PENGARUH PUPUK KANDANG DAN TAKARAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PUPUK KANDANG DAN TAKARAN NPK

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum

L.)

Oleh

JECKLIN ANGGELINA MANOPPO

Bawang merah(Allium ascalonicumL.)memiliki nilai ekonomi yang sangat penting yaitu merupakan salah satu sayuran rempah yang diperlukan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah salah satunya dengan pemupukan tanaman baik menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) maupun pupuk anorganik (pupuk majemuk NPK) dan dengan menggunakan biji bawang merah varietas.“Tuk-tuk”sebagai bibit untuk menekan modal produksi bawang merah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang dan takaran pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah(Allium ascalonicum L.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2014 di Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim yang memiliki curah hujan 2000 mm dan suhu rata-rata harian 32OC.


(2)

g/tanaman (n1), 5 g/tanaman (n2), dan 7,5 g/tanaman (n3). Homogenitas ragam

diuji dengan Uji Barlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey, data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar pada tanaman bawang merah tidak memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan. Pemberian pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 2,5g/tanaman memberikan hasil yang terbaik. Jenis pupuk kandang yang berbeda mempengaruhi takaran dosis pupuk NPK yang digunakan. Pada variabel bobot umbi basah dan kering, pemberian pupuk kandang kambing dengan takaran NPK 2,5 g dan 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK 7,5 g, tetapi pada pupuk kandang sapi serta tanpa pupuk kandang dengan takaran NPK 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan takaran dosis NPK 2,5 g dan 7,5 g.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 Januari 1992. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bernard Charles Manoppo (Alm.) dan Ibu Tuti Sutiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Fransiskus 1 Tanjung Karang pada tahun 1998, melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Fransiskus 1 Tanjung Karang pada tahun 2004, pada tahun 2007 penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Fransiskus Tanjung

Karang, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Fransiskus Bandar Lampung tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Pada tahun 2013, penulis melakukan Praktik Umum di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung (DISBERTAM) yang berjudul“Mempelajari Teknik Penyambungan Tanaman Bugenvil (Bougainvillea sp.)di Kebun Bibit Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung”. Pada tahun 2014 penulis melakukan KKN di Desa Sinarejo, Kalirejo, Lampung Tengah.


(8)

pengorbanan yang tak ternilai harganya

Kakak - kakak ku tercinta yang selalu mendukung dan memberikan

doa atas semua yang telah kucapai selama ini


(9)

Tindakan memang tidak selalu membawa kebahagian, namun tak ada

kebahagiaan tanda ada tindakan (Benjamin Disraeli)

Kemenangan terbesar kita adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi

bangkit kembali setiap kali kita menghadapi kegagalan (Confucius)

Selalu ada jalan untuk melakukan yang lebih baik.

Temukanlah! (Thomas Alva Edison)


(10)

skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Kandang dan Takaran NPK terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bawang Merah (Allium ascalonicumL.)”.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Kushendarto, M.S., selaku Dosen Pembimbing I, yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan berbagai sumbangan pemikiran kepada penulis.

2. Ibu Ir. Rugayah. M.P., selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, saran, masukan, nasehat, dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Dosen Penguji atas kritik dan saran serta nasehat yang telah diberikan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.


(11)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung, khususnya program studi Agroteknologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menyelesaikan studi.

8. Mama, Alm. Papa, dan Kakak-kakak ku atas doa, kasih sayang, dorongan semangat yang diberikan kepada penulis.

9. Ade Pratama Poetra untuk bantuan, motivasi dan doa untuk penulis. 10. Sahabat-sahabat terbaik Seruit 2Mei : Nika Hiffriani, Yulia Indriani, Gusti

Tangga Mustika, Shinta Mutiara Akmal, Rahmatika Azizah, Helena Kartika, dan Jessica Harlina atas bantuan, dan semangat untuk penulis. 11. Sahabat-sahabat AGT 10 : Dewi Mentari, Mustika Adzania, Dewi Fazri,

Lidya Purnamasari, Safira Maulidina, Intan Desmania, Vetty oktari, dan Gorendva, atas bantuan, dan semangat untuk penulis.

12. Keluarga besar Agroteknologi (AGT) 2010 atas persahabatan dan persaudaraan selama ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Landasan Teori ... 6

1.4 Kerangka Pemikiran ... 9

1.5 Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Bawang Merah ... 12

2.2 Syarat Tumbuh Bawang Merah ... 13

2.3 Perbanyakan atau Pembibitan Bawang Merah ... 14

2.4 Budidaya Bawang Merah Varietas Tuk-tuk ... 15

2.5 Peranan Pupuk Kandang sebagai Pembenah Tanah... 17

2.6 Peranan Unsur Hara N, P, K pada Bawang Merah ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.3 Metode Penelitian ... 21

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 22


(13)

ii

3.4.2Persiapan Media Tanam ... 23

3.4.3Pemindahan Semaian... 24

3.4.4Panen ... 24

3.4.5Pemeliharaan ... 25

3.5 Variabel Pengamatan ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 27

4.1.1Jumlah Daun ... 28

4.1.2Tinggi Tanaman ... 29

4.1.3Bobot Tanaman ... 30

4.1.4Volume Umbi... 30

4.1.5Bobot Umbi Basah ... 31

4.1.6Bobot Umbi Kering ... 32

4.1.7Bobot Umbi Layak Jual dan Tidak Layak Jual ... 33

4.2 Pembahasan ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

PUSTAKA ACUAN ... 43

LAMPIRAN... 46 Tabel 7- 25 ... 47-57 Gambar 8-13 ... 59-60


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang. ... 19 2. Rekapitulasi hasil analisis pada semua variabel pengamatan. ... 27 3. Pengaruh pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot tanaman

dan volume umbi bawang merah per tanaman. ... 30 4. Pengaruh interaksi pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot

umbi basah tanaman bawang merah per tanaman. ... 31 5. Pengaruh interaksi pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot

umbi kering bawang merah per tanaman. ... 32 6. Pengaruh pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot umbi layak

jual dan tidak layak jual bawang merah per tanaman. ... 33 7. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 47 8. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK

pada jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 47 9. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 48 10. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

tinggi tanaman minggu ke-10 setelah semai. ... 49 11. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

tinggi tanaman minggu ke-10 setelah semai. ... 49 12. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada


(15)

iv

13. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK

pada bobot tanaman bawang merah. ... 50 14. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot tanaman bawang merah. ... 51 15. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

volume umbi bawang merah. ... 52 16. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK

pada volume umbi bawang merah. ... 52 17. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

volume umbi bawang merah. ... 53 18. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi basah tanaman bawang merah. ... 54 19. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi basah tanaman bawang merah. ... 54 20. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi kering bawang merah. ... 55 21. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi kering bawang merah. ... 55 22. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi baik layak jual. ... 56 23. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

bobot umbi baik layak jual. ... 56 24. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada

umbi tidak layak jual. ... 57 25. Data hasil analisis tanah. ... ... 57


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Benih var. TUK-TUK (a) dan media persemaian benih (b). ... 23

2. Persiapan media tanam (a) dan polibag media tanam (b). ... 23

3. Bibit hasil semaian (a) dan Bibit yang ditanam per polibag (b). ... 24

4. Pemberian pupuk NPK (a) dan Pemberian sisa pupuk NPK (b). ... 25

5. Grafik pertambahan jumlah daun bawang merah selama 10 minggu setelah tanam (dari 2-10 mst). ... 28

6. Grafik pertambahan tinggi tanaman bawang merah selama 10 minggu setelah tanam (dari 2-10 mst). ... 29

7. Denah tata letak percobaan. ... 58

8. Situasi tempat percobaan berdasarkan denah tata letak. ... 59

9. Proses pemanenan umbi bawang merah (a) dan umbi hasil panenan dimasukan dalam plastik berdasarkan perlakuaan (b). ... 59

10. Pengukuran bobot tanaman (a), bobot umbi (b), dan volume umbi (c). ... 59

11. Hasil umbi bawang merah pada kelompok 1, 2, dan 3. ... 60

12. Umbi layak jual (a) dan umbi tidak layak jual (b). ... 60


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Bawang merah (Allium ascalonicumL.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15–40 cm. Perakarannya berupa akar serabut serta memiliki daun yang berbentuk silinder berongga dan memiliki umbi berlapis. Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu (Dewi, 2012).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penyedap yang diperlukan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, karena tanaman ini memiliki aroma dan rasa yang khas membuat sayuran ini banyak digunakan sebagai penyedap masakan dan lebih dikenal dengan sebutan “Sayuran Rempah” (Firmanto, 2011). Selain itu, bawang merah bermanfaat sebagai obat herbal untuk menyembuhkan beberapa penyakit, di antaranya adalah masuk angin, sembelit, batuk, demam, diare, bahkan penyakit diabetes (Dewi, 2012). Oleh sebab itu bawang merah memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Pada dekade terakhir, kebutuhan bawang merah di Indonesia dari tahun ke tahun baik untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 5%. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang setiap


(18)

sebesar 853.615 ton, 965.164 ton, 1.048.934 ton, 893.124 ton, 964.195 ton. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah mengambil kebijakan mengimpor bawang merah dari luar negeri sehingga hal ini akan mengakibatkan produksi dalam negeri kurang diminati (Dewi, 2012).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013), sepanjang bulan Januari-Juni 2013 total impor bawang merah sebesar 63 ribu ton atau US$ 28,5 juta, impor tertinggi yaitu bulan Juni tercatat sebesar 14 ribu ton atau senilai US$ 5,6 juta. Hal itu membuktikan bahwa kebutuhan akan bawang merah di dalam negeri masih tinggi dibandingkan ketersediaannya. Hasil produksi bawang merah di Indonesia 95.898 ton dengan rata rata 10,10 ton/ha. Dengan demikian, produktivitas dan mutu hasil bawang merah dalam negeri perlu ditingkatkan untuk mengurangi volume impor tersebut.

Upaya peningkatan produksi bawang merah yang optimal dapat dilakukan dengan budidaya bawang merah menggunakan benih varietas unggul“Tuk-tuk”yang produktivitas tinggi dan harga benih terjangkau dibandingkan menggunakan umbi bibit. Bibit yang berasal dari umbi, daya hasilnya relatif berubah. Salah satu teknik budidaya tanaman yang penting adalah dengan pemupukan. Aplikasi pemupukan pada tanaman bawang merah dapat menggunakan pupuk organik maupun anorganik. Kedua jenis pupuk tersebut bisa memenuhi kebutuhan bawang merah akan unsur hara makro dan mikro (Lingga, 2001).


(19)

3

Bahan organik memiliki kemampuan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah untuk mendukung produktivitas tanaman. Menurut Sutanto (2002), peranan bahan organik dalam perbaikan sifat kimia sangat penting dalam suplai unsur hara. Penambahan bahan organik akan membebaskan unsur hara seperti N, P, K Ca, Mg, dan lain-lain serta menaikan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada perbaikan sifat biologi tanah yaitu bahan organik mampu meningkatkan populasi

mikroorganisme tanah yang sangat berperan dalam proses dekomposisi. Perananan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik tanah, penambahan bahan organik dapat membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi lebih baik serta akar tanaman lebih mudah menembus tanah.

Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi di negara berkembang dan intensitasnya cenderung meningkat (Sumarni, 2012). Aplikasi bahan organik yang umum dilakukan petani yaitu dengan menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang banyak mengandung N yang sangat dibutukan oleh tanaman dengan jumlah yang tinggi (Rinsema, 1986). Jumlah pupuk kandang yang dibutuhkan dalam budidaya tanaman tergantung pada (1) jenis tanah; (2) tanaman yang diusahakan; (3) teknik budidaya yang di

diterapkan dan banyaknya pupuk yang tersedia (Hakim, 1986).

Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbuat dari kotoran hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam, kuda dan babi. Kotoran hewan mengandung bahan organik yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman melalui proses penguraian. Proses ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan N dan mineral logam seperti Mg, K, dan Cl yang sederhana untuk pertumbuhan tanaman.


(20)

penggunaan air, memperluas pertumbuhan akar, meningkatkan ketahanan tanaman (daun, bunga, dan buah) tidak mudah rontok, dan memperbaiki ukuran dan kualitas umbi (Sutedjo, 2008).

