Relationship Pattern Between Organization and Social Performance with Fishing Port Performance, Case Study in PPP Dadap Indramayu District

(1)

STUDI KASUS DI PPP DADAP KABUPATEN INDRAMAYU

FATHUROHIM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pola Hubungan Antara Kinerja Organisasi dan Sosial dengan Kinerja Pelabuhan Perikanan, Studi Kasus Di PPP Dadap Kabupaten Indramayu” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012


(3)

FATHUROHIM, C44080032, Pola Hubungan Antara Kinerja Organisasi dan Sosial dengan Kinerja Pelabuhan Perikanan, Studi Kasus Di PPP Dadap Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh THOMAS NUGROHO dan IIN SOLIHIN.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dadap merupakan salah satu pangkalan yang produktif di Kabupaten Indramayu sampai tahun 2007 sehingga menaikan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Akan tetapi, setelah dinaikan statusnya PPP Dadap mulai mengalami penurunan kinerja. Penelitian dilakukan untuk mengetahui aktivitas operasional PPP Dadap, faktor-faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap, dan pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja pelabuhan PPP Dadap. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif untuk mengetahui aktivitas operasional PPP Dadap dan faktor-faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap serta analisis statistik parametrik untuk mengetahui pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja PPP Dadap. Hasil analisis diperoleh bahwa aktivitas pendaratan ikan di PPP Dadap dari tahun 2001 sampai tahun 2011 cenderung mengalami penurunan, mempunyai kisaran pertumbuhan -89,98 % - 254,64 % dan aktivitas pelayanan kebutuhan melaut PPP Dadap tahun 2003 – 2011 cenderung meningkat dan mempunyai kisaran pertumbuhan -18,38% - 90,86%. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPP Dadap mulai tahun 2008 tidak terjadi aktivitas pelelangan, tetapi hasil tangkapan tersebut mengalami pendataan di TPI PPP Dadap oleh petugas TPI. Faktor-faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal: fasilitas pelabuhan, bakul ikan, jumlah armada penangkapan, dan sedimentasi. Faktor eksternal: dukungan aparatur desa, serta sumberdaya ikan (SDI) dan daerah penangkapan Ikan (DPI). Pola hubungan kinerja PPP Dadap untuk pemilik kapal diperoleh persamaan Y = 11,0 + 0,048 X1 + 0,263 X2, sedangkan untuk anak

buah kapal (ABK) diperoleh persamaan Y = 18,7 + 0,0906 X1 – 0,005 X2.


(4)

FATHUROHIM, C44080032. Relationship Pattern Between Organization and Social Performance with Fishing Port Performance, Case Study in PPP Dadap Indramayu District. Superviced by THOMAS NUGROHO dan IIN SOLIHIN.

Fish Landing Base (PPI) Dadap is one of productive fishing port in Indramayu district until 2007, it caused the status raise into Fishery Harbour Beach (PPP). However, after the status raised, performance of PPP Dadap started to decline. Research conducted to determine operational activity in PPP Dadap, influence factors decline operational activity in PPP Dadap, and relationship pattern between the organization performance and social performance in PPP Dadap. The descriptive analysis is used to knows operational activity and influence factors decline operational activity in PPP Dadap and statistical parametrik analyses to know relationship pattern between social and the organization performance with PPP Dadap performance. The result of analysis obtained that fish landing activity in PPP Dadap from 2001 to 2011 tended to decline have range growth -89,98 % to 254,64 % and service fishing activity needs from 2003 - 2011 tending to rise and have range growth -18,38 % to 90,86 %. Fish Auction Place (TPI) in PPP Dadap started in 2008 did not occur activity auction but the catch has had a survey in PPP Dadap by TPI officers. Factors influential to decrease operational activity in PPP Dadap form of factor internal and external factors. The internal factors: port facilities, middleman, the fleet catching, and sedimentation. The external factors: apparatus village support, fish resources (SDI) and the region of catching fish (DPI). Relationship pattern performance in PPP Dadap for the ship owner obtained an equation Y = 11,0 + 0,048 X1 + 0,263 X2, while the crew members

obtained an equation Y = 18,7 + 0,0906 X1 – 0,005 X2.


(5)

©

Hak Cipta IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(6)

STUDI KASUS DI PPP DADAP KABUPATEN INDRAMAYU

FATHUROHIM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(7)

Nama Mahasiswa NRP

Program Studi

: : :

Fathurohim C44080032

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua,

Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si NIP. 19700414 200604 1 020

Anggota,

Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si NIP. 19701210 199702 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pembuatan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian ini adalah “Pola Hubungan Antara Kinerja Organisasi dan Sosial dengan Kinerja Pelabuhan Perikanan, Studi Kasus Di PPP Dadap Kabupaten Indramayu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si. dan Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si. selaku komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini;

2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan dan Akhmad Solihin, S.Pi, MH sebagai penguji tamu pada sidang ujian skripsi;

3. Bapak Oni (Divisi Kelautan), Ibu Erna (Divisi Kelautan), Bapak Edi (KCD Kecamatan Juntinyuat dan Sliyeg), dan H. Jaeni (Manajer PPP Dadap) yang telah memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini;

4. Ayahanda (Kaerudin), Ibunda (Naipah), Kakak tersayang (Fadhliatun), Adik tercinta (Fania), dan Erny Hernawati yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta doanya kepada penulis;

5. Teman-teman seperjuangan (PSP 45) dan semua civitas PSP yang telah memberikan kebersamaan yang tidak terlupakan; dan

6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2012


(9)

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 28 Juni 1989. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Kaerudin dan Naipah.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sindang Kabupaten Indramayu dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Pendidikan dan Pengembangan Suberdaya Manusia (PPSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2009–2010, anggota Departemen Pengembangan Suberdaya Manusia (PSDM) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Indramayu (IKADA) pada tahun 2009–2010, serta anggota Departemen Bina Jaringan (Binjar) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Indramayu (IKADA) pada tahun 2010–2011.

Pada tahun 2012, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pola Hubungan Antara Kinerja Organisasi dan Sosial dengan Kinerja Pelabuhan Perikanan, Studi Kasus Di PPP Dadap Kabupaten Indramayu” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.


(10)

ix Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan ... 3

2.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan ... 4

2.3 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan ... 5

2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan ... 8

2.5 Aktivitas Operasional Pelabuhan ... 11

2.6 Aspek Sosial Ekonomi dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan ... 12

2.7 Kinerja ... 15

2.7.1 Kinerja sosial ... 15

2.7.2 Kinerja organisasi ... 17

2.7.3 Kinerja pelabuhan ... 19

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 21

3.3 Metode Penelitian ... 21

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.5 Analisis Data ... 23

3.5.1 Aktivitas operasional PPP Dadap ... 23

3.5.2 Faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap ... 24

3.5.3 Pola hubungan Antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja PPP Dadap ... 25


(11)

x

4.2 Keadaan Umum Perikanan ... 30

4.2.1 Kondisi umum Pantai Indramayu ... 30

4.2.2 Unit penangkapan ikan Kabupaten Indramayu ... 31

4.3 Keadaan Umum PPP Dadap ... 34

4.3.1 Letak geografis, topografi, dan iklim ... 34

4.3.2 Unit penangkapan ikan PPP Dadap ... 35

4.3.3 Fasilitas pelabuhan perikanan ... 38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Operasional PPP Dadap ... 42

5.1.1 Pendaratan ikan ... 42

5.1.2 Kunjungan kapal ... 43

5.1.3 Aktivitas pelelangan ikan ... 44

5.1.4 Aktivitas pelayanan kebutuhan melaut ... 45

5.2 Faktor Berpengaruh Terhadap Penurunan Aktivitas Operasional PPP Dadap ... 47

5.2.1 Faktor internal ... 48

5.2.2 Faktor eksternal ... 52

5.3 Pola Hubungan Antara Kinerja Organisasi dan Sosial dengan Kinerja PPP Dadap ... 55

5.3.1 Pemilik kapal ... 56

5.3.2 Anak Buah Kapal (ABK) ... 58

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(12)

xi Halaman

1 Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ... 22

2 Rincian indikator pada setiap variabel ... 26

3 Contoh tabulasi data ... 27

4 Pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Indramayu ... 31

5 Data nelayan di Kabupaten Indramayu tahun 2011 ... 32

6 Data kapal di Kabupaten Indramayu tahun 2011 ... 33

7 Jumlah dan jenis alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2011 ... 34

8 Jumlah nelayan Desa Dadap tahun 2007-2011 ... 35

9 Jumlah kapal perikanan di Desa Dadap tahun 2007-2011 ... 37

10 Jumlah alat tangkap di Desa Dadap tahun 2007-2011 ... 38

11 Jumlah produksi yang didaratkan di PPP Dadap sebelas tahun terakhir ... 42

12 Jumlah penjualan BBM (solar) di PPP Dadap tahun 2007-2011 ... 47

13 Harga ikan di Kabupaten Indramayu tahun 2011 ... 49

14 Hasil wawancara pemilik kapal payang ... 54

15 Hasil analisis ANOVA kinerja organisasi dan kinerja sosial terhadap kinerja pelabuhan untuk pemilik kapal ... 56

16 Hasil uji-t pengaruh kinerja sosial dan kinerja organisasi terhadap kinerja pelabuhan untuk pemilik kapal ... 57

17 Hasil analisis ANOVA kinerja organisasi dan kinerja sosial terhadap kinerja pelabuhan untuk ABK ... 59

18 Hasil uji-t pengaruh kinerja sosial dan kinerja organisasi terhadap kinerja pelabuhan untuk ABK ... 59


(13)

