Analisis Gender dalam Pengelolaan Agroforestri (Studi Kasus di Kawasan PLN Pangalengan Bandung)

(1)

ABSTRACT

SANTI DWI RATNAPURI. Gender Analysis in Agroforestry Management (Case Study of PLN Pangalengan Area, Bandung). Supervised by DIDIK SUHARJITO.

The objectives of this research were to describe and explain the role division of women and men in agroforestry management activities, and to explain the effect of socio-economic factors. This research was carried out agroforestri project area managed by PLN in Pangalengan Sub-district, Bandung District, West Java Province during in March 2011. The respondent amounted 30 households.

Research result show that women has lower role than men in agroforestry management. It was proved by the lower of time spent by women in productive activities, which amounted 41.9%, while men, achieve 80%. But then it was inversely with research result on time spent in reproductive activity, where women was more dominate than men. Decision making in agroforestry management activities were dominated by men, while financial and common interest sector was decided together by husband and wife. In reproductive sector, such as food menu determination, the decision was most relied to women. By the good cooperation and role division between husband and wife, it was proved that gender equality in PLN area of Pangalengan Sub-district has been well interlaced.


(2)

ABSTRAK

SANTI DWI RATNAPURI. Analisis Gender dalam Pengelolaan Agroforestri (Studi Kasus di Kawasan PLN Pangalengan Bandung). Dibimbing oleh DIDIK SUHARJITO.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam kegiatan pengelolaan agroforestri, dan menjelaskan faktor sosial ekonomi. Penelitian dilakukan di kawasan PLN Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2011, dengan responden sebanyak 30 rumah tangga.

Hasil penelitian menunjukan bahwa peran perempuan dalam pengelolaan agroforestri lebih rendah daripada peran laki-laki. Ditujukan dengan rendahnya curahan waktu perempuan pada kegiatan produktif yang hanya sebesar 41,9%, sedangkan laki-laki mencapai 80%. Namun berbanding terbalik pada hasil penelitian di curahan waktu kegiatan reproduktif. Perempuan lebih mendominasi laki-laki. Pengambilan keputusan di bidang pengelolaan Agroforestri lebih didominasi oleh suami. Sedangkan masalah keuangan dan masalah yang menyangkut kepentingan bersama diambil secara bersama-sama antara suami dan istri. Pada kegiatan reproduktif seperti penentuan menu makanan para istri lebih dipercaya untuk mengambil keputusan. Dengan adanya peran dan pembagian kerja antara suami istri yang baik maka terlihat bahwa pada petani agroforestri di lahan PLN kecamatan Pangalengan kesetaraan gender terjalin dengan baik.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini sumberdaya hutan di Indonesia termasuk kedalam kondisi yang rusak. Kerusakan yang terjadi ini dapat disebabkan oleh banyak hal, beberapa diantara penyebabnya adalah pengalihan lahan hutan kedalam lahan pertanian dan perkebunan, selain itu pula disebabkan oleh banyaknya kebakaran hutan dan juga

illegal logging. Oleh karena itu diperlukannya antisipasi dan strategi dalam mensiasati hal tersebut. Selain penghijauan kembali lahan hutan, perlu dilakukan juga pengelolaan hutan secara lestari yang memberikan manfaat untuk semua pihak yang terlibat di dalam pembangunan hutan.

Kebijakan kehutanan di Indonesia saat ini adalah meningkatkan upaya pengelolaan terpadu, pelestarian hutan dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu, program-program pelestarian hutan, dan diversifikasi pola kehutanan untuk pengelolaan ekosistem hutan yang berkesinambungan. Seiring dengan perkembangan kemampuan masyarakat dalam pembangunan, campur tangan pemerintah baik di pusat maupun daerah diharapkan seminimal mungkin dan diupayakan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat seluas mungkin.

Dalam mewujudkan kebijakan tersebut maka dilakukan reboisasi dan rehabilitasi hutan di lokasi bekas tebangan maupun kawasan tidak produktif. Pelaksanaan reboisasi melibatkan partisipasi aktif masyarakat baik dengan tanam tumpangsari, penetapan pola tanam, optimalisasi ruang, maupun pengembangan usaha produktif. Reboisasi hutan dengan sistem tumpangsari memberikan kontribusi besar dalam produksi pangan dan dalam jangka pendek memberikan hasil, serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat signifikan.

Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan hutan tepat guna, yang sesuai dengan kebutuhan petani masyarakat setempat lainnya. Agroforestri telah dipraktekkan dan sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat pedesaan Indonesia sejak lama.


(4)

Agroforestri merupakan sistem dan teknologi pemanfaatan lahan yang memadukan pengusahaan pepohonan berumur panjang dengan palawija atau tanaman pertanian, dan dapat juga dengan pakan ternak berumur pendek pada sebuah lahan yang sama dalam pengaturan ruang dan waktu. Pada sistem agroforestri terjadi interaksi antara komponen ekologi dengan komponen ekonomi.

Masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaan agroforestri sebagai bentuk partisipasi mereka, masyarakat juga dapat mengambil keputusan dalam pengelolaan agroforestri. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan agroforestri bukan hanya kaum laki-laki tetapi kaum perempuan juga ikut terlibat didalamnya demi tercapainya kesetaraan gender dalam pengelolaan agroforestri.

Kesetaraan gender merupakan salah satu tujuan pembangunan millenium. Tujuan pembangunan millenium itu sendiri adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara dengan PBB. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan komitmen tersebut untuk menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas hidup, serta mitra kesejajaran laki-laki dan perempuan. Apabila kesetaraan gender dalam pengelolaan agroforestri ini tercapai maka membantu mewujudkan tujuan pembangunan millenium.

Gender biasanya dihubungkan dengan perbedaan peran dalam kegiatan sehari-hari seperti yang disebutkan oleh Simatauw et al. (2001), antara laki-laki dan perempuan umumnya pembedaan peran dibagi sebagai: kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, kegiatan merawat masyarakat dan kegiatan politik masyarakat. Gender dapat menjadi masalah apabila terjadi ketidakadilan gender, beberapa masalah diantaranya adalah salah satu jenis kelamin dirugikan, salah satu jenis kelamin dibedakan derajatnya, salah satu jenis kelamin dianggap tidak mampu, salah satu jenis kelamin diperlakukan lebih rendah, dan salah satu jenis kelamin mengalami ketidakadilan gender (Puspitawati 2009).

Sudah sejak lama perempuan di Indonesia memiliki peran ganda, terutama pada mereka yang berasal dari keadaan ekonomi yang rendah, sehingga memaksa perempuan juga berperan untuk menopang beban rumah tangga. Beban yang mereka tanggung sangat besar, akan tetapi pencitraan perempuan masih sangat


(5)

negatif seperti perempuan masih dianggap kaum yang lemah dan tidak bisa melakukan pekerjaan berat. Pencitraan seperti ini yang menyebabkan ketidakadilan gender.

Pembedaan-pembedaan gender terjadi dan berubah karena berbagai macam faktor, diantaranya pendidikan dan sistem pengetahuan, agama, kepercayaan, sistem dan lembaga politik, serta keluarga. Berbagai macam perubahan dalam kelima faktor ini menghasilkan pembedaan-pembedaan gender yang seringkali menghasilkan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan.

Ketidakadilan gender sering terjadi dalam pengelolaan sumberdaya hutan, biasanya terjadi dalam hal pembagian kerja yang tidak berimbang. Ketidakadilan gender itu dapat terbagi menjadi banyak bentuknya, yaitu: peminggiran ekonomi, penomorduaan, beban kerja berlebih, stereotype, kekerasan. Biasanya dampak dari ketidakadilan gender sangat dirasakan oleh para kaum perempuan, karena kaum perempuan masih dianggap sebagai kaum yang lemah dan masih bergantung pada laki-laki.

Selama ini sudah banyak gerakan-gerakan untuk mengangkat status perempuan dengan cara menghapus diskriminasi terhadap kaum perempuan baik dalam masyarakat maupun keluarga yang bertujuan untuk memberikan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Berbagai studi kasus tentang pengelolaan sumberdaya hutan dan tentang agroforestri sudah banyak dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Harris (2007) tentang analisis pemasaran produk hasil agroforestri, Nurhayati (2007) yang meneliti tentang kinerja agroforestri, Ditya (2010) tentang kelayakan usaha agroforestri, dan Bintang (2008) yang meneliti tentang peluang pengembangan agroforestri. Penelitian mengenai gender dalam pengelolaan agroforestri masih menjadi permasalahan yang belum banyak dibahas. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang membahas dan dapat memberikan solusi dalam permasalahan gender. Meskipun sudah ada beberapa penelitian yang membahas tentang gender dalam pengelolaan agroforestri namun masih dianggap kurang memberikan gambaran tentang peran gender di lapangan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan maka penelitian ini mencoba menggali informasi mengenai karakteristik masyarakat, dan setiap


(6)

kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik perempuan maupun laki-laki dalam pengelolaan sistem agroforestri.

1.2Perumusan Masalah

Laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing dalam segala kehidupan, baik kegiatan produktif maupun non produktif dalam membangun sistem agroforestri. Pembagian peran antara perempuan dan laki-laki merupakan wujud dari peran gender. Secara umum ada kerja sama yang erat antara pembagian peran tersebut untuk pengambilan keputusan.

Pengelolaan agroforestri sangat mempengaruhi dalam penciptaan lowongan kerja bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari di kehidupan masyarakat. Selain itu juga dapat mempengaruhi pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam sebuah keluarga.

Pembagian peran antara perempuan dan laki-laki merupakan wujud dari peran gender. Pembagian peran tersebut dilihat dari pengambilan keputusan dan curahan waktu kerja. Pembagian peran di dalam pengelolaan agroforestri tergantung pada faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah adalah tingkat pendidikan, usia, dan luas lahan garapan.

Kegiatan masyarakat yang dipelajari pada penelitian ini adalah mengenai pembagian peran dalam rumah tangga di dalam kehidupan masyarakat dalam pengelolaan agroforestri, meliputi sejauh mana partisipasi anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan dan juga dalam kegiatan agroforestri, serta bagaimana pembagian dan curahan waktu kerja anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif dan reproduktif.

1.3Tujuan

1 Mendeskripsikan pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam kegiatan pengelolaan agroforestri, yaitu dalam pengambilan keputusan dan curahan waktu kerja.

