UNDANG – UNDANG MEDIA Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian Baku 1. Pengertian Perjanjian Baku

B. UNDANG – UNDANG

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04DSN-MUIIV2000 tentang Murabahah Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 1014.DPbS. Al – Qur’an dan Terjemahannya.

C. MEDIA

Rifka dejavu, Pembiayaan Murabahah Antara Syariah dan Bisnis, http:ekonomi.kompasiana.commoneter20110309pembiayaan- murabahah-antara-syariah-dan-bisnis. Mewujudkan Kesetaraan dan Keaadilan Perbankan, Peluang Bank Syariah. “Media Indonesia” 28 Mei 2001. M. Syafii Antonio, http:shariahlife.wordpress.com20070116pembiayaan- bank-syariah, diakses tanggal 16 Maret 2012. Syafe’I, Rachmat. Tinjauan Yuridis Terhadap Perbankan Syariah, http :www.pikiran-rakyat.comcetak20050305210802.htm, diakses tanggal 3 Januari 2012. Universitas Sumatera Utara

BAB III BENTUK PERJANJIAN DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA

PT. BANK SYARIAH MANDIRI PEMATANGSIANTAR

A. Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian Baku 1. Pengertian Perjanjian Baku

Salah satu asas yang dikenal dan dianut dalam hukum perjanjian di Indonesia ialah asas kebebasan berkontrak. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh Pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Dan dari Pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Perjanjian baku pada dasarnya merupakan perjanjian yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, dimana pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Defenisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan tersebut adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 46 Sedangkan perjanjian menurut R. Wiryono Prodjodikoro adalah suatu perbuatan hukum dimana mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam 46 R. Subekti, Hukum Perjanjian ,Op.Cit , hal. 7. Universitas Sumatera Utara mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut. 47 Selanjutnya menurut Hoffman, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara- cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu. 48 Perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract” atau “standard voorwaarden”. Di luar negeri belum terdapat keseragaman mengenai istilah yang dipergunakan untuk Dalam hal ini dikatakan sebagai perjanjian apabila seseorang yang mengikatkan dirinya itu memiliki hak dan pihak lainnya memikul kewajiban, dimana hak itu berwujud pelaksanaan prestasi oleh debitur yang memiliki kewajiban untuk memenuhi hak yang dimiliki oleh kreditur. Selama perkembangannya hampir setengah abad hukum perjanjian Indonesia mengalami perubahan, antara lain sebagai akibat dari keputusan badan legislatif dan eksekutif serta pengaruh dari globalisasi. Dari perkembangan tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali dilakukan dalam bentuk perjanjian baku standard contract, dimana sifatnya membatasi asas kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau setidak-tidaknya diawasi pemerintah. 47 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal. 11 48 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, PT. Binacipta, Bandung, 1987, hal. 2. Universitas Sumatera Utara perjanjian baku. Kepustakan Jerman mempergunakan istilah “Allgemeine Geschafts Bedingun”, “standard vertrag”, “standaardkonditionen”. Dan Hukum Inggris menyebut dengan “standard contract”. Mariam Darus Badrulzaman, menerjemahkannya dengan istilah “perjanjian baku”, yang berarti perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir 49 Kontrak Standar merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah pada prakteknya. . Baku berarti patokan, ukuran, acuan. Olehnya jika bahasa hukum dibakukan, berarti bahwa hukum itu ditentukan ukurannya, patokannya, standarnya, sehingga memiliki arti tetap yang dapat menjadi pegangan umum. Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan sosial ekonomi. Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat- syarat secara sepihak. Pihak lawannya wederpartij pada umumnya mempunyai kedudukan lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, dan hanya menerima apa yang disodorkan. Pemakaian perjanjian baku tersebut sedikit banyaknya telah menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan kepentingan masyarakat, terlebih dengan mengingat bahwa awamnya masyarakat terhadap aspek hukum secara umum, dan khususnya pada aspek hukum perjanjian. 49 Mariam Darus Badrulzaman, “Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku Standard”, Makalah pada Simposium Aspek – Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen” diselenggarakan BPHN Departemen Kehakiman pada 16 – 18 Oktober 1980 di Jakarta. Universitas Sumatera Utara Para sarjana mendefinisikan perjanjian baku standard contract sebagai berikut: a. Munir Fuadi “Kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak boilerplate dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.” 