Strukturasi Novel Putroe Neng

“Militer laut Kerajaan Seudu dipimpin oleh Laksamana Nian Nio Liang Khie, putri dari Maharani Liang Khie yang masih sangat muda. Seperti ibundanya, Nian Nio Liang Khie adalah seorang perempuan berkulit kuning lembut seperti sutra. Di bawah sinar matahari, kulitnya terlihat berkilauan oleh keringat yang membuat prajurit muda itu seperti hendak menetes air liurnya” hlm. 85 “Kita semua tahu, Nian Nio seorang bekas maharani dengan wilayah kekuasaan yang luas. Dia juga memiliki kemampuan tempur yang tidak ada tandingannya. Dia sudah merobohkan seratus laki-laki di medan perang.” hlm. 278 Bersama seorang sepupu yang ahli mengayun pedang Perwira Kun Khie berusia 21 tahun, berambut panjang, memiliki pedang yang paling mematikan yang diberi nama Shiwu, Kun Khie sangat ditakuti. Dengan kepribadiannya pemimpin pasukan Tiongkok itu dan ribuan pasukan terlatih lain tidak heran mampu melumpuhkan kerajaan Indra Jaya dengan mudah. Kemudian Indra Jaya diberi nama Kerajaan Seudu dengan Panton Bie sebagai pusat pemerintahan. Ketiga, Meurah Johan anak ketiga raja Lingga dan keempat, Syekh Abdullah Kana’an atau Syekh Syiah Hudam. Meurah Johan adalah pria yang memiliki kecerdasan yang tinggi, tampan, menawan, ahli pedang dan siasat, taat beribadah, dan awalnya dipersiapkan sebagai penerus Kerajaan Lingga. Namun perjuangannya menghantarkan dirinya menjadi raja Kerajaan Darut Donya Aceh Darussalam. “Wakil pasukan tersebut bernama Meurah Johan yang dilukiskan sebagai seorang perwira gagah perkasa arif bijaksana.” hlm. 166 “Tapi, otot-ototnya kuat. Urat-urat di tangannya terlihat menonjol seperti akar-akar pohon jalar. Dia menguasai ilmu pedang dengan baik dan mengajarkannya kepada para prajurit kita. Dia bisa bertarung pedang di atas punggung kuda sebaik bertarung di atas tanah. Kata Bitra, Pangeran Meurah Johan bisa memainkan pedang dengan tangan kanan dan kiri sekaligus atau memadukannya dengan tombak. Jarang sekali ada prajurit yang memiliki kemampuan seperti itu.” hlm. 168-169 “Lelaki yang awalnya dipersiapkan menerima warisan Kerajaan Lingga, akhirnya malah menjadi penguasa Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam, sebuah nama yang lahir dari penyatuan Indra Purba, Indra Patra, Indra Puri, dan seudu. Meurah Johan ditetapkan sebagai sultan pertama pada hari pertama bulan Ramadan dengan gelar Sultan Alaiddin Johan Syah.” hlm. 280 Syekh Syiah Hudam adalah guru Meurah Johan keturunan Arab, berjanggut, tinggi, bijaksana, sangat disegani karena ilmunya yang tinggi, ahli siasat, bijaksana, dan seorang alim. “Menurut kabar yang dibawa utusan, pasukan tersebut dipimpin Syekh Abdullah Kana’an yang juga seorang guru besar di Zawiyah cot Kala.” hlm. 166 “Syekh Syiah Hudam bukan hanya memperkenalkan dan mengajarkan cara menanam, tetapi juga mengisahkan sejarah penemuan berbagai tanaman tersebut sehingga rakyat Indra Purba menjadi terang benderang pengetahuannya seperti bulan purnama.” hlm. 194 “Ia dikabarkan datang dari sebuah negeri di Timur Tengah bersama 100 orang dalam sebuah rombongan yang dipimpin nakhoda khalifah. Rombongan tersebut terdiri dari orang Persia, Arab, dan Gujarat.” hlm. 182 Kelima, Raja Indra Sakti raja Kerajaan Indra Purba memiliki seorang permaisuri dan dua orang putri yang cantik. Salah satu putrinya yaitu Putri Indra Kesuma adalah istri pertama Meurah Johan. Raja Indra Sakti adalah seorang yang disegani oleh rakyatnya, cerdas, tanggap, dan cukup bijak. “Namun di dalam istana, Raja Indra Sakti membuat kebijakan khusus. Ia memerintahkan lumbung selalu penuh untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. PN: 29” ““Dengan cara demikian gudang makanan akan tetap aman,” tegas Raja Indra Sakti yang tidak