xii Halaman

1 Pola kelembagaan dalam pelabuhan perikanan ... 13

2 Kapal yang berlabuh di PPP Dadap ... 44

3 Proses penimbangan ikan di bakul ikan ... 45

4 Alat yang digunakan untuk menyalurkan air bersih ... 46


(14)

xiii Halaman

1 Lokasi penelitian ... 68

2 Fasilitas PPP Dadap ... 69

3 Hasil perhitungan validitas ... 71

4 Tahapan dalam mengolah data ... 79


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan perikanan mempunyai peran penting sebagai prasarana pendukung perkembangan perikanan di suatu daerah. Keberadaan pelabuhan perikanan di suatu daerah diharapkan dapat mendukung aktivitas perikanan dan juga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Pelabuhan perikanan sebagai pusat aktivitas perikanan tangkap mulai dari perijinan berlayar, tambat labuh kapal perikanan, pelayanan kebutuhan melaut, pendaratan hasil tangkapan, pelelangan hasil tangkapan, penanganan mutu hasil tangkapan, pengolahan hasil tangkapan, sampai distribusi/pemasaran hasil tangkapan.

Pelabuhan perikanan merupakan suatu organisasi publik yang melayani masyarakat umum khususnya nelayan. Pelabuhan perikanan perlu dukungan kelembagaan yang baik dalam mengelola fasilitas yang tersedia untuk mendukung usaha perikanan tangkap. Manajemen organisasi akan menentukan tingkat pelayanan dan kinerja pelabuhan perikanan. Kepuasan para pengguna pelabuhan dapat dilihat dari kinerja pelabuhan tersebut. Oleh karena itu, kinerja pelabuhan sangat menentukan keberhasilan sebuah pelabuhan.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Dadap semula merupakan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang dibangun pada tahun 2000 di Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu dan posisinya terletak diantara PPI Glayem dan PPI Tegalagung. Tahun 2001-2007 PPI Dadap merupakan salah satu yang produktif di Kabupaten Indramayu dan cukup diakui di Provinsi Jawa Barat, karena pada tahun tersebut produksinya bisa mencapai 4.737,33 ton. Pada tahun 2008 PPI Dadap berubah status menjadi PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai). Kemudian mulai tahun 2009 sampai sekarang PPP Dadap mengalami penurunan aktivitas dan kinerja operasionalnya disebabkan banyaknya permasalahan yang terjadi di PPP Dadap tersebut, salah satunya adalah perpindahan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) dan tempat pendaratan hasil tangkapan armada purse-seine ke Pandeglang-Banten yang berdampak pada penurunan produksi PPP Dadap. Perubahan status PPI menjadi PPP kinerja pelabuhan tidak meningkat tetapi justru menurun.


(16)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian mengenai “Pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja pelabuhan perikanan, studi kasus di PPP Dadap Kabupaten Indramayu” sangat perlu dilakukan. Hal ini beguna untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional di PPP Dadap dan bagaimana pola hubungan kinerja pelabuhan tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mendeskripsikan aktivitas operasional PPP Dadap;

2) Menentukan faktor yang berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap;

3) Mencari pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja PPP Dadap.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional di PPP Dadap dan bagaimana pola hubungan kinerja pelabuhan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Indramayu, pihak pengelola PPP Dadap dan instansi terkait sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur atau pedoman dalam upaya perbaikan dan peningkatan kinerja PPP Dadap untuk ke depannya.


(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan bab I Pasal 1). Departemen Pertanian dan Departemen Perhubungan (1996) dalam Murdiyanto (2004) mendefinisikan pelabuhan perikanan sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

Menurut Anonimous (1983) dalam Lubis (2010), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional (Direktorat Jenderal Departemen Pertanian R.I., 1981 dalam Murdiyanto, 2004). Aspek-aspek tersebut secara terperinci yaitu (Lubis, 2010): 1) Aspek produksi: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat pemusatan

armada penangkapan untuk mendaratkan hasil tangkapannya, menyediakan tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran membongkar hasil tangkapan, dan menyediakan suplai logistik.

2) Aspek pengolahan: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap.


(18)

3) Pemasaran: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang dapat menguntungkan nelayan melalui aktivitas pelelangan ikan.

2.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 bab VII Pasal 16, pelabuhan perikanan diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelas, yaitu:

1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS); 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN); 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP); 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Kriteria teknis untuk 4 (empat) kelas pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 bab VII Pasal 17 – Pasal 20, yaitu:

1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan laut lepas;

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT;

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; (5) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

(6) Terdapat industri perikanan.

2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;


(19)

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; (5) Terdapat industri perikanan.

3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial;

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam minus 2 m;

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

2.3 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan dalam menjalankan semua aktivitas dan kegiatannya bila ditinjau dari fungsinya, pelabuhan perikanan tentunya berbeda dengan jenis pelabuhan-pelabuhan pada umumnya karena pelabuhan perikanan dikhususkan untuk bidang perikanan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 bab IV Pasal 4, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dengan lingkungannya mulai dari praproduksi,


(20)

produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Berikut fungsi pelabuhan perikanan tersebut:

1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat;

3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan;

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran;

10) Pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil riset kelautan perikanan; 12) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari;

13) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran, dan pencemaran).

Menurut Lubis (2010) mengatakan bahwa, secara umum pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang dapat dikelompokan sebagai berikut:

1) Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut, dan daratan untuk semua aktivitasnya.

2) Fungsi komersial

Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan.

3) Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan perikanan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokan menjadi:

(1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau basket plastik, dan buruh untuk membongkar ikan;


(21)

(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih, dan es;

(3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyedia air bersih;

(4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; (5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas

docking, slipways, dan bengkel.

Peranan pelabuhan perikanan sangat penting dalam perikanan tangkap karena pelabuhan perikanan merupakan pusat perekonomian mulai ketika ikan selesai ditangkap dari fishing ground-nya maupun ketika akan dipasarkan lebih lanjut. Menurut Lubis (2010) secara rinci pelabuhan perikanan berperan terhadap:

1) Hasil tangkapan yang didaratkan:

(1) Mampu mempertahankan mutu ikan dan dapat memberikan nilai tambah; (2) Mampu melakukan pembongkaran secara cepat dan menseleksi ikan

secara cermat;

(3) Mampu memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan;

(4) Mampu melakukan pendataan produksi hasil tangkapan yang didaratkan secara akurat melalui sistem pendataan yang benar;

2) Para pengguna di pelabuhan perikanan:

(1) Sebagai pusat dan tukar menukar informasi antar pelaku di pelabuhan; (2) Mampu meningkatkan pendapatan para pelaku di pelabuhan dengan

pelaksanaan pelelangan ikan;

(3) Mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi para pelaku untuk beraktivitas di pelabuhan;

3) Perkembangan wilayah, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya: (1) Mampu meningkatkan perekonomian kota/kabupaten sehingga menambah

pendapatan asli daerah;

(2) Terdapatnya beragam sosial budaya akibat keheterogenan penduduk karena urbanisasi;


(22)

(3) Mampu menyerap tenaga kerja berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan perikanan dan aktivitas terkait di sekitarnya.

2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan harus dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik seperti apa yang sudah disebutkan di atas, agar dapat memenuhi fungsi dan perannya tersebut pelabuhan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 bab VIII Pasal 22, fasilitas yang terdapat pada pelabuhan perikanan meliputi: fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang.

1) Fasilitas pokok, sekurang-kurangnya meliputi:

(1) Pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal teknis diperlukan;

(2) Tambat seperti dermaga dan jetty;

(3) Perairan seperti kolam dan alur pelayaran;

(4) Penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan; (5) Lahan pelabuhan perikanan.

2) Fasilitas fungsional, sekurang-kurangnya meliputi:

(1) Pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

(2) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telefon, internet, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas;

(3) Suplai air bersih, es, dan listrik;

(4) Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring;

(5) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan Laboratorium pembinaan mutu;

(6) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; (7) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan (8) Pengolahan limbah.

3) Fasilitas penunjang, sekurang-kurangnya meliputi: (1) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;


(23)

(2) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu;

(3) Sosial/umum seperti tempat peribadatan dan MCK; (4) Kios IPTEK;

(5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), bea dan cukai, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan.

