bahkan menampilkan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk mencari spesies langkah maupun dilindungi Turner et al., 2003.
Kekuatan SIG tampak pada kemampuan menganalisis data spasial dan atribut secara bersamaan. Disinilah SIG menunjukkan kemampuannya mengolah
data peta, seperti pemetaan yang terotomatisasi dengan menggunakan sistem komputer. Kemampuan analisis SIG ini antara lain proses klasifikasi lahan,
operasi overlay, operasi neighbourhood dan fungsi konektivitas Elly, 2009.
F. Penginderaan Jarak Jauh
Penginderaan jauh remote sensing adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lilesand dkk, 2004.
Data penginderaan jarak jauh merupakan sumber paling utama data dinamis dalam sistem informasi geografis. Beberapa contoh aplikasi yang
dimungkinkan oleh data penginderaan jarak jauh adalah sebagai berikut: pemetaan tutupan lahan, analisa perubahan tutupan lahan, analisa deforestasi, ekspansi
perkebunan, perkembangan kota, analisa dampak bencana, perhitungan cadangan karbon dan emisinya, perhitungan biofisik vegetasi kerapatan tegakan, jumlah
tegakan, biomassa, serta identifikasi dan analisa infrastruktur jumlah dan panjang jalan, jumlah rumah, luasan pemukiman dan lain-lain
Ekadinata et al., 2008.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Agustus 2014 dilakukan di 4 desa yaitu Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario,
dan Desa Sitandiang Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Kemudian pengolahan data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta tutupan lahan dan peta administrasi desa Kabupaten Tapanuli Selatan yang diperoleh dari Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sumatera Utara, data topografi dan data kondisi umum wilayah desa penelitian, data kejadian konflik orangutan dan
manusia di wilayah penelitian. Data yang diperlukan selain didapat dari hasil ground check di lapangan
juga didapatkan dari instansi dan kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan pengelolaan Orangutan Cagar Alam Dolok
Sibual-buali dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan BPKH. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer PC,
perangkat lunak GIS Geographic Information System seperti Arcview GIS 3.3, printer untuk mencetak datapeta, Global Positioning System GPS, Camera
Digital, software SPSS 16.0, alat-alat tulis dan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas 2 kelompok, yaitu: 1.
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan. Data primer yang dikumpulkan, yaitu: −
Data pengecekan lapangan daerah rawan konflik orangutan Pongo abelii dan masyarakat di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan
Desa Sitandiang yang disajikan dalam bentuk gambarfoto, −
Data sebaran titik daerah konflik orangutan Pongo abelii dengan masyarakat di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan
Desa Sitandiang, −
Data jumlah kerusakan tanaman di ladang masyarakat di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan Desa Sitandiang yang disebabkan
oleh orangutan Pongo abelii, dan −
Data kuesioner konflik masyarakat dengan orangutan Pongo abelii di sekitar Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan Desa
Sitandiang. Penyebaran kuesioner dilakukan secara purposive sampling untuk mengetahui seberapa besar masyarakat mengetahui tentang orangutan dan
kerusakan apa yang pernah terjadi. Metode purposive sampling ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu pemetaan bentuk penggunaan
lahan yang menjadi daerah rawan konflik Orangutan Sumatera Pongo abelii dan masyarakat di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan
Desa Sitandiang yang merupakan desa-desa yang berbatasan langsung
Universitas Sumatera Utara
dengan Cagar Alam Dolok Sibual-Buali. Selain itu, pada kegiatan ini juga diambil data primer dan sekunder.
2. Data sekunder
Data sekunder yang mendukung penelitian ini diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sumatera Utara, yaitu:
− Peta tutupan lahan Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan
Desa Sitandiang Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara, dan −
Peta administrasi desa Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data konflik orangutan Pongo abelii dengan manusia yang diperoleh
dari buku-buku, literatur, jurnal-jurnal dan sumber pustaka lainnya. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pengumpulan data dari berbagai literatur dari berbagai sumber yaitu dari lembaga atau instansi yang terkait dengan pengelolaan Cagar Alam Dolok Sibual
buali, buku-buku maupun internet, data hasil survei satwa dari kegiatan patroli dan survey monitoring oleh petugas patroli Cagar Alam Dolok Sibual-buali.
2. Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk pengambilan data kejadian konflik, pengambilan data penggunaan lahan dan data lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Pada tahap survei ini dilaksanakan pula pengamatan kondisi lapangan dan pengisian kuisioner.
