Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam

(1)

KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN

KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA

DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA

SYARI’AH CABANG BATAM

TESIS

OLEH AMINAH 097011136/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN

KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA

DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA

SYARI’AH CABANG BATAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

AMINAH 097011136/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM

Nama Mahasiswa : Aminah Nomor Pokok : 097011136 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) Anggota

(Notaris Dr.Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)

Dekan

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada :

tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Idha Aprilliana, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.

Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.

Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.

Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.


(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, ucapan terimakasih. yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang kostruktif dalam penulisan tesis ini sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempuma dan terarah.

Selanjutnya ucapan terimakasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, CTM, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Uniyersitas Sumatera Utara.


(8)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Idha Aprilliana, SH, MHum, selaku Dosen Penguji Tesis, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Bapak Kapten Laut Wujud Wiyono, ST, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada Penulis selama menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Seluruh Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajaf dibangku perkuliahan. 8. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

10. Motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya, Ayahanda H. Sobri Gunawan Ratu dan (Almh) Ibunda Rusminah serta kakak-kakak dan adik-adikku yang telah memberikan semangat dan doa kepada Penulis. Terkhusus kepada adikku Nety Lokasari.

11. Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada suami tercinta H.M.Rusli Mahmood dan anak anak tersayang Muhammad Baasith dan Aisyah Aqilah Humairah, yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan Penulis dan juga dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua, amin ya rabbal alamin.

Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Aminah

2. Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 07 Juni 1973 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

7. Alamat : Villa Panbil No. No. 7 G Bintan 8. Nama Suami : M. Rusli Mahmood

9. Anak : 1. Muhammad Baasith

2. Aisyah Aqilah Humairah

10. Nama Ayah : Sobri Gunawan Ratu Ibu : Rosminah (Almh) 12. PENDIDIKAN

a. SD : SD Negeri No. 1 Pel.Dalam Palembang c. SMP : SMP Negeri No. 1 Pamulutan Palembang d. SMA : SMEA Negeri No. 1 Kayu Agung Palembang e. Strata 1 : Fakultas Ilmu Hukum


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 7

1. Kerangka Teori... 7

2. Konsepsi... 17

G. Metodologi Penelitian ... 21

1. Sifat Penelitian ... 21

2. Lokasi Penelitian... 23

3. Sumber Data... 24

4. Alat Pengumpul Data ... 24


(12)

BAB II. HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK

TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM... 27

A. Pengertian Wakalah dalam Pandangan Hukum Islam ... 27

B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 30

C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan bank Konvensional ... 36

1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syari’ah... 36

2. Akad Pembiayaan KPR di Bank Konvensional ... 44

BAB III. KEKUATAN YURIDIS AKAD WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH... 49

A. Pengertian Murabahah... 49

B. Praktek Wakalah dalam Kasus Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 58

1. Praktek Wakalah Dalam Kasus Murabahah... 58

C. Dasar Hukum Akad Wakalah dan Akad Murabahah Yang Menjadi Pedoman Bank Tabungan Syari’ah Cabang Batam .. 71

BAB IV. PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH DAN PERBANDINGAN DENGAN HUKUM ISLAM... 85

A. Peraturan Bank Indonesia Tentang Akad Wakalah... 85

B. Dasar Hukum Wakalah Dalam Hukum Islam... 92

C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat Dari Perbedaan dan Persamaan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional 103 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran-Saran ... 112


(13)

(14)

ABSTRAK

Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.

Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.

Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.

Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.


(15)

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diantara sekian banyak akad perbankan yang dikembangkan dalam sistem perbankan syari’ah, salah satu diantaranya akad wakalah, yang berarti pemberian kuasa, sebagaimana diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menyelenggarakan suatu urusan.

Menurut ulama hukum lslam akad adalah ikatan atau perjanjian. Ulama mazhab dan kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah mendefinisikan akad sebagai suatu perikatan atau perjanjian, lbnu Taimiyah mengatakan, akad adalah setiap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan, perwakafan, hibah, perkawinan, dan pembebasan.1

Rumusan akad diatas mengartikan bahwa perjanjian harus merupakan perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu hal yang khusus. Pengertian akad secara bahasa ikatan, mengikat, meyambung atau menghubungkan. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah

1


(17)

satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali.2 Dalam hukum lslam kontemporer istilah iltizam disebut perikatan (verbintenis) dan istilah “akad” ini disebut juga perjanjian (overeenkomst) atau kontrak.

Sementara iltizam merupakan istilah baru untuk menyebut perikatan secara umum. Semula dalam hukum lslam pra modern istilah iltizam hanya dipakai untuk menunjukkan perikatan yang timbul dari kehendak satu pihak saja, hanya kadang-kadang saja dipakai dalam arti perikatan yang timbul dari perjanjian.3

Akad ini diwujudkan pertama dalam ljab dan Kabul. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Ijab dan kabul ini diadakan untuk menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan sesuai dengan kehendak syariat.

Artinya seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak atau lebih diangap sah apabila sesuai dengan atau sejalan dengan ketentuan hukum lslam.4 Untuk sahnya suatu akad para ahli Fiqh menyatakan harus memenuhi rukun / syarat akad.

2

Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamallah Kontekstual, Cet, 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

2002, hal. 75.

3

Subekti, Hukum Perjanjian, lntermasa, Jakarta,1992, hal 2

4


(18)

Adapun rukun/syarat sahnya suatu akad terbagi 3 (tiga) yaitu :

1. Syarat Rukun, yakni Ijab dan Kabul, yakni berbentuk perkataan, tulisan, perbuatan, dan isyarat, semua rukun diatas mempunyai kekuatan hukum yang sama.

2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) atau pihak-pihak yang berakad, dan pernyataan untuk mengikatkan diri.