Menurut Lubis (2010) mengatakan bahwa, secara umum pelabuhan perikanan mempunyai fasilitas sebagai berikut:

1. Fasilitas pokok

Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas pokok di pelabuhan perikanan antara lain (Lubis, 2010):

1) Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan tambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut.

2) Kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga.

3) Alat bantu navigasi

Alat bantu navigasi adalah alat yang berfungsi:

(1) Memberikan peringatan atau tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi misalnya batu karang di suatu perairan;

(2) Memberikan petunjuk/bimbingan agar kapal dapat berlayar dengan aman di sepanjang pantai, sungai, dan perairan lainnya;

(3) Memberikan petunjuk dan bimbingan pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar.

4) Breakwater atau pemecah gelombang

Breakwater suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut.


(24)

2. Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini tidak harus ada di pelabuhan perikanan namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas fungsional dikelompokkan menjadi (Lubis, 2010):

1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasaran, yaitu:

(1) Tempat Pelelangan Ikan (TPI), berfungsi untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan);

(2) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti gedung pengolahan, tempat penjemuran ikan, dan lain-lain;

(3) Pabrik dan gudang es, dipergunakan untuk mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan dan pengangkutan ke pasar atau pabrik; (4) Gudang es, diperlukan apabila produksi kemungkinan tidak terserap pasar

secara keseluruhan, pabrik es jauh dari dermaga perbekalan (out fitting) atau kemungkinan mendatangkan es dari luar;

(5) Refrigerasi/fasilitas pendinginan, seperti cool room, cold storage;

(6) Gedung-gedung pemasaran, dimana tempat ini biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti alat sortir, timbangan, pengepakan, dan lain-lain. 2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkap ikan, yaitu:

(1) Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan; (2) Ruangan mesin;

(3) Tempat penjemuran alat penangkap ikan;

(4) Bengkel: fasilitas untuk memperbaiki mesin kapal; (5) Slipway: tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal; (6) Gudang jaring: tempat untuk penyimpanan jaring;

(7) Vessel lift: fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal.

3) Fasilitas perbekalan: tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar. 4) Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB.


(25)

3. Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas ini berupa (Lubis, 2010):

1) Fasilitas kesejahteraan antara lain MCK, poliklinik, mess, kantin, dan musholla;

2) Fasilitas administrasi meliputi kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai, dan lainnya.

2.5 Aktivitas Operasional Pelabuhan

Operasionalisasi pelabuhan perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan adalah tindakan atau gerakan sebagai pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada PP/PPI agar berdaya guna dan bernilai guna (efektif dan efisien) secara optimal bagi fasilitas itu sendiri atau fasilitas lainya yang terkait. Kegiatan operasional PP/PPI yang dilakukan tersebut hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna jasa PP/PPI. Ini berarti operasionalisasi PP/PPI mengacu pada pelayanan prima (Murdiyanto, 2004).

Aktivitas di Pelabuhan perikanan sangat banyak, untuk memudahkanya maka keseluruhan aktivitas yang ada harus dikelompokan. Menurut Pane (2002) dalam Hadiyanto (2004), aktivitas di pelabuhan perikanan dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok, yaitu:

1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan: pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI), pelelangan ikan hasil tangkapan, pendistribusian hasil tangkapan, dan penanganan hasil tangkapan;

2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan hasil tangkapan: pembekuan, pengolahan, dan distribusi hasil tangkapan;

3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan: tambat labuh, perbaikan, pembuatan kapal, pembuatan alat, dan perbaikan alat; 4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan:


(26)

penyediaan kebutuhan konsumsi, penyediaan sparepart kapal, penyediaan mesin, dan penyediaan bahan alat tangkap;

5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif: koperasi, asosiasi pelaku aktif, himpunan pelaku aktif, dan paguyuban pelaku aktif;

6) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang: syahbandar, perbankan, dan keamanan;

7) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan: pengelolaan fasilitas komersial, pengelolaan fasilitas non-komersial, dan pengelolaan TPI.

2.6 Aspek Sosial Ekonomi dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan

Berdasarkan fungsi dan peranan serta fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, bisa dikatakan pelabuhan perikanan merupakan salah satu organisasi publik sehingga di dalam pelabuhan perikanan pasti terdapat aspek sosial ekonomi yang terjadi dan mempengaruhi kegiatan di dalamnya. Menurut Nugroho (2011), aspek sosial dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan di dalamnya mencakup:

1) Demografi (kependudukan)

Keberadaan pelabuhan perikanan menjadi daya tarik ekonomi sehingga banyak orang mendekatinya sehingga menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk (nelayan, pedagang, dan pengolah).

2) Mata pencaharian

Keberadaan pelabuhan perikanan dapat menjadi tempat bekerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya dengan berbagai jenis pekerjaan misalnya nelayan, bakul ikan, dan pedagang warung.

(1) Pola kerja

Sistem kerja pelaku ekonomi/stakeholder yang terlibat dalam aktivitas di pelabuhan perikanan meliputi waktu kerja, pembagian kerja, kerjasama, penghasilan, keterampilan, modal, dan teknologi.

(2) Produksi

Output usaha yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Termasuk siklus kegiatan produksi harian.


(27)

3) Menciptakan lapangan kerja

Keberadaan pelabuhan perikanan dapat membuka lapangan kerja berupa kesempatan usaha dan kerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya serta pendatang sehingga dapat mengatasi pengangguran.

(1) Kesempatan bisnis

Meliputi jenis dan tipe bisnis yang dikelola masyarakat, jumlah usaha, kompetisi usaha antar penduduk lokal dan pendatang, serta perijinan usaha.

(2) Kesempatan pekerjaan

Kesempatan kerja berada disektor formal maupun informal yaitu meliputi jumlah orang yang bekerja atau menggantungkan hidupnya di pelabuhan perikanan. Jumlah dan jenis pekerjaan baik formal maupun informal yang ada di pelabuhan perikanan.

4) Kelembagaan

Kelembagaan merupakan pola hubungan antar individu atau kelompok masyarakat baik hubungan formal maupun non formal. Dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan yang termasuk hubungan formal seperti koperasi perikanan (KUD Mina), kelompok usaha bersama, dan HNSI. Sedangkan yang termasuk hubungan non formal adalah hubungan antara nelayan dan pemilik modal.

Gambar 1 Pola kelembagaan dalam pelabuhan perikanan

Aspek ekonomi dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan di dalamnya meliputi (Nugroho, 2011):

Pola Hubungan Antar Individu atau Kelompok Masyarakat

Hubungan Non Formal Hubungan Formal

Hubungan nelayan dengan pemilik modal

1. Koperasi Perikanan (KUD Mina)

2. Kelompok Usaha Bersama 3. dll


(28)

1) Penyerapan tenaga kerja

Keberadaan pelabuhan perikanan dapat menciptakan kesempatan kerja yang bersifat formal maupun informal sehingga mampu menyerap tenaga kerja lokal di institusi pemerintah, industri pengolahan, perdagangan/pemasaran, dan buruh. 2) Tumbuhnya industri pengolahan

Keberadaan pelabuhan perikanan dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan. Faktor pendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan antara lain:

(1) Bahan baku

Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang terjamin khususnya ikan sangat menentukan tumbuhnya industri pengolahan produk perikanan. (2) Peluang pasar

Peluang pasar ditandai oleh tingginya animo/permintaan masyarakat terhadap produk olahan produk perikanan.

(3) Dukungan pemerintah

Meliputi bantuan pelatihan keterampilan teknis, pembiayaan, kemudahan perijinan, dan insentif pajak.

3) Pusat pemasaran

Keberadaan pelabuhan perikanan menjadi pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan nelayan dengan adanya:

(1) Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Tempat pelelangan ikan (TPI) menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan nelayan serta harga ikan lebih terjamin.

(2) Pasar ikan

Di sekitar PP dapat berkembang menjadi pasar ikan. Pasar ikan merupakan tempat pertemuan antara nelayan, pedagang, dan calon konsumen/pembeli.

4) Pertumbuhan ekonomi regional/lokal

Keberadaan pelabuhan perikanan akan mendorong pertumbuhan ekonomi regional/lokal. Indikator pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan


(29)

usaha jasa dan non jasa kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta mobilitas penduduk.

(1) Usaha jasa dan non jasa

Meliputi jenis dan jumlah usaha, bentuk interaksi usaha dengan masyarakat serta keterlibatan penduduk lokal.

(2) Kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Dengan adanya pelabuhan perikanan akan meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB.

(3) Mobilitas penduduk

Meliputi frekuensi keluar masuk pendatang, jumlah pendatang, jenis usaha yang dikembangkan oleh pendatang serta interaksi pendatang dengan penduduk lokal.

5) Peluang investasi

Keberadaan pelabuhan perikanan akan membuka peluang investasi di sektor perikanan yakni dibidang penangkapan, perdagangan ikan, dan industri pengolahan. Investasi di sektor perikanan akan menciptakan multiplier effect berupa:

(1) Membuka lapangan kerja; (2) Memacu pertumbuhan ekonomi.