2 Menjelaskan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam kegiatan pengelolaan agroforestri.


(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran peranan anggota rumah tangga petani baik laki-laki dan perempuan, serta pengambilan keputusan dalam kegiatan pengelolaan agroforestri.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Agroforestri

Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta. Agroforestri juga merupakan sistem pengelolaan hutan dengan menerapkan pola budidaya tanaman hutan dengan tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan baik pada saat yang sama maupun yang berurutan dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kelestarian hutan (Perum Perhutani 1990).

Menurut Michon et al. (2000), agroforestri lebih tepat diartikan sebagai tema penghimpun, yang dibahas dari berbagai segi sesuai dengan minat masing-masing ilmu. Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu, dll) dan tanaman pangan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Dalam sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya. Ternyata bermacam-macam pola agroforestri yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh kepulauan Indonesia, dapat dikelompokan menjadi dua kategori utama, yaitu:

1. Sistem agroforestri sederhana, yaitu perpaduan-perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema agroforestri, biasanya perhatian terhadap perpaduan tanaman itu menyempit menjadi satu unsur pohon yang memiliki peran ekonomi penting atau yang memiliki peran ekologi dan sebuah unsur tanaman musiman, atau jenis tanaman lain. Sistem agroforestri sederhana menjadi salah satu ciri umum pada pertanian komersil.

2. Sistem agroforestri kompleks atau agroforest, adalah sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan


(9)

ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Pada sistem agroforestri kompleks, pepohonannya dimiliki petani dan pada tahap dewasa petani tetap memadukan bermacam-macam tanaman lain yang bermanfaat. Pemaduan terus berlangsung pada keseluruhan masa keberadaan agroforest.

2.2Pengertian Gender

Gender adalah pembedaan peran, status, pembagian kerja yang dibuat oleh sebuah masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Gender berbeda dengan jenis kelamin (sex). Gender adalah bentukan manusia bukan kodrat, yang artinya dapat berubah setiap saat (Simatauw et al 2001).

Sedangkan gender menurut Inpres No.9 tahun 2000 dalam Kelompok Kerja Convention Watch adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Analisa Gender adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa

Dalam semua strata, terindikasi bahwa peran dan status wanita dalam mengurus keberlangsungan rumah tangga lebih tinggi dibanding pria (kepala keluarga). Dominasi peran dan status tersebut menunjukkan tingginya potensi wanita untuk mengendalikan dan mengarahkan rumah tangganya, ke arah lebih baik atau menjadi semakin buruk. Hal tersebut diperkuat bahwa pada


(10)

kenyataannya lebih 50 persen dari total penduduk Indonesia adalah wanita (BPS 1990-2006)

Kesetaraan dan keadilan gender (KKG) adalah suatu kondisi yang setara dan seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh peluang/ kesempatan, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan pendidikan untuk mewujudkan secara penuh hak-hak hambatan-hambatan berperan baik bagi perempuan maupun laki-laki (Puspitawati 2007).

2.3Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Sumberdaya alam adalah sumber kehidupan, tanpa itu manusia tidak dapat hidup. Karena itu pula sumberdaya alam hampir selalu menjadi pusat perebutan kepentingan antar manusia. Gender sangat berhubungan dengan penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam, karena didalamnya terkait persoalan hubungan kuasa dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam menjadikan alam sebagai sumber kehidupan.

Terdapat beberapa dilema yang harus dihadapi dalam upaya menangani persoalan perempuan dan sumberdaya alam, yaitu persoalan sumber daya alam selama ini di pandang hanya persoalan laki-laki. Penguatan rakyat ditumpukan pada kepemimpinan lokal yang ada dan umumnya juga berada pada laki-laki.

Keluarga atau rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dan akses atas sumber-sumber baik fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simatauw et al 2001).

Salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjaga kelestarian hutan yang dilakukan oleh perhutani adalah program perhutanan sosial yang merupakan program pembangunan hutan dengan mengikutsertakan masyarakat sekitar. Program ini ditujukan bagi masyarakat secara keseluruhan baik laki-laki maupun wanita (Hatmayanti 1990).

Hutauruk (1990) mengatakan bahwa data mikro menunjukan partisipasi wanita dalam program perhutanan sosial oleh Perum Perhutani, melalui keluarga dan rumah tangga serta masyarakat luas cukup nyata.


(11)

Perempuan selalu dikaitkan dengan alam maka pembahasnya lingkungan menjadi penting, peran perempuan telah dirasakan dalam proses peningkatan produktivitas lahan, pemungutan hasil hutan non kayu, industri hasil hutan, penanaman, pembibitan, dan lain-lain.

Peran gender pula yang mengakibatkan perempuan memiliki tugas sehari-hari yang sangat erat terkait dengan kelestarian lingkungan sebagai sumber pemenuhan kehidupan keluarga. Perempuan yang hidup di pedesaan menanam tanaman obat, sayuran, tanaman keras yang komersil untuk keperluan keluarganya, disamping untuk memenuhi kebutuhan keluarga kegiatan penanaman juga dapat melestarikan dan mendukung usaha konservasi sumberdaya hutan. Perempuan mendapatkan kebutuhan hidup dari hutan, memiliki pengetahuan mendalam serta sistematis mengenai proses-proses alam serta yakin bahwa mereka harus pula memulihkan kekayaan alamnya (Rosalinda 2009).

Menurut Simatauw et al (2001) kaitan perempuan dengan pembangunan kehutanan khususnya dalam upaya konservasi sumberdaya hutan, jika ditinjau lebih jauh ternyata memiliki sifat sebagai pemelihara kelestarian yang cocok dengan sifat lingkungan itu sendiri.

2.4Gender dan Pembagian Tugas

Dalam hal kegiatan rumah tangga, diketahui bahwa curahan kerja wanita pada stratum jauh lebih besar dibandingkan dengan pria. Curahan kerja wanita tertinggi pada kegiatan memasak. Terdapat kecenderungan bahwa wanita memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam pekerjaan rumah tangga yang ditunjukan dengan jam kerja yang relatif besar. Namun demikian tampaknya sudah ada perubahan norma masyarakat, dimana pria juga terlibat dalam pekerjaan rumah tangga (Hutauruk 1990).

Posisi perempuan dalam pembagian kerja juga lemah. Perempuan cenderung menerima dan berkompromi dengan suami dan keluarga besar untuk diberikan posisi dalam aspek domestik sesuai dengan anjuran budaya (Puspitawati 2009).


(12)

Saat ini perempuan bukan hanya sebagai pekerja domestik atau pekerja rumah tangga yang dikategorikan sebagai pekerja bukan produktif, sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara, padahal perempuan yang berasal dari keluarga miskin juga berperan produktif dalam menyumbang ekonomi keluarga yaitu dengan melakukan pekerjaan yang mendapatkan upah, perempuan juga berperan mempunyai peran yang berkaitan dengan pengelolaan komunitas (community managing work).

Dalam hubungannya dengan gender masyarakat komunal biasanya membagi peran antara laki-laki dan perempuan lebih adil. Perempuan dan laki-laki tidak terlalu memiliki masalah dalam urusan beban kerja. Hanya saja yang mesti dilihat apakah dalam pembedaan peran tersebut perempuan memiliki kesempatan untuk bertindak lain dibandingkan laki-laki (Rosalinda 2009).

Menurut Supriyantini (2002) dalam Mardiana (2010) membedakan pandangan peran gender melalui dua bagian yaaitu peran gender tradisional dan peran gender modern.

a. Peran gender tradisional

Pandangan ini membagi tugas secara tegas berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender yang tradisonal, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan.

b. Peran gender modern

Dalam peran gender modern, tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumahtangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami.

2.5Gender dalam Pengambilan Keputusan

Menurut Roosganda (2007), selama ini peran perempuan dalam sektor pertanian di pedesaan sangat tinggi namun seringkali tidak dilibatkan dalam


(13)

proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian, karena wanita yang turut bekerja di usahatani, tidak dianggap berprofesi sebagai “petani”, tetapi hanya sebagai isteri (anggota keluarga) petani, yang wajib membantu segala pekerjaan suami (petani).

Menurut Simatauw et al 2001, mengatakan bahwa perempuan memiliki banyak sekali beban pekerjaan yang dilimpahkan kepada mereka, namun dalam beberapa kasus yang terjadi di Indonesia perempuan tetap tidak memiliki peluang dalam pengambilan keputusan. Perempuan amat jarang atau bisa dikatakan tidak pernah dilibatkan dalam perundingan-perundingan di tingkat masyarakat maupun dengan pemerintah atau perusahaan. Padahal dilihat dari cara mengelola sumberdaya alam, seperti bercocok tanam misalnya, perempuan mengeluarkan waktu dan tenaga lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Di dalam rumah tangga setiap hal yang menyangkut kepentingan keluarga atau bahkan pribadi-pribadi anggota memiliki cara tertentu untuk mengambil keputusan. Ada keluarga yang pengambilan keputusan tertinggi adalah ayah, ada yang bersama-sama (ayah dan ibu), ada pula yang ibu saja. Kadangkala pengambilan keputusan memiliki jenjang berdasar umur dan jenis kelamin.

Posisi perempuan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kepemilikan asset, penentuan pendidikan anak, peminjaman kredit dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan suami adalah lemah. Posisi perempuan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaannya sendiri juga lemah (Puspitawati 2007).

Penempatan kaum perempuan dalam posisi yang seolah-olah tidak penting dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam ini disebabkan adanya mitos negatif yang masih berkembang, antara lain: perempuan adalah istri dirumah, hasil hutan adalah domain laki-laki, laki-laki adalah kepala rumah tangga, perempuan adalah anggota masyarakat yang pasif, perempuan kurang produktif dibanding laki-laki (Suharjito et al.2003).