Menurut Sutedjo (2008), penggunaan pupuk anorganik seperti urea, Sp-36, KCL serta NPK mutiara lebih diminati petani karena memiliki beberapa keunggulan antara lain lebih cepat terurai sehingga ketersediaanya bagi tanaman lebih cepat. Pupuk anorganik dapat berasal dari pupuk tunggal atau pupuk majemuk. Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang memiliki beberapa kelebihan yaitu mengandung unsur N, P, dan K yang dibutuhkan oleh tanaman, pupuk ini dapat diberikan dalam jumlah dan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, unsur hara yang terkandung mudah tersedia, dan pemakaian,

pengangkutan, serta penyimpanannya lebih mudah (Lingga, 2001).

Namun pemberian pupuk anorganik yang dilakukan secara terus menerus dan tidak berimbang dapat menggangu keseimbangan hara dalam tanah dan dapat membuat tanah menjadi sulit diolah. Penggunaan pupuk organik juga terbukti memiliki unsur hara mikro yang lebih rendah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk terserap oleh tanaman (Sutedjo, 2008). Oleh karena itu penggunaan pupuk yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah dengan mengkombinasikan antara pupuk organik dan pupuk anorganik secara tepat dan berimbang sehingga diharapkan mendapatkan hasil produksi yang maksimal.


(21)

5

Penggunaan pupuk kandang dan pupuk NPK sebagai campuran media tanam diharapkan dapat menghasilkan bawang merah dengan umbi yang berkualitas tinggi. Akan tetapi, belum diketahui dosis pupuk terbaik untuk pertumbuhan dan produksi bawang merah dengan umbi berkualitas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian pupuk kandang dan takaran NPK agar komposisi unsur hara dalam tanaman seimbang sehingga dapat menghasilkan produksi tanaman bawang merah yang maksimal.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pernyataan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil antara tanaman bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi? 2. Berapa takaran dosis pupuk NPK yang akan menghasilkan pertumbuhan dan

hasil bawang merah yang terbaik?

3. Apakah pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing atau pupuk kandang sapi bergantung pada dosis pupuk NPK yang digunakan?


(22)

1. Mengetahui perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah antara yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing dan yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi.

2. Menentukan takaran dosis pupuk NPK yang akan menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang terbaik.

3. Mengetahui pertumbuhan dan hasil bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi atau pupuk kandang kambing pada masing-masing dosis pupuk NPK yang digunakan.

1.3 Landasan Teori

Tanaman Bawang merah banyak ditanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 10-250 m di atas permukaan laut (Firmanto, 2011). Untuk memperoleh hasil yang optimal, bawang merah membutuhkan kondisi lingkungan yang baik dengan suhu udara 25-32oC dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan kurang lebih 70%. Bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari panjang serta tiupan angin sepoi-sepoi yang akan berpengaruh pada laju fotosintesis dan pembentukan umbi (BPPT, 2007).

Bawang merah tumbuh baik pada tanah yang subur gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Untuk mendapatkan hasil terbaik, bawang merah memerlukan tanah dengan derajat keasaman (pH) tanah 5,5–6,5 dan drainase serta aerasinya


(23)

7

baik. Tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan kebusukan pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (Sudirja, 2007). Tanah yang ber pH rendah (asam), perlu ditambahkan kapur dolomit (CaCO3) pada saat 3-4

minggu sebelum tanam dengan cara disebar merata di atas media tanam (Purwati, 2008).

Pemupukan adalah pemberian pupuk pada tanaman atau ke tanah atau subtrat lainnya yang bertujuan untk menyediakan unsur hara bagi tanaman, sedangkan unsur hara adalah bahan organik maupun anorganik yang diberikan kepada tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan tanaman, serta meningkatkan produksi. Pemupukan dapat diberikan dalam bentuk pupuk organik atau pupuk anorganik yang masing–masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Pemberian kedua jenis pupuk pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sekaligus memberikan kondisi tanah yang baik.

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tumbuhan, hewan atau produk lain seperti pupuk kandang ternak, jerami padi, pupuk hijau, dan potongan leguminosa. Bahan organik tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan

kesuburan tanah, menyediakan hara mikro dan memperbaiki struktur tanah serta meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara di dalam tanah.

Sutanto (2002) mengemukakan bahwa sifat tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik. Penambahan bahan organik ke dalam tanah mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Manfaat bahan organik pada sifat fisik tanah yaitu membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi lebih baik serta akar


(24)

organik akan menambah energi untuk mikroorganisme tanah.

Dalam aplikasinya pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar. Pupuk kandang kambing yang telah terdekomposisi lebih baik dibandingkan dalam bentuk segar maka sebaiknya dihaluskan terlebih dahulu. Bahan organik yang telah

terdekomposisi dapat memperkaya ketersediaan unsur hara bagi tanaman

(Murbandono, 1999). Pupuk kandang kambing memiliki struktur granular sehingga degradasi fisiknya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat diserap oleh tanaman dengan kandungan nitrogen 0,60%, fosfor 0,30%, dan kalium 0,17% serta kadar air 60%. Pupuk kandang sapi memiliki struktur yang lebih lembut karena mengandung kadar air yang cukup tinggi dengan kandungan nitrogen

0,40%, fosfor 0,20%, kalium 0,10% dan kadar air 85% (Pranata, 2010).

Tanaman bawang merah akan berproduksi dengan baik apabila ditambahkan dengan pemupukan susulan tanaman akan memperoleh berbagai unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya terutama pada saat pembentukan umbi. Pupuk susulan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk yang diberikan pada saat menjelang pembentukan umbi. Pemupukan susulan diberikan dengan penambahan pupuk Urea yang merupakan sumber nitrogen (N), pupuk TSP sumber fosfor (P), dan KCl yang merupakan sumber kalium (K). Pemberian pupuk NPK yang terlambat akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman .


(25)

9

1.4 Kerangka Pemikiran

Bawang merah merupakan sayuran rempah yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia karena semua masakan menggunakan bawang merah sebagai bumbu utama. Kegunaan bawang merah yang beragam menyebabkan tanaman ini

merupakan komoditas sayuran unggulan yang mempunyai peluang usaha yang baik dalam pemasarannya. Untuk memenuhi kebutuhan produksi bawang merah maka budidaya bawang merah harus terus dikembangkan.

Sampai saat ini sebagian besar petani bawang merah di Indonesia selalu

menggunakan umbi bibit sebagai bahan tanaman, sehingga ongkos produksinya mahal. Bibit yang berasal dari umbi, daya hasilnya relatif berubah dengan

bergantinya waktu. Peningkatan daya hasil hanya bisa dilakukan melalui perbaikan kultur teknis, dan produksi bawang merah akan mengalami penurunan.

Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah selain perbaikan kultur teknis, petani perlu dikenalkan varietas unggul“Tuk-tuk”yang dapat ditanam melalui biji.

Ciri-ciri bawang merah ini antara lain bentuk umbi bulat, ukuran seperti bawang merah lokal Philipina, warna umbi merah muda sampai kecoklatan.

Bawang ini dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, dengan suhu optimal 25–32 derajat celcius, tanah yang cocok adalah tanah yang aerasinya baik, subur, gembur, mempunyai bahan organik tinggi, sedang pH tanah berkisar 5,5-6,5.

Salah satu upaya peningkatan pertumbuhan dan produksi bawang merah adalah melalui pemupukan. Pupuk dapat diaplikasikan pada media tanam atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Pada saat aplikasi, perlu


(26)

Media tanam yang baik untuk bawang merah adalah tanah yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Terutama pada saat penyemaian biji bawang merah harus memperhatikan media tanam. Jenis tanah yang paling baik adalah lempung berpasir atau lempung berdebu karena sifat tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang bagus. Pemberian bahan organik ke dalam tanah mampu memperbaiki kondisi tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi karena bahan organik salah satu unsur pembentuk tanah. Selain itu, pemberian bahan organik dapat mempengaruhi daya ikat tanah terhadap air dan zat hara sehingga tidak mudah larut oleh air (Abdi Tani, 1999).

Pemupukan dapat berupa pupuk organik dan anorganik yang masing masing mempunyai kelebihan dan kelemahan untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah. Sehingga penggunaan pupuk kandang sebaiknya dipadukan dengan penggunaan sumber hara anorganik yaitu NPK sesuai dengan kebutuhan.

Penggunaan pupuk anorganik sangat penting dalam pertumbuhan dan produksi bawang merah akan tetapi penggunaan pupuk yang berlebihan akan menurunkan kesuburan tanah, dan menyebabkan tanah menjadi padat sehingga sulit diolah. Akan tetapi apabila pupuk anorganik tidak diberikan pada tanah yang tidak subur maka tanaman akan menjadi kerdil, daun akan menguning serta tanaman tidak tahan terhadap kekeringan dan akhirnya mati. Dosis pemupukan pupuk kandang yang dianjurkan pada tanaman bawang merah adalah 10-15 ton/ha. Sedangkan untuk pupuk NPK menggunakan 150-200 kg/ha.


(27)

11

Oleh sebab itu penggunaan pupuk anorganik perlu diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Apabila dalam penanaman bawang merah hanya dengan

menggunakan pupuk organik, maka dikhawatirkan pertumbuhan dan hasil bawang merah tidak optimal karena kekurangan unsur hara.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing, dengan bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi.

2. Terdapat perbedaan takaran pupuk NPK yang mampu mempengaruhi pertumbuhan dan hasil bawang merah yang terbaik.

3. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing atau pupuk kandang sapi bergantung pada masing masing dosis pupuk NPK yang digunakan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu dari sekian banyak jenis bawang yang ada didunia. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-40 cm (Rahayu, 1999). Menurut Tjitrosoepomo (2010), bawang merah dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom :Plantae

Divisi :Spermatophyta

Subdivisi :Angiospermae

Kelas :Monocotyledonae

Ordo :Liliales

Famili :Liliaceae

Genus :Allium

Spesies :Allium ascalonicum L.

Morfologi fisik bawang merah bisa dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah dengan diameter akar 2-5 mm (AAK, 2004).


(29)

13

Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengandiscusyang berbentuk seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, diatas

discusterdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).

Menurut Sudirja (2007), daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek , sedangkan bunga bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitga (Sudirja, 2007). Buah bawang merah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji

berjumlah 2-3 butir. Biji bawang merah berbentuk pipih, berwarna putih, tetapi akan berubah menjadi hitam setelah tua (Rukmana, 1995).

2.2 Syarat Tumbuh Bawang Merah

Bawang merah dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang beragam. Untuk memperoleh hasil yang optimal, bawang merah membutuhkan kondisi lingkungan yang baik, ketersediaan cahaya, air, dan unsur hara yang memadai. Pengairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelembaban tanah menjadi tinggi sehingga umbi tumbuh tidak sempurna dan dapat menjadi busuk. Bawang merah termasuk


(30)

Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi kurang lebih 1100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut, Produksi terbaik dihasilkan di dataran rendah yang didukung suhu udara antara 25-32 derajat celcius dan beriklim kering. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bawang merah membutuhkan tempat terbuka dengan pencahayaan 70 %, serta kelembaban udara 80-90 %, dan curah hujan 300-2500 mm pertahun (BPPT, 2007). Angin merupakan faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah karena sistem perakaran bawang merah yang sangat dangkal, maka angin kencang akan dapat menyebabkan kerusakan tanaman.

Menurut Dewi (2012) mengatakan bahwa, bawang merah membutuhkan tanah yang subur gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang merah ada jenis tanah Latosol, Regosol, Grumosol, dan Aluvial dengan derajat keasaman (pH) tanah 5,5–6,5 dan drainase dan aerasi dalam tanah berjalan dengan baik, tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan kebusukan pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (Sudirja, 2007).

2.3 Perbanyakan atau Pembibitan Bawang Merah

Perbanyakan bawang merah dilakukan dengan menggunakan umbi sebagai bibit dan biji bawang merah. Kualitas bibit bawang merah sangat menentukan hasil produksi bawang merah. Kriteria umbi yang baik untuk bibit bawang merah harus


(31)

15

berasal dari tanaman yang berumur cukup tua yaitu berumur 70-80 hari setelah tanam, dengan ukuran 5-10 gram, diameter 1,5-1,8 cm. Umbi bibit tersebut harus sehat, tidak mengandung bibit penyakit dan hama. Pada ujung umbi bibit bawang merah dilakukan pemotongan sekitas 1/5 panjang umbi untuk mempercepat pertumbuhan tunas. Pemotongan ujung umbi sangat penting agar umbi tumbuh merata serta cepat tumbuhnya, karena ujung umbi bersifat mempercepa tumbuhnya tunas.