2.7 Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruk (construct) yang bersifat multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya (Mahmudi, 2010). Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi (Bastian (2001) dalam Herinugrah (2010). Menurut Mudzakir (2009), kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.

2.7.1 Kinerja sosial

Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Mudzakir, 2009). Sedangkan sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam


(30)

masyarakat, seperti kehidupan nelayan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa, kinerja sosial adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan manusia dalam masyarakat yang berhubungan dengan kehidupan nelayan selama kurun waktu tertentu. Pencapaian kinerja yang tinggi merupakan suatu prestasi, oleh karenanya setiap organisasi dituntut untuk dapat selalu meningkatkan kinerjanya. Semakin tinggi kinerja organisasi, maka semakin tinggi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.

Konsep kinerja menurut Rummler dan Brache dalam Mudzakir (2009) dapat diterapkan pada 3 (tiga) tingkatan dalam organisasi, yaitu: tingkatan organisasi (organization level), tingkat proses (process level), dan tingkat tugas atau pelaksanaan tugas (job performer level). Tingkat organisasi menekankan pada hubungan organisasi dan fungsi-fungsi utamanya yang tergambar dalam kerangka dasar struktur organisasi serta mekanisme kerja yang ada, tingkat proses menekankan pada proses kegiatan antara fungsi, dan tingkat tugas atau pelaksanaan tugas menekankan pada individu-individu yang melaksanakan proses pekerjaan.

Menurut Mahmudi (2010), secara umum kinerja sosial akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu;

2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan;

3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim;

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur dalam organisasi; 5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan serta perubahan


(31)

2.7.2 Kinerja organisasi

Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja organisasi bisa juga dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input) (Herinugrah, 2010).

Hasil kerja yang dicapai oleh suatu instansi dalam menjalankan tugasnya dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact dengan tanggung jawab dapat mempermudah arah penataan organisasi. Adanya hasil kerja yang dicapai oleh instansi dengan penuh tanggung jawab akan tercapai peningkatan kinerja yang efektif dan efisien. Berikut adalah indikator kinerja organisasi menurut (Sobandi (2006) dalam Herinugrah (2010)):

1) Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik. Suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik yang diharapkan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Kelompok keluaran (output) meliputi dua hal. Pertama, kualitas pelayanan yang diberikan, indikator ini mengukur kuantitas fisik pelayanan. Kedua, kuantitas pelayanan yang diberikan yang memenuhi persyaratan kualitas tertentu. Indikator ini mengukur kuantitas fisik pelayanan yang memenuhi uji kualitas.

2) Hasil

Hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan. Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Kelompok hasil, mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan, kelompok ini mencakup ukuran persepsi publik tentang hasil. Ukuran itu mencakup akibat tidak langsung yang signifikan, dimaksud atau tidak dimaksud, positif atau negatif, yang terjadi akibat pemberian pelayanan yang diberikan.


(32)

3) Kaitan usaha dengan pencapaian

Kaitan usaha dengan pencapaian adalah ukuran efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran pelayanan. Indikator yang mengaitkan usaha dengan pencapaian, meliputi dua hal. Pertama, ukuran efisiensi yang mengaitkan usaha dengan keluaran pelayanan, indikator ini mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, dan memberi informasi tentang keluaran ditingkat tertentu dari penggunaan sumber daya di lingkungan organisasi. Kedua, ukuran biaya hasil yang menghubungkan usaha dan hasil pelayanan, ukuran ini melaporkan biaya per unit hasil, dan mengaitkan biaya dengan hasil sehingga managemen publik dan masyarakat bisa mengukur nilai pelayanan yang telah diberikan.

4) Informasi penjelas

Informasi penjelas adalah suatu informasi yang harus disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup informasi kuantitatif dan naratif. Membantu pengguna untuk memahami ukuran kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja suatu organisasi, dan mengevaluasi signifikansi faktor yang akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Ada dua jenis informasi penjelas yaitu pertama, faktor substansial yang ada diluar kontrol seperti karakteristik lingkungan dan demografi. Kedua, faktor yang dapat dikontrol seperti pengadaan staf.

Kinerja organisasi tidak lepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi (Ruky, 2001 dalam Herinugrah (2010)):

1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut;

2) Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi;

3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan;

4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan;


(33)

5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi;

6) Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan lainnya.

2.7.3 Kinerja pelabuhan

Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Mudzakir, 2009). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa, kinerja pelabuhan adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan yang terjadi di dalam pelabuhan selama kurun waktu tertentu.

Menurut Muis, (2010), indikator performace pelabuhan atau kinerja pelabuhan adalah prestasi dari output atau tingkat keberhasilan pelayanan, penggunaan fasilitas maupun peralatan pelabuhan pada suatu periode waktu tertentu, yang ditentukan dalam ukuran satuan waktu, satuan berat, ratio perbandingan (prosentase). Indikator performance pelabuhan dapat dikelompokkan sedikitnya atas 3 (tiga) kelompok indikator (Muis, 2010), yaitu: 1) Indikator output (kinerja pelayanan kapal dan barang serta produktivitas

barang) indikator yang erat kaitannya dengan informasi mengenai besarnya throughput lalu-lintas barang (daya lalu) yang melalui suatu peralatan atau fasilitas pelabuhan dalam periode waktu tertentu;

2) Indikator service (kinerja trafik), dasarnya merupakan indikator yang erat kaitannya dengan informasi mengenai lamanya waktu pelayanan kapal selama di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan;

3) Indikator utilisasi (utilisasi fasilitas pelabuhan dan alat produksi) dipakai untuk mengukur sejauh mana fasilitas dermaga dan sarana penunjang dimanfaatkan secara intensif.

Menurut (Dwiyanto (2008) dalam Herinugrah (2010)) mengemukakan bahwa indikator-indikator dalam pengukuran kinerja organisasi publik adalah: 1) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.


(34)

2) Kualitas layanan

Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk penilaian.

3) Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyakat.

4) Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanakan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

5) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjukan seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada peraturan pemerintah.


(35)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2012, adapun tempat pelaksanaan penelitian yaitu di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Dadap Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera, komputer/laptop, kuesioner, serta peralatan lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan aspek yang akan diteliti adalah pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja pelabuhan perikanan. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penellitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfieid (1930) dalam Nazir (1983)). Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung di tempat penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai (Sugiyono, 2009). Adapun untuk penentuan besarnya sampel adalah 10% dari jumlah populasi yang diteliti (Pane (2008) dalam Gigentika (2010)). Populasi yang diteliti adalah nelayan purse-seine, nelayan arad, dan nelayan payang yang terdapat di wilayah PPP Dadap.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan cara pengamatan langsung di PPP Dadap, serta wawancara


(36)

pengguna PPP Dadap dan pihak PPP Dadap serta pengisian kuisioner oleh responden yang digunakan sebagai sampel.

Tabel 1 Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian

Tujuan Sumber Data Jenis Data Data Mendeskripsikan

operasional PPP Dadap.

Pengamatan langsung di PPP Dadap

Primer - Kegiatan operasional - Fasilitas yang

digunakan - Keberadaan pelelangan. Menentukan faktor yang berpengaruh terhadap penurunan aktivitas di PPP Dadap.

Wawancara dengan nelayan

Primer - Alasan nelayan tidak mendaratkan hasil tangkapanya di PPP Dadap.

Mencari pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja pelabuhan Pihak pengelola PPP Dadap Wawancara pengguna PPP Dadap Sekunder Primer

- Kondisi fasilitas PPP Dadap

- Sistem pelayanan PPP Dadap

- Kelancaran aktivitas operasional PPP Dadap - Sistem pengelolaan

PPP Dadap

- Produktivitas nelayan (teknologi, pendapatan, produksi)

- Profil nelayan

(pendidikan, kesehatan, pengalaman)

- Relasi antara pengguna PP

Tambahan Pihak BPS Indramayu, Pemerintah Daerah Indramayu, Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu, dan Instansi terkait

Sekunder - Kondisi umum Indramayu - Letak Geografis - Sarana dan prasarana

umum

- SDI yang tersedia - Dll.


(37)

Metode penelitian yang akan dilakukan untuk memperoleh informasi atau data dari responden dalam penelitian ini adalah:

1) Wawancara (Kuesioner)

Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan pengguna PPP Dadap dan pihak pengelola PPP Dadap. Wawancara yang dilakukan tersebut mengacu pada kuesioner yang telah dibuat agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara tidak keluar dari penelitian yang dilakukan. Jumlah responden yang diwawancara sebanyak 92 orang, dimana rincianya adalah nelayan purse-seine sebanyak 10 orang yang terdiri atas 5 pemilik kapal dan 5 nahkoda, nelayan arad sebanyak 30 orang yang terdiri atas 10 pemilik kapal dan 20 Anak Buah Kapal (ABK), dan nelayan payang sebanyak 50 orang yang terdiri atas 12 pemilik kapal dan 40 Anak Buah Kapal (ABK).