terbantahkan. PN: 30” “Raja Indra Sakti mengingatkan kepala tukang istana agar tidak ada korbandalam pembangunan lumbung tersebut. PN: 31” “Raja Indra Sakti mempersilakan seluruh keluarga istana dan rakyat Indra Purba untuk memegang keyakinannya msing-masing, tetapi tetap menghargai dan menghormati keyakinan kaum yang lain. PN: 202” Keenam, Barata Yudha seorang prajurit terbaik Kerajaan Indra Purba. Dia juga pemimpin rombongan perwira Kerajaan Indra Purba yang dilatih di Peureulak sekaligus suami putri sulung Raja Indra Sakti yaitu Putri Nila Kesuma. Tertarik pada Islam dan kemudian menjadi muallaf. “Kedua ratus prajurit itu akan dipimpin Barat Yudha. PN: 101” “Maaf Baginda Raja. Sejak beberapa bulan lalu, saya dan sejumlah prajurit kita sudah memeluk agama mereka. Saya mohon Baginda tidak murka dengan pilihan kami ini,” ujar Barata Yudha.... PN: 197” Ketujuh, Annisa adalah prajurit wanita rombongan Laskar Syiah Hudam yang berasal dari Peureulak yang tidak lain adalah keponakan Raja Peureulak Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah. Annisa adalah wanita yang cerdas, taktis, dan berani. “Sementara Annisa bersama sejumlah perwira lainnya, mengajarkan ilmu pengobatan dengan memanfaatkan berbagai tumbuhan yang ada di sekitar. PN: 195” “Bagaimanapun juga Annisa adalah keponakan Sultan. PN: 208” “Selama ini Annisa ternyata bukan diculik. Mereka sengaja menyusup ke wilayah Indra Patra justru untuk menawan Sri Ranarendra.... Pertempuran akan berlangsung lebih lama lagi seandainya Annisa gagal menyusup ke istana Indra Patra dan menawan Sri Ranarendra. PN: 224” Selanjutnya Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah, yaitu Raja Kerajaan Peureulak. Dikenal sangat bijaksana, hangat, dan alim. Ada pula Yupie Tan seorang tangan kanan Putroe Neng yang paling setia menemaninya hingga akhir cerita. Yupie Tan juga mencatat seluruh perjalanan Putroe Neng. Namun sayang catatan tersebut jatuh ke tengah samudera dalam badai di perjalanan laut mereka. Kesepuluh, ada Latifah sahabat Annisa yang termasuk dalam laskar Syiah hudam. Kesebelas, Lilian Chen. Dia adalah prajurit perempuan Putroe Neng. Lilian Chen adalah pengkhianat bagi Putroe Neng. Ia berdusta kepada Kun Khie sehingga pihak Seudu mengalami kekalahan. Kesebelas tokoh di atas telah mewarnai cerita Putroe Neng dengan penokohan yang sangat detil dan beragam. Tokoh-tokoh tersebut sejatinya adalah tokoh utama yang kerab disebut-sebut sepanjang alur novel. Meskipun memiliki watak atau karakter yang berbeda, namun para tokoh tersebut telah membuat novel Putroe Neng menjadi sangat berdinamika. Ada hal menarik lain yang perlu dibicarakan yaitu latar. Latar tempat dan nama kerajaan yang disebutkan pengarang sebagian besar dapat ditelusuri keberadaannya, seperti Kerajaan Lingga, Lamuri, Indra Jaya, Kerajaan Seudu, Panton Bie, Kerajaan Indra Purba, Indra Patra, Indra Puri, Kerajaan Samaindra, dan Kerajaan Samudra Pasai, Gunung Geureutee, Lingga atau Linge, Gunung Burni Telong dan Danau Laut Tawar, Negeri Saba, Seureule, Peunaron, Isaq, Sungai Jemer, Kuala Naga, Benteng Indra Kesumba, Rima, Lambaro Nejib, Ateuk, Lampeuneureut, Bukit Barisan Eumpe Awee, Blang Bintang, Lambaro, Lamsayun, Lamgarot, Ketapang Dua, Puni, Peunayong, Lamprik, dan Lingke, Neusu, Lamseupeung, Lung Bata, Lambhuk, Lampineung, Kuta Podiamat, Krueng Naga, dan Kuta Raja. Selain itu ada pula nilai-nilai penting yang digambarkan pengarang sebagai amanat, yaitu nilai-nilai religius dan kemanusiaan, toleransi beragama, kesetaraan gender, ilmu pengetahuan dan penyebaran peradaban, strategi perang, kebijaksanaan, dakwah dan sebagainya. Semua nilai ini digambarkan dalam diri atau sosok yang heroik dan patut diteladani pada diri sang tokoh.