Berdasarkan hasil penelitian Kaban (2005) di Kabupaten Karo, menyebutkan bahwa, kesetaraan perempuan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga pada masyarakat Karo tidak bersifat statis melainkan dinamis sesuai dengan salah satu sifat hukum adat. Perubahan itu selalu dipengaruhi oleh


(14)

pengetahuan, pengalaman, lingkungan, kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Sesuai dengan pola hubungan masing-masing pelaku dalam rumah tangga dan dalam masyarakat yang lebih luas, wanita dan pria dapat mempunyai posisi dan peranan yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan di bidang produksi misalnya tidak selalu mutlak dilakukan oleh pria saja atau wanita saja. Orang akan mengira bahwa segala sesuatu hanya diputuskan oleh pria, padahal sebenarnya dalam hal ini wanitapun mempunyai peranan yang setara. Dalam bidang konsumsi, sebagai pelaku yang menentukan segala sesuatunya wanita berada pada posisi yang kuat, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pria tidak turut menentukan, ternyata priapun turut terlibat dalam kegiatan konsumsi (Sajogyo et al. 1980).


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan agroforestri dapat melibatkan perempuan dan juga laki-laki dalam setiap kegiatannya. Sampai saat ini masih terdapat kecenderungan bahwa dalam pengelolaan agroforestri, laki-laki lebih mendominasi dalam setiap pekerjaan pengelolaan agroforestri di kawasan PLN Pangalengan. Biasanya tenaga kerja perempuan lebih banyak digunakan pada kegiatan akhir yaitu saat musim panen tiba. Hal ini dapat menjadi tolak ukur di dalam mengetahui peranan gender dalam kegiatan rumah tangga maupun kegiatan produktif. Menurut Suharjito et al. (2003) dalam aktivitas agroforestri peran gender dipengaruhi oleh pandangan masyarakat sekitar. Di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu perempuan diberi peran penting dalam aktivitas dan akses pada sumber daya agroforestri, sedangkan dalam masyarakat lainnya peran perempuan dipinggirkan atau dimarginalkan. Pemahaman terhadap aspek gender ini sangat penting dalam upaya pengembangan agroforestri untuk mencapai keberhasilan fisik agroforestri maupun sosial ekonomi pengelola agroforestri

Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat peranan gender dalam pengelolaan agroforestri. Menurut Sajogyo (1985), diferensiasi peranan dapat dianalisis dengan mengukur pola curahan tenaga para pelakunya dalam rumahtangga. Selain itu alokasi kekuasaan antara suami dan istri dalam keluarga yang menunjukan pada peranan wanita pada berbagai status sebagai pengambil keputusan dibedakan ke dalam 5 (lima) macam pola pengambilan keputusan yang bervariasi yaitu : (a) pengambilan keputusan oleh suami sendiri, ( b) pengambilan keputusan oleh isteri sendiri, (c) pengambilan keputusan bersama, dimana pengaruh isteri lebih besar, (d) pengambilan keputusan bersama, dimana pengaruh suami lebih besar, dan (e) pengambilan keputusan bersama tetapi setara (saling melengkapi) (Sajogyo 1981).


(16)

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan PLN sekitar danau Cipanunjang dan danau Cileunca, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011.

3.3 Alat dan Sasaran penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kuisioner (lampiran 1), alat tulis, software Minitab 14. dan kamera. Sasaran penelitiannya adalah rumah tangga petani agroforestri di kawasan PLN Pangalengan Bandung Jawa Barat.

3.4 Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer yang terdiri dari:

3.4.1 Data Primer:

a. Data identitas responden, yaitu: nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan.

b. Informasi sosial ekonomi meliputi: luas kepemilikan lahan, kepemilikan ternak.

c. Data tentang pengambilan keputusan dalam kegiatan agroforestri. d. Data tentang peran dan aktivitas kerja yang meliputi: pembagian

kerja dan keikutsertaan laki-laki dan perempuan. 3.4.2 Data Sekunder:

a. Data yang meliputi tentang kondisi umum tentang tempat penelitian (letak, luas, topografi dan iklim)

b. Data sosial ekonomi masyarakat yang meliputi: jumlah penduduk, pendidikan, mata pencaharian, serta potensi lokasi penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: 3.5.1 Studi literatur

Studi literatur untuk menambah kelengkapan data yang diperoleh. Studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari, mengutip buku dan laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.


(17)

3.5.2 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung dengan responden dan pihak-pihak yang terkait (petani, aparat desa, dan pegawai yang ikut serta dalam program agroforestri di dalam kawasan PLN Pangalengan).

3.6 Metode Pengambilan Contoh Responden

Metode yang digunakan dalam pengambilan contoh adalah metode

Stratified random sampling (acak terstratifikasi). Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) Metode stratified random sampling merupakan suatu proses pengambilan contoh dimana populasi dibagi kedalam lapisan dan setiap lapisan diambil contoh secara acak. Populasi rumah tangga distratifikasi berdasarkan luas pengelolaan lahan agroforestri (Tabel 1). Jumlah responden yang diambil 30 rumah tangga yang berasal dari populasi rumah tangga peserta agroforestri. Jumlah responden yang diamati dari tiap strata ditentukan dengan alokasi berimbang berdasarkan persamaan:

Dimana, ni = Responden terpilih strata-i Ni = Populasi strata-i

N = Populasi seluruh strata n = Jumlah responden total

Tabel. 1 Strata pengelolaan lahan agroforestri milik PLN

Strata Pengelolaan Lahan Luas (Ha)

Populasi

Strata Jumlah responden

I < 0.10 610 21

II 0.10-0.25 205 7

III >0.25 29 2


(18)

3.7 Definisi Operasional

3.7.1. Analisis gender dalam pengelolaan agroforestri adalah analisis sosial di sekitar lahan agroforestri yang melihat perbedaan perempuan dan laki-laki dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan atau masyarakat. Fokus utama analisis gender adalah pembagian kerja atau peran dan partisipasi dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. 3.7.2. Lahan agroforestri adalah suatu daerah atau tempat yang digunakan untuk

kegiatan pengelolaan tepat guna di bidang kehutanan yang memadukan tanaman yang berjangka panjang dengan tanaman yang berjangka pendek dan atau dengan hewan ternak. Lahan agroforestri yang digunakan penggarap di kawasan PLN Pangalengan. Luas lahan agroforestri dikelompokkan menurut luasnya, sebagai berikut:

Strata I : lahan yang digarap 0 – 0.10 hektar Strata II : lahan yang digarap 0.10 - 0.25 hektar Strata III : lahan yang digarap >0.25 hektar. 3.7.3. Peranan perempuan dan laki-laki

Peranan perempuan dan laki-laki dapat diukur dari curahan waktu kerja. Terdapat dua jenis kegiatan untuk menentukan curahan waktu kerja, yaitu:

1. Kegiatan produktif, terdiri dari kegiatan agroforestri diantaranya : penyiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengangkutan. Sedangkan kegiatan diluar agroforestri adalah beternak, berdagang, berkebun, pegawai dan jasa.

2. Kegiatan reproduktif, kegiatan yang dilakukannya adalah memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, mengasuh anak, dan berbelanja.

Curahan waktu kerja untuk satu hari kerja dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK), dimana 1 HOK adalah 8 jam/hari. Curahan kerja seseorang dalam perharinya dapat diperoleh dengan cara membagi


(19)

banyaknya waktu kerja yang dihabiskan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dalam 1 hari (jam kerja) dengan 1 HOK (8 jam/hari).

3.7.3 Pengambilan Keputusan: proses untuk memilih cara atau tindakan dari berbagai pilihan agar mencapai suatu tujuan.

Pengambilan keputusan dalam rumah tangga memiliki lima macam pola, yaitu:

i. Pengambilan keputusan hanya oleh istri saja: proses mengambil tindakan yang diambil berdasarkan pemikiran oleh seorang istri sendiri.

ii. Pengambilan keputusan hanya oleh suami saja: proses mengambil tindakan yang diambil berdasarkan pemikiran oleh seorang suami sendiri.

iii. Pengambilan keputusan oleh suami dan isteri bersama dengan didominasi oleh istri: proses mengambil tindakan yang diambil secara bersamaan namun tindakan yang diambil lebih berdasarkan pemikiran pada istri.

iv. Pengambilan keputusan oleh suami dan isteri bersama dengan didominasi oleh suami: proses mengambil tindakan yang diambil secara bersamaan namun tindakan yang diambil lebih berdasarkan pemikiran pada suami.

v. Pengambilan keputusan secara bersama dan setara: proses mengambil tindakan yang diambil secara bersamaan dengan pemikiran yang saling melengkapi tanpa da yang lebih dominan. Proses pengambilan keputusan dibagi dilakukan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengambilan keputusan keluarga dalam kegiatan produksi pengelolaan agroforestry:

a.Penentuan jenis tanaman selain tanaman pokok b.Investasi peralatan untuk bertani

c.Kegiatan pemeliharaan tanaman d.Kegiatan pemupukan tanaman


(20)

2. Pengambilan keputusan dalam kegiatan pasca produksi pengelolaan agroforestry:

a.Kegiatan penentuan pemanfaatan hasil panen b.Penentuan pelaku kegiatan penjualan hasil panen

3. Pengambilan keputusan dalam keuangan pengelolaan agroforestry:

a.Merencanakan biaya usaha dalam pengelolaan agroforestry b.Mengelola uang untuk usaha agroforestry

4. Pengambilan keputusan dalam keuangan keluarga: a.Merencanakan uang keluarga

b.Mengelola uang keluarga

c.Memutuskan untuk membelanjakan uang keluarga d.Meminjam uang untuk keperluan keluarga

e.Mencari jalan pemecahan masalah keuangan 5. Pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial:

a.Penentuan jumlah anak

b.Penentuan pendidikan anak dalam keluarga c.Penentuan dan pembelian makanan

d.Pembelian alat-alat rumah tangga e.Pemeliharaan kesehatan.

3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah didapatkan dari lapangan disajikan dalam bentuk tabel dan analisis secara deskriptif. Serta uji korelasi Pearson dengan menggunakan

software Minitab 14. untuk melihat hubungan antara jenis Kegiatan dan curahan waktu kerja, juga hubungan anatara luas lahan dan curahan waktu kerja menurut jenis kegiatan.


(21)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.Lokasi dan Keadaan Wilayah

Penelitian “Analisis Gender dalam Pengelolaan Agroforestri” dilaksanakan di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Pangalengan terletak di sebelah selatan Kota Bandung, dan terkenal akan beberapa objek wisata, seperti Situ Cileunca, perkebunan teh dan Kolam pemandian air panas Cibolang.

Pangalengan juga dikenal sebagai daerah pertanian, peternakan dan perkebunan. Terdapat beberapa perkebunan teh dan kina yang dikelola oleh PTPN. Pangalengan juga merupakan daerah penghasil susu sapi. Pengolahan susu di daerah Pangalengan dan daerah Bandung Selatan lainnya dikelola oleh KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan).