2) Pengamatan langsung

Pengamatan langsung dilakukan terhadap kondisi dan keberadaan fasilitas-fasilitas pelabuhan yang terdapat di PPP Dadap. Selain itu, dilakukan pula pengamatan mengenai beberapa aktivitas operasional yang dilakukan pengguna pelabuhan, khususnya nelayan yang terdapat di PPP Dadap.

3) Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari pihak PPP Dadap, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Indramayu, Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Indramayu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu, instansi terkait, buku, jurnal, karya ilmiah, internet, dan lain sebagainya yang dapat mendukung penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan tersebut yaitu data-data mengenai kondisi fasilitas-fasilitas yang terdapat di PPP Dadap, sistem pelayanan dan sistem pengelolaan PPP Dadap, kegiatan-kegiatan yang terdapat di PPP Dadap, layout PPP Dadap, posisi PPP Dadap, serta kondisi umum mengenai wilayah Kabupaten Indramayu, Desa Dadap, dan PPP Dadap.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Aktivitas operasional PPP Dadap

Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti, atau mempersepsikan kegiatan, ataupun


(38)

memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut (Nazir, 1983). Dalam hal ini, operasional pelabuhan perikanan berkaitan dengan semua kegiatan atau aktivitas perikanan yang berlangsung di pelabuhan perikanan, mulai dari pendaratan sampai pendistribusian hasil tangkapan. Operasional pelabuhan perikanan dinilai dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif tersebut membahas tentang aktivitas-aktivitas operasional apa saja yang masih berlangsung di PPP Dadap. Adapun data yang digunakan untuk melakukan analisis aktivitas operasional PPP Dadap adalah data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di PPP Dadap dan wawancara terhadap pengguna pelabuhan, khususnya nelayan (pemilik kapal,nahkoda dan Anak Buah Kapal (ABK)). Dalam penelitian ini terdapat beberapa aktivitas yang akan diamati antara lain:

1) Aktivitas tambat labuh/pendaratan ikan: jumlah produksi, jumlah kunjungan kapal per tahun;

2) Aktivitas pelelangan hasil tangkapan: keberadaan dan pelaksanaan pelelangan hasil tangkapan;

3) Aktivitas pelayanan kebutuhan melaut: pelayanan kebutuhan es, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan air bersih.

3.5.2 Faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap

Faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap dinilai dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptis tersebut membahas tentang alasan-alasan kenapa nelayan tidak mendaratkan hasil tangkapanya di PPP Dadap. Adapun faktor-faktor yang akan dianalisis adalah faktor teknis (fasilitas pelabuhan, bakul ikan, dan jumlah armada), faktor kebijakan (dukungan aparatur desa), dan faktor lingkungan (sedimentasi, sumberdaya ikan (SDI) dan daerah penangkapan ikan (DPI)). Data yang digunakan untuk melakukan analisis faktor berpengaruh terhadap penurunan aktivitas operasional PPP Dadap adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara kepada nelayan purse-seine yang terdiri atas pemilik kapal dan nahkoda.


(39)

3.5.3 Pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja PPP Dadap

Pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja PPP Dadap dianalisis menggunakan metode statistik parametrik. Statistik parametrik biasa digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik atau menguji ukuran populasi melalui data sampel. Menurut (Sugiyono, 2009) mengatakan bahwa, statistik parametrik merupakan analisis data yang merubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan antara kinerja organisasi dengan kinerja sosial untuk memperoleh kinerja pelabuhan.

Analisis data dan proses perhitungan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: analisis data untuk pemilik kapal dan Anak Buah Kapal (ABK). Hal tersebut dikarenakan dalam mengolah data dengan menggunakan analisis statistik parametrik, sebelumnya harus memenuhi syarat tertentu. Menurut (Sugiyono, 2009) syarat menggunakan analisis statistik parametrik sebagai berikut:

1) Data penelitiannya harus terdistribusi normal; 2) Data berskala interval atau rasio;

3) Homogenitas varian;

4) Informasi mengenai nilai variance (ragam) populasi tidak diketahui.

Berdasarkan syarat tersebut, maka analisis data dan perhitungan antara pemilik kapal dan Anak Buah Kapal (ABK) harus dibedakan. Hal tersebut dilakukan agar dapat memenuhi syarat yang ke-3 (homogenitas varian), dengan demikian proses analisis dan perhitungan pun bisa dilanjutkan. Dalam penentuan variabel untuk penyebaran kuesioner juga terdapat variabel yang tidak bisa digunakan oleh keduanya secara bersama-sama. Oleh karena itu, analisis data dan perhitungan antara pemilik kapal dan Anak Buah Kapal (ABK) harus dipisahkan.

Menurut (Sugiyono, 2009), tahap-tahap analisis data dengan menggunakan metode statistik parametrik sebagai berikut:

1 Penentuan varibel penelitian

Variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: kinerja sosial (X1)


(40)

pelabuhan (Y) sebagai varibel terikat (dependen). Rincian indikator masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Rincian indikator pada setiap variabel

Variabel Indikator

Kinerja pelabuhan (Y)

-Pelayanan yang diberikan pelabuhan (perawatan fasilitas, kebersihan PP, sistem pengelolaan, dan sistem perijinan (Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Izin Berlayar (SIB)) -Relasi antara pengguna pelabuhan (nelayan, bakul ikan,

dan petugas pelabuhan). Kinerja sosial

(X1)

-Produktivitas nelayan (teknologi, pendapatan, produksi) -Profil nelayan (pendidikan, kesehatan, pengalaman). kinerja organisasi

(X2)

-Keberadaan fasilitas pelabuhan yang ada di PPP Dadap: a. fasilitas pokok (dermaga, kolam pelabuhan,

breakwater).

b. fasilitas fungsional (tempat pelangan ikan (TPI), pabrik es, alat bantu navigasi (mercusuar), tempat pengisian perbekalan, stasiun pengisian air bersih, kantor pengelola pelabuhan, stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), dan Syahbandar).

c. fasilitas pendukung (toilet umum, tempat parkir, kantin, dan mushola).

2 Penentuan paradigma penelitian

Asumsi/paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan antara kinerja organisasi dan sosial dengan kinerja pelabuhan perikanan.

Keterangan X1 : kinerja organisasi

X2 : kinerja sosial

Y : kinerja pelabuhan perikanan 3 Penentuan populasi dan sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna PPP Dadap (khususnya nelayan arad dan nelayan payang). Adapun untuk penentuan besarnya

X1

X2


(41)

sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi yang akan diteliti (Pane (2008) dalam Gigentika (2010)).

4 Penentuan instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert dengan skala 1-5. Menurut Sugiyono (2009) Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial, kemudian fenomena sosial tersebut dijadikan variabel penelitian. Adapun penetapan rentang skala yang digunakan adalah hasil dari data yang terbesar dan data terkecil yang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian dibagi sesuai dengan yang diinginkan.

5 Tabulasi data hasil penelitian

Berdasarkan data yang terkumpul dari responden, kemudian data tersebut dilakukan proses tabulasi. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah dalam proses pendataan sampel.

Tabel 3 Contoh tabulasi data Pengguna

PP Status Resp.

Skor untuk setiap varibel Total

skor

1 2 3 4 5 6 .... n

Pemilik kapal Kapal payang 1 2 3 ... Kapal arad n 1 2 3 ... n Anak buah kapal (ABK) Kapal payang 1 2 3 ... Kapal arad n 1 2 3 ... n

6 Uji normalitas data

Data yang diperoleh, setelah ditabulasi kemudian dilakukan uji normalitas data, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data


(42)

mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16.

7 Uji validitas data

Data yang telah diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara kepada responden, sebelum dilakukan proses perhitungan data tersebut harus dilakukan uji validitas terlebih dahulu. Menurut Sekaran (2003) dalam Wijaya (2011), suatu variabel dinyatakan valid jika dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan menggunakan software SPSS 16, pada tingkat kesalahan 0,05.

8 Analisis data

Pola hubungan kinerja pelabuhan dianalisis menggunakan analisis regresi linier dengan software SPSS 16. Analisis regresi mampu memberikan penjelasan secara statistik tentang pengaruh variabel-variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda disebabkan terdapat dua variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Persamaan umum dari analisis regresi linier berganda menurut Walpole (1997) sebagai berikut:

Y = a + b

1

X

1

+ b

2

X

2

+ ... + b

n

X

n

Dimana :

Y : variabel terikat (dependen) a : koefesien intercept regresi b1 ... bn :koefesien slope regresi


(43)

4

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis, Topografi, dan Iklim

Secara geografis wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada koordinat 107°52’ - 108°36’ bujur timur dan 6°15’ - 6°40’ lintang selatan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut:

1) Sebelah Barat : Kabupaten Subang; 2) Sebelah Timur : Kabupaten Cirebon; 3) Sebelah Utara : Laut Jawa;

4) Sebelah Selatan : Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Sumedang.