50 “Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo menjelaskan perjanjian baku merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya, walaupun harus diakui bahwa klausula yang terdapat dalam perjanjian baku banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari Pihak perancang perjanjian baku kepada pihak lawannya, namun setiap kerugian yang timbul dikemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang bertanggungjawab berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula tersebut merupakan klausula yang dilarang berdasarkan Pasal 18 UUPK.” b. Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo 51 Perjanjian Baku adalah perjanjian yang di dalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir yang bermacam-macam bentuknya. c. Mariam Darus Badrulzaman 52 Abdulkadir Muhammad menjelaskan perjanjian baku adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap d. Abdulkadir Muhammad 50 Munir Fuadi, Hukum Kontrak, Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 76 51 Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 118 52 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 47. Universitas Sumatera Utara konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. Yang distandarisasi atau dibakukan adalah meliputi model, rumusan, dan ukuran. 53 Di Indonesia dijumpai tindakan negara yang dalam hal ini ikut campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah tentang hal yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikanpengusaha. Dari definisi para ahli tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian baku adalah perjanjian yang memuat di dalamnya klausula – klausula yang sudah dibakukan, dan dicetak dalam bentuk formulir dan dengan jumlah yang banyak serta dipergunakan untuk semua perjanjian yang sama jenisnya. Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan legislature terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis. 53 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal 6. Universitas Sumatera Utara Tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasan berkontrak, namun hanya UU atau Perppu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak itu penting mengingat dalam perjajian harus terdapat adanya: 1 Unsur esensialia, unsur yang mutlak ada dalam suatu perjanjian karena ditetapkan melalui UU yang bersifat memaksa. Contoh: “Sebab yang halal” 2 Unsur naturalia, unsur yang tidak mutlak ada ditetapkan dalam UU yang bersifat mengatur; boleh disimpangi atas kesepakatan para pihak. Contoh: menyimpang dari Pasal 1491 KUHPerdata, biaya pengiriman ditanggung oleh pembeli bukan penjual. 3 Unsur aksidentalia, unsur yang tidak ditetapkan oleh UU; boleh ditambahkan atas kesepakatan para pihak. Contoh: jual beli rumah mencakup AC yang sudah terpasang. Ketentuan yang sangat penting dalam hubungan dengan perjanjian menurut KUHPerdata, anatara lain adalah Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Pentingnya Pasal 1320 KUHPerdata disebabkan dalam Pasal tersebut diatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu : 1. adanya kata sepakat; 2. adanya kecakapan; 3. terdapat objek tertentu; dan 4. terdapat sebabkausa yang halal. Universitas Sumatera Utara Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang merupakan tiangnya hukum perdata berkaitan dengan penjabaran dari asas kebebasan berkontrak, yaitu: 1. bebas membuat jenis perjanjian apa pun; 2. bebas mengatur isinya; 3. bebas mengatur bentuknya. Kesemuanya dengan persyaratan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Timbul pertanyaan apakah perjanjian baku memenuhi asas konsensualisme dan asas kebebasan berkontrak seperti yang tertuang dalam Pasal 1320 dan 1338 ayat 1 KUHPerdata? Mengenai hal ini terdapat 1 satu pendapat: 1. Perjanjian baku tidak memenuhi unsur-unsur perjanjian seperti yang diatur pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata; 2. Perjanjian baku memenuhi unsur-unsur perjanjian seperti yang dimaksud pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Seperti telah diuraikan, isi perjanjian baku telah dibuat oleh satu pihak, sebagai pihak lainnya tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas. Singkatnya tidak terjadi tawar menawar mengenai isi perjanjian sebagaimana menurut asas kebebasan berkontrak. Dengan demikian, dalam perjanjian baku berlaku adagium, “take it or leave it contract”. Maksudnya apabila setuju silakan ambil, dan bila tidak tinggalkan saja, artinya perjanjian tidak dilakukan.