Kecamatan Pangalengan terdiri dari 13 desa yaitu: Desa Banjarsari, Lamjang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya, Pangalengan, Pulosari, Sukaluyu, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka, dan Warnasari. Batas wilayah Kecamatan Pangalengan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Cimaung Sebelah Selatan : Kabupaten Garut Sebelah Timur : Kecamatan Kertasari Sebelah Barat : Kecamatan Pasirjambu

Penelitian dilakukan pada lahan milik PLN di sekitar Danau Cileunca dan Danau Cipanunjang yang meliputi 5 (lima) desa, yaitu Desa Pulosari, Desa Warnasari, Desa Margamekar, Desa Margaluyu, dan Desa Sukaluyu. Peta lokasi penelitian (Kecamatan Pangalengan) dapat dilihat pada Gambar 1.

Lahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu lahan yang dimiliki oleh PLN dan dikelola oleh LPMM IPB untuk ditanami oleh para petani sekitar. Sehingga status kepemilikan lahan adalah lahan garap. Luas total agroforestri dengan lahan milik PLN di daerah tangkapan air saguling kecamatan pangalengan, kabupaten Bandung yaitu 70 ha. Paling banyak responden dengan


(22)

luas lahan yang berkisar antara < 0,10 ha, dengan jumlah responden 30 kepala rumah tangga. Distribusi responden berdasarkan luas pengelolaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2.


(23)

Tabel 2 Distibusi responden berdasarkan luas pengelolaan lahan

Kelas Luas Lahan Agroforestri

Responden

N %

< 0.10 21 67,7

0.10-0.25 7 22,6

> 0.25 2 9,7

Total 30 100

Mayoritas pekerjaan utama responden adalah sebagai petani, responden laki-laki sebesar 90 %, dan perempuan sebesar 40%. Pekerjaan utama kedua terbesar adalah beternak baik pada responden laki-laki maupun perempuan dengan nilai masing-masing 6,7% dan 23,3%. Selain pekerjaan utama umumnya para responden memiliki pekerjaan sampingan. Umumnya pekerjaan sampingan pada kaum laki-laki adalah beternak sebanyak 50%. Walaupun banyak responden yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama mereka, akan tetapi tak jarang menjadikan pekerjaan sebagi petani adalah pekerjaan sampingan. Seperti pada responden laki-laki terdapat 20% pekerjaan sampingannya sebagai petani. Sedangkan pada wanita bertani adalah pekerjaan sampingan terbanyak sebesar 80.00% dari responden perempuan yang mempunyai pekerjaan sampingan. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Distribusi berdasarkan mata pencaharian

Mata pencaharian

Responden

Suami Istri

Utama Sampingan Utama Sampingan

N % N % N % N %

Bertani 27,0 90,0 4,0 19,1 12,0 40,0 4,0 80,0

Ibu Rumah Tangga 0,0 0,0 0,0 0,0 5,0 16,7 0,0 0,0

Berdagang 1,0 3,3 1,0 4,8 4,0 13,3 1,0 20,0

Beternak 2,0 6,7 10,0 52,4 7,0 23,3 0,0 0,0

Buruh 0,0 0,0 4,0 19,1 1,0 3,3 0,0 0,0


(24)

Tabel 3 (lanjutan)

Mata pencaharian

Responden

Suami Istri

Utama Sampingan Utama Sampingan

N % N % N % N %

Guru 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 3,2 0,0 0,0

Total 30,0 100,0 20,0 100,0 31,0 100,0 5,0 100,0

4.2.Kondisi Umum Desa 4.2.1. Desa Margamekar

Desa Margamekar adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Margamekar terdiri dari dua dusun, 13 RW dan 50 RT. Batas Desa Margamekar sebelah utara berbatasan dengan Desa Pangalengan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Warnasari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pulosari dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukamanah. Jarak Desa Margamekar dari ibukota propinsi adalah 35 km. Luas Desa Margamekar secara keseluruhan adalah 8.179,930 Ha. Ketinggian tempat Desa Margamekar adalah 1.400 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2200 mm/tahun.

Jumlah penduduk Desa Margamekar secara keseluruhan adalah 7.548 jiwa terdiri atas 2120 KK, dengan kepadatan penduduk adalah 92 jiwa/km2 dan jumlah usia produktif sebanyak 1316 jiwa. Keseluruhan penduduk Margamekar memeluk agama Islam (100%). Mata pencaharian penduduk Desa Margamekar sebagian besar berasal dari sektor pertanian, terdiri atas peladang sebanyak 414 orang (5,49%), pesanggem atau penggarap sebanyak 107 orang (1,42%) dan buruh tani sebanyak 1193 orang (15,81%) dari total penduduk. Persentase pemilik lahan di Desa Margamekar sekitar 20% dengan rata-rata jumlah kepemilikan lahan sebesar 0,1 hektar per petani. Mata pencaharian lain penduduk Desa Margamekar selain sebagai petani adalah sebagai peternak sebanyak 304 orang (4,03%), pedagang sebanyak 187 orang (2,48%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 27 orang (0,36%) dan sektor jasa transportasi sebanyak 303 orang (4,01%).


(25)

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Margamekar berupa jalan, sekolah, masjid dan sarana umum lainnya. Jalan yang terdapat di Desa Margamekar dibagi menjadi dua yaitu, jalan aspal sepanjang 7 km dan jalan berbatu sepanjang 3 km. Sekolah yang tersedia berupa sekolah dasar (SD) sebanyak lima buah dan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak satu buah. Masjid yang ada berjumlah 15 buah dan sarana umum lainnya seperti tempat pertemuan sebanyak satu buah, lapangan olahraga sebanyak satu buah dan gedung olahraga (GOR) sebanyak satu buah. Kelembagaan yang terdapat pada Desa Margamekar sangat banyak yaitu, pemerintah desa, dusun, RT, RW, LKMD, LMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Lembaga Gotong Royong, BPD, kelompok keagamaan dan kelompok kesenian. Lembaga ekonomi yang ada berupa koperasi sebanyak satu unit dan usaha bersama sebanyak satu unit. Pada Desa Margamekar terdapat industri rumah tangga sebanyak 45 buah.

Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Margamekar relatif rendah yaitu hanya 451 jiwa (5,97%) yang menempuh pendidikan hingga tingkat SMA dari total penduduk Desa Margamekar sebanyak 7.548 jiwa. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan sarana pendidikan lanjutan (SMA) yang kurang memadai. Hal lain yang menjadi alasan rendahnya tingkat pendidikan di Desa Margamekar adalah keadaan ekonomi masyarakat yang berada dalam golongan masyarakat miskin (kurang mampu) di tengah mahalnya biaya pendidikan, sehingga masyarakat lebih berkonsentrasi untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah, maka secara umum tidak mudah untuk menerima pengetahuan baru serta khususnya dalam teknologi usahatani. (Desa Margamekar 2008).

4.2.2. Desa Warnasari

Desa Warnasari merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Warnasari terdiri dari dua dusun, 16 RW dan 57 RT. Batas Desa Warnasari sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukaluyu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pulosari, sebelah barat berbatasan dengan PERHUTANI dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Pulosari. Jarak Desa Warnasari dari ibukota propinsi adalah 40 km, dan jarak


(26)

Desa Warnasari dari ibukota kecamatan adalah 4 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 31 km. Luas Desa Warnasari secara keseluruhan adalah 2.354,119 Ha. Ketinggian tempat Desa Warnasari adalah 1.400 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2000- 2400 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 16-24oC.

Jumlah penduduk Desa Warnasari secara keseluruhan adalah 7.585 jiwa terdiri atas 2281 KK, dengan kepadatan penduduk adalah 322 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk Desa Warnasari memeluk agama Islam sekitar 99 %. Mata pencaharian penduduk Desa Warnasari sebagian besar berasal dari sektor pertanian (80%), terdiri atas peladang sebanyak 643 orang (8,48%), pesanggem atau penggarap sebanyak 632 orang (8,45%) dan buruh tani sebanyak 1022 orang (13,47%) dari total penduduk. Pemilik lahan di Desa Warnasari berjumlah 147 orang dengan rata-rata jumlah kepemilikan lahan sebesar 0,1 hingga 0,2 hektar. Mata pencaharian lain penduduk Desa Warnasari selain sebagai petani adalah sebagai peternak sebanyak 397 orang (5,23%), pedagang sebanyak 154 orang (2,03%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 0,1% dan sektor jasa transportasi sebanyak 328 orang (4,32%), dan montir 15 orang (0,2%).

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Warnasari berupa jalan, sekolah, masjid dan sarana umum lainnya. Jalan yang terdapat di Desa Warnasari dibagi menjadi dua yaitu, jalan aspal sepanjang 45 km tetapi sepanjang 7180 m kondisi jalan dalam keadaan rusak dan jalan berbatu sepanjang 3 km. Sekolah yang tersedia berupa sekolah dasar (SD) sebanyak tiga buah dan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak satu buah. Masjid yang ada berjumlah 24 buah dan sarana umum lainnya seperti bendungan air sebanyak satu buah, kaptering air sebanyak lima buah, tempat pertemuan sebanyak satu buah, serta lapangan olahraga sebanyak satu buah. Kelembagaan yang terdapat pada Desa Warnasari sangat banyak yaitu, pemerintah desa, dusun, RT, RW, LKMD, LMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Lembaga Gotong Royong, BPD, kelompok keagamaan dan kelompok kesenian. Lembaga ekonomi yang ada berupa koperasi sebanyak satu unit dan usaha bersama sebanyak satu unit. Pada Desa Warnasari tidak terdapat industri kecil atau industri rumah tangga.


(27)

Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Warnasari relatif rendah yaitu hanya 679 jiwa (8,96%) yang menempuh pendidikan hingga tingkat SMA dari total penduduk Desa Warnasari sebanyak 7.585 jiwa. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan sarana pendidikan lanjutan (SMP/SMA) yang kurang memadai. Hal lain yang menjadi alasan rendahnya tingkat pendidikan di Desa Warnasari adalah keadaan ekonomi masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi kebawah di tengah mahalnya biaya pendidikan, sehingga masyarakat lebih berkonsentrasi untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Desa Warnasari 2008).