Luas wilayah Kabupaten Indramayu adalah 197.115 km2 atau 15,5% dari luas Provinsi Jawa Barat yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang. Wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Indramayu mencakup 31 kecamatan (Pasekan, Indramayu, Sindang, Balongan, Juntinyuat, Karangampel, Krangkeng, Arahan, Patrol, Cantigi, Lohbener, Lelea, Losarang, Kandanghaur, Sukra, Anjatan, Haurgeulis, Gantar, Bangodua, Cikedung, Trisi, Kertasmaya, Widasari, Sliyeg, Gabus Wetan, Kedokan Bunder, Kroya, Tukdana, Sukagumiwang, Bongas, dan Jatibarang), 307 desa, dan 8 kelurahan). Berdasarkan topografinya Kabupaten Indramayu merupakan daerah pantai dengan permukaan tanah landai dengan ketinggian tanahnya berkisar 0-100 m di atas permukaan laut dan sebagian besar wilayah (89,70%) dari luas wilayahnya berada pada ketinggian 0-3 m di atas permukaan laut dengan kemiringan 0-2%. Secara garis besar topografi Kabupaten Indramayu dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: dengan ketinggian berkisar 0-7 m di atas permukaan laut terdapat di bagian Utara, bagian tengah memiliki ketinggian berkisar 7-25 m di atas permukaan laut, dan sebagian kecil di bagian Selatan memiliki ketinggian berkisar 25-100 m di atas permukaan laut (Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2011).

Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang pantai dibagian utara Pulau Jawa membuat iklim di Kabupaten Indramayu panas dan suhu udaranya menjadi cukup tinggi berkisar antara 22,9°-30°C. Kabupaten Indramayu memiliki suhu udara rata-rata harian berkisar antara 27°-34°C, suhu udara harian


(44)

tertinggi mencapai 30°C, dan suhu udara harian terendah mencapai 18°C. Kelembaban udara di Kabupaten Indramayu berkisar 70-80%. Kabupaten Indramayu memiliki curah hujan rata-rata tahunan 1.587 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 91 hari dalam setahun, curah hujan tertinggi sekitar 2.008 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 84 hari dalam setahun, dan curah hujan terendah sekitar 1.063 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 68 hari dalam setahun (Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2011).

4.2 Keadaan Umum Perikanan

Kegiatan perikanan di Kabupaten Indramayu meliputi perikanan laut, perikanan perairan umum (sungai dan danau), dan perikanan budidaya. Pada sub bab ini akan dibahas tentang perikanan laut (kondisi umum Pantai Indramayu dan unit penangkapan ikan Kabupaten Indramayu).

4.2.1 Kondisi umum Pantai Indramayu

Kabupaten Indramayu terletak di pantai utara Pulau Jawa yang memiliki luas kawasan pesisir sebesar 68.703 km2 atau 35% dari luas seluruh kabupaten dan garis pantai terpanjang di Provinsi Jawa Barat dengan panjang pantai sebesar 114 km yang terbentang dari Kecamatan Sukra sampai Kecamatan Kerangkeng dan dikenal sebagai daerah maritim. Profil melintang pantai dari garis pantai ke arah laut relatif landai dan pantainya berpasir halus. Tipe pasang-surut pesisir di wilayah Kabupaten Indramayu adalah campuran semi diurnal, dimana dalam sehari semalam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan ketidaksamaan dalam tinggi oleh pasang harian tunggal serta memiliki proses sedimentasi yang cukup besar. Kabupaten Indramayu memilki arus maksimum pada kondisi menuju pasang (flood tide) dengan magnitudo sebesar 0,65 knots dan arah 299º (Barat-Barat laut). Arus maksimum pada kondisi menuju surut (Ebb tide) memiliki magnitudo sebesar 0,4 knots dengan arah 145º (Tenggara-Selatan). Kabupaten Indramayu memiliki 3 (tiga) musim dalam setahun, yaitu: musim Timur yang terjadi pada bulan Mei-September, musim Barat yang terjadi pada bulan Desember-Februari, dan musim peralihan yang terjadi pada bulan Maret-April dan Oktober-November (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011).


(45)

Kabupaten Indramayu memiliki 14 (empat belas) aliran sungai yang mengalir. Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sarana dan prasarana pendukung bagi kegiatan PPI yang ada di Kabupaten Indramayu, lebih lengkapnya bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Indramayu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lokasi PPI Eretan Wetan Muara Sungai Cilanang PPI Eretan Kulon Muara Sungai Cilanang PPI Ujung Gebang Muara Sungai Sewo PPI Cangkring Muara Sungai Cipanas PPI Juntinyuat Muara Sungai Glayem PPI Limbangan Muara Sungai Gabus

PPI Bugel Muara Sungai Bugel

PPI Bedahan/Brondong Muara Sungai Pancer Song/Pancer Payang PPI Karangsong Muara Sungai Praja Gumiwang

PPI Singaraja Muara Sungai Prawira Kepolo PPI Majakerta Muara Sungai Gebang Sawit PPI Lombang Muara Sungai Gabus

PPI Tegal Agung Muara Sungai Tegal Agung

PPI Dadap Muara Sungai Kamal

Sumber : http://www.dkp.go.id (2007) dalam Fitriyah (2008)

4.2.2 Unit penangkapan ikan Kabupaten Indramayu.

Keberhasilan operasional penangkapan ikan tidak lepas dari pengaruh unit penangkapan ikan. Komponen tersebut saling berhubungan dan tidak dapat berdiri sendiri dan dipisahkan satu sama lain. Adapun komponen unit penangkapan ikan tersebut terdiri atas nelayan, kapal, dan alat tangkap.

1) Nelayan

Kabupaten Indramayu dalam bidang perikanan tangkapnya dapat menyerap tenaga kerja/nelayan sebanyak 37.091 orang. Nelayan Indramayu terdiri atas nelayan pemilik dan nelayan buruh (nahkoda dan Anak Buah Kapal (ABK)). Kegiatan perikanan laut pada tahun 2010 mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.032 orang atau naik 2,78% dari tahun sebelumnya. Tahun 2011 nelayan di Indramayu mengalami kenaikan sebesar 3,94% atau sebanyak 1.462 orang dari tahun 2009. Jumlah nelayan Indramayu berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut:


(46)

Tabel 5 Data nelayan di Kabupaten Indramayu tahun 2011

Kecamatan < Jumlah nelayan (orang) Jumlah

5 GT 6-10 GT 11-30 GT 31-50 GT >50 GT

Pasekan 1.211 21 - - - 1.232

Indramayu 5.088 1.562 2.106 1.612 75 10.443

Sindang 614 - - - - 614

Balongan 520 456 - - - 976

Juntinyuat 5.019 .184 4.152 2.441 - 11.796

Karangampel 377 138 - - - 515

Arahan 51 - - - - 51

Cantigi 2.133 - - - - 2.133

Losarang 46 - - - - 46

Kandanghaur 6.127 - 2.723 - - 8.850

Patrol 656 - - - - 656

Sukra 668 - - - - 668

Lohbener 143 - - - - 143

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:

- = tidak ada

Berdasarkan Tabel 5, jumlah nelayan terbanyak terdapat di Kecamatan Juntinyuat karena Kecamatan Juntinyuat merupakan daerah perikanan paling potensial di Kabupaten Indramayu kemudian disusul oleh Kecamatan Indramayu dan Kandanghaur, dan jumlah nelayan paling sedikit terdapat di Kecamatan Losarang. Jumlah penduduk Indramayu tahun 2011 yang bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 38.123 orang. Mata pencaharian sebagai nelayan sangat diminati di Indramayu diantaranya karena tidak membutuhkan batas pendidikan, keahlian khusus, dan tidak membutuhkan modal yang banyak.

2) Kapal

Kapal merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan sebagai alat transportasi menuju daerah penangkapan ikan. Jenis kapal di Indramayu berdasarkan ukuranya, diklasifikasikan menjadi enam jenis yaitu kapal berukuran 0-5 GT, 6-10 GT, 11-20 GT, 21-30 GT, 31-50 GT, dan 51-100 GT. Berdasarkan ukuran tersebut, pada umumnya di Indramayu kapal yang berukuran < 20 GT memiliki mesin yang dapat dilepas dari badan kapal atau biasa disebut kapal motor tempel dan kapal yang berukuran > 30 GT memiliki mesin yang permanen atau biasa disebut kapal motor. Jumlah armada kapal di Indramayu pada tahun 2009-2011 secara berurutan sebanyak 6.047 unit, 6.062 unit, dan 6.066 unit. Jumlah dan jenis kapal di Kabupaten Indramayu berdasarkan kecamatan pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:


(47)

Tabel 6 Data kapal di Kabupaten Indramayu tahun 2011

Kecamatan Jumlah Kapal (unit)

0-5 GT 6-10 GT 11-20 GT 21-30 GT 31-50 GT 51-100 GT

Pasekan 123 214 - - - -

Indramayu 423 611 184 78 141 5

Sindang 102 78 - - - -

Balongan 114 97 - - - -

Juntinyuat 502 374 117 90 66

Karangampel 53 100 - - - -

Arahan 17 - - - - -

Cantigi 405 40 - - - -

Losarang 262 44 - - - -

Kandanghaur 1.002 502 - - - -

Patrol 65 100 - - - -

Sukra 50 107 - - - -

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:

- = tidak ada

Tabel 6 tersebut menunjukan bahwa kecamatan yang memiliki semua jenis kapal dengan ukuran 0-100 GT adalah Kecamatan Indramayu. Kemudian disusul oleh Kecamatan Juntinyuat. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan di Kecamatan Indramayu dan Juntinyuat merupakan daerah paling potensial di Kabupaten Indramayu dalam bidang perikanan tangkapnya. Jenis kapal yang paling banyak terdapat di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 adalah kapal yang berukuran 0-5 GT sebesar 51,4% dari total kapal yang terdapat di Indramayu, yaitu 3118 unit. Jumlah kapal terbanyak terdapat pada Kecamatan Kandanghaur yaitu mencapai 1.002 unit. Umumnya, kapal yang digunakan di Indramayu adalah kapal yang berukuran 0-5 GT dan 6-10 GT. Lama trip kapal-kapal tersebut cuma satu hari (one day fishing), berangkat pagi (jam 03.00) dan pulang sore (jam 15.00-17.00) karena daerah penangkapan ikannya hanya di sekitar Perairan Indramayu.

3) Alat tangkap

Jenis alat tangkap yang digunakan pada setiap daerah pasti berbeda-beda, hal itu tergantung pada kondisi daerah tersebut. Tahun 2009-2010 berturut-turut jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu adalah 7.284 unit dan 7.299 unit, kemudian mengalami kenaikan yang sangat signifikan sebesar 25% menjadi 9.133 unit pada tahun 2011. Berikut adalah jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di Kabupaten Indramayu berdasarkan kecamatan tahun 2011.


(48)

Tabel 7 Jumlah dan jenis alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2011

Kecamatan

Jumlah Jenis Alat Tangkap Payang Dogol Pukat

Pantai

Pukat Cincin

Gillnet Jaring Kelitik

Bubu Pancing Sero Alat Lainya

Pasekan - - - - 154 20 - - - 167

Indramayu 14 2 106 12 1.622 35 996 604 20 21

Sindang - - - - 80 - - - - 100

Balongan - - 10 - 99 15 - - - 88

Juntinyuat 650 52 79 69 119 - - - - 189

Karangampel 33 - - 3 99 - 404 - - 41

Arahan - - - 8 21

Cantigi - - 212 2 52 - - - 50 138

Losarang - - 237 - 79 - - - - 98

Kandanghaur 242 86 529 101 102 289 - 396 - 220

Patrol 15 - - - 87 45 - - - 34

Sukra - - - - 97 - - - - 70

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:

- = tidak ada

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah alat tangkap tertinggi terdapat pada Kecamatan Indramayu yaitu mencapai 3.432 unit. Hal tersebut dapat terjadi karena di Kecamatan Indramayu terdapat semua jenis ukuran kapal, oleh karena itu semua alat yang digunakan di Kabupaten Indramayu terdapat di Kecamatan Indramayu. Alat tangkap yang paling banyak digunakan dan hampir terdapat disetiap kecamatan adalah gillnet, dengan jumlah sebanyak 2.590 unit. Gillnet banyak digunakan oleh nelayan Indramayu, antara lain karena dalam operasi penangkapannya tidak membutuhkan kapal yang besar, orang yang banyak, dan metode pengoperasiannya juga mudah.

4.3 Keadaan Umum PPP Dadap

4.3.1 Letak geografis, topografi, dan iklim.

PPP Dadap terletak di Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu. Letak yang strategis dan fasilitas yang mendukung membuat PPP Dadap menjadi pilihan bagi nelayan-nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya. PPP Dadap merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan yang mempunyai konstruksi menjorok ke laut serta memiliki fasilitas yang memadai, membuat kapal-kapal perikanan merasa aman dan nyaman untuk bersandar di PPP Dadap. Secara geografis Desa Dadap terletak pada titik koordinat 06° 15’ Lintang Selatan dan 108° 15’ Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah Desa Dadap adalah sebagai berikut:


(49)

2) Sebelah Timur : Desa Benda, 3) Sebelah Selatan : Desa Sendang, dan 4) Sebelah Utara : Laut Jawa

Desa Dadap memiliki luas sebesar 215 ha yang terdiri atas 86 ha tanah darat (6 ha pekarangan dan 80 ha lain-lain) dan 129 ha tanah sawah. Desa Dadap merupakan dataran rendah karena memiliki ketinggian hanya 1 m di atas permukaan laut (dpl). Curah hujan rata-rata Desa Dadap sebesar 185,17mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 11,3 hari dalam setahun. Jarak Desa Dadap ke Ibukota Kecamatan sejauh 2 km, dengan Ibukota Kabupaten sejauh 22 km, dengan ibukota provinsi sejauh 207 km. Letak Desa Dadap berada tepat di pinggir laut menyebabkan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2011).

4.3.2 Unit penangkapan ikan PPP Dadap

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan perikanan di suatu daerah adalah unit penangkapan ikan. Dimana unit penangkapan ikan terdiri atas nelayan, kapal, dan alat tangkap.

1) Nelayan

Nelayan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Nelayan di PPP Dadap terdiri atas nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal perikanan, sedangkan nelayan buruh adalah nelayan yang melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan kapal orang lain yang terdiri atas nahkoda dan anak buah kapal (ABK). Jumlah nelayan pemilik dan nelayan buruh yang ada di PPP Dadap tahun 2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8 Jumlah nelayan Desa Dadap tahun 2007-2011 Tahun Jumlah Nelayan (orang)

Pemilik Buruh

2007 520 8.493

2008 520 8.493

2009 - -

2010 185 3.011

2011 231 3.215

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:


(50)

Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nelayan pemilik dan nelayan buruh pada tahun 2007-2008 tidak mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan untuk memiliki kapal perikanan memerlukan modal besar. Begitu juga dengan nelayan buruh karena jumlah nelayan pemilik tidak berubah sehingga tidak ada penyerapan tenaga menyebabkan jumlah nelayan buruh juga tidak berubah.

Jumlah nelayan pemilik PPP Dadap pada tahun 2010 mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 64,42%, diantaranya karena banyak nelayan pemilik yang mengalami kerugian dan terlilit hutang sehingga untuk menutupinya mereka menjual kapal perikanan yang dimilikinya. Berbanding lurus dengan nelayan pemilik, nelayan buruh juga mengalami penurunan yang signifikan juga sebesar 64,55 %. Hal ini dikarenakan banyaknya kapal perikanan yang dijual, jadi kebutuhan tenaga kerja pun semakin berkurang sehingga banyak nelayan buruh berubah profesinya. menjadi wiraswasta, , pedagang, Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dll.

2) Kapal

Kapal merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan nelayan sebagai alat transportasi menuju daerah penangkapan ikan. Kapal di PPP Dadap berbahan dasar dari kayu untuk semua ukuran. Jenis kapal di PPP Dadap berdasarkan ukurannya, diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu kapal yang berukuran < 10 GT, 10-30 GT, dan > 30 GT. Seperti pada umumnya di Kabupaten Indramayu, di PPP Dadap juga sama kapal yang berukuran < 10 GT termasuk jenis kapal motor tempel. Kapal motor tempel berarti kapal tersebut memiliki mesin yang dapat dilepas dari badan kapal (out board) yang terdiri atas Kapal Gemplo (alat tangkap payang), Kapal Ngrakad (alat tangkap pukat pantai), Kapal Nyilir (alat tangkap Gillnet), dan Kapal Arad (alat tangkap mini trawl). Kapal yang berukuran 10-30 GT, dan > 30 GT termasuk jenis kapal motor berarti kapal tersebut memiliki mesin yang permanen (in board) dan terdiri atas Kapal Unyil/Lowang (alat tangkap Gillnet), Kapal Dogol, dan Kapal Purse-seine (alat tangkap Purse-seine). Kapal > 10 GT mulai tahun 2008 statusnya saja kepemilikan orang Dadap, akan tetapi kapalnya berbasis di tempat lain. Jumlah kapal perikanan di PPP Dadap selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:


(51)

Tabel 9 Jumlah kapal perikanan di Desa Dadap tahun 2007-2011 Tahun Jumlah kapal perikanan (unit)

< 10 GT 10-30 GT > 30 GT

2007 207 90 501

2008 207 90 501

2009 501 - 66

2010 421 11 18

2011 421 11 18

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:

- = tidak ada data

Berdasarkan Tabel 9 di atas menunjukan bahwa pada tahun 2009 kapal yang berukuran > 30 GT mengalami penurunan signifikan sebesar 86,83% atau sebesar 435 unit. Penurunan tersebut dikarenakan pada tahun sebelumnya pemilik kapal banyak yang mengalami kerugian, hasil yang didapat tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbekalan melaut sehingga pemilik kapal tidak ada pemasukan. Sedangkan biaya perawatan kapal dan lain-lain harus tetap ada dan tidak sedikit juga pemilik kapal yang terlilit hutang. Oleh sebab itu untuk menutupi hutang tersebut, mereka menjual kapalnya karena sudah tidak menguntungkan. Sebaliknya, kapal yang berukuran < 10 GT mengalami kenaikan yang signifikan. Persentase kenaikannya sebesar 58,7% atau bertambah 294 unit. Hal ini disebabkan pada tahun sebelumnya hasil tangkapan yang didapat melimpah dan rata-rata pemilik kapal memperoleh keuntungan besar. Armada berukuran < 10 GT dipandang lebih memberikan keuntungan dan ditambah lagi untuk membuatnya tidak memerlukan modal besar sehingga banyak orang yang memiliki modal, menginvestasikan uangnya untuk membuat armada tersebut. 3) Alat tangkap

Alat tangkap merupakan unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan. Dimana jenis alat di setiap daerah berbeda-beda, tergantung bentuk dasar laut, jenis substrat, dan kebutuhan di daerah tersebut. Alat tangkap yang terdapat di PPP Dadap adalah pukat cincin, pukat pantai, payang, dan gillnet. Alat tangkap pukat cincin di Desa Dadap mulai tahun 2008 statusnya saja kepemilikan orang Dadap, akan tetapi kapalnya berbasis di Pandeglang-Banten. Alat tangkap pukat cincin untuk dapat melakukan operasi penangkapan ikan di Pandeglang-Banten terlebih dahulu harus membuat Surat Andon di Dinas


(52)

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang-Banten dengan syarat membawa surat pengantar dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. Jumlah alat tangkap di Desa Dadap tahun 2007-2009 tidak mengalami perubahan yaitu 801 unit, dan pada tahun 2010 jumlah alat tangkap mengalami penurunan sebesar 32,6% menjadi 540 unit. Berikut adalah tabel yang menjelaskan tentang jumlah alat tangkap yang ada di Desa Dadap tahun 2007-2011.

Tabel 10 Jumlah alat tangkap di Desa Dadap tahun 2007-2011 Tahun Alat Tangkap (unit)

Pukat Cincin Pukat Pantai Payang Gillnet

2007 69 24 584 124

2008 69 24 584 124

2009 63 24 584 124

2010 21 193 269 57

2011 21 193 269 62

Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011) Keterangan:

- = tidak ada

Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa jumlah alat tangkap pukat cincin, payang, dan gillnet yang terdapat di PPP Dadap dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan. Namun jumlah alat tangkap pukat pantai mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 di PPP Dadap hanya terdapat 24 unit meningkat menjadi 193 unit pada tahun 2011. Penurunan dan peningkatan jumlah alat tangkap berbanding lurus dengan jumlah kapal yang terdapat di Desa Dadap.

4.3.3 Fasilitas pelabuhan perikanan

Fasilitas yang terdapat di PPP Dadap umumnya dalam kondisi kurang terawat dan ada juga yang rusak. Adapun fasilitas yang kondisinya masih dalam keadaan baik adalah dermaga, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), tempat parkir, dan mushola. Berikut rincian fasilitas yang terdapat di PPP Dadap (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2011):

1. Fasilitas pokok 1) Breakwater

PPP Dadap memiliki dua breakwater, pada sisi Barat dengan panjang 176 m dan pada sisi Timur memiliki panjang 200 m. Konstruksi breakwater PPP Dadap


(1)

Responden A B C D E F G H I J Total skor

43 3 2 3 3 5 3 2 4 4 3 40

44 3 3 3 3 4 4 2 4 3 2 39

45 3 2 3 3 5 3 2 3 4 2 38

46 4 3 3 3 4 4 2 4 4 3 42

47 3 3 2 3 5 3 2 3 4 2 38

48 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3 41

49 3 2 3 3 4 4 2 3 4 2 38

50 3 2 3 3 4 3 3 3 5 3 40

51 3 2 2 3 4 3 2 3 5 2 37

52 3 2 3 4 5 4 3 3 4 3 42

53 3 3 3 3 4 3 2 3 5 3 40

54 3 2 3 3 5 3 2 4 4 3 40

55 3 3 3 3 4 4 2 4 4 2 40

56 3 3 3 3 4 3 2 3 4 2 38

57 4 2 2 3 4 4 2 3 5 3 40

58 3 2 3 3 5 3 3 3 4 2 39

59 3 2 3 3 5 4 2 4 4 3 41

60 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 39

Dimana :

A : Dermaga

B : Kolam pelabuhan C : Alat navigasi

D : Breakwater

E : SPBU

F : MCK/toilet

G : Tempat parkir H : kantin

I : Mushola


(2)

3. Rangkum total skor dari semua variabel (pemilik dan anak buah kapal) 1) Rangkuman total skor untuk pemilik kapal

Tabel Total skor untuk pemilik kapal

Responden Kinerja sosial (X1) Kinerja organisasi (X2) Kinerja pelabuhan (Y)

1 16 32 20

2 22 32 20

3 17 30 17

4 24 30 20

5 22 34 21

6 23 32 24

7 20 32 17

8 23 34 21

9 16 30 21

10 19 34 20

11 18 32 20

12 23 32 20

13 15 32 20

14 20 30 21

15 21 31 21

16 19 32 22

17 21 34 20

18 18 31 20

19 15 33 22

20 15 33 21

21 21 30 20


(3)

2) Rangkuman total skor untuk Anak Buah Kapal (ABK). Tabel Total skor untuk Anak Buah Kapal (ABK)

Responden Kinerja sosial

(X1) Kinerja organisasi (X2) Kinerja pelabuhan (Y)

1 19 30 21

2 21 31 22

3 24 30 23

4 20 32 20

5 22 33 21

6 21 31 20

7 17 31 22

8 16 32 20

9 24 31 17

10 21 31 18

11 20 32 18

12 20 30 24

13 20 31 18

14 20 33 21

15 21 32 19

16 21 31 21

17 18 32 20

18 18 30 20

19 26 30 22

20 23 31 22

21 18 33 19

22 21 31 19

23 19 30 21

24 17 30 18

25 22 31 19

26 20 33 23

27 18 33 20

28 14 31 18

29 23 32 21

30 23 31 19

31 22 31 21

32 20 30 21

33 19 31 21

34 19 33 21

35 25 32 21

36 21 32 21

37 17 30 21

38 19 31 21

39 17 32 20


(4)

41 15 31 19 Responden Kinerja sosial

(X1) Kinerja organisasi (X2) Kinerja pelabuhan (Y)

42 17 33 21

43 22 32 19

44 17 31 21

45 19 30 22

46 18 34 20

47 18 30 20

48 16 33 19

49 23 30 20

50 23 32 22

51 19 29 18

52 18 34 22

53 21 32 18

54 17 32 19

55 20 32 20

56 17 30 21

57 18 32 22

58 13 31 20

59 16 33 19

60 22 31 20

4. Setelah merangkum total skor, kemudian data tersebut diolah menggunakan

software SPSS 16. Didapatkan hasil sebagai berikut:

1) OUTPUT PEMILIK

Diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 11.0 + 0.048 X1 + 0.263 X2

Tabel Hasil uji – t

X1 X2

Koefesien regresi 0,048 0,263

thitung 0,40 1,06

ttabel 0,690 0,302

Dimana : X1 : kinerja sosial

X2 : kinerja organisasi


(5)

Tabel Hasil uji – f

DF SS MS Fhitung Ftabel

Regresi 2 3,288 1,644 0,66 0,527

Standar error 19 47,075 2,478

Total 21 50,364

Dimana : DF : derajat bebas SS : jumlah kuadrat MS : kuadrat tengah

• Grafik uji normalitas data

4 3 2 1 0 - 1 - 2 - 3 - 4

99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1

RESI 1

P

e

rc

e

n

t

Mean - 2.90677E- 15 StDev 1.497

N 22

KS 0.147

P- Valu e > 0.150

Probability Plot of RESI 1

Nor mal

Karena P-value > 0.05 maka sebaran data normal.

2) OUTPUT ABK

Diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 18.7 + 0.0906 X1 - 0.005 X2

Tabel Hasil uji - t

X1 X2

Koefesien regresi 0,091 -0,005

thitung 1,28 -0,03

ttabel 0,205 0,975

Dimana : X1 : kinerja sosial

X2 : kinerja organisasi


(6)

Tabel Hasil uji - f

DF SS MS Fhitung Ftabel

Regresi 2 3.615 1.807 0.84 0.435

Standar error 57 122.118 2.142

Total 59 125.733

Dimana : DF : derajat bebas SS : jumlah kuadrat MS : kuadrat tengah

• Grafik Uji normalitas data

5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4

99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1

RESI 1

P

e

rc

e

n

t

Mean - 5.15143E- 15 StDev 1.439

N 60

KS 0.079 P- Valu e > 0.150

Probability Plot of RESI 1 Normal