Sedangkan perbanyakan bawang merah dengan menggunakan biji masih jarang untuk dilakukan oleh petani. Hal itu dikarenakan benih bawang merah harus melalui tahap penyemaian 5-6 minggu dan membutuhkan waktu 4 bulan dari awal penyemaian sampai dengan pemanenan. Tetapi dengan menggunakan benih dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi dan mendapatkan benih yang bebas dari virus dan penyakit bawaan.

2.4 Budidaya Bawang Merah varietas“Tuk-tuk”

Sebagian besar petani bawang merah di Indonesia menanam bawang merah menggunakan umbi bawang merah sebagai bibit. Padahal dengan menggunakan umbi sebagai bibit membutuhkan biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan biji bawang merah karena dapat menghemat biaya prduksi sebesar 30 %. Sehingga salah satu perusahaan PT. East West Seed Indonesia, mulai mengenalkan budidaya/bertanam bawang merah menggunakan biji sehingga menjadi varietas unggul bawang merah asal biji pertama yang terdaftar .


(32)

ton/ha, sedangkan hasil panen benih dari umbi konvensional berkisar 8-12 ton/ha.

Kebutuhan benih (biji) untuk 1 hektar berkisar antara 3-6 kg bergantung pada keberhasilan di persemaian dan jarak tanam yang digunakan. Semakin tinggi keberhasilan di persemaian semakin sedikit juga benih yang dibutuhkan, demikian juga semakin lebar jarak tanam maka semakin sedikit benih yang dibutuhkan. Konsep bertanam bawang merah dari biji hampir sama dengan menggunakan umbi, perbedaannya adalah jika menggunakan biji harus dilakukan tahap persemaian terlebih sedangkan bila menggunakan bibit umbi dapat langsung ditanam di lahan.

Benih bawang merah varietas“Tuk-tuk”berwarna hitam dan berukuran kecil dengan jumlah benih 350 biji/gram. Dibutuhkan waktu 5-6 minggu di pesemaian sebelum bibit siap tanam, kemudian bibit ditanam dengan jarak 15x20 atau 20x20 tergantung tujuan pasar dan besar umbi yang diinginkan, untuk menghasilkan umbi yang besar diperlukan jarak tanam yang lebih lebar. Menurut Hidayat (2003) berdasarkan penelitian di Balitsa, penanaman dengan jarak 10 x 10 cm dengan 2 bibit per lubang akan menghasilkan umbi dengan ukuran yang ideal untuk pasar Indonesia. Bawang merah dapat dipanen setelah 16 minggu setelah tanam.

Media tanam yang dibutuhkan untuk persemaian adalah tanah yang remah dan gembur. Dapat menggunakan media campuran pupuk kandang dengan tanah (1:1) atau dengan menambahkan arang sekam. Untuk mendapatkan hasil persemaian yang baik 1 gram benih ditabur dalam larikan. Setelah 6 minggu bibit bawang


(33)

17

merah terlihat kokoh berwarna hijau segar, serta memiliki daun 5-6 helai sehingga bibit dapat dipindah tanam. Pemupukan dapat dilakukan secara konvensional yaitu menggunakan air cucian beras yang diberikan setiap 3 hari sekali, dapat juga

menggunakan air cucian ikan/daging setiap seminggu sekali pada saat pembentukan umbi.

Pemupukan standar yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk NPK (16-16-16) ditambahkan pada 4 minggu dan 5 minggu setelah semai sebanyak 0,5 g/liter. Pemupukan dengan NPK dilakukan 8 minggu dan 10 minggu setelah semai dengan dosis 0,75 g/liter dan 11 minggu dan 12 minggu setelah semai dengan dosis 2,5 g/liter, sedangkan minggu ke 13 dan 14 setelah semai dilakukan pemupukan 1,5 g/liter pupuk NPK (16-16-16) dan pupuk KCl 1,5 g/liter (CapPanahMerah, 2013).

2.5 Peranan Pupuk Kandang sebagai Pembenah Tanah

Menurut Buckman dan Brady (1982), bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit, tidak lebih dari 5 % dari bobot tanah. Untuk menanggulangi masalah tersebut pada umumnya digunakan pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah. Pupuk kandang merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan bahan pembenah tanah lainnya. Pupuk organik memiliki kandungan hara makro N, P, dan K rendah, mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup antara lain Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl


(34)

Pemberian bahan organik akan membuat warna tanah menjadi lebih gelap dan strukturnya menjadi remah, sehingga perakaran tanaman lebih mudah menembus tanah sehingga aerasi dan drainase menjadi lebih baik.

2. Memperbaiki sifat kimia tanah

Dengan menambah bahan organik, kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara menjadi meningkat.

3. Mempengaruhi sifat biologi tanah

Bahan organik mengandung sumber energi yang diperlukan oleh

mikroorganisme tanah. Dengan pemberian bahan organik, aktivitas dan populasi mikroorganisme meningkat yang dapat berakibat baik untuk tanaman.

Pupuk kandang kambing dan sapi merupakan salah satu jenis pupuk organik yang sering digunakan petani karena mudah dalam ketersediaannya namun pupuk kandang kambing termasuk ke dalam golongan kandang yang lambat di

dekomposisi dibandingkan pupuk kandang sapi. Menurut Lingga (2001), bahan organik dari pupuk kandang kambing tidak mudah terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang dapat dilihat pada Tabel 1 (Pranata, 2010).


(35)

19

Tabel 1. Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang (%). Jenis Hewan Bentuk Kotoran H2O N P2O5 K2O

Kuda Padat 75 0,55 0,30 0,40

Cairan 90 1,40 0,02 1,25

Sapi Padat 85 0,40 0,20 0,10

Cairan 92 1,00 0,50 1,50

Kambing Padat 60 0,60 0,30 0,17

Cairan 85 1,50 0,15 1,80

Ayam Keseluruhan 55 1,00 0,80 0,40

Penggunaan pupuk kandang sebagai campuran media tanam meningkatkan

kapasitas tukar kation, menurunkan kemasaman tanah, meningkatkan kemampuan fiksasi unsur hara oleh mikroorganisme tanah, dan meningkatkan daya jerap media tanam sehingga menghambat proses pencucian unsur hara (Suyasa, 2004).

