Reaksi terhadap kebijakan lulus dan tidak lulus Materi yang dianggap sulit

tidak perlu. Mereka juga mengatakan walaupun ada ujian ulangan namun sebagian besar mereka ingin lulus pada ujian pertama. Hal ini juga didukung oleh sebagian besar pejabat dinas pendidikan yang menyatakan di masa datang ujian ulangan tidak diperlukan lagi.

b. Reaksi terhadap kebijakan lulus dan tidak lulus

Mulai tahun 2003 pemerintah telah menetapkan bahwa setiap peserta UAN akan dikenai standar kelulusan. Tahun 2003 standar kelulusan sebesar 3,01 dan pada tahun 2004 ini dinaikkan menjadi 4,01. Beragam reaksi muncul menanggapi kebijakan kenaikan standar kelulusan ini. Hasil yang sangat membanggakan dalam penelitian ini adalah sebagian besar siswa 81 siswa menyadari bila terpaksa mereka tidak lulus. Sebesar 83 siswa SMP dan MTs, 76 siswa SMA dan MA, serta sebesar 84 siswa yang menyadari dan belajar lebih baik bila mereka tidak lulus. Hal yang cukup aneh adalah semakin rendah kualifikasi pendidikan propinsi semaikn banyak siswa yang menyadari dan belajar lebih baik agar tidak mengulang.

c. Materi yang dianggap sulit

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah itu di-UAN-kan. Hanya saja, tidak semua mata pelajaran naskah soalnya disiapkan oleh pemerintah Pusat. Soal UAN yang naskah soalnya disiapkan oleh pusat adalah mata pelajaran Matematika, Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Bahasa Inggris. Ketika ditanyakan ke peserta tes mengenai mata pelajaran yang dianggap sulit, ternyata jawabannya berbeda-beda. Siswa SMP dan SMK menganggap mata pelajaraan yang paling sulit adalah Matematika diikuti Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Sementara itu, bagi siswa SMA dan MA mata pelajaran yang dianggap paling sulit adalah Bahasa Inggris diikuti Matematika dan Bahasa Indonesia. Menurut siswa, penyebab sulitnya mata pelajaran adalah karena materi pelajarannya yang sulit 69, kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran 23, dan cara guru mengajar yang kurang menarik 23. Apabila diperhatikan kualifikasi pendidikan propinsi, ternyata tidak ada perbedaan persentase yang signifikan antara siswa di propinsi yang berkulifikasi pendidikan tinggi, menengah, dan biasa. Untuk siswa SMPMTs dan SMK, baik dari propinsi yang berkualifikasi pendidikan tinggi, menengah, dan biasa kebanyakan Ringkasan Laporan Penelitian Dampak Ujian Akhir 15 dari mereka menyatakan bahwa mata pelajaran yang sulit adalah Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Sementara itu, untuk siswa SMAMA, kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa mata pelajaran yang sulit adalah Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Apabila dicermati lebih jauh, ternyata jumlah siswa SMP, SMA dari kabupaten yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran bahasa Inggris lebih banyak daripada jumlah siswa yang berasal dari SMPMTs dan SMA kota. Hal ini kemungkinan dikarenakan siswa SMP, SMA kabupaten mengenal bahasa Inggris lebih banyak melalui kegiatan formal di sekolah saja, sedangkan siswa SMPMTs dan SMA kota dari kegiatan formal dan kegiatan non formal, misal kursus, media cetak atau elektronik lainnya. Sebaliknya untuk mata pelajaran Matematika, ternyata jumlah siswa SMPMTs, SMAMA dari kota yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran Matematika lebih banyak daripada jumlah siswa yang berasal dari SMP dan SMA kabupaten. Hal ini mungkin dikarenakan materi yang diberikan di SMPMTs dan SMAMA memiliki taraf kesulitan yang lebih tinggi karena diharapkan lulusannya lebih banyak yang meneruskan ke pendidikan yang lebih tinggi.

d. Penerimaan panduan materi