3. Syarat Objektif, yakni al-ma’qud alaih/mahal al-qud/mahal al-‘aqd atau objek akad, dan maudhu’al-aqd atau tujuan akad.5

Didalam perbankan syari’ah dikenalkan kepada masyarakat beberapa akad pelayanan jasa berdasarkan hukum lslam dan peraturan Bank lndonesia Nomor : 9/19/PBI/2007 sebagai berikut :

1. Wakalah, akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

2. Hawalah (pemindahan), akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayarnya.

3. Kafalah (beban/tanggungan), akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).

4. Rahn (jaminan), akad menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai

5


(19)

ekonomi, dengana demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh barang atau sebagian piutangnya.

5. Sharf (kegiatan jual beli mata uang asing), transaksi pertukaran mata uang asing yang berlainan jenis. Kegiatan jual beli mata uang asing lazim dilakukan diperbankan, begitu juga di perbankan syariah. 6

Diantara sekian banyak akad yang dicamtumkan diatas, Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam hanya menggunakan satu akad saja dalam pemberian pembiayaan pelaksanaan perikatan kredit kepemilikan rumah yaitu media Akad Wakalah. Penggunaan Akad Wakalah dalam perikatan pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam merupakan bentuk pemberian kuasa kepada pihak bank dalam hal pembelian barang.

Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam dalam pelaksanaan perikatan jual beli pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selain akad wakalah juga menggunakan akad murabahah sebagai akad perikatan jula beli, karena akad murabahah dan akad wakalah bergandengan dalam hal perikatan, yakni tanpa ada akad wakalah, akad murabahah tidak dapat terlaksana, khusus dalam hal pembelian pemberiaan pembiayaan kredit .7

Dalam pelaksanaan akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam tidak melakukan/mempraktekkan akad wakalah yang dianjurkan oleh Fatwa

6

Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah di Indonesia, PT.Citra Adtiya

Bakti, Bandung, 2009, hal 268

7

Hasil Wawancara Dengan Setiyadi, Kepala Bagian, tanggal 1 Oktober 2011 di Kantor BTN Syariah Cabang Batam.


(20)

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia. Tetapi oleh pihak bank hanya diselipkan saja pada akad murabahah dan dibuat terpisah.

Pentingnya pembahasan penelitian ini karena dalam kasus pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam, bentuk akad yang digunakan adalah akad murabahah dan juga akad wakalah. Berdasarkan semua kenyataan yang ada tersebut atas, maka dianggap bahwa permasalahan diatas adalah merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas dan diteliti. Atas latar belakang masalah diatas maka dipilihlah judul dalam tesis ini yaitu : “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam.”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ? 2. Bagaimana Kekuatan Yuridis Akad Wakalah pada Perjanjian Pembiayaan

Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ?

3. Bagaimana Pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan perbandingan dalam Hukum Islam ?


(21)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam

2. Mengetahui kekuatan yuridis Akad Wakalah pada perjanjian pembiayaan rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam.

3. Mengetahui bagaimana pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan perbandingan dalam hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara praktis maupun teoritis, yaitu :

1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para notaris, praktisi bank, dan masyarakat luas sehingga seluruh lapisan masyarakat yang berkepentingan dapat memiliki keyakinan hukum yang kuat dan benar. Terutama apabila menggunakan akad Wakalah dalam pemberian kuasa dari bank kepada nasabah.

2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk membentuk sistem peraturan perundang-undangan yang lebih adil, sehingga peraturan hukum itu dapat melindungi hak dan kepentingan hukum semua lapisan


(22)

masyarakat yang berhubungan dengan bank. Terutama hak dan kepentingan masyarakat yang memiliki kemampuan sosial ekonomi menengah kebawah. Selanjutnya dengan penemuan hukum ini, aparat yang berwenang dapat membuat peraturan perundang-undangan yang tepat, sehingga bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat luas.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Magister Konatariatan, bahwa belum ada penelitian yang membahas masalah dengan judul ”Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam”. Oleh karena itu judul dan penelitian dijamin keasliannya sepanjang mengenai keyakinan penelitian dan akan dapat di pertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus Umum Bahasa


(23)

lndonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori adalah : “ pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”8

Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan berfikir dan mengukur sesuatu berdasarkan variabel-variabel yang tersedia.

Teori di pergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.9

Menurut W.L.Neuman, yang pendapatnya di kutip oleh Otje Salman dan Anton F Susanto, menyebutkan bahwa :

“Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.10

Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut :

“Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11

8

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985,

hal.1055.

9

J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal 192-193.

10

HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,

hal.22

11


(24)

Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama tentang keabsahan akad wakalah yang dilaksanakan dalam akad murabahah.

Dengan kata lain yaitu tentang masalah kekuatan yuridis dari akta pemberian kuasa yang digunakan oleh bank sebagai dasar hukum untuk membeli rumah dari pengembang/penjual dari bank kepada nasabah.

Dalam pembahasan pada tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan teori hukum perikatan atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu kuasa.

Jadi kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, yang berisi kewenangan dalam pemberian kuasa, sebagaimana diatur dalam hukum perjanjian dan hukum pemberian kuasa. Karena kesepakatan atau persetujuan dalam suatu perjanjian adalah merupakan undang-undang yang mengikat bagi para pihak yang berjanji.

Selanjutnya bila dikaji dalam prinsip syariah, maka klausul pemberian kuasa yang ada didalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan murabahah atau dalam pengertian lain surat pemberian kuasa yang dibuat tersendiri mengikuti akad pembiayaan yang berisi pemberian kuasa tersebut, adalah merupakan bagian dari hukum perikatan Islam, yang kedudukannya adalah merupakan salah satu sub sistem dari sistem hukum nasional Indonesia.


(25)

Perlu kiranya ditegaskan dalam pembahasan tesis ini, bahwa ada asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, adalah berdasarkan pada satu kaedah hukum, yang terdapat dalam hukum perjanjian. Karena bila dilihat dalam ketentuan hukum perjanjian tersebut, maka undang-undang telah memberikan hak dan kewenangan pada setiap orang, untuk dapat memindahkan hak dan wewenangnya itu kepada orang lain melalui pemberian kuasa.