4.2 Subjek Kolektif

Strukturalisme genetik memandang pengarang sebagai wakil dari subjek kolektif atau bagian dari masyarakat yang dibicarakannya. Ia adalah hasil dari kelompok sosial yang melahirkan dan telah mempengaruhi kepengarangannya. Sehingga karyanya merepresentasikan diri dan kelompok sosialnya. Aspirasi atau ide-ide yang dituangkan pengarang dalam karyanya bukanlah semata-mata lahir dari dirinya sebagai individu, melainkan sebagai kolektif yang diwakilinya. Subjek kolektif yang melahirkan gagasan-gagasan yang digambarkan pengarang yang terdapat dalam novel Putroe Neng secara garis besar ada tiga kelompok. Meskipun ketiganya pada kenyataannya pula, dan pada akhirnya melahirkan sebuah kelompok besar yang kini menjadi kelompok sosial tempat pengarang berada. Ketiganya diklasifikasikan berdasarkan keyakinan, budaya, dan latar tempat mereka berada. Hingga akhirnya keyakinan, budaya, dan latar tempat mereka lahir dan ada melahirkan sebuah sistem, gagasan, aspirasi, perasaan, falsafah kehidupan yang mereka jalani secara bersama-sama sesuai kelompoknya. Adapun ketiganya adalah masyarakat Peureulak dengan Islamnya, Indra Purba dengan Animismenya, dan Seudu dengan gagasan Tiongkoknya.

4.3 Pandangan Dunia

Karya sastra menunjukkan nilai-nilai yang dikandungnya melalui pandangan dunia dan sekaligus menyampaikan maknanya. Disamping itu pula pandangan dunia adalah identitas suatu kolektif dengan kesadaran tertentu. Meskipun demikian pandangan dunia bukanlah suatu fakta empiris melainkan terdiri atas gagasan, aspirasi, dan perasaan yang menyebabkan bersatunya suatu kelompok sosial masyarakat tertentu. Novel dianggap sebagai genre yang paling memadai untuk menerjemahkan kompleksitas struktur sosial Ratna, 2002: 104. Merujuk pada pernyataan Ratna tersebut sesuai dengan situasi yang terdapat dalam novel Putroe Neng Ayi Jufridar menggambarkan begitu banyak situasi yang menunjukkan pandangan dunia sebuah subjek kolektif. Pandangan dunia yang dimaksud adalah pemaparan situasi cerita dengan menghadirkan nilai-nilai religi, pendidikan, pesan moral, filosofi, norma-norma, adat, tradisi, karakter, dan budaya yang dimiliki