4.2.3. Desa Margaluyu

Desa Margaluyu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Margaluyu terdiri dari dua dusun, 14 RW dan 64 RT. Batas Desa Margaluyu sebelah utara berbatasan dengan Desa Pulosari, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukaluyu dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Banjarsari. Jarak Desa Margaluyu dari ibukota propinsi adalah 50 km, dan jarak Desa Margaluyu dari ibukota kecamatan adalah 13 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 30 km. Luas Desa Margaluyu secara keseluruhan adalah 860,2 Ha. Ketinggian tempat Desa Margaluyu adalah 1.425-1.500 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2.400 mm/tahun.

Jumlah penduduk Desa Margaluyu secara keseluruhan adalah 7.943 jiwa terdiri atas 2.373 KK, dengan kepadatan penduduk adalah 683,25 jiwa/km2 dan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 4568 jiwa. Sebagian besar penduduk Desa Margaluyu memeluk agama Islam sekitar 99,92 % setara dengan 7933 jiwa. Mata pencaharian penduduk Desa Margaluyu sebagian besar berasal dari sektor pertanian, terdiri atas petani sebanyak 441 orang (5,55%), buruh tani sebanyak 1.933 orang (24,33%) dari total penduduk. Pemilik lahan di Desa Margaluyu berjumlah 1281 orang dengan rata-rata jumlah kepemilikan lahan sebesar 0,1 hingga 1 hektar. Selain sebagai petani mata pencaharian lain penduduk Desa Margaluyu adalah sebagai peternak sebanyak 442 orang (5,46%), pedagang sebanyak 315 orang (3,97%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 14 orang


(28)

(0,18%) dan sektor jasa transportasi sebanyak 187 orang (2,35%), dan karyawan swasta sebanyak 922 orang (11,61%).

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Margaluyu berupa jalan, sekolah, masjid dan sarana umum lainnya. Jalan yang terdapat di Desa Margaluyu dibagi menjadi dua yaitu, jalan aspal sepanjang 6,1 km dan jalan berbatu sepanjang 1 km. Sekolah yang tersedia berupa sekolah dasar (SD) sebanyak lima buah dan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak satu buah. Masjid yang ada berjumlah 29 buah dan sarana umum lainnya seperti kaptering air sebanyak 12 buah, tempat pertemuan sebanyak satu buah, serta lapangan olahraga sebanyak satu buah. Kelembagaan yang terdapat pada Desa Margaluyu sangat banyak yaitu, pemerintah desa, dusun, RT, RW, LKMD, LMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Lembaga Gotong Royong, BPD, kelompok keagamaan dan kelompok kesenian. Keberadaan berbagai macam kelembagaan sosial, maka memudahkan untuk bekerjasama antar warga. Lembaga ekonomi yang ada berupa koperasi sebanyak satu unit dan usaha bersama sebanyak satu unit. Pada Desa Margaluyu tidak terdapat industri kecil atau industri rumah tangga.

Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Margaluyu relatif rendah. Hal tersebut tergambar dari sedikitnya penduduk yang mempunyai pendidikan SMP ke atas, yaitu hanya 38 jiwa (0,48%) dari total penduduk sebanyak 7.943 jiwa. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan keadaan masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi kebawah di tengah mahalnya biaya pendidikan, sehingga masyarakat lebih berkonsentrasi untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Desa Margaluyu 2008).

4.2.4. Desa Sukaluyu

Desa Sukaluyu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Sukaluyu terdiri dari tiga dusun, 13 RW dan 63 RT. Batas Desa Sukaluyu sebelah utara berbatasan dengan Desa Warnasari, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasirjambu dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Margaluyu. Jarak Desa Sukaluyu dari ibukota propinsi adalah 50 km, dan jarak Desa Sukaluyu dari ibukota kecamatan adalah 10 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 40 km. Luas Desa Sukaluyu secara keseluruhan


(29)

adalah 1.748,200 Ha. Ketinggian tempat Desa Sukaluyu adalah 1.500 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2.400 mm/tahun.

Jumlah penduduk Desa Sukaluyu secara keseluruhan adalah 7.875 jiwa terdiri atas 2.416 KK, dengan kepadatan penduduk adalah 450 jiwa/km2 dan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 783 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Sukaluyu memeluk agama Islam (99,03%). Mata pencaharian penduduk Desa Sukaluyu sebagian besar adalah petani (80%) yang terdiri atas, peladang sebanyak 987 orang (12,53%), pesanggem atau penggarap sebanyak 566 orang (7,19%) dan buruh tani 1.820 orang (23,11%) dari total penduduk. Pemilik lahan di Desa Sukaluyu berjumlah 704 orang dengan rata-rata jumlah kepemilikan lahan sebesar 0,31 hingga 0,4 hektar. Selain sebagai petani mata pencaharian lain penduduk Desa Sukaluyu adalah sebagai peternak sebanyak 473 orang (6,01%), pedagang sebanyak 367 orang (4,66%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 128 orang (1,63%) dan sektor jasa transportasi sebanyak 192 orang (2,44%).

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Sukaluyu berupa jalan, sekolah, masjid dan sarana umum lainnya. Jalan yang terdapat di Desa Sukaluyu dibagi menjadi dua yaitu, jalan aspal sepanjang 55 km dan jalan berbatu sepanjang 10 km. Sekolah yang tersedia berupa sekolah dasar (SD) sebanyak lima buah dan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak satu buah. Masjid yang ada berjumlah 26 buah dan sarana umum lainnya seperti bendungan sebanyak dua buah, kaptering air sebanyak empat buah, tempat pertemuan sebanyak satu buah, serta lapangan olahraga sebanyak satu buah, dan lembaga keagamaan sebanyak tiga buah. Kelembagaan yang terdapat pada Desa Sukaluyu sangat banyak yaitu, pemerintah desa, dusun, RT, RW, LKMD, LMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Lembaga Gotong Royong, BPD, kelompok keagamaan dan kelompok kesenian. Lembaga ekonomi yang ada berupa koperasi sebanyak enam unit dan bank atau simpan pinjam sebanyak satu unit. Pada Desa Sukaluyu tidak terdapat industri kecil atau industri rumah tangga.

Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Sukaluyu relatif rendah, hanya 453 jiwa (5,8%) yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SMA dari jumlah penduduk sebanyak 7.875 jiwa. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan sarana pendidikan lanjutan (SMP/SMA) yang kurang memadai. Hal lain yang menjadi


(30)

alasan rendahnya tingkat pendidikan di Desa Sukaluyu adalah keadaan ekonomi masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi kebawah di tengah mahalnya biaya pendidikan, sehingga masyarakat lebih berkonsentrasi untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Desa Sukaluyu 2008).

4.2.5. Desa Pulosari

Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Pulosari terdiri dari tiga dusun, 16 RW dan 72 RT. Batas Desa Pulosari sebelah utara berbatasan dengan Desa Lamajang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Margaluyu atau Margamekar, sebelah barat berbatasan dengan Desa Warnasari dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Pangalengan. Jarak Desa Pulosari dari ibukota propinsi adalah 45 km, dan jarak Desa Pulosari dari ibukota kecamatan adalah 2,5 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 2,5 km. Luas Desa Pulosari secara keseluruhan adalah 5.118,147 Ha. Ketinggian tempat Desa Sukaluyu adalah 1.200- 1.500 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1.000- 2.400 mm/tahun.

Jumlah penduduk Desa Pulosari secara keseluruhan adalah 9.217 jiwa terdiri atas 2.738 KK, dengan kepadatan penduduk adalah 180 jiwa/km2 dan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 5846 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Pulosari memeluk agama Islam (99,93%). Mata pencaharian penduduk Desa Pulosari sebagian besar berasal dari sektor pertanian (80%) yang terdiri atas, peladang sebanyak 623 orang (6,76%), pesanggem atau penggarap sebanyak 426 orang (4,62%) dan buruh tani 2.972 orang (32,24%) dari total penduduk. Pemilik lahan di Desa Sukaluyu berjumlah 426 orang dengan rata-rata jumlah kepemilikan lahan sebesar 0,5 hingga 0,1 hektar. Selain sebagai petani mata pencaharian lain penduduk Desa Pulosari adalah sebagai peternak sebanyak 417 orang (4,52%), pedagang sebanyak 284 orang (3,08%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 0,1% dan sektor jasa transportasi sebanyak 185 orang (1%).

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Pulosari berupa jalan, sekolah, masjid dan sarana umum lainnya. Jalan yang terdapat di Desa Pulosari dibagi menjadi dua yaitu, jalan aspal sepanjang 3 km dan jalan berbatu sepanjang


(31)

3 km. Sekolah yang tersedia berupa sekolah dasar (SD) sebanyak lima buah. Masjid yang ada berjumlah 17 buah dan sarana umum lainnya seperti kaptering air sebanyak lima buah, tempat pertemuan sebanyak satu buah, serta lapangan olahraga sebanyak satu buah, dan gedung olahraga (GOR) sebanyak satu buah. Kelembagaan yang terdapat pada Desa Pulosari sangat banyak yaitu, pemerintah desa, dusun, RT, RW, LKMD, LMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Lembaga Gotong Royong, BPD, kelompok keagamaan dan kelompok kesenian. Lembaga ekonomi yang ada berupa koperasi sebanyak satu unit dan usaha bersama sebanyak satu unit. Pada Desa Pulosari tidak terdapat industri kecil atau industri rumah tangga.

Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Pulosari relatif rendah, hanya 573 jiwa (6,21%) yang menempuh pendidikan hingga tingkat SMA dari total jumlah penduduk sebanyak 9.217 jiwa. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan tidak ada sarana pendidikan lanjutan (SMP/SMA) yang memadai. Hal lain yang menjadi alasan rendahnya tingkat pendidikan di Desa Pulosari adalah keadaan ekonomi masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi kebawah di tengah mahalnya biaya pendidikan, sehingga masyarakat lebih berkonsentrasi untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Desa Pulosari 2008).