Dengan ketentuan, bahwa pemberian kuasa itu harus berdasarkan pada kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam pengertian yang lebih khusus lagi dijelaskan, bahwa kerangka teori ini adalah berdasarkan pada suatu prinsip, dimana setiap orang berwenang untuk memberikan kuasa melalui hukum pemberian kuasa. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa dasar hukum yang dijadikan landasan dalam mengembangkan kerangka teori-teori ini adalah

berdasarkan teori hukum perjanjian yang mengatur kewenangan dalam pemberian kuasa, serta hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu

kuasa tersebut. 12

Setiap orang dapat memberikan kuasa dan wewenangnya dalam pemberian kuasa, hal ini terdapat dalam pasal-pasal hukum perjanjian, terutama kaedah hukum yang mengatur tentang hak setiap orang, untuk mengadakan perjanjian pada setiap orang.

Sesuai dengan makna dari suatu kaedah hukum, maka kaedah hukum selalu diartikan sebagai berikut :

12


(26)

“Sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu berperilaku, bersikap didalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi.”13

Dari kaedah diatas dapatlah di ketahui bahwa kaedah hukum yang mengatur tentang kesepakatan dalam mengadakan perjanjian untuk memindahkan hak dan wewenang dalam pemberian kuasa adalah nilai hukum yang terdapat dalam peraturan konkrit pada pasal-pasal hukum perjanjian, baik yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maupun dalam peraturan-peraturan hukum lainnya. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini, adalah merupakan hak warga negara, dimana perjanjian diantara para pihak adalah merupaka undang-undang yang mengikat diantara para pihak tersebut.

Ahmadi Biru dalam Bukunya menyebutkan, bahwa : ”Kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis.14

Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, sehingga tidak ada perjanjian kalau kesepakatan dan persetujuan tidak ada. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian

13

Sudikno Mortokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,

hal. 11.

14

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Rancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo Persada,


(27)

didasarkan pada pasal 1338 ayat KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian, baik terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, maupun terhadap segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUH Perdata yang menyebutkan, bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang memenuhi isi daripada perjanjian tersebut. Karena itu suatu perjanjian mengandung janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji-janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan harus dilaksanakan.

Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada yang mendasarkannya pada Pasal 1320 KUH Perdata ini, undang-undang menetapkan, bahwa :

Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Syarat harus sepakat bagi para pihak yang berjanji, berarti perjanjian terpaksa atau dipaksa oleh pihak ketiga lainya adalah tidak sah atau batal demi hukum. Tentang paksaan yang dilakukan dalam membuat suatu perjanjian, Undang-undang


(28)

menegeaskan kembali dalam pasal 1323 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut : ”Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.”

Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata, yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat mengenyampingkan, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

Tentang kebebasan untuk mengadakan perjanjian ini, Ahmadi Miru menyebutkan lagi dalam bukunya sebagai berikut :15

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya :

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan

e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan.

Dalam hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu akad perjanjian, serta pemberian kuasa atau wakalah adalah juga merupakan hak

15


(29)

yang dimiliki setiap manusia, dimana orang yang berjanji harus memenuhi janjinya. Dalam Al-quran Surat Al-Maidah ayat 1, Allah SWT. Berfirman yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”16 Ahli pentafsir Al-quran menjelaskan, bahwa makna aqad dalam firman Allah SWT tersebut diatas adalah : “Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah, dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.”17

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut diatas, syariat lslam menetapkan, bahwa setiap manusia diminta untuk memenuhi aqadnya atau janjinya. lstilah al-aqdu, atau yang dalam literatur lndonesia dikenal dengan istilah akad, makna dan essensi dasarnya dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata. ”Istilah verbintenis yang dalam bahasa Belanda berarti mengadakan perjanjian.”18

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa dalam perikatan hukum lslam titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur serah terima/ikrak (ijab kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul), maka terjadilah aqdu (perikatan).

Berdasarkan essensi dasar ini, maka dapat dilihat, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang ada dalam ijab kabul adalah menjadi syarat utama sahnya suatu perjanjian.

16

Al-Quran dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Quran,

Yakarta, 1971, hal. 156.

17

Ibid., hal. 15.

18


(30)

Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yang dilakukan oleh para pihak.

Adapun syarat-syarat umum suatu akad itu ialah :19

1. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf)

2. Obyek akad itu diakui oleh nash (ayat atau hadis) syara’. 3. Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadis)syara’.

4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu.

5. Akad itu bermanfaat.

6. Pernyataan ijab tetap utuh sampai terjadinya Kabul. 7. ljab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.

8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara’.

Sedangkan Gemala Dewi dkk dalam bukunya menyimpulkan, bahwa ada tiga unsur pokok yang harus ada dalam suatu aqad atau perjanjian yaitu :20

Persyaratan diatas juga merupakan syarat wajib yang harus dilakukan pada saat akad wakalah/pemberian kuasa, masih dalam kaitan hukum perikatan, maka wakalah/pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan bagian hukum perikatan atau perjanjian. Karena dalam pemberian kuasa, harus ada

19

Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih lslam Dan Praktek Di Bank Sistem

Syariah, Medan, 2005, hal. 121.

20


(31)

persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa. Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan.

Dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat juga dilakukan secara lisan. Dalam perbankan syari’ah pembiayaan kredit kepemilikan rumah merupakan salah satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (Perwakilan/Pemberian Kuasa).21

a. Pertalian ijab dan qabul b. Dibenarkan oleh syara’

c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya

Dari semua uraian diatas dapat diketahui, bahwa apabila berbicara mengenai Wakalah, adalah maksudnya berbicara tentang pemberian kuasa dalam jual beli, yang dalam hukum lslam dan Hukum Perdata masuk kedalam lapangan hukum perjanjian/perikatan, atau aqad (bahasa Arab), dan Van Verbentenissen (bahasa Belanda),

Masih dalam kaitan hukum perikatan, maka pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan bagian dari hukum perikatan atau

21

Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Perbankan Syariah Perspektif

Praktisi, (Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan

Syariah, 1999), hal.117. Lebih lengkapnya disebutkan bahwa produk-produk yang dapat diaplikasikan

dengan prinsip wakalah adalah: Letter of Credit, berupa L/C Impor, Red Clause L/C, Diskonto Wesel

Expor Ussance L/C ke Bank Indonesia, jasa-jasa bank lainnya berupa Clean and Documentary

Collection, Money Transfer serta penyelesaian L/C (settlement L/C), yang apabila tidak tersedia dana

oleh nasabah dapat dilakukan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang prosesnya


(32)

perjanjian. Karena dalama pemberian kuasa, harus ada persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa.

Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan. Namun dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat dilakukan secara lisan. Tentang sifat suatu pemberian kuasa, KUH Perdata pasal 1792 menyebutkan sebagai berikut :

”Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Dari ketentuan pasal diatas jelas dapat dilihat, bahwa pemberian kuasa mengakibatkan timbulnya akibat hukum yang melahirkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Dari kerangka teori diataslah maka akan dicoba membahas masalah Pemberian kuasa/wakalah dalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan wakalah .

2. Konsepsi

Perlu dijelaskan bahwa konsepsi salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru dalam pikiran.

“Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.22 Konsep diartikan sebagai kata yang

22


(33)

menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.23

Definisi Operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi operasional ini, Tan Kamelo mengatakan sebagai berikut : “Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran mendua dari suatu istilah yang dipakai.24

Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.

Agar menghindari terjadinya salah pengertian dalam pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu :

23

Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

24

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,


(34)

a) Bank syariah/Bank lslam adalah mencakup bank umum syariah, Bank perkreditan rakyat syariah dan unit usaha syariah dari bank umum konvensional.

b) KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.

c) BTN adalah Bank Tabungan Negara yang dimiliki oleh Pemerintah dengan dua bentuk, Bank Tabungan Negara Konvensional dan Bank tabungan Negara Syariah, Bank ini telah memberikan kontribusi dalam pembangunan negara yang secara luas telah membuktikan ikut memberikan kontribusi turut mensejahterahkan warga negara dengan menyediakan kredit kepemilikan rumah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

d) Pengertian Wakalah dalam hukum lslam, adalah memiliki makna yang sama dengan istilah Pemberian Kuasa dalam pasal 1792 KUH Perdata. e) Pengertian Aqad (bahasa Arab) dalam hukum lslam, adalah memiliki

makna yang sama dengan istilah perjanjian (bahasa lndonesia) atau verbintenis (bahasa Belanda), sebagaimana dimaksud dalam pasal 1233 dan 1315 KUH Perdata. Namun demikian ada juga yang menyamakan dengan istilah perikatan (bahasa lndonesia) atau overeenkomst (bahasa Belanda).


(35)

Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :

a. Kuasa mewakili, adalah memberikan kuasa dari seseorang kepada orang lain untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1792-1818 KUH Perdata lndonesia. Penjelasan atas pasal 19 ayat (1) huruh o Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 menjelaskan pengertian wakalah yaitu akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan tugas atas nama pemberi kuasa.

b. Aqad pembiayaan wakalah adalah suatu akad yang dilaksanakan oleh pihak Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam sebagai langkah awal akad pembiayaan murabahah sehingga terjadi suatu ikatan jual beli antara nasabah dengan Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank ditentukan berdasarkan harga beli dari pengembang ditambah sejumlah nominal tertentu untuk keuntungan bank, yang besar persentasenya disesuaikan dengan kesepakatan bersama. c. Dasar hukum adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dijadikan oleh seseorang sebagai dasar untuk bertindak dan melakukan suatu perbuatan hukum.


(36)

d. Pembelian barang dari pengembang maksudnya pihak bank membelikan rumah kepada nasabah dari pihak pengembang sebagai objek yang akan dijadikan perikatan akad .

e. Barang yang dimaksud berupa satu atau dua unit rumah untuk yang bernilai ekonomis untuk dijadikan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat di pertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan.

G. Metodologi Penelitian 1. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum, dikenal ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif ( tidak berbentuk angka). Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam :25

1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari : a) Penelitian terhadap asas-asas hukum; b) Penelitian terhadap sistematika hukum; c) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; d) Penelitian sejarah hukum;

e) Penelitian perbandingan hukum;

25

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press,


(37)

2. Penelitian Hukum Sosiologis dan Empiris yang terdiri dari : a) Penelitian terhadap indentifikasi hukum;

b) Penelitian terhadap efektivitas hukum;

Untuk memperjelas perbedaan pengertian antara penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis dan empiris, J. Supranto menjelas sebagai berikut Penelitian hukum normatif sering disebut juga studi hukum istilah dalam bahasa Inggris adalah Law in books.

Sedangkan penelitian hukum sosiologis disebut juga studi hukum dalam aksi/tindakan atau istilah dalam bahasa lnggris law in action. Disebut demikian karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-lembaga sosial lain, jadi merupakan studi hukum social yang non-doktrinal, sedangkan bersifat empiris artinya data yang terjadi di lapangan.26

Adapun penelitian yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah penelitian hukum Yuridis Normatif yang dalam perumusan dan pembahasan masalahnya bersifat kualitatif (tidak berbentuk angka).

Adapun maksud dari penelitian normatif ini upaya untuk penelitian yang dengan cara meneliti berbagai literatur, buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peristiwa dan realitas hukum yang telah terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan merupakan fakta-fakta dan realitas hukum yang telah menjadi suatu peristiwa hukum dan berlangsung secara terus menerus

26


(38)

tengah masyarakat dan merupakan fakta dan data yang didapat mendukung penulisan tesis ini.

Untuk itu dalam penelitian ini juga meneliti terhadap apa yang yang sudah dilakukan oleh bank dalam menggunakan surat kuasa pembelian barang dengan akad Wakalah, serta melihat kekuatan hukum akan akad wakalah dilihat dari Peraturan Bank dan lndonesia serta Landasan hukum Islam.

Jadi penelitian ini juga untuk mengiventarisasi, serta menghimpun berbagai pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan masalah hukum perbankan tentang pemberian kuasa.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam, yang beralamat di Jalan Sultan Abdul Rahman Komplek Lumbung Rejeki Blok D No. 07 Nagoya Batam.

Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam merupakan salah satu Bank Perkreditan yang memberi nilai kredit nominal diatas Rp. 500 juta.

Kemudian dalam penelitian awal diketahui, bahwa Bank Tabungan Negara syari’ah cabang Batam, pada umumnya menggunakan akta akad Wakalah sebagai kelengkapan administrasi dari akta perjanjian pembiayaan murabahah.


(39)

Selain itu untuk mendapatkan data pendukung, juga dilakukan penelitian pada beberapa bank Perkreditan Syari’ah lainnya yang berada di luar Kota Batam, seperti Tanjung Pinang dan Tanjung Uban.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua sumber, yaitu : a. Data Primer

Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengumpulan data secara langsung melalui wawancara, yaitu proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan langsung informasi atau keterangan-keterangan mengenai masalah diteliti.

b. Data Sekunder

Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, literatur-literatur, makalah, peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini yang dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.27

4. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obketif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka data dan penelitian ini di peroleh melalui :

27

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa norma-norma hukum seperti antara lain : peraturan perundang-undangan.Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Lihat : Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, hal. 55.


(40)

a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.28 b. Terhadap Data Sekunder, Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi

dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, karya ilmiah, seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Analisis Data

Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun sekunder, maka secara kualitatif dilakukn penyusunan analisi data yaitu pemaparan kembali kalimat dengan kalimat yang sistematis dan logis agar dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan dan akhirnya ditariklah suatu kesimpulan.

Dalam melakukan analisis data pada pada penelitian hukum normatif, Bambang Sunggono mengatakan bahwa pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data pada pembahasan berikut adalah :

28

Didalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen,atau bahan pustaka,pengamatan,observasi, dan wawancara. Lihat: Soerjono Soekanto, Ibid, hal. 66.


(41)

Memilih dan menghimpun pasal-pasal dalam undang-undang yang berisi kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah perjanjian, pengakuan hutang, pemberian jaminan, dan pemberian kuasa, serta pasal-pasal dalam undang-undang perbankan.29

29

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,


(42)

BAB II

HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM

A. Pengertian Wakalah Dalam Pandangan Hukum Islam

Wakalah (Perwakilan), penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat atau power of attorney (bahasa lnggris) akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktek wakalah dalam lembaga keuangan syariah mengharuskan adanya, muwakil atau yang mrwakili, wakil dalam hal bank ini dan taukil atau objek atau wewenang yang diwakilkan.

Sementara Al wakalah dalam fiqh Islam adalah penyerahan tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak yang berdasarkan pada definisi wakalah yaitu menyerahkan tugasnya atau urusannya kepada orang lain dan diserahkan tanggungjawabnya untuk bertindak bagi pihaknya. 30

Hikmah disyariatkan wakalah merupakan tugas asal tanggungjawab urusan seseorang yang terkadang tidak dapat meneruskan tugas itu oleh sebab keuzuran yang timbul pada pemberi kuasa dengan sebab-sebab dan urusan-urusan lain atau sakit sehingga berhalangan yang tidak dapat dihindari maka seseorang berhajat kepada orang lain yang boleh bertindak untuk menyempurnakan tanggung jawab tersebut maka terpaksa dia mewakilkan bagi pihak dirinya untuk faedah dan kebaikannya. Hukum berwakalah ada pada hukum syara’ adalah harus berdasarkan Al Qur’an dan sunnah.

30


(43)

Sebagaiman Firman Alllah SWT dalam Surah Al Kahfi ayat 19 yang bermaksud :

"Hendaklah kamu utuskan seorang daripada kamu ke bandar dengan membawa uang untuk membeli makanan."31

Diriwayatkan bahawa Rasullullah SAW telah mewakilkan Hakim bin Hazm membeli kambing untuk membuat qurban. Di riwayat dari Abdullah bin Jaafar r.a. berkata : Saidina Ali tidak pernah menghadir diri dalam perbicaraan berhubung dengan harta benda dan beliau mewakilkan Aqil r.a. bagi pihak dirinya. Maka atas aqad wakalah inilah kita menyediakan khidmat bagi pihak pelanggan untuk urusan jual beli dan amanah menjaga emas bagi pihak penyimpan emas. Elektronik dinar atau edinar hanyalah cara simpanan dan transaksi dinar emas.

Masyarakat Islam sejak zaman awal Islam telah menggunakan al wakalah dalam urusan jual beli, terutamanya yang melibatkan urusan yang jauh, dimana seseorang tidak dapat menghadirkan dirinya akan mewakilkan urusannya kepada orang lain. Rasullulah SAW sendiri bertindak sebagai wakil Siti Khadijah dalam urusan jual beli sebelum baginda diangkat menjadi rasul.

Pengertian lain tentang wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil32. Al-wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai berikut :

31

Rachmadi Usman, Op cit, hal 268

32


(44)

a. Golongan Malikiyah : “Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban)

b. Golongan Hanafiyah : “Seseorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”

c. Golongan Syafi’iyah : “Seseorang menyerahkan sesuatu kepada yang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya”

d. Golongan Hambali : “permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat penggantian hak Allah dan hak manusia”

e. Ulama fiqh klasik Al-Dhimyati : “seseorang menyerahkan urusannya kepada yang lain yang didalamnya terdapat penggantian”

f. Imam Taqy : “Seseorang yang menyerahkan hartanya untuk dikelola kepada orang lain ketika hidupnya”.33

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup34.

Wakalah dalam pengertian penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat juga terdapat dalam kata Al-hifzhu yang berarti pemeliharaan35. Karena itu penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap bermakna sama dengan hifzhun

33

Makalah, lzzudin Abdul Manaf, LC MA,Produk-produk syariah,peneliti STEI SEBI

34

Dr. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Press, hal. 233.

35

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori


(45)

(pemeliharaan), kata yang digunakan dalam pelaksanaan akad wakalah adalah wakalah, karena antara wakalah dan wikalah mempunyai pengertian yang sama.36

Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau berakhir adalah: a.) Bila salah satu pihak yang berakad Wakalah itu tidak dalam kondisi sadar.

b.) Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan.

c.) Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.

d.) Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang dikuasakan.