Demikian penggunaan pupuk kandang meningkatkan ketersediaan unsur hara. Dosis pupuk kandang yang dianjurkan untuk bawang merah adalah 10-15 ton/ha. Pupuk kandang sebagai media tanam diharapkan akan dapat memacu pertumbuhan dan hasil produksi tanaman bawang.

2.6 Peranan Unsur Hara N, P, K pada Bawang Merah

Pupuk adalah bahan atau zat makanan yang diberikan kepada tanaman. Bawang merah memerlukan berbagai macam unsur hara untuk pertumbuhannya, baik yang berasal dari dalam tanah, pupuk organik, maupun pupuk anorganik. Aplikasi pupuk anorganik yang umum dilakukan adalah dengan menyediakan unsur N, P, dan K dengan pupuk tunggal maupun pupuk majemuk.


(36)

pupuk NPK Mutiara (16-16-16) diharapkan dapat mengantisipasi kekahatan hara N, P, dan K pada tanaman bawang merah.

Menurut Napitupulu dan Winarno (2010) , unsur nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi tanaman terutama pembentukan dan pertumbuhan bagian bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Pemberian unsur N yang terlalu banyak pada bawang merah dapat menghambat pembungaan dan pembuahan tanaman. Akan tetapi kekurangan unsur N dapat menyebabkan klorosis daun, serta jaringan daun menjadi mati dan kering dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil.

Unsur phosphor (P) pada bawang merah berperan untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan umbi. Apabila tanaman kekurangan unsur P maka akan terlihat gejala warna daun bawang hijau tua dan permukaannya terlihat mengkilap kemerahan, dan tanaman menjadi kerdil. Bagian tepi daun, cabang, dan batang bawang merah mengecil serta berwarna merah keunguan dan kelamaan menjadi kuning (Napitupulu dan Winarno, 2010).

Menurut Gunadi (2009), unsur kalium (K) berfungsi untuk pembentukan protein dan karbohidrat pada bawang merah serta dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan kualitas umbi. Bila

kekurangan unsur kalium daun tanaman bawang merah akan mengkerut atau keriting dan muncul bercak kuning transparan pada daun dan berubah merah kecoklatan serta mengering hangus terbakar.


(37)

21

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan suhu harian 32oC (Marwadi, 2014), dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih botani bawang merah varietas “Tuk-tuk”,pupuk kandang kambing, pupuk kandang sapi, pupuk NPK Mutiara (16-16-16) dan tanah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag berdiameter 12,5 cm, timbangan,handsprayer, penggaris, selang air, tray,cutter, gunting, tali rafia, kertas label, gelas ukur, kamera dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji

hipotesis, rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) yang disusun secara faktorial (3x3). Faktor pertama yaitu jenis pupuk


(38)

dan 7,5 g/tanaman (n3). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali dan setiap

satuan percobaan terdiri dari 4 tanaman sehingga didapatkan 27 satuan percobaan dan total tanaman sebanyak 108 tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 7, lampiran.

Homogenitas ragam diuji dengan Uji Barlett dan additifitas data diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Penyemaian

Sebelum tanaman bawang merah ditanam di lahan, dilakukan proses penyemaian agar perawatannya lebih intensif dan bisa memilih bibit yang pertumbuhannya bagus dan seragam. Benih yang digunakan adalah bibit botani yang berasal dari benih varietas “Tuk-tuk” (Gambar 1). Hal pertama yang dilakukan yaitu

menyiapkan tanah yang telah diayak dengan ukuran 10 mesh sehingga membentuk agregat tanah yang halus. Kemudian menyiapkan media persemaian yang berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pada media semai dibuat larikan, lalu benih bawang merah varietas “Tuk-tuk” ditaburkan sekitar 1-2


(39)

23

gram per tray (Gambar 1.) Bibit dipindah tanamkan setelah umur 5-6 minggu sejak penyemaian.

(a) (b)

Gambar1. Benih var. “TUK-TUK” (a) dan media persemaian benih (b).

3.4.2 Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan terdiri dari tanah dan sekam dengan perbandingan 1:1 serta pupuk kandang kambing/sapi sesuai perlakuan atau tanpa penambahan pupuk kandang. Setelah tercampur rata, media tanam dimasukkan ke dalam polibag berdiameter 12,5 cm hingga 2 cm dari permukaan atas polibag (Gambar 2.).

(a) (b)


(40)

polibag perlakuan. Tanaman bawang merah hasil penyemaian akan ditanam pada media tanam berupa campuran tanah dengan pupuk kandang sapi atau pupuk kandang kambing atau tanpa pemberian pupuk kandang. Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit bawang merah hasil penyemaian ke dalam polibag. Setiap polibag ditanam, 1 bibit tanaman bawang merah (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3. Bibit hasil semaian (a) dan Bibit yang ditanam per polibag (b).

3.4.4 Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 80 hari setelah tanam. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat leher batang melunak, tanaman mulai rebah dan daun telah menguning. Pemananen dilakukan pada saat tanah kering dan cuaca cerah untuk menghindari serangan penyakit busuk umbi.


(41)

25

3.4.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, dan pengendalian gulma.

Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk kandang diberikan pada awal pengolahan tanah sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu 100 g/tanaman. Pupuk NPK diberikan sebagai pupuk dasar, masing media tanam diberi pupuk NPK sesuai dengan perlakuan masing-masing 2,5 g/tanaman. Pada pupuk dengan dosis 5 g/tanaman, sisa pupuk NPK diberikan dalam bentuk penyiraman yakni 2,5 g/tanaman dilarutkan dalam 500 ml air lalu disiramkan 2 kali pagi dan sore. Perlakuan dengan dosis 7,5 g/ tanaman sisa pupuk NPK diberikan sebanyak 2,5 g/tanaman yang dilarutkan dengan 500 ml air setiap 2 minggu sekali, sampai semua sisa pupuk habis (Gambar 4.).

(a) (b)

Gambar 4. Pemberian pupuk NPK (a) dan Pemberian sisa pupuk NPK (b).

Penyiraman pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan selang air setiap pagi hari. Akan tetapi bila cuaca terlalu panas penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada saat seminggu sebelum panen, penyiraman dihentikan.


(42)

3.5 Variabel Pengamatan

Pengamatan dan pengukuran tanaman bawang merah dilakukan sampai berproduksi. Variabel yang diamati adalah:

1. Jumlah daun per rumpun (helai), jumlah daun dihitung secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali.

2. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu.