2. Ciri – Ciri Perjanjian Baku

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Universitas Sumatera Utara Pengertian klausula baku berdasarkan Pasal 1 angka 10 UUPK, yaitu: setiap aturan atau ketentuan dari syarat-syarat yang telah di persiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang di tuangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Abdulkadir Muhammad, menuliskan secara sederhana perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 54 Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau organisasi pengusaha. Karena a. Bentuk Perjanjian Tertulis Bentuk perjanjian meliputi naskah perjanjian secara keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Kata-kata atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau akta di bawah tangan. b. Format Perjanjian Dibakukan Format perjanjian meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan oleh model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. c. Syarat-syarat Perjanjian Ditentukan Oleh Pengusaha 54 Abdulkadir Muhammad, Op.cit. Hal. 6-9 Universitas Sumatera Utara syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pengusaha, maka sifatnya lebih menguntungkan pihak pengusaha ketimbang konsumen. Hal ini tergambar dalam klausula eksonerasi berupa pembebasan tanggung jawab pengusaha, tanggung jawab tersebut menjadi beban konsumen. d. Konsumen Hanya Menerima Atau Menolak Jika konsumen menerima syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan kepadanya, maka ditandatanganilah perjanjian tersebut. Penandatanganan perjanjian tersebut menunjukkan bahwa konsumen tersebut bersedia memikul beban tanggung jawab. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan tersebut, ia tidak bisa melakukan negosiasi syarat-syarat yang sudah distandarisasikan tersebut. e. Perjanjian Baku Selalu Menguntungkan Pengusaha Perjanjian baku dirancang secara sepihak oleh pihak pengusaha, sehingga perjanjian yang dibuat dengan cara demikian akan selalu menguntungkan pengusaha, terutama dalam hal-hal sebagai berikut : 1 Efisiensi biaya, waktu dan tenaga; 2 Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blanko yang siap diisi dan ditandatangani; 3 Penyelasaian cepat karena konsumen hanya menyetujui dan atau menandatangani perjanjian yang ditawarkan kepadanya; 4 Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak; 5 Pembebanan tanggung jawab. Universitas Sumatera Utara Adapun menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian baku memiliki ciri –ciri sebagai berikut : 55