B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam Pada prinsipnya wakalah dalam praktek perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang atau dalam hal pembiayaan. Hal ini juga berlaku di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam yang mana dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Akan tetapi pada praktek akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam ada penyimpangan dalam hal pelaksanaan penandatanganan akad antara akad wakalah dan akad murabahah, serta adanya penyimpangan yaitu pihak bank hanya

36


(46)

menyelipkan saja akad wakalah tanpa melakukan praktek yang sebenarnya sesuai anjuran Peraturan Bank Indonesia, Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Indonesia.

Di dalam ketentuan hukum lslam jarak waktu penandatanganan akad antara wakalah dan murabahah terjadi tenggang waktu satu minggu, alasan adanya jarak waktu ini karena wakalah tidak bisa terjadi jika belum ada kesepakatan antara nasabah dan bank yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima kuasa untuk membelikan suatu barang yang mana barang tersebut harus ada kesepakatan akan hal penambahan harga untuk penentuan margin/bagi hasil. Pelanggaran ini terjadi sebabkan kurangnya pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah,

Menurut Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia memberikan tugas kepada Dewan Pengawas Syariah untuk :

1. Pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah

2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syarian Nasional

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran


(47)

4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan Dewan Syariah Nasional.

5. Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota Dewan Pengawas Syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat Dewan Pengawas Syariah karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.

Masih banyak anggota Dewan Pengawas Syariah yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak optimal. Dewan Pengawas Syariah juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya, dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment.

Dampak bunga terhadap inflasi dan volatilitas currency, Dengan memahami ini, maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena pengangkatan Dewan Pengawas Syariah bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan Dewan Pengawas Syariah tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering


(48)

terjadi. Sehingga perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat syar’ah.

Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja pada setiap cabang bank syari’ah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja keuangan, akan dapat mendorong para pimpinan dan praktisi yang bisa melanggar ketentuan syari’ah. Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syari’ah dengan tingkat pengawasan syariah yang rendah.

Oleh karena itu masih banyak ditemukannya pelanggaran aspek syari’ah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya perbankan yang konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah. Sering kali kasus-kasus yang menyimpang dari syar’ah Islam di bank syari’ah, lebih dahulu diketahui oleh Bank Indonesia daripada oleh Dewan Pengawa Syariah, sehingga Dewan Pengawas Syari’ah baru mengetahui adanya penyimpangan syari’ah setelah mendapat informasi dari Bank Indonesia.

Demikianlah lemahnya pengawasan Dewan Pengawas Syariah di bank-bank syari’ah. Bank syariah harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi (reputation-risk) yang bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus merusak citra lembaga perbankan syari’ah. Bank Indonesia selalu menyampaikan banyaknya indikasi


(49)

pelanggaran syari’ah yang dilakukan oleh lembaga perbankan syari’ah dalam praktek operasionalnya.37

Dari indikator pengawasan dan pemeriksaan yang dilaporkan Bank Indonesia, masih ditemui berbagai sistem operasional bank syariah yang belum sesuai dengan prinsip kepatuhan pada nilai-nilai syariah.38 Bank Syariah seharusnya segera meluruskan pihak manajemen bank syariah terkait.

Sejak dini Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan pengawas bank syari’ah, harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini penting agar bank syari’ah tidak menjadi bank yang bermasalah. Khusus terhadap prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah harus sepenuhnya konsisten terhadap penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena umumnya di dunia ini kegagalan bank syari’ah dapat terjadi, karena ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip syari’ah. Peran DPS sangat menentukan dalam mengawasi operasi bank syari’ah agar tetap memenuhi prinsip-prinsip syari’ah. DPS harus secara aktif dan rutin melakukan pengawasan terhadap bank syari’ah.

Kelangkaan ulama integratif sebagaimana disebut di atas, bahwa DPS harus menguasai fiqh mu’amalah bersama perangkatnya (ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh, tafsir dan hadits ekonomi), juga harus menguasai ilmu ekonomi keuangan dan perbankan Islam modern. Tapi kenyataannnya persyaratan tersebut sangat sulit

37

sumber : http://blog.umy.ac.id/rodes2008/peran-dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah-dps/ Topik : Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Tautan http://www.gudangmateri.com/2011/01/ peran- dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah.html.

38

Seminar Bank lndonesia dalam hal pengawasan bank syariah di Hotel mulya Jakarta oleh Deputi Bank Indonesia Maulana lbrahim.


(50)

diwujudkan, karena kita kekurangan ulama yang memahami kedua disiplin keilmuan tersebut sekaligus.

Fenomena itu tidak saja di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Dalam lembaga DPS bank syariah misalnya, harus mengetahui konsep dan mekanisme operasional perbankan syari’ah, struktur dan terminologi bank dan LKS, legal documentation, mengatahui dasar-dasar akuntansi sehingga bisa membaca laporan keuangan, dan tentu saja pemahaman yang baik tentang fikih muamalah . Karena itu Yasaar sebagai lembaga yang khusus menangani shariah board mulai merekrut ulama muda potensial yang menguasai ilmu ekonomi keuangan.

Dengan ilmu yang integral tersebut pengawasan bisa lebih optimal dan mereka bisa merumuskan menetapkan serta pembuatan fatwa hukum ekonomi syari’ah di Indonesia, ulama muda potensial dapat direkrut di program Doktor Ekonomi Ekonomi Islam yang mulai tumbuh dan berkembang di berbagai Perguruan Tinggi. Keunggulan mereka ini adalah dikarenakan para Doktor Ekonomi memiliki dua keahlian keilmuan sekaligus, yaitu pertama, fiqih mumalah, ushul fiqh, qawaid fiqh serta ayat dan hadits ekonomi dan kedua, mereka juga mengerti tentang praktek perbankan dan LKS yang disertai bekal ilmu ekonomi keuangan modern, sehingga mereka bisa melakukan pengawasan dengan baik, bukan sekedar pajangan kharisma.


(51)

C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syariah

Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.39

Sebagaimana bank konvensional, bank syariah memiliki fungsi sebagai intermediasi yang menjembatani para penabung dan investor. Hubungan antara bank syariah dengan nasabah lebih bersifat partner dari pada lender atau borrower, sehingga bank ini dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang menyewakan. Produk yang ditawarkan bank syariah sangat bervariasi dengan prinsip saling menguntungkan (fairness) dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan. Produk yang ditawarkan bank syariah berupa pengerahan dana masyarakat, penyaluran dan jasa perbankan lainnya.40

Produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang digunakan dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan perbankan

39

Edy Wibowo, Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia,

Bogor, 2005, hal. 87.

40

Ahmad Ramzy Tadjoeddin, et.al,Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3EI


(52)

konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional.

Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah pemberlakuan sistem kredit dan sistem mark up, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya.

Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi tetap menggunakan istilah KPR), beberapa bank syari’ah (seperti BTN Syari’ah) memaknai KPR dengan ”Kebutuhan Pemilikan Rumah“.

Dalam menjalankan produk KPR, bank syari’ah memadukan dan menggali skim-skim transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)perbankan konvensional. Adapun skim yang banyak digunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia dalam menjalankan produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) adalah skim murabahah, istisna’ dan ijaroh, khususnya ijarah muntahiya bi tamlik (IMBT).41

41

Helmi Haris, Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah), Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I Nomor.1, Juli 2007, hal. 4.


(53)

Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Syariah menggunakan sistem berbasis murabahah (jual beli). Secara etimologi, murabahah berasal dari kata ribh, yang berarti keuntungan.42 Sedangkan dalam pengertian terminologis, murabahah adalah jual beli barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dengan pembeli.43

Dengan mengacu pada skim murabahah, dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syari’ah adalah sebagai berikut:44

1. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah KPR Syari’ah.

2. Kontrak transaksi KPR Syari’ah ini haruslah sah. 3. Kontrak tersebut harus terbebas dari riba

4. Pihak bank syari‘ah harus memberikan kejelasan tentang rumah yang dijadikan obyek transaksi KPR Syari‘ah.

5. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut.

Sedangkan persyaratan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) tentang aplikasi murabahah dalam perbankan syari’ah, yaitu:

1. Bank dan nasabah harus mengadakan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syari‘at Islam.

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pemberian barang yang telah disepakati kualitasnya.

42

Abdullah al-Muslih & Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Daarul Haq,

Jakarta, 2004, hal. 198.

43

Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta,

2003, hal. 161.

44

Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah ; Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001,


(54)

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, bukan atas nama pembeli atau nasabah dan pembelian ini harus sah dan bebas dari riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya, jika pembelian dilakukan secara hutang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pesanan) dengan harga jual senilai harga perolehan (harga beli ditambah dengan pajak pertambahan nilai/ PPN, biaya angkut dan biaya lain yang terkait dengan pembelian) ditambah dengan keuntungan. Dalam kaitan ini, bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian secara khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang

sendiri dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.45

Sedangkan ketentuan murabahah kepada nasabah yang diawali dengan akad wakalah antara lain :

45

Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, DSN MUI


(55)

1). Nasabah mengajukan permohonan secara murabahah kepada bank. Jika bank setuju, maka akan diterbitkan offering letter kepada nasabah. Jika nasabah setuju pembelian barang dilakukannya sendiri secara wakalah atas nama bank, maka nasabah harus mengembalikan surat penawaran tersebut kepada bank.

2). Dalam surat penawaran, bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 3). Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih

dahulu asset yang dipesannya secara sah dari pedagang yang bonafide sesuai dengan syarat-syarat dalam perjanjian.

4). Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

5). Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut karena barang tidak sesuai, bank menanggung biaya risiko. Dan apabila nasabah menolak membeli barang tersebut padahal barang sudah sesuai dengan pesanan, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6). Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh

bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7). Jika kontrak jual beli menggunakan uang muka atau memakai sistem


(56)

a.) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

b.) Jika nasabah batal membeli barang tersebut, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Dan jika lebih, Bank wajib mengembalikan sisa uang muka tersebut.

Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.

Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Akan tetapi, jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. la tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Ketentuan diskon dalam murabahah ditentukan bahwa harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih


(57)

rendah. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jika dalam jual beli murabahah bank mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon adalah hak nasabah. Akan tetapi, jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. Pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.

Didalam akad murabahah, mengenai ketentuan penundaan pembayaran, nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Apabila nasabah tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana social (qardhul hasan). Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah mengikat tidak dapat dibatalkan. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank dalam transaksi murabahah mengikat sebelum diserahkan kepada pembeli mengalami penurunan nilai maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual. Dalam murabahah juga


(58)

diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Bank dapat memberikan muqashah (potongan) apabila nasabah mempercepat pembayaran cicilan, atau melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Jadi didalam akad bank syari’ah, hubungan antara bank dengan nasabah adalah hubungan kemitraan, artinya adanya transparansi atas kegunaan uang yang dipakai tersebut. Hal ini didasarkan pada Hadist Nabi saw, yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu dalam perbankan syari’ah, pinjaman tidak disebut dengan kredit, tapi pembiayaan (financing), dengan kata lain bahwa nasabah tidak secara langsung menerima uang dari pihak bank, melainkan banklah yang membayarkan uang tersebut kepada pengembang sebagai supplier. Nasabah diwajibkan untuk membayar harga, yang telah disepakati dengan pihak bank, secara mencicil. Kesepakatan harga (yang didalamnya sudah terkandung mark up) ini tidak berubah sampai berakhirnya kontrak.

Pada Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) bank syari’ah, akad yang dipakai adalah nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang. Untuk membeli rumah tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar jumlah yang dimiliki oleh bank, karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penuruan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai besarnya angsuran.


(59)

Barang yang telah dibeli secara kongsi tersebut baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi seratus persen dan bank nol persen. Dalam syari’ah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapapun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah.