3. Bobot tanaman (g), ditimbang pada saat panen mulai dari akar sampai dengan pangkal daun.

4. Volume umbi (ml), dilakukan dengan mengukur volume umbi bawang merah menggunakan gelas ukur yang telah diisi air lalu memasukan umbi ke dalam gelas ukur tersebut lalu menghitung volumenya.

5. Bobot umbi basah (g), dhitung pada saat panen sebelum umbi dikeringkan. 6. Bobot umbi kering (g), dihitung saat umbi yang telah dipanen kemudian

dijemur selama 1 minggu (8 jam/hari) dan diletakkan di bawah tenda yang beratap plastik UV (Gambar 9, lampiran).

7. Bobot umbi layak jual dan tidak layak jual (g), dilakukan seleksi umbi yaitu dengan memisahkan umbi yang normal dan rusak. Ketentuan bobot umbi yang rusak (tidak layak jual) yaitu berwarna pucat, bentuk umbi yang tidak bulat dan bobot kurang dari 4 g.


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar pada tanaman bawang merah tidak memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan.

2. Pemberian pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 2,5 g/tan memberikan hasil yang lebih tinggi, ditunjukkan oleh variabel bobot umbi basah dan bobot umbi kering.

3. Jenis pupuk kandang yang berbeda mempengaruhi takaran dosis pupuk NPK yang digunakan. Pada variabel bobot umbi basah dan umbi kering,

pemberian pupuk kandang kambing dengan takaran NPK 2,5 g dan 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK 7,5 g, tetapi pada pupuk kandang sapi serta tanpa pupuk kandang dengan takaran NPK 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan takaran dosis NPK 2,5 g dan 7,5 g.


(44)

sebaiknya penelitian dilakukan di lahan terbuka agar dapat memperoleh kondisi lingkungan yang baik sehingga hasil yang didapat maksimal. Penggunaan bawang merah varietas “Tuk-tuk” sebaiknya digunakan pada saat kelangkaan bawang merah di pasaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar.


(45)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 2004. Dasar Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Jogjakarta. 120 hlm. Abdi Tani. 1999. Pentingnya Persemaian dan Seleksi Bibit pada Budidaya

Bawang Merah dengan Biji. Edisi II Juli-September 1999. Bandung. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Bawang Merah. http://www.deptan.go.id.

Diakses tanggal 1 Maret 2014.

BPPT, 2007. Teknologi Budidaya Tanaman Bawang Merah.

http://iptek.net.id/ind/teknologi-bawang-merah/index.php. Diakses 10 Desember 2013.

Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Karya Bhatara Aksara. Jogjakarta. 428 hlm.

Dewi, N. 2012. Aneka Bawang. Pustaka Baru Press. Jogjakarta. 195 hlm. Firmanto, B. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik.

Angkasa. Bandung. 74 hlm.

Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber kalium pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura. 17(1): 34-42. Gustriana, F. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Bio-Slurry Padat dan

Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)[skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Hakim, N., M.Y Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong, H.H Baile. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas

Lampung. Lampung. 200 hlm.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta. 286 hlm. Hidayat Y, dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh pemupukan N, P, dan K pada

pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. Jurnal hortikultura. 5(5): 39-43.


(46)

163 hlm.

Manora, E. 2013. Adaptasi beberapa varietas bawang merah (Allium ascalonicum l.) di dataran rendah Medan. Jurnal Agroekoteknologi. 1(3): 24-30. Universitas Sumatera Utara.

Mawardi. 2014. Kondisi iklim di Way Halim. http://kelurahan

perumnaswayhalim.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Februari 2015. Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 52 hlm. Napitupulu D, dan L. Winarno. 2010. Pengaruh pemberian pupuk N dan K

terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Jurnal Hortikultura. 20(1): 27-35.

Novizan. 2010. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 hlm.

Panah Merah. 2013. Teknik Praktis Budidaya Bawang Merah Var.Tuk-Tuk.

http://www.youtube.com/watch.htm. Diakses tanggal 3 maret 2014. Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan produktivitas bawang merah melalui

penambahan bahan organik pada tanah. Jurnal Tanaman Tropika.1(2): 98-107. ISSN:1410-7368.

Pardede, G. 2013. http://www.investor.co.id/agribusiness/ewindo-perkenalkan-berbagai-benih-unggul-baru/61311. Diakses tanggal 5 April 2014. Purwati, E. 2008. Budidaya Tanaman Dataran Rendah. Penebar Swadya.

Jakarta. 109 hlm.

Pranata. 2010.Tips Jitu Bertanam Buah dan Sayur. Agromedia. Jakarta. 98 hlm. Rahayu dan Berlian. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 105

hlm

Redaksi Agromedia. 2010. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Agromedia. Jakarta. 120 hlm.


(47)

✁5

Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Aksara. Jakarta. 234 hlm.

Rosliani R.dan Y. Hilman. 2002. Pengaruh pupuk urea hayati dan pupuk organik penambat nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Jurnal Hortikultura. 12(1): 17-27.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Bawang Merah dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jogjakarta. 20 Hlm.

Samadi, B dan Cahyono. 2009. Bawang Merah. Kanasius. Jogjakarta. 35 hlm. Sarno. 2014. Hasil Analisis Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Sudirja, R. 2007. http://lablink.or.id/Agro/bawangmerah/Alternariapatrait.html. diakses tanggal 30 Januari 2014.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta. Sumarni, A dan Suwandi. 2012. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk npk

untuk produksi bawang merah daribenih umbi minidi dataran tinggi. Jurnal Hortikultura. 22(2): 148-155.

Suyasa, I K. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Ayam Petelur dan Berat Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium

ascalonicum L.) Varietas Lokal Kintamani[skripsi]. Tabanan: Fakultas Pertanian, Universitas Tabanan.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Jogjakarta. 218 hlm.

Sutedjo, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.

Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University. Jogjakarta. 477 hlm.

Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hlm.


(1)

26

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan fungisida Dithane M-45, sedangkan pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanik yaitu membersihkan dengan tangan setiap sore hari.

3.5 Variabel Pengamatan

Pengamatan dan pengukuran tanaman bawang merah dilakukan sampai berproduksi. Variabel yang diamati adalah:

1. Jumlah daun per rumpun (helai), jumlah daun dihitung secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali.

2. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu.