3. Pengolahan Data
Pemetaan daerah rawan konflik orangutan Pongo abelii dengan masyarakat ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data titik daerah konflik
Universitas Sumatera Utara
menggunakan GPS di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan Desa Sitandiang. Setelah itu digunakan software DNR Garmin untuk mengambil
data yang terdapat pada GPS. Kemudian digunakan software Arc View GIS 3.3 untuk memasukkan semua data titik daerah rawan konflik yang ditemukan di
lokasi penelitian. 4.
Analisa Data Pembuatan data spasial merupakan hal yang paling penting dalam analisa
data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi pada layar komputer. Peta administrasi
desa Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara didigitasi sesuai luasan kawasan yang diteliti. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan
yang diteliti. Data penutupan lahan dan data ketinggian digunakan sebagai tambahan atribut untuk mengetahui kondisi lapangan dan merupakan suatu input
dari pembuatan peta daerah rawan konflik orangutan di Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan Desa Sitandiang.
Pembuatan Persamaan Statistik
Korelasi di artikan sebagai hubungan. Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Koefisien korelasi
sering dilambangkan dengan huruf r. Koefisien korelasi dinyatakan dengan bilangan, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0 sampai -1. Apabila korelasi
mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, sebaliknya korelasi yang mendekati nilai 0 bernilai lemah. Apabila korelasi sama dengan nol, maka
antara kedua variabel tidak terdapat hubungan sama sekali. Pada korelasi +1 atau -1 terdapat hubungan yang sempurna antara kedua variabel Pratisto, A. 2004.
Universitas Sumatera Utara
Notasi positif + atau negatif - menunjukkan arah hubungan antara kedua variabel. Pada notasi positif +, hubungan antara kedua variabel searah,
jadi jika satu variabel naik maka variabel yang lain juga naik. Pada notasi negatif - kedua variabel berhubungan terbalik, artinya jika salah satu variabel naik
maka variabel yang lain turun Pratisto, A. 2004. Analisis statistik dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Rank
Spearman yang mengukur kuatnya hubungan antara dua variabel tidak berdasarkan nilai data yang sebenarnya tetapi berdasarkan nilai rangkingnya atau
skornya. Analisis korelasi dilakukan menggunakan software SPSS 16.0. Disini kita akan melihat hubungan antara kerusakan tanaman akibat konflik orangutan
yang disebabkan variabel ketinggian, kelerengan, jarak dari sungai, jarak dari jalan, dan jarak dari hutan. Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya
hubungan, digunakan Pedoman Pemberian Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pedoman Pemberian Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Keterangan
0,00 – 0,199 Tidak ada korelasi
0,20 – 0,399 Korelasi rendah
0,40 – 0,599 Korelasi sedang
0,60 – 0,799 Korelasi kuat
0,80 – 1,00 Korelasi sangat kuat
Sumber: Guilford 1956.
Penutupan Lahan Land Cover
Penafsiran untuk penutupan lahanvegetasi dibagi kedalam tiga klasifikasi utama yaitu Hutan, Non Hutan dan Tidak ada data, yang kemudian masing-
masing diklasifikasikan lagi. Kelas-kelas penutupan lahan yaitu lahan bervegetasi hutan, perkebunan, semak- belukar, rumput,, lahan terbuka, pemukiman dan air.
Contoh kelas penutupan lahan:
Universitas Sumatera Utara
1. Hutan, polanya dengan bentuk bergerombol diantara semak dan permukiman,
ukurannya luas, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar. 2.
Perkebunan, memiliki karakter bentuk dan pola bergerombol hingga menyebar terletak diantara hutan dan lahan-lahan terbuka, terkadang
bercampur dengan kawasan permukiman. 3.
Pemukiman, memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola di sekitar jalan utama.
4. Semak, tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau
agak terang dibandingkan hutan lebat, terdapat diantara perkebunan dan ada juga yang berbentuk spot.
5. Rumput mempunyai tekstur yang lebih halus daripada semak. Berwarna hijau
lebih terang dibandingkan dengan semak tidak terlalu luas, terdapat diantara perkebunan dan menyebar berbentuk spot.
6. Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan,
pemukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus.
7. Tubuh air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk yang berkelok-kelok
meander, danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar, genangan- genangan air berbentuk spot.