Dengan merujuk pada skim murabahah, penentuan harga atau keuntungan dan angsuran dalam KPR Syari’ah haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:46

1). Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah.

2). Harga jual bank adalah harga beli (harga perolehan) bank ditambah keuntungan.

3). Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. 4). Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama. 2. Akad Pembiayaan KPR di Bank Konvensional

Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran, Usaha Bank Umum Konvensional menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, serta sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakandengan itumemberikan kredit,

46


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Setiap Akad Murabahah harus ada Wakalah, pihak bank memberikan kuasa kepada calon nasabah untuk membeli barang/rumah yang diinginkan, kemudian pihak bank menjual kembali rumah tersebut kepada nasabah setelah di mark up harganya. Untuk itu akad wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan kredit KPR di Bank BTN Syariah Cabang Batam dan setiap murabahah harus ada wakalah.

2. Yang menjadi kekuatan yuridis Akad Wakalah pada perjanjian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) adalah :

a. Al-Qur’an b. Sunnah c. Ijma Ulama

d. Fatwa Majelis Ulama lndonesia e. Fatwa Dewan Syariah Nasional f. Peraturan Bank lndonesia

3. Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Wakalah yaitu PBI nomor : 7/46/PBI/2005, Pasal 12 ayat 15 yang menyatakan bahwa dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang, maka akad murabahah


(2)

112

harus dilakukan setealah barang secara prinsip menjadi milik bank, PBI ini sejalan dengan konsep wakalah didalam hukum lslam.

B. Saran-saran

1. Disarankan kepada Pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan dan peraturan yang lengkap tentang murabahah dan wakalah, bahwa setiap produk murabahah harus ada akad wakalah.

2. Disarankan kepada pihak bank untuk membuat akad wakalah kepada nasabah untuk membelikan barang yang dibutuhkan oleh pihak nasabah dan membuat akad murabahah setelah barang itu di kuasai oleh bank.

3. Mengingat bahwa pembiayaan syariah adalah suatu konsep pembiayaan yang lebih memberikan rasa keadilan dan menghindari hal-hal yang dikatagorikan haram menurut syariah lslam, maka seyogyanya lembaga perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah dapat menjadi jawaban dan suatu model bagi system ekonomi yang masalahah dan menggeser system ekonomi konvensional yang sarat dengan semangat kapitalis dan liberalisasi perekonomian yang menjadikan modal dan kebebasan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Al-Muslih, Abdullah & Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Daarul Haq, Jakarta, 2004.

Antonio, Syafi’I, Bank Syari’ah ; Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.

A. Mas’adi. Ghufron, Fiqih Muamallah Kontekstual, Cet, 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.

Dewi Gemala dkk, Hukum Perikatan lslam dilndonesia, Kencana, Jakarta, 2005. Erwin FS, Makalah Sumber Daya Manusia dalam Perbankan Syari’ah, 2011.

Gozali Ahmad, Perencana Keuangan & Investasi Syari’ah, Aneka ilmu, Semarang, 2010.

Harahap M,Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Cipta perkasa, Bandung, 1986.

Haris, Helmi, Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah), Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I Nomor.1, Juli 2007. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Press.

J. Supranto, Metode Penelitian,Rineka Cipta, Jakarta,2009

Karim, Adiwarman A., Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003.

Luth, Thohir, Bank syari’ah problem dan perkembangan di lndonesia,Graha ilmu,2005.

Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, DSN MUI bekerjasama dengan Bank Indonesia, Jakarta, 2003.


(4)

114

Muamalat Ins Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999.

Mortokusumo. Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007.

_____________, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007. Nurdin, Ridwan, Akad-akad Perbankan Syari’ah, Pena Banda Aceh, 2010.

Naja, Daeng, Akad Bank Syariah, Panduan Memahami Akad Bank Syari’ah, Pustaka, Yustisia, 2011.

Purnamasari, Irma Purnasari, Akad Syari’ah (Asas & Prinsip, Jenis, Multi Jasa Perbankan), PT Mizan Pustaka, 2011.

Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1985. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1992.

Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1998.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Suryabrata, Sumandi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998.Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif suatu tujuan singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1986.

Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Salman S, HR.Otje, dan F Susanto, Anton, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung,

2005.

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

Sabiq Sayyid, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2008.

Tadjoeddin, Ahmad Ramzy, et.al, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3EI UII, Yogyakarta, 1992.


(5)

Thaib, Hasballah, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih lslam Dan Praktek Di Bank Sistem Syari’ah, Medan, 2005.

Tim Asistensi Pengembangan LKS, Muamalat Syari’ah Perspektif Praktisi, Jakarta: Muamalat Institut Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, 1999

Usman, Rahmadi, Produk dan Akad Perbankan syari’ah di lndonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009

Wawan Muhwan, Hariri, Hukum Perikatan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011

Muslim lbrahim, Bank Syari’ah dan Bank Konvensional, Pustaka Sabang, Aceh, 2008 ______________________________,Al-Qur,an,Transliterasi Latin dan terjemahannya, PT Suara Agung,Jakarta Timur, Penterjemah/Penafsir Al-Quran, Jakarta, 1971.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.S Ketetapan Pertama butir 12

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. Ketetapan Pertama butir 9

Tim Penulis DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Edisi revisi, Jakarta: DSN MUI dan Bank Indonesia

Ketetapan Pertama butir 9, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Muraba.

Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000.

Penjelasan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah tanggal 1 April 2000.

Peraturan Bank lndonesia Tentang Pentingnya akad wakalah dalam pembiayaan kredit syari’ah Nomor 8/25/PBI/2006


(6)

116

C. INTERNET / WAWANCARA

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/1992042-pengertian -wakalah-letter-credit-syariah/#ixzz1eGU3NAOS

www.xa.yimg.com/kq/groups/23150291/.../Wakalah_Kafalah_Hawalah.pada Hukum online.Com/Membahas tentang perjanjian pemberian kuasa. Surat kuasa termasuk perjanjian sepihak atau perjanjian timbal balik.