3. Bobot tanaman (g), ditimbang pada saat panen mulai dari akar sampai dengan pangkal daun.

4. Volume umbi (ml), dilakukan dengan mengukur volume umbi bawang merah menggunakan gelas ukur yang telah diisi air lalu memasukan umbi ke dalam gelas ukur tersebut lalu menghitung volumenya.

5. Bobot umbi basah (g), dhitung pada saat panen sebelum umbi dikeringkan. 6. Bobot umbi kering (g), dihitung saat umbi yang telah dipanen kemudian

dijemur selama 1 minggu (8 jam/hari) dan diletakkan di bawah tenda yang beratap plastik UV (Gambar 9, lampiran).

7. Bobot umbi layak jual dan tidak layak jual (g), dilakukan seleksi umbi yaitu dengan memisahkan umbi yang normal dan rusak. Ketentuan bobot umbi yang rusak (tidak layak jual) yaitu berwarna pucat, bentuk umbi yang tidak bulat dan bobot kurang dari 4 g.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar pada tanaman bawang merah tidak memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan.

2. Pemberian pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 2,5 g/tan memberikan hasil yang lebih tinggi, ditunjukkan oleh variabel bobot umbi basah dan bobot umbi kering.

3. Jenis pupuk kandang yang berbeda mempengaruhi takaran dosis pupuk NPK yang digunakan. Pada variabel bobot umbi basah dan umbi kering,

pemberian pupuk kandang kambing dengan takaran NPK 2,5 g dan 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK 7,5 g, tetapi pada pupuk kandang sapi serta tanpa pupuk kandang dengan takaran NPK 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan takaran dosis NPK 2,5 g dan 7,5 g.


(3)

42

5.2 Saran

Saran yang diberikan untuk penelitian lanjutan pada percobaan ini adalah sebaiknya penelitian dilakukan di lahan terbuka agar dapat memperoleh kondisi lingkungan yang baik sehingga hasil yang didapat maksimal. Penggunaan bawang merah varietas “Tuk-tuk” sebaiknya digunakan pada saat kelangkaan bawang merah di pasaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar.


(4)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 2004. Dasar Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Jogjakarta. 120 hlm. Abdi Tani. 1999. Pentingnya Persemaian dan Seleksi Bibit pada Budidaya

Bawang Merah dengan Biji. Edisi II Juli-September 1999. Bandung. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Bawang Merah. http://www.deptan.go.id.

Diakses tanggal 1 Maret 2014.

BPPT, 2007. Teknologi Budidaya Tanaman Bawang Merah.

http://iptek.net.id/ind/teknologi-bawang-merah/index.php. Diakses 10 Desember 2013.

Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Karya Bhatara Aksara. Jogjakarta. 428 hlm.

Dewi, N. 2012. Aneka Bawang. Pustaka Baru Press. Jogjakarta. 195 hlm. Firmanto, B. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik.

Angkasa. Bandung. 74 hlm.

Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber kalium pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura. 17(1): 34-42. Gustriana, F. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Bio-Slurry Padat dan

Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)[skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Hakim, N., M.Y Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong, H.H Baile. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas

Lampung. Lampung. 200 hlm.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta. 286 hlm. Hidayat Y, dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh pemupukan N, P, dan K pada

pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. Jurnal hortikultura. 5(5): 39-43.


(5)

Hidayat Y, dan R. Rosliani. 2003. Pengaruh jarak tanam dan ukuran umbi bibit bawang merah terhadap hasil dan distribusi ukuran umbi bawang merah. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.

Irvan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium ascalonicum l.) terhadap zat pengatur tumbuh dan unsur hara. Jurnal Agroteknologi.3(2): 35-40. Lingga, P. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

163 hlm.

Manora, E. 2013. Adaptasi beberapa varietas bawang merah (Allium ascalonicum l.) di dataran rendah Medan. Jurnal Agroekoteknologi. 1(3): 24-30. Universitas Sumatera Utara.

Mawardi. 2014. Kondisi iklim di Way Halim. http://kelurahan

perumnaswayhalim.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Februari 2015. Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 52 hlm. Napitupulu D, dan L. Winarno. 2010. Pengaruh pemberian pupuk N dan K

terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Jurnal Hortikultura. 20(1): 27-35.

Novizan. 2010. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 hlm.

Panah Merah. 2013. Teknik Praktis Budidaya Bawang Merah Var.Tuk-Tuk. http://www.youtube.com/watch.htm. Diakses tanggal 3 maret 2014. Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan produktivitas bawang merah melalui

penambahan bahan organik pada tanah. Jurnal Tanaman Tropika.1(2): 98-107. ISSN:1410-7368.

Pardede, G. 2013. http://www.investor.co.id/agribusiness/ewindo-perkenalkan-berbagai-benih-unggul-baru/61311. Diakses tanggal 5 April 2014. Purwati, E. 2008. Budidaya Tanaman Dataran Rendah. Penebar Swadya.

Jakarta. 109 hlm.

Pranata. 2010.Tips Jitu Bertanam Buah dan Sayur. Agromedia. Jakarta. 98 hlm. Rahayu dan Berlian. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 105

hlm

Redaksi Agromedia. 2010. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Agromedia. Jakarta. 120 hlm.


(6)

✁5

Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Aksara. Jakarta. 234 hlm.

Rosliani R.dan Y. Hilman. 2002. Pengaruh pupuk urea hayati dan pupuk organik penambat nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Jurnal Hortikultura. 12(1): 17-27.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Bawang Merah dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jogjakarta. 20 Hlm.

Samadi, B dan Cahyono. 2009. Bawang Merah. Kanasius. Jogjakarta. 35 hlm. Sarno. 2014. Hasil Analisis Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Sudirja, R. 2007. http://lablink.or.id/Agro/bawangmerah/Alternariapatrait.html. diakses tanggal 30 Januari 2014.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta. Sumarni, A dan Suwandi. 2012. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk npk

untuk produksi bawang merah daribenih umbi minidi dataran tinggi. Jurnal Hortikultura. 22(2): 148-155.

Suyasa, I K. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Ayam Petelur dan Berat Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium

ascalonicum L.) Varietas Lokal Kintamani[skripsi]. Tabanan: Fakultas Pertanian, Universitas Tabanan.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Jogjakarta. 218 hlm.

Sutedjo, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.

Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University. Jogjakarta. 477 hlm.

Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hlm.