(32)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Hubungan antara Jenis Kegiatan dan Curahan Waktu Laki-laki dan Perempuan

Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson terhadap hubungan antara jenis kegiatan produktif dengan kegiatan reproduktif pada curahan waktu laki-laki diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,117 yang berarti mempunyai hubungan sangat rendah dan berbanding terbalik dimana semakin besar curahan waktu kerja pada kegiatan produktif maka semakin kecil waktu yang digunakan pada kegiatan reproduktif. Pada hubungan kegiatan produktif dengan kegiatan reproduktif pada curahan waktu perempuan diperoleh koefesien korelasi sebesar 0,0456 yang berarti bahwa hubungan antara jenis kegiatan dengan curahan waktu kerja perempuan bernilai positif atau berbanding lurus namun sangat lemah sekali atau dapat dikatakan tanpa korelasi .

5.2.Analisis Hubungan antara Luas Lahan dan Curahan Waktu Kerja Menurut Jenis Kegiatan

Berdasarkan hasil analisis korelasi terhadap hubungan antara jenis kegiatan produktif dalam kegiatan agroforestri dengan luas lahan pada laki-laki dan perempuan memperoleh nilai 0,442 dan 0,191. Yang dapat diartikan bahwa semakin luas lahan maka semakin besar pula curahan waktu kerja. Pernyataan tersebut senada dengan analisis hubungan kegiatan produktif diluar agrroforestri dimana laki-laki memperoleh nilai koefesien -0,123 dan perempuan -0,185, hal ini berarti bahwa semakin luas lahan agroforestri maka kegiatan di luar agroforestri semakin kecil, karena waktu mereka banyak digunakan untuk pengelolaan agroforestri. Besar luas lahan garapan tidak mempengaruhi pada jenis kegiatan reproduksi karena nilai korelasi yang diperoleh sangat kecil hanya sebesar -0,032 dan -0,045 pada laki-laki dan perempuan.


(33)

5.3. Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Kegiatan Produktif 5.3.1. Curahan Waktu Kerja dalam Pengelolaan Agroforestri

Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan agroforestri dapat dilihat dari dua kegiatan, yaitu kegiatan produktif dan reproduktif. Pada kegiatan produktif terbagi menjadi dua kegiatan lagi, yaitu kegiatan dalam pengelolaan agroforestri dan kegiatan yang dilakukan diluar pengelolaan agroforestri.

Tanaman kehutanan yang ditanam adalah surian (Toona sureni), cebreng (Gliricidia sepium), kopi (Coffea arabica), dan terong kori (Salanun kabiu). Selama tanaman kopi belum panen, petani pengelola lahan PLN diperbolehkan menanam tanaman hortikultura (selama tiga tahun) diantara tanaman kehutanan tersebut. Tanaman surian ditanam dengan jarak tanam 15 meter x 6 meter, tanaman cebreng dan terong kori ditanam dengan jarak 15 meter x 2 meter dan tanaman kopi ditanam dengan jarak tanam 2,5 meter x 2 meter.

Secara umum dalam pengelolaan agroforestri di Kecamatan Pangalengan melibatkan peran perempuan dan laki-laki, yang masing-masing mempunyai peran yang berbeda dan kapasitas waktu kerja yang berbeda pula. Untuk melihat perbedaan peran tersebut dapat dilihat dari curahan waktu kerja. Curahan waktu kerja adalah lamanya waktu yang dihabiskan dari dimulainya suatu pekerjaan hingga selesai pekerjaan tersebut, yang dinyatakan dalam satuan waktu tertentu. Pada pengelolaan agroforestri di Kecamatan Pangalengan curahan waktu kerja responden di hitung dalam satuan HOK/bulan. Rata-rata curahan waktu kerja responden dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata curahan waktu kerja responden laki-laki (L) dan perempuan (P) dalam pengelolaan agroforestri

Kegiatan Pengelolaan Agroforestri

Curahan waktu kerja (HOK/bulan) Rata-rata

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

Pemeliharaan

tanaman Kopi 12,9 8,5 6,4 5,4 3,8 3,8 7,7 5,9

Tanaman

Pangan 18,9 11,5 20,9 11,5 5,6 5,6 15,1 9,5


(34)

Pembagian kerja pada pengelolaan agroforestri mempengaruhi besarnya curahan waktu pada kegiatan tersebut. Pada tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata curahan waktu laki-laki memiliki nilai 22,8 HOK/bulan yang berarti lebih besar dibandingkan curahan waktu perempuan dengan nilai 15,5 HOK/bulan. Hal ini dikarenakan laki-laki mempunyai tanggung jawab dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Selain itu masyarakat masih menganggap pekerjaan yang berat (mengeluarkan banyak tenaga) merupakan pekerjaan laki-laki. Perempuan hanya dilibatkan dalam kegiatan yang ringan saja seperti saat pemanenan sayuran dan kopi. Sebagian kecil lainnya ikut membantu dalam kegiatan penanaman seperti memasang ajir dan menanam.

Berdasarkan curahan waktu kerja rata-rata di kegiatan pemeliharaan kopi lebih kecil dibandingkan tanaman pangan, dimana untuk pengelolaan tanaman kopi 7,7 HOK/bulan untuk laki-laki, dan pada perempuan 5,9 HOK/bulan. Sedangkan pada pemeliharaan tanaman pangan rata-rata HOK untuk kaum lelaki 15,1 HOK/bulan, pada perempuan 9,5 HOK/bulan. Sehingga terdapat selisih curahan waktu dalam pemeliharaan tanaman kopi dan tanaman pangan 7,4 HOK/bulan dan 3,6 HOK/bulan pada laki-laki dan perempuan berturut-turut. Hal ini dikarenakan bududaya kopi tidak memerlukan pemeliharaan intensif. Hampir setiap hari responden melakukan kegiatan berkebun. Pekerjaan yang dilakukan dimulai dari persiapan lahan hingga waktu panen. Kegiatan persiapan lahan umumnya dilakukan oleh kaum lelaki, walau ada beberapa lahan yang dikerjakan oleh perempuan. Pada umumnya penanaman sayuran dilakukan oleh kaum perempuan, karena perempuan lebih teliti. Sedangkan kegiatan seperti pemupukan dan penyiangan dilakukan bersama-sama.

Curahan waktu kerja yang paling banyak terdapat pada penguasaan lahan strata I yaitu laki-laki 31,8 HOK/bulan dan perempuan 20 HOK/bulan. Dan yang terkecil terdapat pada strata III yaitu 9,4 HOK/bulan baik pada laki-laki dan perempuan. Menurut hasil penelitian Bahriyah (2006) menunjukan bahwa semakin luas pemilikan lahan oleh suatu rumah tangga maka cenderung makin rendah tingkat pencurahan waktu kerja laki-laki dan perempuan. Golongan rumah tangga yang menguasai tanah luas, lebih banyak bekerja sebagai manager daripada bekerja secara langsung pada pekerjaannya, sehingga tenaga kerja yang


(35)

dicurahkan menjadi lebih rendah. Sedangkan pada golongan yang penguasaan lahannya sempit terpaksa harus bekerja lebih banyak supaya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hasil yang sama pun ditunjukan pada petani agroforestri dilahan PLN. Dimana semakin luas lahan yang digarap, maka semakin sedikit curahan waktu yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa petani pad strata III memperkerjakan buruh tani sebanyak 6-7 orang setiap harinya, sehingga petani hanya membutuhkan waktu sebentar untuk melakukan pekerjaannya, biasanya responden meghabiskan waktu rata-rata maksimal hanya 1 jam saja perharinya. Sedangkan responden pada strata I dan II umunnya menghabiskan waktu 5-7 jam setiap harinya.

5.3.2. Curahan Waktu Kerja di Luar Pengelolaan Agroforestri

Selain sebagai petani agroforestri, responden mempunyai kegiatan di luar pengelolaan agroforestri. Hal ini dilakukan untuk menambah penghasilan rumah tangga. Kegiatan yang dilakukan di luar pengelolaan agroforestri adalah berdagang, berternak, buruh, jasa transportasi, dan guru. Sama seperti halnya pada kegiatan pengelolaan agroforestri, curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan berbeda. Rata-rata curahan waktu kerja responden di luar pengelolaan agroforestri dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata curahan waktu kerja responden laki-laki (L) dan perempuan (P) di luar pengelolaan agroforestri

Kegiatan Pengelolaan Agroforestri

Curahan waktu kerja (HOK/bulan) Rata-rata

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

Berternak 11,3 5,7 20,9 4,3 5,6 0,0 12,6 3,3

Berdagang 1,3 4,6 0,0 0,5 11,3 5,6 4,2 3,6

Buruh 5,4 4,5 5,9 5,4 0,0 0,0 3,8 3,3

Jasa

Transportasi 2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,0

Guru 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,4 0,0 3,1

Jumlah 20,0 14,8 26,8 10,2 16,9 15,0 21,2 13,3

Rata-rata curahan waktu kerja kegiatan di luar pengelolaan agroforestri lebih kecil bila dibandingkan dengan kegiatan yang terdapat dalam pengelolaan


(36)

agroforestri. Curahan waktu kerja yang kecil disebabkan tidak semua responden berperan dalam pekerjaan di luar pengelolaan agroforestri.

Bila melihat rata-rata curahan waktu kerja pada tabel 6, kegiatan di luar pengelolaan agroforestri yang paling banyak dilakukan oleh petani adalah berternak. Rata-rata curahan waktu berternak 12,6 HOK/bulan pada laki-laki, pada perempuan sebesar 3,3 HOK/bulan. Kegiatan berternak yang dilakukan oleh responden adalah mencari pakan ternak, memberi makan, serta membersihkan kandang. Rata-rata para petani mencurahkan waktu mereka untuk mengurus hewan ternaknya selama 2 sampai dengan 6 jam. Hewan ternak yang dimiliki para petani rata-rata adalah sapi perah, domba, kelinci, serta ayam. Kegiatan berternak sangatlah penting bagi petani, karena dari hasil berternak mereka dapat menambah pendapatan mereka setiap bulannya. Kegiatan berternak dilakukan oleh petani umumnya setelah para petani pulang dari kebun. Alasan itulah yang menjadikan berternak lebih banyak dilakukan para lelaki, karena kaum perempuan setelah pulang dari kebun harus melakukan kegiatan reproduktif.

