8 para santri Jawa selama berabad-abad
Abdurrahman Mas‟ud, 2006: 78. Diketahui, Islam yang diperkenalkan Walisongo di Tanah Jawa hadir dengan
penuh kedamaian, terkesan lamban tetapi meyakinkan. Fakta menunjukkan bahwa dengan cara menoleransi tradisi lokal serta memodifikasinya ke
dalam ajaran Islam dan tetap bersandar pada prinsip-prinsip Islam, agama baru ini dipeluk oleh bangsawan-bangsawan mayoritas masyarakat Jawa di
pesisir utara Abdurrahman Mas‟ud, 2006: 58.
B. Tujuan Khusus
Dari latar belakang di atas, maka ada beberapa tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui bentuk perubahan-perubahan di pesantren salaf.
2. Mengetahui model pembelajaran di pesantren salaf yang memuat nilai-
nilai multikultural. 3.
Mengetahui mengapa masyarakat pesantren salaf lebih bisa bersikap inklusif sebagaimana yang selama ini dapat diamati.
4. Menemukan model pendidikan multikultural yang tepat untuk diterapkan
di Indonesia yang masyarakatnya majemuk.
C. Urgensi Penelitian
Adalah sebuah fakta bahwa sebagian masyarakat yang berpaham dalam Islam tidak berangkat dari pemahaman terhadap kultur dan kondisi
nyata Indonesia secara komprehensif maka akan terjebak pada tindakan yang dapat merugikan bangsa. Misalnya dapat dilihat, mereka yang
berpaham “Islam radikal” diketahui sering melakukan tindakan-tindakan
kekerasan atas nama agama, atau bahkan masuk dalam jajaran kelompok yang disebut teroris. Tentu saja, masyarakat yang semacam ini perlu
dipertanyakan jiwa nasionalismenya, dan betulkah mereka telah menggunakan Pancasila sebagai paradigma dalam berpaham. Orang yang
melakukan tindakan terorisme, misalnya, bisa dipahami bahwa mereka gagal dalam mendisain konsep kewarganegaraan. Munculnya tindakan
terorisme dapat dianalisis, dikarenakan ketidakmampuan seseorang untuk
9 melahirkan alternatif pandangan yang lebih mengakomodasi pluralitas,
keadaban, dan kemanusiaan Zuhairi Misrawi, 2010: 82. Padahal, nilai-nilai pluralisme inilah yang dibutuhkan bangsa ini, agar terciptanya perdamaian,
keharmonisan, dan kesatuan di bumi yang secara objektif beragam. Jadi, bangsa ini sebenarnya mendambakan masyarakatnya berjiwa
toleran, cinta damai, inklusif, dan moderat. Ber-Islam dengan berpandangan semacam inilah yang tepat untuk diterapkan di bumi Indonesia, meminjam
i stilah Syafi‟i Ma‟arif 2009: i, ber-“Islam dalam bingkai keindonesiaan”.
Tanpa memegang sifat-sifat semacam ini, bangsa ini akan terancam keutuhannya, dan yang terjadi adalah perpecahan atau disintegrasi bangsa.
Karena, diketahui kondisi nyata masyarakat bangsa ini terdiri dari berbagai etnis, kultur, dan agama. Sebaliknya, ketika seseorang dalam ber-Islam
telah menjunjung nilai-nilai toleran, cinta damai, inklusif, dan moderat, maka sebenarnya dia telah melandaskan pemahaman secara sempurna terhadap
kultur dan kondisi nyata Indonesia. Perlu diketahui, Islam mengajarkan bahwa jalan yang terbaik dan sah bagi seorang Muslim dalam kehidupan
bermasyarakat adalah mengembangkan kultur toleransi. Hal ini dikarenakan Al-
Qur‟an sendiri menguatkan adanya eksistensi keberbagaian suku, bangsa, agama, bahasa, dan sejarah. Semuanya ini hanya mungkin hidup
dalam harmonis, aman, dan damai, jika di sana kultur lapang dada dijadikan perekat utama
Syafi‟i Ma‟arif, 2009: 177. Memang benar Islam itu bersifat universal dalam hakikat ajaran dan
misi kemanusiaan. Akan tetapi, praktik sosial Islam dalam format budaya berbagai suku bangsa tidak mungkin bebas dari pengaruh lokal, nasional,
ataupun global. Orang tidak perlu berdebat tentang partikulasi Islam yang sudah menyejarah. Yang harus di kawal ketat adalah doktrin pokoknya
berupa tauhid, iman, dan amal saleh, semuanya tidak boleh tercemar. Oleh sebab itu, bukanlah sebuah kesalahan terminologis jika ada sebutan Islam
India, Islam Nigeria, Islam Amerika, Islam Iran, Islam Brunai, Islam Indonesia, dan sebagainya Syafi‟i Ma‟arif, 2009: 19-20.
Ajaran Islam yang telah dikembangkan di kebanyakan lembaga pesantren inilah yang tampaknya telah memuat harapan bagi terciptanya
10 keutuhan bangsa ini. Oleh karena itu, model-model pengajaran agama ala
pesantren ini perlu dipertahankan dan bahkan dipupuk untuk dikembangkan. Khusus dalam kajian ini, pesantren salaf menarik untuk diteliti, bukan hanya
karena mengajarkan Islam yang ramah dan cocok untuk ber-Islam dalam bingkai ke-Indonesiaan, akan tetapi lebih dari itu, seiring perkembangan
zaman, pesantren model ini telah banyak mengalami perubahan dan pembaharuan namun tidak tercabut dari akar-akar tradisional yang terbukti
memuat ajaran toleransi. Dalam kenyataannya, pesantren salaf inilah yang kemudian banyak menelorkan para intelektual Islam yang berpandangan
inklusif, moderat, dan toleran, dan mereka tampak sangat Indonesia. Untuk itulah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya bagi bidang pendidikan multikultural, disamping juga untuk merangsang dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dan
menyeluruh terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil
kebijakan, khususnya para pengelola pendidikan. Dengan menemukan model pendidikan multikultural diharapkan para pengelola pendidikan akan
dapat mempertimbangkan bagaimana pola dan sistem pendidikan yang menekankan pada nilai-nilai multikultural ini dapat diwujudkan. Khususnya,
hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan bagi para pendidik atau lembaga pendidikan untuk menekankan nilai-nilai multikultural dalam pengajaran
agama Islam agar produknya, peserta didik tidak terjebak pada pandangan yang ekstrim dan kaku dalam berpaham.
D. Roadmap