Pembuatan Peta Ketinggian
Data citra dari SRTM harus diubah dalam bentuk format gridDEM supaya dapat diproses dalam Model Builder. Proses pengubahan ini ini dilakukan dengan
menggunakan perangklat lunak Global mapper yang prosedurnya antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Citra diproyeksi dalam proyeksi Geographic LatitudeLongitude, dengan
datum WGS84. b.
Setelah citra diformat sesuai dengan yang ditentukan maka tahap selanjutnya adalah citra diformat ke dalam bentuk file DEM. Proses ini menggunakan
fitur Export raster and elevation data. c.
Kemudian data dalam bentuk file DEM tersebut dikonversikan ke grid dengan menggunakan Model Builder.
d. Setelah dikonversikan, data tersebut di reclassify sesuai dengan kelas
ketinggian yang telah ditentukan sehingga diperoleh peta ketinggian.
Pembuatan Peta Kelerengan
Prosedur pembuatan peta kelerengan sama dengan pembuatan peta ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari DEM ketinggian melalui proses Derive
Slope. Theme lereng tersebut kemudian dilakukan pembobotan berdasarkan nilai kemiringan lerengnya menggunakan Klasifikasi Lereng seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Lereng
Kelas Kemiringan Lereng
Keterangan I
0-8 Datar
II 8-15
Landai III
15-25 Bergelombang
IV 25-40
Curam V
40 Sangat curam
Nuarsa, I. W, 2004.
Penentuan Jarak
Fasilitas penentuan jarak ini banyak digunakan untuk membuat theme grid continue yang nilai selnya merupakan jarak dari suatu objek. Objek tersebut dapat
berupa theme shape file titik, garis area, atau theme grid dengan nilai integer.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah objek yang digunakan dalam proses ini dapat terdiri atas satu atau beberapa objek. Apabila kita menggunakan beberapa objek dalam penentuan
jarak, arcview akan menghitung jarak dengan objek terdekat. Fasilitas buffer digunakan dalam penentuan jarak, dilakukan pada objek
tersebut yang hasilnya merupakan shapefile feature atau objek grafis. Pada buffer kita dapat menentukan jarak yang kita inginkan. Buffer biasanya digunakan
untuk mewakili suatu jangkauan pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu kepentingan analisis spatial Nuarsa, I. W,
2004. Cagar Alam Dolok Sibual-buali CADS merupakan salah satu kawasan
konservasi di Sumatera Utara yang kaya dengan keanekaragaman hayati berupa spesies tumbuhan dan satwa liar Hasibuan, 2011. Pada mulanya kawasan hutan
Dolok Sibual-buali merupakan kawasan hutan lindung, dan baru ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
215KptsUm41982, tanggal 8 April 1982 dengan luas kurang lebih 5.000 Ha. Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut maka
Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada ketinggian 750-1.819 m dpl. Kemiringan lahan
sebagian besar adalah curam 21-55. Jenis tanahnya berupa tanah alluvial yang berhumus sedang dengan warna tanah coklat tua kehitaman dengan pH antara 5-
6,5. Suhu maksimum 29
o
C da minimum 18
o
C dengan kelembaban antara 35- 100 Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Overlay Peta Titik Koordinat Daerah Rawan
Konflik Orangutan Pongo abelii dengan Masyarakat
Ubah ke shp ArcView GIS 3.3
DNR Garmin
Peta Daerah Rawan Konflik Orangutan Pongo abelii dengan
Masyarakat di Desa Aek Nabara, Desa Batu
Peta Tutupan Lahan Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail, Desa Bulu Mario, dan
Desa Sitandiang
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian Data Lapangan Berupa Titik Koordinat
Titik Koordinat Daerah Rawan Konflik Orangutan Pongo abelii
dengan Masyarakat Desa Aek Nabara, Desa Batu Satail,
Desa Bulu Mario, dan Desa Sitandiang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Bagan Alur Proses Pengolahan Data Mulai
Uji statistik korelasi Rank
Spearman
Hubungan faktor biofisik dengan konflik orangutan dan manusia
Data biofisik: - ketinggian
- kelerengan - jarak lokasi dari sungai
- jarak lokasi dari jalan, dan
- jarak lokasi dari hutan. Titik Koordinat
Daerah Rawan Konflik Orangutan
Pongo abelii dengan
Data spasial sebaran konflik orangutan dengan manusia
Pengumpulan data
Peta Tutupan
Data spasial Penutupan Lahan
Land Cover
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Kejadian Konflik Orangutan dengan Masyarakat