Kecilnya rata-rata curahan waktu kegiatan berdagang, buruh, guru dan menyediakan jasa transportasi, karena waktu mereka yang banyak digunakan untuk bertani, atau tidak memiliki modal untuk melakukan pekerjaan lain. Pada umumnya kegiatan berdagang yang dilakukan oleh para petani dengan cara membuka warung depan rumah mereka, atau menyewa tempat. Berdagang umumnya dilakukan oleh kaum perempuan, karena dapat dilakukan dirumah sehingga dalam satu waktu dapat melakukan kegiatan reproduktif. Namun tak sedikit juga laki-laki yang melakukan kegiatan berdagang, umumnya kaum lelaki melakukan jual beli hasil panen.

Pada semua strata terdapat responden yang berprofesi sebagai pedagang. Curahan rata-rata waktu kerja berdagang pada laki-laki dan perempuan masing-masing 4,2 HOK/bulan dan 3,6 HOK/bulan. Rata-rata curahan waktu kerja buruh yaitu laki-laki 3,8 HOK/bulan dan perempuan 3,3 HOK/bulan. Sedangkan responden yang berprofesi sebagai penyedia jasa transportasi hanya terdapat pada strata I saja dan tidak ada responden perempuan yang bekerja sebagai penyedia jasa transportasi. Curahan waktu rata-ratanya adalah 0,7 HOK/bulan. Sama halnya seperti profesi yang menyediakan jasa transportasi, petani yang berprofesi sebagai


(37)

guru hanya terdapat satu orang hanya saja profesi guru ini dilakoni seorang perempuan sehingga rata-rata curahan waktu kerjanya hanya 3,1 HOK/bulan.

5.4. Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Kegiatan Reproduktif

Umumnya kegiatan reproduktif dilakukan oleh perempuan. Karena kegiatan reproduktif merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Kegiatan reproduktif yang lazim dilakukan adalah memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak, dan mencuci pakaian. Walaupun pekerjaan reproduktif sangat melekat pada pencitraan dan suatu kewajiban seorang perempuan atau istri, namun kaum lelakipun saat ini sudah ada yang mau melakukan kegiatan reproduktif. Walaupun tidak banyak peran laki-laki didalamnya. Satuan curahan waktu kerja pada kegiatan reproduktif adalah jam/hari. Rata-rata curahan waktu kerja dalam kegiatan produktif dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata curahan waktu kerja laki-laki (L) dan perermpuan (P) dalam kegiatan reproduktif (jam/hari)

Kegiatan Reproduktif

Curahan waktu kerja (HOK/bulan) Rata-rata

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

Memasak 2,1 7,1 1,3 5,9 1,9 6,6 1,8 6,5

Mencuci

pakaian 2,0 5,8 0,0 4,8 0,0 3,8 0,7 4,8

Mengasuh anak 5,2 15,9 5,9 23,0 7,5 33,8 6,2 24,2

Membersihkan

rumah 2,3 5,5 1,4 5,4 0,9 6,1 1,5 5,7

Jumlah 11,5 34,4 8,6 39,1 10,3 50,2 10,1 41,2

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa pada semua kegiatan peranan perempuan dominan, hal ini ditunjukan dengan curahan waktu perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Rata-rata curahan waktu kerja yang dimiliki oleh perempuan pada kegiatan mengasuh anak lebih besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Curahan waktu rata-rata kegiatan mengasuh anak pada perempuan adalah 24,2 HOK/bulan. Sehingga dapat disimpulkan para perempuan


(38)

atau istri meluangkan waktu yang lebih untuk mengasuh anak. Walaupun tugas mengasuh anak lebih dibebankan kepada seorang istri, namun kaum lelakipun turut membantu istri mereka dalam mengasuh dan mendidik anak. Hal ini tergambar dari rata-rata curahan waktu kerja laki-laki pada kegiatan mengasuh anak lebih tinggi dibandingkan kegiatan reproduktif yang lainnya. Curahan waktu kerja laki-laki dalam mengasuh anak adalah 6,2 HOK/bulan. Walau tak meluangkan waktu banyak, akan tetapi dapat terlihat bahwa kaum lelaki membantu istri mereka dalam pekerjaan rumah tangga.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roslinda (2009), kegiatan reproduktif seperti memasak, mencuci pakaian, mengasuh anak, dan membersihkan rumah dominan dilakukan oleh perempuan, karena perempuan memiliki posisi ganda dalam keluarga selain perempuan aktif dalam kegiatan produktif juga katif dalam kegiatan reproduktif.

Berdasarkan Tabel 7 yang menggambarkan tentang total curahan waktu kerja laki-laki maupun perempuan dipengeloaan agroforestri baik produktif dan reproduktif. Curahan waktu perempuan lebih besar daripada curahan waktu laki-laki, dengan nilai 70,6 HOK/bulan dan 54,2 HOK/bulan, setara dengan 15,5 jam/hari bagi laki-laki dan 18,5 jam/hari untuk perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan mempunyai peran ganda dalam keluarga, yaitu selain berperan di dalam kegiatan produktif perempuan juga berperan dalam kegiatan reproduktif. Seperti yang diungkapkan oleh Simantauw et al (2001), perempuan menanggung dua jenis pekerjaan yang berat, reproduktif, dan produktif, sementara laki-laki hanya produktif dan sedikit reproduktif. Jam tidur perempuan lebih pendek dibandingkan laki-laki, waktu istirahat hampir tidak ada.


(39)

37

Tabel 7. Rata-rata curahan waktu kerja total laki-laki dan perempuan

Strata Kepemilikan

Lahan

Curahan Waktu Kerja Pengelolaan Agroforestri

Total Produktif

Reproduktif

Agroforestri Non Agroforestri

L P L P L P L P

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/

bulan %

HOK/

bulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

Strata I 31,8 50,3 20,0 28,9 20,0 31,6 14,8 21,4 11,5 18,1 34,4 49,7 63,2 100 69,2 100

Strata II 27,3 43,6 16,9 25,5 26,8 42,7 10,2 15,4 8,6 13,7 39,1 59,1 62,7 100 66,2 100

Strata III 9,4 25,6 9,4 14,7 16,9 48,7 15,0 19,6 10,3 29,7 50,2 65,6 36,6 100 76,4 100


(40)

5.5. Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Responden dan Curahan Waktu Kerja

5.5.1 Hubungan Antara Umur dan Curahan Waktu Kerja

Responden memiliki rentang umur yang berbeda, sehingga perlu dibagi berdasarkan kelas umur pada masing-masing strata penguasaan lahan. Tabel 8 menggambarkan distribusi berdasarkan kelas umur dan penguasaan lahan.

Tabel 8 Distribusi berdasarkan kelas umur dan penguasaan lahan

Kelas Umur (tahun)

Responden Total

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

20-31 3 2 2 3 1 1 6 6

32-42 2 6 1 1 0 0 3 7

43-53 7 7 1 2 0 1 8 10

54-64 7 6 3 1 1 0 11 7

65-75 1 0 0 0 0 0 1 0

>76 1 0 0 0 0 0 1 0

Jumlah 21 21 7 7 2 2 30 30

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa usia responden menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Rata-rata responden laki-laki terbanyak antara selang umur 54-64 begitupun dengan responden perempuan pada rentang umur 43-53 sebanyak. Jumlah umur produktif pada laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan dimana, laki-laki hanya 58,1%, perempuan mencapai 87,1%. Pada rentang umur 65 tahun lebih rata-rata responden laki-laki maupun perempuan sangat sedikit hal ini dikarenakan pada umur 65 tahun keatas bukan lagi usia produktif. Seperti yang dikatakan Papalia dan Olda (1966), diacu dalam Idolasari (2011), bahwa usia produktif bekerja yaitu 19-55 tahun.

Pada Tabel 9 curahan waktu kerja laki-laki paling banyak mengeluarkan waktu pada kisaran umur 32-42 tahun sebesar 47,8 HOK/bulan. Berdasarkan pengamatan dilapangan pada rentang umur 32-42 tahun petani memiliki anak yang memerlukan banyak pengeluaran untuk biaya sekolah, sehingga memaksa petani untuk bekerja lebih banyak, untuk menghasilkan hasil panen yang lebih maksimal. Pada perempuan yang paling besar terdapat pada kelas umur 20-31


(41)

tahun sebesar 28,1 HOK/bulan. Pada curahan waktu perempuan di kisaran umur 54-64 tahun memiliki nilai paling kecil, hal ini senada dengan yang dituliskan Soetrisno (1997) yang menyebutkan bahwa Di desa Pandes, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, pada pagi hari sulit bagi kita untuk menemukan perempuan yang berada di rumah, kecuali mereka yang berusia tua atau istri dari pegawai negeri

Tabel 9 Curahan waktu kerja pengelolaan agroforestri berdasarkan umur dan penguasaan lahan

Selain memiliki curahan waktu dalam pengelolaan agroforestri, para petanipun mempunyai curahan waktu di luar pengelolaan agroforestri. Seperti yang terlihat di dalam tabel 10 curahan waktu kerja dalam kegiatan di luar pengelolaan agroforestri paling besar untuk laki-laki terdapat di kelas umur 54–64 tahun, sebesar 13,5 HOK/bulan. Sedangkan untuk perempuan berkisar di umur 43-53 tahun sebesar 11,5 HOK/bulan. Hal ini dapat terjadi karena pada kisaran umur yang sudah tidak produktif petani tidak mempunyai tenaga yang cukup banyak untuk mengeluarkan tenaga yang banyak untuk mengolah lahan agroforestri sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari mencari pekerjaan sampingan.

Kelas Umur (tahun)

Curahan waktu kerja dalam pengelolaan agroforestri

(HOK/bulan) Total

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

20-31 19,4 14,1 15,9 8,4 5,6 5,6 40,9 28,1

32-42 17,8 12,2 30,0 11,3 0,0 0,0 47,8 23,4

43-53 17,4 10,2 11,3 5,6 0,0 3,8 28,7 19,6

54-64 12,1 6,3 7,5 3,8 3,8 0,0 23,3 10,0

65-75 15,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 15,0 0,0

>76 15,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 15,0 0,0


(42)

Tabel 10 Curahan waktu kerja di luar pengelolaan agroforestri berdasarkan umur dan penguasaan lahan

Kelas Umur (tahun)

Curahan waktu kerja di luar pengelolaan

agroforestri (HOK/bulan) Total

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

20-31 6,0 2,3 4,5 0,5 2,3 0,0 12,8 2,8

32-42 8,3 2,9 4,1 0,8 0,0 0,0 12,4 3,6

43-53 2,7 3,3 7,5 2,3 0,0 6,0 10,2 11,5

54-64 3,2 3,4 5,8 3,8 4,5 0,0 13,5 7,2

65-75 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

>76 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Jumlah 20,2 11,8 21,9 7,3 6,8 6,0 48,8 25,1

Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10, responden lebih fokus terhadap pekerjaannya dalam pengelolaan hutan. Hal ini ditunjukan dengan curahan waktu kerja non agroforestri lebih kecil dibandingkan dengan di dalam agroforestri, pada setiap kelas umur.