3. Jenis - Jenis Perjanjian Baku

a Isinya ditetapkan sepihak oleh pihak yang posisinya lebih kuat; b Masyarakat dalam hal ini debitur, sama sekali tidak ikut bersama – sama menentukan isi perjanjian; c Terdorong oleh kebutuhan, debitur terpaksa menerima perjanjian itu; d Dipersiapkan terlebih dulu secara missal dan kolektif; Perjanjian baku mengandung sifat yang banyak menimbulkan kerugian terhadap konsumen. Perjanjian baku yang banyak terdapat di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis, antara lain: a. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur. Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif. b. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian yang mempunyai objek hak atas tanah. c. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaries atau advokat, adalah perjanjian yang konsepnya sejak semula disediakan. Untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat 55 Mariam DarusBadrulzaman,Op.Cit,.hal.45 Universitas Sumatera Utara yang bersangkutan. Dalam perpustakaan Belanda jenis ini disebut contract model. Bentuk perjanjian baku dengan syarat – syarat baku umumnnya terdiri atas: 56 56 AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2002, Hal 95-96 1 Dalam bentuk dokumen Merupakan suatu perjanjian yang konsepnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak. Biasanya memuat persyaratan khusus baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal – hal tertentu dan atau berakhirnya perjanjian itu. 2 Dalam bentuk persyaratan- persyaratan dalam perjanjian Perjanjian ini dapat pula dalam bentuk lain seperti yang termuat dalam berbagai kuitansi, tanda penerimaan atau tanda penjualan, kartu – kartu tertentu, pada papan pengumuman yang diletakkan dalam di ruang termuat dalam kemasan atau pada wadah produk yang bersangkutan. Walaupun belum dilakukan penelitian secara pasti, dewasa ini sebagian besar perjanjian dalam dunia bisnis berbentuk perjanjian bakuperjanjian standarstandard contract. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang isinya telah diformulasikan oleh suatu pihak dalam bentuk- bentuk formulir. Universitas Sumatera Utara 4. Perjanjian Baku menurut KUHPerdata dan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen Di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata tidak diatur secara spesifik mengenai perjanjian baku, namun perjanjian baku tetap diperbolehkan dalam praktek – praktek perjanjian, dengan catatan tidak bertentangan dengan syarat – syarat dan prinsip – prinsip dalam hukum perikatan pada umumnya. Namun, Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Secara sepintas, dapat terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau tidak sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual, mengingat terms and conditionnya telah ditetapkan pre determined secara sepihak. Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat syarat tersebut oleh pihak lainnya dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk menerima persyaratan persyaratan dimaksud. Mengingat penundukan sukarela yang demikian, maka penting dijaga bahwa terms and condition tersebut memenuhi unsur-unsur keadilan, kepatutan, keseimbangan dan perlindungan bagi pihak yang secara objektif faktual berada dalam posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual tersebut antara lain dapat berupa tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk merundingkan terms and conditions atau posisi tawar yang relatif lebih lemah baik karena kedudukan Universitas Sumatera Utara monopolistis atau karena sifat barang danatau jasa yang menjadi objek perjanjiannya. Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan tersebut timbul mengingat sifat-sifat dari transaksi seperti berulang- ulang dan relatif homogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia perdagangan.Namun demikian, Undang-undang membatasi kebebasan dari satu pihak untuk mendiktekan ketentuan dan syarat- syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-asas umum pada perikatan. Undang-undang no. 8 tahun 1999 dalam konsideransnya menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab; Selain itu juga dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;Berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, pembatasan-pembatasan pada kontrak baku justru diperlukan untuk melindungi asas kebebasan berkontrak yang berlaku secara universal itu. Selengkapnya bunyi Pasal 18 Undang undang Nomor 8 tahun 1999 adalah sebagai berikut : Pasal 18 ayat 1, Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: Universitas Sumatera Utara a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Universitas Sumatera Utara Pasal 18 ayat 2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pasal 18 ayat 3 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang- undang ini. Sebenarnya pengaturan perundang-undangan perlindungan konsumen ini adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada perikatan dalam KUHPerdata, pada Pasal 1493 dan Pasal 1494 yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 1493, kedua belah pihak, dengan persetujuan- persetujuan istimewa boleh memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini dan bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung sesuatu apa pun. Dalam Pasal 1494 meskipun telah diperjanjikan bahwa penjual tidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia tetap bertanggung jawab atas akibat dari suatu perbuatan yang dilakukannya, segala persetujuan yang bertentangan dengan ini adalah batal. Satu hal yang sangat jelas pada kedua produk perundang-undangan di atas adalah tidak diperbolehkannya satu pihak yang seyogianya bertanggungjawab tetapi mengalihkan atau tidak mengakui tanggungjawab tersebut, atau yang disebut sebagai klausul eksonerasi. Undang-undang perlindungan konsumen UUPK menentukan beberapa hal tentang tanggung jawab liability, yang diatur dalam Bab VI Universitas Sumatera Utara Tentang Tanggung jawab Pelaku Usaha, dimulai dari Pasal 19 hingga Pasal 28 UUPK. Ketentuan tentang tanggung jawab liability yang terdapat dalam Bab Tanggung Jawab Pengusaha atau Produsen merupakan permesan dari asas product liability. Bahkan sebagian besar pakar memandang, eksistensi product liability sudah disyaratkan mulai dari Pasal 7 hingga Pasal 18 UUPK. Inti dari product liability dalam ketentuan ini adalah, pelaku usaha bertanggungjawab atas kerusakan, kecacatan, penjelasan, ketidaknyamanan, dan penderitaan yang dialami oleh konsumen karena pemakaian atau mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan. 57

B. Perjanjian Baku pada Pembiayaan Murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar