Pengaruh residu amonia akibat fumigasi terhadap mortalitas rayap tanah (coptotermes curvignathus holmgren) pada beberapa jenis kayu rakyat
PENGARUH RESIDU AMONIA AKIBAT FUMIGASI
TERHADAP MORTALITAS RAYAP TANAH (
Coptotermes
curvignathus
Holmgren) PADA BEBERAPA JENIS
KAYU RAKYAT
MUKHLAS TAQIYUDIN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
The Effect of Ammonia Residual to The Subterranean Termite (Coptotermes curvignathus
Holmgren) Mortality in Several Species of Wood Community Forest
By:
Mukhlas Taqiyudin1), Istie Sekartining Rahayu2), Arinana2)
INTRODUCTION : Nowadays, the interests of fumigation has increased along with the establishment of various intenational regulations, such as International Standard for Phytosanitary Measure (ISPM) No. 15 for wood packaging (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) in 2002. ISPM-15 requires that all wood packaging must get special treatment, that is heat treatment or fumigation with methyl bromide. However, application of fumigation with methyl bromide has been limited because the effect of methyl bromide that can eradicate the ozone layer. It is necessary to have an alternative fumigant that is environmental friendly, one of which is ammonia. However, the use of ammonia has likely caused effects to the timber, one of which is the residue left in the timber. The residue will determine whether it could become an ideal fumigant. This study objective is to determine the effect of residue from ammonia fumigation, especially to subterranean termite Coptotermes curvignathus mortality in several species of wood community forest (Manii, Mindi, and Durian).
MATERIAL AND METHODS : This study conducted a research to determine the effect of ammonia residual on the mortality of termites on the Manii, Durian, and Mindi woods. We performed testing of natural durability of wood by using ASTM D 3345-2008. Further research conducted on the effect of ammonia fumigation against termite attack that inserted into the hole in the wooden blocks with the depth of 20 cm and the hole distance each other is 1 cm, 3 cm, and 5 cm from the surface. Fumigation process using 2 litres, 4 litres, 6 litres, 8 litres, and 10 litres ammonia inside 2 m x 1 m x 1 m fumigation chamber for 4 days. After 4 days of exposure, aeration was perfomed for 24 hours and then the effect of ammonia residual was tested by putting back termites into the block of wood that has been used in the fumigation process earlier and exposed for 7 days. Parameters measured in those testing was termite mortality after exposure for 4 days and 7 days.
RESULT AND DISCUSSION :The results showed that Manii had a lower durability level than Mindi and Durian. Fumigation test results showed that wood density may effect the percentage of termite mortality. In addition, wood that had been exposed to 2 litres ammonia had higher mortality than the control treatment (31.11%). 6 litres ammonia resulted 100% mortality of termites in the 2 m x 1 m x 1 m fumigation chamber. The results of ammonia residual tests obtained 100% mortality of termites for each species, the volume of ammonia, and the hole distance used in this study. Test results showed that the ammonia has residual effect. The ammonia residual causes the smell of wood so that necessary efforts to eliminate it had to be done.
KEY WORDS : fumigation, ammonia, Coptotermes curvignathus, residue, termite mortality, Manii, Mindi, Durian
(3)
RINGKASAN
Mukhlas Taqiyudin. E24070033. Pengaruh Residu Amonia akibat Fumigasi terhadap Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat. Dibimbing oleh Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana, S.Hut., M.Si
Saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional, seperti standar ISPM (International Standard for Phytosanitary Measure) No. 15 untuk kemasan kayu (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada tahun 2002. ISPM-15 mensyaratkan bahwa setiap kemasan kayu harus melalui perlakuan khusus, yaitu perlakuan panas atau fumigasi dengan metil bromide. Pengaplikasian fumigasi dengan metil bromide pada saat ini sudah dibatasi karena efek dari metil bromide yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, perlu ada alternatif penggunaan fumigan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan menggunakan amonia. Namun, penggunaan amonia sebagai fumigan kemungkinan dapat menimbulkan efek bagi kayu, salah satunya adanya residu yang tertinggal dalam kayu. Residu merupakan salah satu faktor yang menentukan suatu fumigan itu ideal untuk digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan oleh residu dari proses fumigasi amonia terutama terhadap mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus pada beberapa jenis kayu rakyat (kayu Durian, Manii, dan Mindi).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian keawetan alami kayu dengan menggunakan standar ASTM D 3345-2008. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai pengaruh amonia pada rayap tanah yang dimasukkan ke dalam lubang pada balok uji yang berjarak 1 cm, 3 cm, dan 5 cm dari permukaan. Proses fumigasi menggunakan volume amonia sebanyak 2 liter, 4 liter, 6 liter, 8 liter, dan 10 liter yang dimasukkan ke dalam ruang fumigasi berukuran 2 m x 1 m x 1 m dan dipaparkan selama 4 hari. Setelah 4 hari pemaparan dilakukan aerasi selama 24 jam. Balok uji tersebut digunakan untuk menguji pengaruh residu dengan memasukkan kembali rayap tanah pada balok uji dan dipaparkan selama 7 hari. Parameter yang diukur dalam pengujian fumigasi adalah persentase mortalitas rayap tanah setelah pemaparan selama 4 hari dan pengaruh residu amonia adalah persentase mortalitas rayap tanah setelah pemaparan selama 7 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu Manii yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kelas awet V, sedangkan kayu Durian dan Mindi termasuk dalam kelas awet IV. Hasil pengujian fumigasi amonia diperoleh pada kayu Mindi memiliki persentase mortalitas yang lebih rendah dibandingkan kedua jenis kayu yang lain. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kayu yang mendapatkan perlakuan fumigasi amonia pada taraf perlakuan 2 liter hingga 10 liter memiliki persentase mortalitas yang lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol yang memiliki persentase mortalitas sebesar 31,11 % dimana penggunaan amonia sebanyak 6 liter telah menghasilkan mortalitas sebesar 100 % pada ruang fumigasi 2 m x 1 m x 1m. Hasil pengujian pengaruh residu diperoleh persentase mortalitas 100 % untuk setiap jenis kayu, volume amonia, maupun jarak lubang yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil pengujian menunjukkan bahwa amonia masih memiliki sifat residual terhadap rayap tanah. Namun, adanya residu amonia ini juga berdampak pada aroma kayu sehingga diperlukan penanggulangan untuk menghilangkan aroma amonia yang masih tertinggal dalam kayu.
Kata Kunci: fumigasi, amonia, Coptotermes curvignathus, residu, mortalitas rayap, Manii, Mindi, Durian
(4)
PENGARUH RESIDU AMONIA AKIBAT FUMIGASI
TERHADAP MORTALITAS RAYAP TANAH (
Coptotermes
curvignathus
Holmgren) PADA BEBERAPA JENIS
KAYU RAKYAT
MUKHLAS TAQIYUDIN
E24070033
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(5)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Residu Amonia akibat Fumigasi terhadap Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus
Holmgren) pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat Nama Mahasiswa : Mukhlas Taqiyudin
Nomor Pokok : E24070033
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing,
Ketua Anggota
Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si Arinana, S.Hut, M.Si NIP. 19740422 200501 2 001 NIP. 19740101 200604 2 014
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc. NIP : 19660212 199103 1 002
(6)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Residu Amonia akibat Fumigasi terhadap Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren) pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat adalah
benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Mukhlas Taqiyudin NRP. E24070033
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal 9 April 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hafid Zurachman dan Ibu Suwartini.
Pada Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Sejahtera Satu Depok dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis mendapatkan Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan pada Tahun 2007. Pada Tahun 2010 penulis memilih Teknologi Peningkatan Mutu Kayu sebagai bidang keahlian.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi yakni menjadi staf Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB pada Tahun 2007-2009 dan staf kesekretariatan serta staf bidang minat Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) pada Tahun 2010-2011. Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal Tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Tahun 2010, dan Prakek Kerja Lapang (PKL) di CV. Rakabu Furniture, Solo, Jawa Tengah Tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Residu Amonia akibat Fumigasi terhadap Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat di bawah bimbingan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana S.Hut., M.Si.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Residu Amonia akibat Fumigasi terhadap Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional, seperti standar ISPM (International Standard for Phytosanitary Measure) No. 15 untuk kemasan kayu pada Tahun 2002. ISPM-15 mensyaratkan bahwa setiap kemasan kayu harus melalui perlakuan khusus, yaitu perlakuan panas atau fumigasi dengan metil bromide. Pengaplikasian fumigasi dengan metil bromide pada saat ini sudah dibatasi karena efek dari metil bromide yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, perlu ada alternatif penggunaan fumigan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan menggunakan amonia. Namun, penggunaan amonia sebagai fumigan kemungkinan dapat menimbulkan efek bagi kayu, salah satunya adanya residu yang tertinggal dalam kayu. Residu merupakan salah satu faktor yang menentukan suatu fumigan itu ideal untuk digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi penggunaan amonia sebagai bahan alternatif fumigan dan pengawetan kayu yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diaplikasikan kepada masyarakat dan badan karantina (pemerintah).
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2011
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada:
1. Orangtua tercinta (Bapak Hafid Zurachman dan Ibu Suwartini), adik-adik penulis Ayu dan Miqdar, serta segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril, spiritual maupun materiil.
2. Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Ibu Arinana, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis.
3. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku pimpinan sidang dan Dr. Ir. Achmad, MS dari Departemen Silvikultur IPB selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, ilmu, nasehat, dan motivasi selama ujian komprehensif.
4. Djayus, Iftor, Bang Abet, dan Ammar atas segala perhatian dan bantuannya dalam membantu menyelesaikan penelitian yang telah dilakukan penulis. 5. Pranata Laboratorium di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan
Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu IPB, serta seluruh staf di Departemen Hasil Hutan IPB atas segala perhatian dan bantuannya.
6. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 44 Departemen Hasil Hutan: Esi, Mardiyanto, Syamsi, Desi, Yano, Citra, Jucy, Rima, Fetri, Dendi, Wina, Nia, Inggit, Ana, Angga, Fery, Windu, Kak Adi THH 41 dan mahasiswa Fahutan Angkatan 43, 44, dan 45 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas perhatian, dukungan, dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, September 2011
(10)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu ... 3
2.2 Fumigasi ... 4
2.3 Amonia ... 6
2.4 Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren ... 7
2.5 Durian ... 8
2.6 Manii ... 9
2.7 Mindi ... 10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
3.2 Alat dan Bahan ... 11
3.3 Pengujian Keawetan Alami ... 11
3.4 Fumigasi Balok Uji ... 13
3.4.1 Persiapan Contoh Uji ... 13
3.4.2 Aplikasi Fumigasi ... 14
3.5 Pengujian Pengaruh Residu Amonia ... 15
3.6 Analisis Data ... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Kayu ... 17
4.2 Pengujian Metode Fumigasi ... 19
(11)
ii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 29
5.2 Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(12)
iii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Kelas Awet Kayu dan Keterawetan Kayu Hutan Rakyat ... 4 2 Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah ... 13
(13)
iv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Pengujian dengan Standar ASTM D 3345-2008 ... 12
2 Balok Uji dengan Jarak Lubang 1 cm, 3 cm, dan 5 cm ... 14
3 Teknik Peletakkan Rayap Tanah C.curvignathus pada Balok Uji ... 14
4 Ruang Fumigasi dan Proses Fumigasi ... 15
5 Persentase Kehilangan Berat pada Uji Keawetan Alami Kayu Afrika, Mindi, dan Durian ... 17
6 Persentase Mortalitas Rayap C. curvignathus pada Uji Laboratorium ... 18
7 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Durian .. 19
8 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Mindi ... 20
9 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Manii ... 21
10 Persentase Mortalitas Rayap Metode Fumigas pada Tiap Volume Amonia 23
11 Persentase Mortalitas Rayap Metode Fumigasi pada Tiap Jarak Lubang .... 24
12 Persentase Mortalitas Rayap Hasil Residu Fumigan Amonia Berdasarkan Volume Amonia ... 26
13 Persentase Mortalitas Rayap Hasil Residu Fumigan Amonia Berdasarkan Jarak Lubang ... 27
(14)
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Data Kehilangan Berat dan Mortalitas Hasil Pengujian Keawetan Alami
(ASTM D 3345-2008) ... 34
2 Data Mortalitas Metode Fumigasi Amonia ... 35
3 Mortalitas Pengaruh Residu Amonia ... 36
4 Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Metode Fumigasi Amonia ... 37
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Fumigasi adalah tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan fumigan ke dalam ruang yang kedap udara pada suhu dan tekanan tertentu (Priyono 2005). Fumigasi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan eradikasi hama. Penggunaan teknik ini dikenal secara luas untuk keperluan eradikasi hama gudang, hama kayu, perlakuan pra perkapalan (preshipment), dan karantina. Pada saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional. Sebagai contoh FAO-Interim Commision for Phytosanitary Measure (ICPM) telah mengesahkan suatu standar (International Standard for Phytosanitary Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada Tahun 2002. Bahan baku kayu yang digunakan sebagai bahan baku kemasan harus memenuhi persyaratan ISPM-15 karena kayu yang biasa digunakan untuk bahan baku kemasan adalah berupa kayu yang memiliki karakteristik cepat tumbuh dan keawetannya rendah, seperti kayu rakyat. Namun, kayu rakyat pada umumnya mudah terserang oleh hama atau organisme perusak tumbuhan, seperti rayap tanah Coptotermes curvignathus. Menurut Surjokusumo (2005), sebagian besar bahan baku kemasan kayu yang digunakan di Indonesia memiliki kelas awet yang rendah (III-V).
ISPM-15 merupakan standar internasional di bidang karantina tumbuhan, termasuk perlakuan dan pelabelan untuk kemasan kayu. Standar ini menjelaskan tindakan fitosanitasi untuk mengurangi risiko pengenalan atau penyebaran hama karantina berhubungan dengan bahan kemasan yang terbuat dari kayu daun jarum ataupun kayu daun lebar yang digunakan dalam perdagangan internasional (ISPM 2006). ISPM-15 mensyaratkan bahwa setiap kemasan kayu harus melalui perlakuan khusus, yaitu perlakuan panas atau fumigasi dengan metil bromide. Namun, pengaplikasian fumigasi dengan metil bromide pada saat ini sudah
(16)
2
dibatasi karena efek dari metil bromide yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, perlu ada alternatif penggunaan fumigan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan menggunakan amonia. Menurut Rahayu et al. (2010), fumigasi dengan amonia berpengaruh terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada beberapa jenis kayu dengan keawetan yang rendah. Selain itu, amonia sebagai bahan fumigan juga memiliki kelebihan seperti ramah lingkungan, murah, dan banyak tersedia di pasaran.
Namun, penggunaan amonia sebagai fumigan kemungkinan dapat menimbulkan efek bagi kayu, salah satunya adanya residu yang tertinggal dalam kayu. Residu mempunyai pengertian bahan sisa insektisida yang telah ditinggal cukup lama, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi (Martono 2009). Residu kemungkinan masih berbahaya bagi organisme lain termasuk untuk hama seperti rayap tanah. Selain itu, ada atau tidaknya residu merupakan salah satu faktor yang menentukan suatu fumigan itu ideal untuk digunakan (Giler 2006). Maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek residu dari fumigasi dengan amonia terhadap organisme perusak tumbuhan, seperti rayap tanah C. curvignathus pada beberapa jenis kayu rakyat.
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan oleh residu dari proses fumigasi amonia terutama terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada beberapa jenis kayu rakyat (kayu Durian, Manii, dan Mindi).
1.3Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi penggunaan amonia sebagai bahan alternatif fumigan dan pengawetan kayu yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diaplikasikan kepada masyarakat dan badan karantina (pemerintah).
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keawetan Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme biologis perusak kayu seperti serangga, jamur, dan binatang laut. Keawetan kayu biasanya dinyatakan dalam kelas yang menyatakan daya tahannya. Indonesia mengenal lima kelas awet, yaitu kelas awet I yang paling awet hingga kelas V yang paling tidak awet (Martawijaya et al. 2001). Menurut Martawijaya (2000)
dalam Barly (2007) keawetan merupakan salah satu sifat dasar kayu yang penting. Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah. Selain bergantung kepada jenis kayunya, keawetan kayu bergantung kepada jenis organisme perusak kayu yang menyerangnya. Sesuatu yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap suatu organisme, belum tentu tahan terhadap organisme lain. Di samping itu, sebagian besar kayu tidak tahan terhadap suhu udara yang berubah-ubah, kelembaban, dan air. Keawetan alami kayu juga sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya, namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002).
Pada tiap tahap pengolahan sampai pemakaian, kayu dihadapkan pada beragam jenis organisme perusak kayu yang siap mengancam, seperti bakteri, jamur, rayap kayu kering, rayap tanah, bubuk kayu kering, dan binatang penggerek kayu (Wilkinson 2005 dalam Barly 2007). Dalam keadaan basah, kayu dapat diserang jamur, bubuk kayu basah, dan rayap tanah jika disimpan terlalu lama, sedangkan pada keadaan kering, kayu dapat diserang rayap kayu kering, rayap tanah, dan bubuk kayu kering.
Keterawetan kayu adalah kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu (Abdurrohim
(18)
4
dan Martawijaya 1996 dalam Abdurrohim 2007). Tabel 1 menampilkan kelas awet dan keterawetan kayu-kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor.
Tabel 1 Kelas Awet Kayu dan Keterawetan Kayu Hutan Rakyat
No Jenis Kayu Kelas Awet Keterawetan
1 Agathis (Aghatis sp) IV Sedang
2 Akasia (Acacia auriculiformis) III-IV Sukar
3 Balsa (Ochroma bicolor) V Mudah
4 Durian (Durio sp) IV-V Sukar
5 Gmelina (Gmelina arborea) IV-V Sukar 6 Jabon (Anthocepalus cadamba) V Sedang 7 Jeungjing (Paraserianthes falcataria) IV-V Sedang 8 Karet (Hevea brassiliensis) IV-V Sedang 9 Mangga (Mangifera indica) IV Sukar 10 Mangium (Acacia mangium) III Sukar 11 Manii (Maesopsis eminii) IV Sedang 12 Mindi (Melia azedarach) IV-V Sukar 13 Nangka (Artocarpus integra) II Sangat Sukar 14 Petai (Parkia speciosa) IV Mudah 15 Rambutan (Nephelium lappaceum) IV Sangat Sukar 16 Sungkai (Peronema canescens) III Mudah
17 Pinus (Pinus merkusii) IV Mudah
Sumber: Wahyudi et al. 2007
2.2 Fumigasi
Fumigasi adalah tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan fumigan ke dalam ruang yang kedap udara pada suhu dan tekanan tertentu (Priyono 2005). Fumigan yang biasa digunakan adalah metil bromide (CH3Br). Teknik fumigasi ini memiliki tingkat penetrasi yang tinggi dan mampu membunuh semua stadia kehidupan hama tanpa mengotori bahan yang difumigasi (Hendrawan 2007). Fumigan yang digunakan dalam fumigasi merupakan pestisida yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk uap dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh organisme pengganggu tumbuhan. Pada proses fumigasi ini fumigan akan menghasilkan uap yang akan berada di dalam ruangan kedap udara yang dipersiapkan. Uap fumigan tersebut akan masuk ke dalam rongga kayu sehingga
(19)
5
kayu tersebut akan dipenuhi uap fumigan. Uap tersebut akan menjadi bahan untuk mencegah faktor perusak kayu untuk merusak kayu (Arinana et al. 2008).
Fumigasi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan eradikasi hama. Penggunaan teknik ini dikenal secara luas untuk keperluan eradikasi hama gudang, hama kayu, perlakuan pra perkapalan (preshipment) dan karantina. Pada saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional. Sebagai contoh FAO-Interim Commision for Phytosanitary Measure (ICPM) telah mengesahkan suatu standar (International Standard for Phytosanitary Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada bulan Maret 2002. ISPM # 15 mengatur keseragaman penanganan kemasan kayu (harmonized regulation) dan menghindari timbulnya aturan yang unilateral sehingga menghambat proses perdagangan internasional, serta aspek merugikan penggunaan kemasan kayu khususnya terkait dengan penyebaran organisme hama (serangga perusak kayu) antar daerah atau negara (Nugroho 2005).
Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia atau campuran dari bahan kimia meliputi semua bahan aktif dan tidak aktif (jika ada) yang diramu untuk menghasilkan satu fumigan. Formulasi fumigan ini dapat berada dalam tiga bentuk zat, yaitu: padat, cair, dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri berikut:
1. Memiliki tingkat racun yang tinggi terhadap hama yang menjadi target.
2. Toksisitas yang rendah terhadap tumbuhan, manusia, dan organisme lain yang bukan menjadi sasaran.
3. Tersedia di pasaran dan hemat dalam penggunaan.
4. Tidak memberikan efek residu yang berbahaya bagi komoditas.
5. Tidak terbakar, tidak merusak, dan tidak meledak dalam keadaan penggunaan normal.
6. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik. 7. Tidak berakibat buruk terhadap lingkungan.
(20)
6
Pengertian residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kimia dan fisis mulai bekerja. Ini untuk membedakan pengertian residu dengan deposit. Deposit adalah bahan insektisida yang ditinggalkan segera sesudah perlakuan. Residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi (Martono 2009). Menurut Giler (2006), residu merupakan bahan aktif atau produk degradasi yang dapat terdeteksi setelah penggunaan pestisida.
2.3 Amonia
Amonia merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia NH3 dan memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam air disebut pula
Amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Amonia memiliki titik didih pada suhu -33°C dan titik leleh -77,7°C, sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi. Amonia memiliki berat molekul 17,03, tekanan uap 400 mmHg (-45,4°C), kelarutan dalam air 31 g/100 g (25°C), berat jenis 0,682 (-33,4 °C), berat jenis uap 0,6, dan memilik suhu kritis 133°C. Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2008).
Amonia dapat diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri yang terdapat dalam tanah sehingga amonia bertindak sebagai penyubur tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk urea, sebagai bahan peledak, dan digunakan pula dalam bidang farmasi (Harwood et al. 2007). Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang eksoskeleton serangga dan jika dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kematian (Anonim 2009). Reaktivitas amonia stabil pada suhu kamar, tetapi dapat meledak oleh panas akibat kebakaran dan larut dalam air. Amonia membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian dalam penanganan dan penyimpanannya. Dalam penyimpanannya amonia harus diletakkan pada tempat dingin, kering, berventilasi dan jauh dari populasi. Hindarkan pula dari asam, oksidator, halida, etoksi, logam alkali, dan kalium klorat.
(21)
7
2.4Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
Rayap tanah C. curvignathus memiliki kepala berwarna kuning, sedangkan antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas antar sebelah dalam mandibel sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm. Lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm. Panjang badan 5,5-6,0 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al. 2003).
Menurut Nandika et al. (2003), secara taksonomi rayap termasuk dalam Ordo Isoptera. Namun, berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan terjadi perubahan ordo dalam klasifikasi rayap. Menurut Inward et al. (2007), rayap disebut sebagai kecoa sosial sehingga termasuk dalam ordo yang sama dengan kecoa, yaitu Ordo Blattodea. Klasifikasi jenis rayap secara lengkap pada saat ini adalah:
Kelas : Insekta Ordo : Blattodea Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes
Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Menurut Nandika et al. (2003) terdapat tiga kasta dalam komunitas rayap ini yaitu kasta prajurit, pekerja, dan reproduktif.
A. Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan serta berwarna coklat. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan
(22)
8
vertebrata predator. Kasta ini menyerang musuhnya dengan mandible yang dapat menusuk, mengiris, dan menjepit.
B. Kasta Pekerja
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu dari kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit yang mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja mempunyai tugas yaitu memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya.
C. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual, yaitu ratu yang tugasnya bertelur dan raja yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain. Hal ini dikarenakan tugas dari kasta reproduktif itu sendiri. Peningkatan tubuh ini terjadi melalui penggelembungan abdomen karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas.
2.5Durian
Nama botanis durian adalah Durio spp. termasuk dalam Famili Bombacaceaee (terutama D. carinatus, D. oxleyanus Griff., D. zibethinus Murr.). Nama daerahnya adalah duren, deureuyan, andurian, duriat, duriang, duiang, duhuian. Penyebaran kayu durian ini di seluruh Indonesia.
Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), ciri anatomi kayu durian adalah pembuluh atau pori baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, umumnya berukuran agak besar, frekuensinya sangat jarang atau jarang, kadang-kadang ada endapan berwarna putih, bidang perforasi sederhana. Parenkima terutama bertipe apotrakea baur, berupa garis-garis tangensial pendek diantara
(23)
9
jari-jari atau ada yang bentuk jala. Jari-jari sangat sempit sampai lebar, letaknya jarang sampai agak jarang, ukurannya pendek sampai agak pendek.
Ciri umum dari kayu ini adalah kayu teras berwarna coklat merah jika masih segar, lambat laun menjadi coklat kelabu atau coklat semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, serta memiliki tebal sampai 5 cm. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus berpadu. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap. Kesan raba agak licin sampai licin, kekerasan agak lunak sampai agak keras.
Menurut Wahyudi et al. (2007), kayu durian termasuk ke dalam kelas kuat IV-V. Kayu durian juga memiliki berat jenis 0,36 (Rahayu et al. 2009). Kayunya mudah digergaji meskipun permukaannya cenderung untuk berbulu, selain itu mudah dikupas untuk dibuat finir. Kayu durian cepat menjadi kering tanpa cacat, tetapi papan tipis cenderung untuk menjadi cekung. Kegunaan kayu ini adalah sebagai bangunan di bawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga sederhana (termasuk lemari), lantai, dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti, sandal kayu, peti jenazah, dan bangunan kapal.
2.6Manii
Kayu Manii berasal dari Famili Rhamnaceaedengan nama latin Maesopsis eminii Engl. Jenis ini tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS. Jenis ini lebih banyak ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Jenis ini merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Pada penanaman, biasanya jenis ini ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600 - 900 m dpl dengan curah hujan 1200 - 3600 mm/tahun dan musim kering sampai 4 bulan (Joker 2002).
Kayu Manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna. Berkekuatan sedang sampai kuat sehingga dapat digunakan untuk konstruksi, kotak, dan tiang, serta banyak ditanam sebagai sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan
(24)
10
pulp sebagai jenis kayu keras umumnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alang-alang tinggi (Joker 2002). Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006) kayu Manii tergolong kedalam kelas kuat III, dan kelas awet III-IV. Jenis ini memiliki rata-rata nilai kerapatan sebesar 0,4 g/cm3, rata-rata nilai MOE dan MOR masing-masing sebesar 52.600 kg/cm2 dan 484 kg/cm2.
2.7Mindi
Mindi (Melia azedarach L.) berasal dari Famili Meliaceae. Pohon mindi atau geringging merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, dan agak toleran terhadap salinitas tanah. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8 - 20 m, diameter sampai 60 cm. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang menggugurkan daun. Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, di Indoanesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya.
Menurut Martawijaya et al. (2005), kayu Mindi termasuk ke dalam kelas awet IV-V dan berdasarkan percobaan kuburan, jenis kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II-III. Kayu Mindi memiliki berat jenis sekitar 0,53 (0,42-0,65) dan termasuk ke dalam kelas kuat II-III. Menurut Abdurachman dan Hadjib (2009), kayu Mindi tergolong dalam kayu ringan dengan kerapatan kayu sebesar 0,53 g/cm3. Kayu Mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan, dan bangunan di bawah atap, panil, venir hias, dan sortimen yang berat mungkin baik untuk mebel (Martawijaya et al. 2005).
(25)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 hingga Januari 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Jenis kayu yang diteliti dalam penelitian ini merupakan jenis kayu rakyat yaitu kayu Manii, Mindi, dan Durian yang berasal dari tempat penggergajian di daerah Cinangneng, Bogor. Pengujian keawetan alami skala laboratorium dan proses fumigasi dilakukan dengan menggunakan rayap tanah C. curvignathus. Alat yang digunakan adalah oven, caliper, timbangan, desikator, botol kaca,
laminar flow, dan kamera. Selain itu, bahan yang digunakan adalah aluminium foil, pasir, amplas, lakban, amonia teknis, terpal plastik, sarung tangan, dan masker.
3.3 Pengujian Keawetan Alami
Pengujian keawetan alami kayu rakyat dilakukan dengan mengikuti standar American Society for Testing and Materials (ASTM) – D 3345-2008, yaitu perihal pengujian efikasi kayu dan bahan berselulosa terhadap serangan rayap tanah. Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 0,6) cm3, diambil dari kayu gubalnya saja, tanpa cacat dan sudah dihaluskan bagian permukaannya. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC hingga mencapai kadar air di bawah 18%. Banyaknya ulangan adalah 3 kali ulangan untuk masing-masing jenis kayu rakyat.
Contoh uji diletakkan di bagian dasar botol uji, kemudian diisi dengan pasir steril sebanyak 200 g. Air destilata sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam botol uji dan dibiarkan satu malam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol
(26)
12
sebanyak kurang lebih 1 ± 0,05 g rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 90% kasta pekerja dan 10% kasta prajurit. Hasil konversi dari berat rayap tanah C.
curvignathus yang digunakan yaitu 1 ± 0,05 g adalah sama dengan 220 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 200 ekor rayap kasta pekerja dan 20 ekor rayap kasta prajurit. Setelah rayap dimasukkan ke dalam botol uji, selanjutnya botol ditutup dengan alumunium foil dan diberi lubang kecil-kecil sebagai ruang agar udara dapat masuk dan disimpan pada ruang gelap selama 4 minggu. Sebagai kontrol pengujian (uji keberhasilan penelitian) dipersiapkan juga botol uji yang telah berisi pasir, air, dan rayap tanpa contoh uji kayu sebanyak tiga ulangan dan juga disimpan dalam ruangan gelap selama satu minggu. Setelah 4 minggu, botol uji dibongkar dan dihitung rayap tanah yang masih hidup, kemudian contoh uji dibersihkan dari pasir dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC hingga mencapai kadar air di bawah 18%. Pengujian dengan standar ASTM D 3345-2008 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Pengujian dengan standar ASTM D 3345-2008.
Parameter yang diukur adalah persentase mortalitas rayap tanah C.
curvignathus dan kehilangan berat yang dihitung dengan menggunakan persamaan:
Kehilangan Berat (%) = W1 - W2 x 100% W1
Dimana : W1 = Berat Kering Oven sebelum pengumpanan W2 = Berat Kering Oven setelah pengumpanan
Aluminium foil
Rayap
Pasir + air
(27)
13
Untuk parameter persentase mortalitas rayap tanah dihitung menggunakan rumus:
Mortalitas (%) = N1 - N2 x 100% N1
Dimana : N1 = jumlah rayap total sebelum pengumpanan N2 = jumlah rayap hidup setelah pengumpanan
Persentase kehilangan berat kayu dihitung untuk mengetahui ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah. Penentuan ketahanan kayu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah
Kelas Ketahanan Kehilangan Berat (%)
I Sangat Tahan < 3,52
II Tahan 3,52 – 7,50
III Sedang 7,50 – 10,96
IV Buruk 10,96 – 18,94
V Sangat Buruk 18,94 – 31,89
Sumber: SNI (2006)
3.4 Fumigasi Balok Uji
3.4.1 Persiapan Contoh Uji Kayu
Contoh uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah balok kayu rakyat dengan ukuran (10 x 10 x 50) cm3 yang dipotong menjadi 2 bagian sama panjang. Untuk pengujian kemampuan penetrasi gas fumigan, pada salah satu sisi potongan kayu dibor dengan kedalaman 20 cm dan diameter lubang bor 0,5 cm dengan jarak dari permukaan atas adalah 1 cm, 3 cm, dan 5 cm. Jarak dari permukaan atas dalam penelitian ini sebagai perlakuan. Selanjutnya sebanyak 20 ekor (18 kasta pekerja dan 2 kasta prajurit) rayap tanah C. curvignathus dimasukkan ke dalam lubang uji dan balok kayu disatukan lagi dengan menggunakan lakban. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Bentuk balok uji dapat dilihat pada Gambar 2 dan teknik peletakan rayap tanah C. curvignathus pada balok uji tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
(28)
14
Gambar 2 Balok Uji dengan Jarak Lubang 1 cm, 3 cm, dan 5 cm.
Gambar 3 Teknik Peletakkan Rayap Tanah C. curvignathus pada Balok Uji.
(1) Balok kayu (10 x 10 x 50) cm3 (3) Peletakkan rayap ke dalam kayu
(2) Balok kayu dipotong sama panjang (4) Balok kayu disatukan dengan lakban
3.4.2 Aplikasi Fumigasi
Balok uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam ruang pengujian fumigasi berbentuk kotak bujur sangkar dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m (Gambar 4) yang terbuat dari rangka kayu yang ditutup rapat pada enam sisinya oleh plastik transparan.
Larutan amonia teknis dimasukkan ke dalam ruang uji setelah balok uji kayu telah berada di dalam ruang tersebut. Volume amonia yang digunakan merupakan perlakuan pada penelitian ini, yaitu 2 liter, 4 liter, 6 liter, 8 liter, dan 10 liter. Setelah balok uji kayu dan larutan amonia berada dalam ruang fumigasi, plastik yang menutup ruang fumigasi dilakban sehingga udara yang berada di dalam ruang fumigasi tidak keluar, demikian pula sebaliknya. Pemaparan
50 cm 10 cm
10 cm Lubang pada balok uji jarak 1 cm, 3 cm, 5 cm
(1) Balok kayu (10 x 10 x 50) cm3 (2) Balok kayu dipotong sama panjang
(29)
15
dilakukan selama 4 hari untuk masing-masing perlakuan volume amonia. Untuk perlakuan kontrol, disiapkan balok uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus yang diletakkan di luar ruang pengujian sehingga tidak terpapar oleh gas fumigan.
Gambar 4 Ruang Fumigasi dan Proses Fumigasi.
Data yang dihitung adalah persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus yang dihitung pada saat pembongkaran dengan menggunakan persamaan :
Dimana : N1 = Jumlah rayap total sebelum pemaparan N2 = Jumlah rayap hidup setelah pemaparan
3.5 Pengujian Pengaruh Residu Amonia
Untuk mengetahui pengaruh residu gas fumigan pasca fumigasi maka balok uji kayu bekas pengujian fumigasi yang telah dihitung persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus, digunakan kembali untuk pengujian efek residu gas fumigan setelah sebelumnya dipaparkan di udara terbuka selama 24 jam.
Selanjutnya sebanyak 20 ekor rayap tanah C. curvignathus (18 kasta pekerja dan 2 kasta prajurit) dimasukkan ke dalam lubang uji dan balok kayu disatukan lagi dengan menggunakan lakban. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Balok uji kayu kemudian dimasukkan ke dalam ruang fumigasi yang telah steril gas fumigan amonia. Setelah 7 hari, balok uji dibongkar dan dihitung kembali persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus.
(30)
16
3.6Analisis Data
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
SAS 9.1. Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial dengan 3 faktor, yaitu: faktor A (jenis kayu yaitu kayu Durian, Manii, Mindi), faktor B (jarak bor yaitu satu, tiga, dan lima cm) dan faktor C (volume amonia yaitu kontrol, dua, empat, enam, delapan, dan sepuluh liter) dengan masing-masing menggunakan 3 kali ulangan. Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih. Istilah faktorial lebih mengacu pada bagaimana perlakuan-perlakuan yang akan diteliti disusun, tetapi tidak menyatakan bagaimana perlakuan-perlakuan tersebut ditempatkan pada unit-unit percobaan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Model rancangan percobaan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ket :
Yijkl = Nilai pengamatan pada pengaruh utama jenis kayu taraf ke-i pengaruh utama jarak bor taraf ke-j pengaruh volume amonia ke-k dan ulangan ke-l
µ = Rataan umum
i = Pengaruh utama jenis kayu ke-i j = Pengaruh utama jarak bor ke-j
k = Pengaruh utama volume amoniak ke-k
( )ij = interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan jarak bor ke-j ( )ik = interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan volume
amonia ke-j
( )jk = interaksi pengaruh utama jarak bor ke-i dengan volume amonia ke-j
( )ijk = interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i jarak bor ke-j dan volume amonia ke-j
ijkl = Pengaruh acak yang menyebar normal
Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAS 9.1.
(31)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keawetan Alami Kayu Skala Laboratorium
Parameter yang digunakan dalam pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah adalah persentase kehilangan berat kayu dan mortalitas rayap. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa kayu Manii memiliki persentase kehilangan berat sebesar 25,14%, kayu Mindi sebesar 16,85%, dan kayu Durian sebesar 17,08%. Kayu Manii memiliki kehilangan berat yang lebih tinggi dibandingkan kedua jenis kayu yang lain. Hal ini diduga kayu Mindi dan Durian memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih bersifat toxic terhadap organisme perusak kayu dibandingkan kayu Manii sehingga memiliki kehilangan berat yang lebih rendah. Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar zat ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya, namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Persentase kehilangan berat contoh uji kayu setelah diumpankan selama 4 minggu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Persentase Kehilangan Berat pada Uji Keawetan Alami Kayu Manii, Mindi, dan Durian.
(32)
18
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kayu Manii termasuk ke dalam kelas awet V, sedangkan kayu Mindi dan Durian termasuk ke dalam kelas awet IV. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Wahyudi et al. (2007) yang menyatakan bahwa kayu Mindi dan Durian termasuk kelas awet IV-V. Sedangkan, hasil pengujian terhadap kayu Manii tidak sesuai dengan pernyataan Wahyudi et al.
(2007) yang menyatakan bahwa kayu Manii termasuk kelas awet IV, sedangkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kayu Manii termasuk ke dalam kelas awet V. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan umur dan lokasi tempat tumbuh kayu yang digunakan sebagai contoh uji.
Parameter lain yang digunakan dalam pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah adalah persentase nilai mortalitas rayap setelah pengumpanan. Persentase mortalitas hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Persentase Mortalitas Rayap C. curvignathus pada Uji Laboratorium.
Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa setiap jenis kayu memilki nilai persentase mortalitas di atas 90%. Nilai ini tergolong tinggi, namun berdasarkan hasil pengujian kayu kontrol diperoleh hasil persentase mortalitas sebesar 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan prosedur pengujian keawetan alami telah dilakukan dengan benar. Keberagaman faktor lingkungan yang sulit untuk dikendalikan menyebabkan tingginya persentase mortalitas rayap tanah C.
(33)
19
4.2 Pengujian Metode Fumigasi
Berdasarkan hasil pengujian fumigasi amonia terhadap balok uji kayu Durian diperoleh persentase mortalitas rayap tanah yang selengkapnya tersaji pada Gambar 7. Hasil pengujian menunjukkan bahwa fumigasi dengan menggunakan amonia sebanyak 6 liter sudah mampu membunuh seluruh rayap karena memiliki nilai mortalitas sebesar 100%. Pada volume amonia 2 liter, mortalitas rayap berkisar antara 58,33-78,33%. Sedangkan untuk volume amonia 4 liter, nilai mortalitas rayap berkisar antara 85,00-93,33%.
Gambar 7 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Durian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada jarak 1 cm baik pada volume 2 liter maupun volume 4 liter memiliki nilai mortalitas yang paling besar dibandingkan pada jarak 3 cm maupun 5 cm. Pada jarak 5 cm, gas fumigan amonia telah mengakibatkan nilai mortalitas yang lebih besar dibandingkan kontrol. Hal ini berarti gas amonia mampu menembus poti-pori kayu sampai jarak maksimal contoh uji, yaitu 5 cm.
Seperti halnya pada kayu Durian, kayu Mindi juga memiliki nilai mortalitas mencapai 100% pada penggunaan volume amonia sebanyak 6 liter. Hasil perhitungan persentase mortalitas akibat fumigasi pada kayu Mindi dapat dilihat pada Gambar 8.
(34)
20
Gambar 8 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Mindi.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai mortalitas yang didapat pada kayu Mindi pada umumnya sama dengan mortalitas pada kayu Durian. Pada kayu Mindi dengan amonia sebanyak 2 liter memiliki nilai mortalitas antara 48,33-70,00% dan penggunaan amonia sebanyak 4 liter memiliki nilai mortalitas antara 76,67-90,00%. Sama halnya pada kayu Durian, jarak 1 cm pada kayu Mindi juga memiliki nilai mortalitas yang lebih besar dibandingkan jarak 3 cm atau 5 cm untuk penggunaan amonia sebanyak 2 liter dan 4 liter. Pada kayu Mindi, gas fumigan juga mampu menembus pori-pori kayu sampai jarak maksimal contoh uji kayu, yaitu 5 cm. Hal ini dapat dilihat bahwa nilai mortalitas pada jarak 5 cm untuk setiap volume amonia yang digunakan lebih besar dari nilai mortalitas kontrol.
Untuk kayu Manii pada umumnya memiliki nilai mortalitas yang sama dengan kayu Durian dan Mindi dimana jarak lubang 1 cm memiliki nilai mortalitas yang lebih besar dibandingkan jarak 3 cm atau 5 cm untuk setiap volume amonia. Pada kayu Manii juga didapat bahwa pada volume amonia 6 liter telah mengakibatkan seluruh rayap mati (mortalitas 100%). Untuk lebih jelasnya, nilai mortalitas rayap akibat fumigasi amonia pada kayu Manii dapat dilihat pada Gambar 9.
(35)
21
Gambar 9 Persentase Mortalitas Rayap Tanah Metode Fumigasi pada Kayu Manii.
Berdasarkan hasil penelitian pada kayu Manii didapat bahwa untuk penggunaan amonia sebanyak 2 liter sebagai fumigan menghasilkan nilai mortalitas antara 61,67-88,33% dan untuk penggunaan volume amonia sebanyak 4 liter menghasilkan nilai mortalitas antara 88,33-96,67%. Pada kayu Manii juga dapat dilihat bahwa gas fumigan amonia dapat menembus jarak 5 cm yang merupakan jarak maksimal pada contoh uji kayu.
Hasil analisis sidik ragam atau Analisis of Variance (ANOVA) dengan menggunakan program S.A.S 9.1 pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa jenis kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase mortalitas rayap tanah. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Value (<,0001) yang lebih kecil dibandingkan nilai (0,05). Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian fumigasi amonia yang menunjukkan bahwa pada kayu Durian, Mindi, dan Manii memiliki nilai mortalitas yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena tiap jenis kayu memiliki kerapatan yang berbeda. Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006), kayu Mindi memiliki kerapatan sekitar 0,53 g/cm3, sedangkan kerapatan yang dimiliki oleh kayu Durian sekitar 0,50 g/cm3 dan kayu Manii sebesar 0,40 g/cm3. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositas atau proporsi volume rongga kosong (Haygreen et al. 2003). Selain itu, kayu Mindi memiliki ukuran diameter pori yang lebih kecil dibandingkan kayu Durian dan Manii. Menurut Martawijaya
(36)
22
et al. (2005), kayu Mindi memiliki pori dengan diameter 30-360 µ, dibandingkan dengan kayu Durian yang memiliki pori dengan diameter 100-400 µ. Semakin kecil diameter pori suatu kayu dapat menyebabkan semakin sedikit amonia yang dapat masuk ke dalam kayu, sehingga menyebabkan nilai mortalitas pada kayu Mindi lebih kecil dibandingkan pada kayu Durian dan Manii. Pada proses fumigasi ini, fumigan akan menghasilkan uap yang akan berada di dalam ruangan kedap udara yang dipersiapkan. Uap fumigan tersebut akan masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut akan dipenuhi uap fumigan. Uap tersebut akan menjadi bahan untuk mencegah faktor perusak kayu untuk merusak kayu (Arinana et al. 2008).
Besarnya kerapatan dan diameter pori juga dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi amonia ke dalam kayu. Kematian rayap tanah C. curvignathus yang berada di dalam kayu menunjukkan bahwa gas amonia mampu masuk ke dalam kayu melalui pori-pori yang terdapat di dalam kayu. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu, kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas ke dalam kayu. Karakteristik kayu tersebut menyebabkan fumigan mampu menjangkau organisme sasaran sekalipun berada di dalam kayu. Semakin besar nilai kerapatan kayu maka volume rongga kosong semakin kecil, sehingga uap amonia akan semakin sulit masuk ke dalam kayu. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa gas fumigan amonia mampu menembus hingga jarak maksimal contoh uji (5 cm) pada tiap jenis kayu dan pada tiap tingkat amonia yang digunakan.
Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jenis kayu Manii memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap mortalitas rayap tanah dibandingkan jenis kayu yang lain. Setiap jenis kayu memiliki karakteristik masing-masing yang dapat dilihat dengan perbedaan struktur dan kerapatan. Kayu Manii memiliki kerapatan yang lebih kecil dibandingkan jenis kayu yang lain sehingga kayu Manii mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap mortalitas dibandingkan jenis kayu yang lain.
(37)
23
Hasil perhitungan mortalitas pada fumigasi amonia dengan menggunakan volume 2 liter memberikan hasil mortalitas yang lebih kecil dibandingkan dengan volume amonia yang lebih banyak. Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa pada volume 6, 8, dan 10 liter memiliki mortalitas terbesar (100%) atau bisa dikatakan tidak ada rayap yang dapat bertahan hidup pada volume tersebut.
Gambar 10 Persentase Mortalitas Rayap Metode Fumigasi pada Tiap Volume Amonia.
Berdasarkan hasil pengujian (Gambar 10), pada perlakuan kontrol yang tidak diberi amonia memilki mortalitas rata-rata sebesar 31,11%. Secara keseluruhan hasil perhitungan menunjukkan semua sampel yang diberi perlakuan fumigasi dengan setiap tingkat volume amonia menghasilkan mortalitas rayap yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian fumigan amonia memberikan efek terhadap mortalitas rayap karena nilai mortalitas kayu yang diberi perlakuan fumigasi memiliki nilai mortalitas yang lebih besar dibandingkan nilai mortalitas pada kontrol. Selain itu, dari hasil pengujian dihasilkan bahwa pada volume amonia 6 liter telah bekerja secara efektif pada masing-masing contoh uji dimana pada kondisi ini semua rayap dalam balok uji mati semua (mortalitas 100%).
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa volume amonia yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap tanah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P-Value (<,0001) yang lebih kecil
(38)
24
dibandingkan nilai (0,05). Semakin besar volume amonia yang digunakan, maka semakin tinggi juga tingkat mortalitasnya. Hasil analisis sidik ragam yang memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap tanah kemudian dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan pada volume amonia yang digunakan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa fumigasi dengan volume amonia 6, 8, dan 10 liter lebih besar pengaruhnya terhadap mortalitas rayap tanah dibandingkan perlakuan fumigasi dengan volume amonia 2 dan 4 liter. Hal ini dikarenakan uap yang dihasilkan dari fumigan kadarnya lebih banyak dalam ruang fumigasi, sehingga penetrasi ke dalam kayu lebih baik. Kondisi tersebut menyebabkan rayap tanah C. curvignathus tidak dapat bertahan hidup.
Hasil pengujian pengaruh jarak lubang pada kayu menunjukkan bahwa semakin besar jarak lubang dari permukaan maka akan cenderung menurunkan nilai mortalitas rayap seperti yang terlihat pada Gambar 11. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada jarak 1 cm dari permukaan kayu menghasilkan nilai mortalitas terbesar (94,44%) dibandingkan pada jarak lubang 3 cm dan 5 cm dari permukaan kayu.
Gambar 11 Persentase Mortalitas Rayap Metode Fumigasi pada Tiap Jarak Lubang.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jarak lubang (posisi rayap dalam kayu) memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase mortalitas rayap tanah. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Value (<,0001)
(39)
25
yang lebih kecil dibandingkan nilai (0,05). Hal ini diduga karena faktor jarak lubang akan berbanding lurus dengan jarak yang harus ditempuh oleh gas amonia. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan jarak 1 cm lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan jarak 3 cm dan 5 cm. Semakin besar jarak lubang, maka uap amonia akan lebih sulit untuk melakukan penetrasi. Kemampuan penetrasi untuk mencapai kedalaman 5 cm harus diimbangi dengan peningkatan volume amonia pula.
Selain pada tiap faktor, hasil analisis sidik ragam juga dilihat pengaruh dari tiap interaksi faktor terhadap mortalitas rayap tanah. Interaksi yang dihasilkan menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan perlakuan fumigasi, serta interaksi antara perlakuan fumigasi dan jarak bor memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap. Sedangkan, interaksi antara jenis kayu dan jarak bor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Selain itu, interaksi antara ketiga faktor juga menunjukkan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-Value (0,8768) yang lebih besar dari nilai (0,05). Dengan demikian, diduga ada faktor lain di luar model yang mempengaruhi dalam penelitian ini sehingga interaksi ketiga faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pernyataan ini diperkuat pula dengan nilai R-Square yang sebesar 0,985355 yang dapat diartikan bahwa 98,5355% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap masing-masing interaksi menunjukkan bahwa interaksi antara semua jenis kayu dengan volume amonia 6, 8, dan 10 liter memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap mortalitas rayap. Sedangkan interaksi antara setiap taraf jarak dengan volume amonia 6, 8, dan 10 liter memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap nilai mortalitas rayap. Hasil uji lanjut Duncan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
(40)
26
4.3 Pengaruh Residu Amonia
Salah satu cara untuk mengetahui keefektifan dari gas fumigan amonia dapat dilakukan pengujian terhadap sisa gas amonia (residu) yang masih berada dalam contoh uji kayu. Jika masih ada sisa amonia yang berada di dalam kayu maka akan mempengaruhi mortalitas rayap yang diuji. Pengertian residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kimia dan fisis mulai bekerja (Martono 2009).
Dalam penelitian didapat bahwa pada tiap masing-masing jenis kayu mengalami nilai mortalitas mencapai 100% pada tiap tingkat volume amonia dan jarak lubang dari permukaan. Hal ini berarti seluruh individu rayap yang dipaparkan ke dalam kayu yang telah digunakan untuk proses fumigasi tidak dapat bertahan hidup atau mati. Hasil mortalitas rayap hasil pemaparan ke dalam kayu yang telah difumigasi berdasarkan volume amonia dan jarak lubang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 12 Persentase Mortalitas Rayap Hasil Residu Fumigan Amonia Berdasarkan Volume Amonia.
(41)
27
Gambar 13 Persentase Mortalitas Rayap Hasil Residu Fumigan Amonia Berdasarkan Jarak Lubang.
Data yang diperoleh menunjukkan rayap seluruhnya mati untuk tiap jenis kayu, tiap tingkat volume amonia yang digunakan, maupun posisi rayap (jarak lubang) dari permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa fumigan amonia masih terdapat dalam balok uji kayu yang menyebabkan persentase mortalitas rayap yang mencapai 100%. Menurut Martono (2009), residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi.
Pada saat pembongkaran masih dapat tercium bau amonia yang tertinggal dalam kayu. Hal ini memungkinkan bau amonia juga terhirup oleh rayap tanah selama masa pengumpanan. Menurut Oka (2005), fumigan memiliki sifat mudah sekali menguap dan masuk ke dalam tubuh serangga hama dalam bentuk gas melalui sistem pernafasannya. Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang
eksoskeleton serangga dan jika dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kematian (Anonim 2009). Lamanya waktu pengujian residu selama 7 hari juga kemungkinan mempengaruhi persentase mortalitas yang mencapai 100% dibandingkan dengan pengumpanan pada saat aplikasi fumigasi yang selama 4 hari. Semakin lama waktu pengumpanan, maka semakin banyak amonia yang terakumulasi dan terhirup oleh rayap tanah.
Berdasarkan pengujian tersebut didapat bahwa amonia memiliki efek residual pada kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus. Hal ini dapat mencegah
(42)
28
terjadinya serangan rayap tanah kembali terhadap kayu setelah kayu difumigasi dengan amonia. Namun, adanya residu amonia juga berdampak pada aroma kayu. Dari hasil pengujian fumigasi amonia didapat bahwa kayu yang telah difumigasi menggunakan amonia akan meninggalkan bau amonia di kayu.
Menurut Giler (2006) fumigan yang ideal adalah fumigan yang tidak meninggalkan efek residu yang berbahaya bagi komoditas dan memiliki toksisitas yang rendah terhadap tumbuhan, manusia, dan organisme lain yang bukan menjadi sasaran. Maka dari itu diperlukan tindakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan efek residu yang berbahaya bagi organisme lain yang bukan sasaran tersebut tanpa menghilangkan efek residu terhadap organisme perusak, salah satunya dengan pengaplikasian finishing pada bahan kayu setelah difumigasi. Pengaplikasian finishing, seperti pemberian cat kemungkinan dapat menghilangkan sisa bau dari amonia pada kayu. Selain itu, ada beberapa cara yang mungkin dapat digunakan untuk menghilangkan bau amonia tersebut, seperti dengan kayu diangin-anginkan atau diberi kipas, dan juga dapat diberi dengan perlakuan panas setelah kayu difumigasi. Pemberian angin dan perlakuan panas diharapkan dapat menghilangkan sisa bau amonia yang masih terdapat dalam kayu yang telah difumigasi.
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Beradasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Fumigan amonia memiliki sifat residual terhadap rayap tanah (C. curvignathus) pada kayu Manii, Durian, dan Mindi, pada tiap volume amonia, serta jarak lubang yang digunakan.
2. Hasil pengujian sisa residu amonia menghasilkan nilai mortalitas rayap mencapai 100 % pada semua jenis kayu dan pada tiap perlakuan jarak serta volume amonia.
3. Perlakuan fumigasi memberikan pengaruh terhadap mortalitas rayap C.
curvignathus dimana nilai mortalitas pada kayu Manii, Durian, dan Mindi lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol.
4. Semakin besar volume amonia yang digunakan maka akan semakin besar pula nilai mortalitas rayap. Perlakuan fumigasi dengan jumlah volume amonia 6 liter pada kayu Manii, Durian, dan Mindi dapat mencapai nilai mortalitas 100 % pada ruang fumigasi ukuran 2 m x 1 m x 1 m.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai:
1. Pengujian efikasi residu amonia secara laboratorium maupun lapangan untuk mengetahui ketahanan kayu setelah difumigasi.
2. Efek yang ditimbulkan fumigasi amonia terhadap bagian tubuh rayap yang terserang serta perilakunya.
3. Penanggulangan terhadap efek residu yang berbahaya bagi organisme lain yang bukan sasaran.
4. Pengaruh amonia yang telah digunakan dalam proses fumigasi terhadap rayap tanah.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Amonia http://id.Wikipedia.org/wiki (diakses tanggal 10 Januari 2011).
Anonim. 2009. Amonia. http://id.Wapedia.org (diakses pada 31 Mei 2010).
Abdurachman, Hadjib N. 2006.: Pemanfaatan Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan; Bogor, 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hlm 130-148.
Abdurachman, Hadjib N. 2009. Mutu Beberapa Jenis Kayu Tanaman Untuk Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya. Dalam: Prosiding PPI Standarisasi, Jakarta 19 November 2009. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Abdurrohim S. 2007. Keterawetan Kayu Kurang Dikenal. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan; Bogor, 25 Oktober 2007: Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) Hal: 103 – 112.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and Other Cellulosic Material for Resistance to Termites. ASTM D 3345 – 08.
Arinana, Rismayadi Y, Mustika D. 2008. Efikasi Fumigan Alumunium Phosphida Terhadap Rayap Kayu Kering (Coptotermes cynocephalus) Isoptera: Kalotermitidae. Prosiding Seminar Nasional Sains. Bogor, 1 November 2008.
Barly. 2007. Penyempurnaan Sifat Bahan Baku Kayu Bangunan dan Mebel. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, Bogor, tgl 25 Oktober 2007, hal: 67 – 80.
Giler J. 2006. Fumigation Handbook. Washington DC: United States Departement of Agriculture.
Harwood WS, Herring FG, Madura JD, Petrucci RH. 2007. General Chemistry Principles and Modern applications, ninth edition. Pearson Education International.
Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Product and Wood Science: An Introduction. USA: The Lowa State University Press.
Hendrawan. 2007. Memberantas Hama pada Data Arsip/Buku dengan Fumigasi. http://www.gratisiklan.com (diakses tanggal 31 Mei 2010).
(45)
31
Inward D, Beccaloni G, Eggleton P. 2007. Death of an Order: A Comprehensive Molecular Phylogenetic Study Confirms That Termites are Eusocial Cockroaches. Biol. Lett. (2007) 3, 331-335.
[ISPM] International Standards for Phytosanitary Measures. 2006. Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade (2002)
with modifications to Annex I (2006). Secretariat of the International Plant Protection Convention. ISPM No.15.
Joker D. 2002. Informasi Singkat Benih (Maesopsis eminii Engl.). Bandung: Indonesia Forest Seed Project.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Martawijaya A, Barly, Permadi P. 2001. Pengawetan Kayu untuk Barang Kerajinan. Bogor: Puslitbang Kehutanan Bogor.
Martono E. 2009. Toksikologi Insektida. http://www.edmart.staff.ugm.ac.id/?satoewarna=index&winoto=base&a ction=listmenu&skins=2&id=372&tkt=4 (diakses tanggal 10 Februari 2011).
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press.Bogor.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.
Nugroho N. 2005. Peningkatan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Melalui Rekayasa Bahan Baku dan Aplikasi Pengeringan Serta Pengawetan. Di dalam Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15; Jakarta, 23 Juni 2005.
Oka ID. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia cetakan ke-3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
(46)
32
Priyono JA. 2005. Meningkatkan Mutu Kemasan Kayu Melalui Aplikasi Fumigasi. Di dalam Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia dalam Rangka Penerapan ISPM#15; Jakarta, 23 Juni 2005.
Rahayu IS, Arinana, Priadi T. 2009. Kayu Hutan Rakyat Hasil Teknologi Pengawetan Ramah Lingkungan Sebagai Pendukung Industri Kreatif. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Strategis Nasional Batch IV. Tidak Diterbitkan.
Rahayu IS, Arinana, Wahyudi I. 2010. Ammonia Fumigation of Less Durable Woods. The 2nd International Symposium of Indonesian Wood Research Society, Sanur, Bali, 12-13 November 2010. Page: 237-242. Rose J. 2007. Ammonia Fuming : Frequently Asked Question.
http://www.servtech.com/html (diakses tanggal 15 Desember 2010).
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta: SNI 01. 7207-2006.
Surjokusumo MS. 2005. Karakteristik Mutu Bahan Baku Kemasan di Indonesia. Di dalam Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia dalam Rangka Penerapan ISPM#15; Jakarta, 23 Juni 2005.
Tarumingkeng RC. 2006. Bunga Rampai Jejak Langkah Kehidupan. Bogor: Fahutan IPB.
Wahyudi I, Febrianto F, Karlinasari L, Suryana J, Nawawi DS, Nurhayati. 2007. Kajian Potensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam Rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan. Wistara IN, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis
Kayu Tropis Plasma CF4 Terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume XV (No.2).