Tabel 11 Curahan waktu kerja pada kegiatan reproduktif berdasarkan umur dan penguasaan lahan

Kelas Umur (tahun)

Curahan waktu pada kegiatan reproduktif

(HOK/bulan) Total

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

20-31 3,4 8,7 6,6 14,3 5,2 20,9 15,1 43,8

32-42 1,2 14 1,4 4,7 0,0 0 2,6 18,2

43-53 2,9 7,2 0 11,7 0 4,2 2,9 23,1

54-64 3,4 6,6 1,9 6,6 0,0 0 5,3 13,2

65-75 0,5 0 0 0 0,0 0 0,5 0,0

>76 2,8 0 0 0 0 0 2,8 0,0

Jumlah 14,2 36,0 9,9 37,3 5,2 25,1 29,2 98,3

Dalam kegiatan reproduktif, perempuan memegang banyak peranannya. Curahan waktu terbesar pada perempuan adalah 43,8 HOK/bulan dan curahan waktu kedua terbesar adalah 23,1 HOK/bulan. Nilai HOK tersebut dimiliki pada


(43)

kelas umur 20-31 tahun dan 43-53 tahun. Karena pada kisaran umur 20-31 tahun mereka lebih banyak meluangkan waktunya pada bermain, mendidik serta mengasuh anak mereka. Pada rentang umur 43-53 tahun umumnya kaum perempuan lebih banyak meluangkan waktu dalam mengasuh cucu-cucu mereka, dalam mengisi waktunya.

Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa semakin tua dari umur petani maka semakin sedikit juga waktu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan. Bila berdasarkan pengamatan dilapangan, petani yang sudah berumur sudah jarang melakukan kegiatan produktif, karena biasanya lahan yang dimiliki akan diberikan kepada anak mereka. Sehingga waktu mereka lebih banyak untuk bersantai.


(44)

42

Tabel 12 Rata-rata curahan waktu kerja total berdasarkan kelas umur laki-laki dan perempuan

Kelas umur (tahun)

Curahan Waktu Kerja Pengelolaan Agroforestri

Total Produktif

Reproduktif

Agroforestri Non Agroforestri

L P L P L P L P

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

HOK/

bulan %

HOK/

bulan %

HOK/b

ulan %

HOK/b

ulan %

20-31 40,9 59,5 28,1 37,6 12,8 18,5 2,8 3,7 15,1 22,0 43,8 58,7 68,8 100 74,7 100

32-42 47,8 76,1 23,4 51,8 12,4 19,7 3,6 8,0 2,6 4,2 18,2 40,2 62,8 100 45,3 100

43-53 28,7 68,6 19,6 36,1 10,2 24,5 11,5 21,3 2,9 6,9 23,1 42,6 41,8 100 54,2 100

54-64 23,3 55,4 10,0 32,9 13,5 32,0 7,2 23,7 5,3 12,6 13,2 43,4 42,1 100 30,4 100

65-75 15,0 97,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 3,0 0,0 0,0 15,5 100 0,0 100

>76 15,0 84,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,8 15,8 0,0 0,0 17,8 100 0,0 100


(45)

5.5.2. Hubungan Antara Pendidikan dan Curahan Waktu Kerja

Pendidikan adalah jenjang tertinggi sekolah terakhir yang ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan merupakan salah satu yang menentukan tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya akan semakin tingggi. Tingkat pendidikan juga berkolerasi dengan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang pengetahuan dan wawasannya semakin luas, yang berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya dalam masyarakat. Mereka yang pendidikannya lebih tinggi cenderung lebih terbuka dalam menerima inovasi dan masukan dari pihak luar. Jenjang pendidikan responden dapat dilihat di dalam Tabel 13.

Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dan penguasaan lahan

Pendidkan

Responden (N) Total

Strata I Strata II Strata III

L P L P L P L P

Tidak tamat SD 3 4 1 1 0 0 4 5

Tamat SD 14 14 5 6 0 0 19 20

Tamat SMP 3 3 1 0 0 1 4 4

Tamat SMA 1 0 0 0 2 1 3 1

Tamat Perguruan

Tinggi

0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 21 21 7 7 2 2 30 30

Pada umumnya masyarakat pedesaan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini juga dapat dilihat pada tingkat pendidikan di lima Desa yang dijadikan tempat penelitian. Seluruh responden sudah memiliki kemampuan baca tulis, namun tidak ada responden yang memiliki tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Tingkat pendidikan pada responden perempuan lebih rendah daripada tingkat pendidikan laki-laki dengan jumlah 19 orang laki-laki hanya menamatkan sekolahnya sampai SD sedangkan pada perempuan mencapai 20 orang. Responden yang menamatkan sekolah sampai jenjang SMP hanya ada 4


(1)

Lampiran 4 Curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduktif

No

Curahan Waktu Kerja (HOK/Bulan)

Memasak Mencuci pakaian Mengasuh anak Membersihkan rumah

laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan

1 0 11,25 3,75 7,5 0 67,5 1,875 1,875

2 0 3,75 0 3,75 7,5 15 0 3,75

3 7,5 11,25 1,875 1,875 0 0 1,875 3,75

4 0 3,75 0 3,75 7,5 45 1,875 3,75

5 0 5,625 0 7,5 0 0 0 7,5

6 0 3,75 0 3,75 7,5 45 1,875 3,75

7 0 5,625 0 3,75 0 7,5 1,875 7,5

8 3,75 7,5 0 11,25 11,25 18,75 0 3,75

9 1,875 7,5 3,75 7,5 0 26,25 1,875 7,5

10 1,875 7,5 5,625 1,875 3,75 18,75 0,6 1,875

11 7,5 7,5 5,625 7,5 30 45 1,875 7,5

12 0 7,5 0 7,5 0 0 0 3,75

13 0 5,625 0 3,75 0 11,25 1,875 7,5

14 3,75 11,25 7,5 11,25 22,5 22,5 7,5 11,25

15 0 7,5 0 3,75 0 22,5 0,3 3,75

16 1,875 5,625 3,75 3,75 3,75 7,5 3,75 5,625

17 3,75 3,75 0 11,25 11,25 15 0 3,75


(2)

66

Lampiran 4 (lanjutan)

No

Curahan Waktu Kerja (HOK/Bulan)

Memasak Mencuci pakaian Mengasuh anak Membersihkan rumah

laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki perempuan

20 0 7,5 0 3,75 0 0 7,5 7,5

21 3,75 7,5 3,75 5,625 11,25 18,75 1,875 11,25

22 0 7,5 0 3,75 0 0 0 7,5

23 0 5,625 0 3,75 3,75 22,5 1,875 3,75

24 3,75 7,5 3,75 3,75 0 3,75 3,75 7,5

25 0 7,5 0 3,75 0 0 0 1,875

26 0 5,625 0 7,5 3,75 3,75 3,75 3,75

27 3,75 7,5 0 3,75 15 67,5 1,875 4,6875

28 3,75 7,5 1,875 3,75 0 0 3,75 3,75

29 3,75 5,625 0 3,75 7,5 30 0 7,5


(3)

Lampiran 5 Keterlibatan suami istri dalam pengambilan keputusan

No No kegiatan

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1 b c b b c c c b b b a b b b b b

2 b b a a b c b a a a a e b b c b

3 b b b b a b b a a a a b b b b b

4 c b d b b b b c d b a a b b b b

5 d c d d c d c c b b b d d b b e

6 c b b b b b b b c b b a b b b b

7 b c b b b c b c b a a a c b b a

8 c c d c b b b b b b b b b b b b

9 b b b b b b b a b b b b b b b b

10 c c d c c b b b b b b b b b b b

11 c c b b d c b a c a e b b b b e

12 d d c d d c d b b b a a a b d d

13 d c d d d c c b b a a a c b b e

14 b b b c b b b a a b b b c b b b

15 b d d b d d d b b e b b b e e e

16 b d b d b b c b b b a c b b b b

17 b c b b b c c c b c c c b c b c

18 d c c d d c c c c c c d c b b a

19 d b c d d c c c b b b d b b b b

20 b b b c d d d d d d e d d d d d


(4)

68

Lampiran 5 (lanjutan)

No No kegiatan

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

24 c c d d d c c a a a a c c d d d

25 d c d d d d b d d d b c b b b b

26 d c c d c d d c b a b c c b c a

27 c c d c c c c c e a c d c b b b

28 c c c c c c c c a a a c c d d c

29 b d d B b b d d d e b d d b b b

30 a a a A a a a a b a a b b b b e

Keterangan

No Kegiatan

1

Pemilihan Jenis Tanaman, selain tanaman pokok

2

Pemilihan dan Pembelian Alat untuk Bertani

3

Pemeliharaan Tanaman Agroforestri

4

Pemupukan Tanaman Agroforestri

5

Pemanfaatan Hasil Panen

Keterlibatan

6

Menjual Hasil Panen

a. Istri seorang diri

7

Merencanakan biaya usaha dalam pengelolaan agroforestri

b. Istri dan Suami Setara

8

Mengelola Uang dalam usaha Agroforestri

c. Suami Seorang diri

9

Merencanakan uang dalam Rumah tangga

d. Suami & istri, dgn pngarh suami >

10 Mengelola Uang dalam Rumah tangga

e. Suami & istri, dgn pngarh istri >

11 Memutuskan untuk Berbelanja dalam Rumah tangga

12 Meminjam Uang untuk keperluan Rumah tangga

13 Memecahkan masalah Keuangan dalam Keluarga

14 Menentukan Jumlah Keturunan

15

Menentukan Pendidikan Anak

16

Bertanggung Jawab dalam Pemeliharaan

Kesehatan


(5)

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Kegiatan: Pertemuan seluruh perwakilan blok petani


(6)

Lampiran 6 (lanjutan)

Kegiatan: Penggarapan lahan oleh perempuan