galâyainî, Mushthafâ, Jâmi‘ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Beirût: Maktabah al-‗Ashriyyah, Cet. XII, 1984.

Hassân, Tammâm, al-Khulâshah al-Nahwiyyah,Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. I, 2000.

Ibn Hisyâm al-Anshârî, Abû Muhammad Abdullah Jamâluddîn, Syarh Qathr al-Nadâ wa Ball al-Shadâ, Riyâdh: Maktabah al-Riyâdh al-Hadîtsah, tt.

Ibn Jinnî, Abû al-Fath ‗Utsmân, al-Luma‘ fi al-‘Arabiyyah, Ditahqîq oleh Hâmid al-Mu‘min, Beirût: Maktabah al-Nahdhah al-‗Arabiyyah, Cet. II, 1985.

Ibn Qutaibah, Abû Muhammad ibn ‗Abdullah ibn Muslim, Adab al-Kâtib, Ditahqîq oleh

Muhammad Tha‗mah al-Halabî, Beirût: Dâr al-Ma‗rifah, Cet. I, 1997.

al-Labdî, Muhammad Samîr Najîb, Mu‘jam al-Mushthalahât Nahwiyyah wa al-Sharfiyyah,Beirût: Mu‘assasah al-Risâlah, Cet. I, 1985.


(6)

Madkûr, ‗Alî Ahmad, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr Fikr al-‗Arabî, 2000.

al-Maidânî, ‗Abd al-Rahman Hasan Habannakah, al-Balâghah al-‘Arabiyyah: Ususuhâ

wa ‘Ulûmuhâ wa Funûnuhâ, Jilid I, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. I, 1996.

Musthafâ, Ibrâhîm, dkk., al-Mu’jam al-Wasîth, Jilid I, Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyyah, Cet. III, 1999.

Ridhâ, ‗Alî, al-Marji‘ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah: Nahwahâ wa Sharfahâ, Juz I, Beirût:

Dâr al-Fikr, tt.

al-Tûnusî, Muhammad al-Khalîfah, "al-Mashdar Kaifa Yutsannâ wa Kaifa Yujma‗",

dalam Jurnal al-‘Arabî, Kuwait: Edisi 223, Juni 1977.

‗Uyûn al-Sûd, Muhammad Bâsil, al-Mu‘jam al-Mufashshal fî Tashrîf al-Af‘âl

al-‘Arabiyyah, Beirût: Dâr al-Kutub al-‗Ilmiyyah, Cet. I, 2000.

Yâqût, Mahmûd Sulaimân, Manhaj al-Bahts al-Lugawî, Alexandria: Dâr al-Ma‗rifah al

-Jâmi‗iyyah, Cet. I, 2002.

al-Zaidî, Kâshid Yâsir, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah, ‗Ammân: Dâr al-Furqân, Cet. I,