(47)
(48)
34
Lampiran 1 Data Kehilangan Berat dan Mortalitas Hasil Pengujian Keawetan Alami (ASTM D 3345-2008).
1. Kehilangan Berat
Jenis Kayu Kode Kayu
Sebelum Pengumpanan
Setelah
Pengumpanan Penurunan
Berat (%) Kelas
BKT (g) BKT (g)
Manii
Af1 1,588 1,253 21,096 V
Af2 1,640 1,117 31,890 V
Af3 1,266 0,994 21,485 V
Rata-rata 1,498 1,121 25,145 V
Mindi
Md1 1,734 1,432 17,416 IV
Md2 2,008 1,679 16,384 IV
Md3 1,760 1,464 16,818 IV
Rata-rata 1,834 1,525 16,848 IV
Durian
Dr1 2,361 1,941 17,789 IV
Dr2 2,262 1,881 16,844 IV
Dr3 2,202 1,837 16,576 IV
Rata-rata 2,275 1,886 17,084 IV
2. Mortalitas Rayap Jenis
Kayu
Kode Kayu
Jumlah Rayap Sebelum Pengumpanan
Jumlah Rayap Setelah
Pengumpanan Mortalitas (%) Pekerja Prajurit Total Pekerja Prajurit Total Pekerja Prajurit Total Manii
Af1 200 20 220 2 0 2 99 100 99,09
Af2 200 20 220 0 0 0 100 100 100
Af3 200 20 220 0 0 0 100 100 100
Rata-rata 200 20 220 0,67 0 0,67 99,67 100 99,70
Mindi
Md1 200 20 220 10 0 10 95 100 95,45
Md2 200 20 220 9 0 9 95,5 100 95,91
Md3 200 20 220 16 0 16 92 100 92,73
Rata-rata 200 20 220 11,67 0 11,67 94,17 100 94,70
Durian
Dr1 200 20 220 5 1 6 97,50 95 97,27
Dr2 200 20 220 29 0 29 85,50 100 86,82
Dr3 200 20 220 28 0 28 86 100 87,27
(49)
35
Lampiran 2 Data Mortalitas Metode Fumigasi Amonia
jenis kayu fumigasi jarak lubang mortalitas (%)
M
ani
i
kontrol 5cm 28,33
2liter
1cm 88,33
3cm 73,33
5cm 61,67
4liter
1cm 96,67
3cm 91,67
5cm 88,33
6liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
jenis
kayu fumigasi
jarak lubang
mortalitas (%)
jenis
kayu fumigasi
jarak lubang mortalitas (%) D ur ia n
kontrol 5cm 30,00
M
ind
i
kontrol 5cm 35,00
2liter
1cm 78,33
2liter
1cm 70,00
3cm 66,67 3cm 51,67
5cm 58,33 5cm 48,33
4liter
1cm 93,33
4liter
1cm 90,00
3cm 88,33 3cm 81,67
5cm 85,00 5cm 76,67
6liter
1cm 100,00
6liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
(50)
36
Lampiran 3 Data Mortalitas Pengaruh Residu Amonia jenis
kayu fumigasi
jarak lubang
mortalitas (%)
jenis
kayu fumigasi
jarak lubang mortalitas (%) D ur ia n 2liter
1cm 100,00
M
ind
i
2liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
4liter
1cm 100,00
4liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
6liter
1cm 100,00
6liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
3cm 100,00 3cm 100,00
5cm 100,00 5cm 100,00
jenis
kayu fumigasi
jarak
lubang mortalitas (%)
M
ani
i
2liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
4liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
6liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
8 liter
1cm 100,00
3cm 100,00
5cm 100,00
10 liter
1cm 100,00
3cm 100,00
(51)
37
Lampiran 4 Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Metode Fumigasi Amonia
The SAS System The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
jenis 3 A1 A2 A3
fumigasi 6 B0 B1 B2 B3 B4 B5
jarak 3 C1 C2 C3
Number of Observations Read 144
Number of Observations Used 144
The SAS System The GLM Procedure Tabel uji-F model
Dependent Variable: mortalitas
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 47 58312.32639 1240.68780 137.43 <.0001
Error 96 866.66667 9.02778
Corrected Total 143 59178.99306
Tabel R-Square
R-Square Coeff Var Root MSE mortalitas Mean
(52)
38
Tabel Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Jenis 2 390.65291 195.32645 21.64 <.0001
Fumigasi 5 47462.31481 9492.46296 1051.47 <.0001
Jarak 2 993.70370 496.85185 55.04 <.0001
jenis*fumigasi 10 1365.74074 136.57407 15.13 <.0001
jenis*jarak 4 20.74074 5.18519 0.57 0.6819
fumigasi*jarak 8 1876.66667 234.58333 25.98 <.0001
(53)
39
Lampiran 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Metode Fumigasi Amonia
Uji Duncan masing-masing faktor
1. Faktor jenis
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Number of Means 2 3
Critical Range 1.217 1.281
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N jenis
A 89.2708 48 A3
B 87.5000 48 A1
C 84.5833 48 A2
2. Faktor fumigasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Harmonic Mean of Cell Sizes 20.25
Note: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 1.874 1.972 2.038 2.085 2.122
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N fumigasi
(54)
40
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N fumigasi
A 100.0000 27 B5
A 100.0000 27 B3
B 87.9630 27 B2
C 66.2963 27 B1
D 31.1111 9 B0
3. Faktor Jarak
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Harmonic Mean of Cell Sizes 47.64706
Note: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3
Critical Range 1.222 1.286
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N jarak
A 94.4444 45 C1
B 90.2222 45 C2
(55)
41
Uji Duncan interaksi yang berpengaruh:
1. Jenis*fumigasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 126
Error Mean Square 30.51146
Harmonic Mean of Cell Sizes 6.75
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 100.000 9 A3B4
A 100.000 9 A3B5
A 100.000 9 A2B4
A 100.000 9 A1B3
A 100.000 9 A1B4
A 100.000 9 A1B5
A 100.000 9 A3B3
A 100.000 9 A2B3
A 100.000 9 A2B5
B 92.222 9 A3B2
B 88.889 9 A1B2
C 82.778 9 A2B2
(1)
Tabel Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Jenis 2 390.65291 195.32645 21.64 <.0001
Fumigasi 5 47462.31481 9492.46296 1051.47 <.0001
Jarak 2 993.70370 496.85185 55.04 <.0001
jenis*fumigasi 10 1365.74074 136.57407 15.13 <.0001
jenis*jarak 4 20.74074 5.18519 0.57 0.6819
fumigasi*jarak 8 1876.66667 234.58333 25.98 <.0001
(2)
Lampiran 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Metode Fumigasi Amonia
Uji Duncan masing-masing faktor1. Faktor jenis
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Number of Means 2 3
Critical Range 1.217 1.281
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N jenis
A 89.2708 48 A3
B 87.5000 48 A1
C 84.5833 48 A2
2. Faktor fumigasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Harmonic Mean of Cell Sizes 20.25
Note: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 1.874 1.972 2.038 2.085 2.122
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N fumigasi
(3)
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N fumigasi
A 100.0000 27 B5
A 100.0000 27 B3
B 87.9630 27 B2
C 66.2963 27 B1
D 31.1111 9 B0
3. Faktor Jarak
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 96
Error Mean Square 9.027778
Harmonic Mean of Cell Sizes 47.64706
Note: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3
Critical Range 1.222 1.286
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N jarak
A 94.4444 45 C1
B 90.2222 45 C2
(4)
1. Jenis*fumigasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 126
Error Mean Square 30.51146
Harmonic Mean of Cell Sizes 6.75
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 100.000 9 A3B4
A 100.000 9 A3B5
A 100.000 9 A2B4
A 100.000 9 A1B3
A 100.000 9 A1B4
A 100.000 9 A1B5
A 100.000 9 A3B3
A 100.000 9 A2B3
A 100.000 9 A2B5
B 92.222 9 A3B2
B 88.889 9 A1B2
C 82.778 9 A2B2
(5)
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
E 67.778 9 A1B1
F 56.667 9 A2B1
G 35.000 3 A2B0
H G 30.000 3 A1B0
H 28.333 3 A3B0
2. Fumigasi*jarak
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 128
Error Mean Square 22.74306
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 100.000 9 B3C2
A 100.000 9 B3C3
A 100.000 9 B4C1
A 100.000 9 B4C2
A 100.000 9 B4C3
A 100.000 9 B5C1
(6)
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 100.000 9 B3C1
A 100.000 9 B5C3
B 93.333 9 B2C1
C 87.222 9 B2C2
D C 83.333 9 B2C3
D 78.889 9 B1C1
E 63.889 9 B1C2
F 56.111 9 B1C3