15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Pesantren
Term “pesantren” secara etimologis berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat santri; asrama tempat santri belajar agama atau; pondok.
Dikatakan pula, pesantren berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat
orang berkumpul untuk belajar agama Islam Haidar Putra Daulay, 2001: 7. Sisi lain, kata
”santri” berasal dari basaha Tamil yang berarti “guru mengaji”. Ada juga yang mengatakan kata
“santri” berasal dari bahasa India atau S
ansekerta “shastri” yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, melek huruf kaum literasi atau kaum terpelajar. Ada juga yang
berpendapat bahwa “santri” berasal dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru, kemana guru itu menetap
Abdul Mughits, 2008: 120. D
alam tradisi Jawa, “santri” sering digunakan dalam dua pengertian, yaitu pengertian sempit dan pengertian luas. Pengertian sempit “santri”
adalah seorang pelajar sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren
atau orang yang mendalami agama. Sedangkan pengertian luasnya adalah seseorang anggota penduduk di Jawa yang menganut Islam dengan
sunguh-sungguh yang rajin sembahyang pergi ke masjid pada waktu-waktu shalat, meskipun belum pernah mengenyam pendidikan agama di
pesantren, karena pendidikan agama Islam di Jawa tidak mesti harus diperoleh dari lembaga pendidikan pesantren, tetapi bisa diperoleh dari
keluarga, masjid, majelis- majelis ta‟lim di perkampungan dan lainnya Abdul
Mughits, 2008: 121. Melihat akar bahasa etimologi “santri” di atas, maka istilah ”santri”
dan derivatnya “pesantren” adalah lebih dekat dengan warisan budaya lokal pra-Islam. Kebiasaan orang Jawa, untuk menyebut lembaga pendidikan
Islam itu terkadan g dengan istilah “pondok” atau “pesantren” atau merangkai
keduanya menjadi “pondok pesantren”, tetapi dengan maksud yang sama.
16 Hanya saja kemudian sering dibedakan antara pesantren salaf, yang
berorientasi pada pelestarian tradisi dengan sistem pendidikan tradisional, dengan pesantren modern, yang sudah banyak mengadopsi sistem
pendidikan sekolah modern Barat Abdul Mughits, 2008: 122. Secara terminologis, pondok pesantren merupakan institusi sosial
keagamaan yang menjadi wahana pendidikan bagi umat Islam yang ingin mendalami ilmu-ilmu keagamaan. Pondok pesantren dalam terminologi
keagamaan merupakan institusi pendidikan Islam, namun demikian pesantren mempunyai icon sosial yang memiliki pranata sosial di
masyarakat. Hal ini karena pondok pesantren memiliki modalitas sosial yang khas, yaitu: 1 ketokohan Kyai, 2 santri, 3 independent dan mandiri, dan 4
jaringan sosial yang kuat antar alumni pondok pesantren A. Rafiq Zainul Mun‟im, 2009.
Kegiatan utama yang dilakukan dalam pesantren adalah pengajaran dan pendidikan Islam. Hal ini menuntut kualitas seorang kiai tidak sekedar
sebagai seoarang ahli tentang pengetahuan keislaman yang mumpuni, tetapi juga sebagai seorang tokoh panutan untuk diteladani dan diikuti.
Melalui kegiatan ajar-belajar, seorang kiai mengajarkan pengetahuan keislaman tradisional kepada para santrinya yang akan meneruskan proses
penyebaran islam tradidional Djohan Effendi, 2010: 41. Secara umum, pesantren memiliki tipologi yang sama, yaitu sebuah
lembaga yang dipimpin dan diasuh oleh kiai dalam satu komplek yang bercirikan: adanya masjid atau surau sebagai pusat pengajaran dan asrama
sebagai tempat tinggal santri, di samping rumah tempat tinggal kiai, dengan “kitab kuning” sebagai buku pegangan. Menurut Mustofa Bisri 2007: 11 di
samping ciri lahiriah tersebut, masih ada cirri umum yang menandai
karakteristik pesantren, yaitu kemandirian dan ketaatan santri kepada kiai yang sering disinisi sebagai pengkultusan. Tambah Mustofa Bisri 2007: 12,
meski mempunyai tipologi umum yang sama, pesantren juga sangat ditentkan karakternya oleh kiai yang memimpinnya. Sebagai pendiri dan
„pemilik‟ pesantren terutama pesantren salaf dalam menentukan corak pesantrennya, pastilah tidak terlepas dari karakter dan kecenderungan
pribadinya.
17
B. Tipologi Pesantren Salaf