Pasal 40: selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun dan sesudah berhenti karena alasan apapun dari Direktorat Jenderal,
pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan permohonan, memperoleh paten, atau
dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan paten, kecuali apabila pemilikan paten itu diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41: terhitung sejak tanggal penerimaan, seluruh aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya terkait dengan tugas Direktorat Jenderal wajib
menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen permohonan sampai denagn tanggal diumumkannya permohonan yang bersangkutan.
Berdasarkan rumusan Pasal 132 di atas, maka unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1 “barang siapa”. Dalam hal ini barang siapa tidak ditujukan pada setiap
orang, akan tetapi hanya kepada setiap orang yang merupakan pegawai Direktorat Jenderal. 2”dengan sengaja”. 3”tidak memenuhi kewajiban”. Dalam hal ini
kewajiban tersebut adalah merupakan apa yang diharuskan terhadap pegawai Direktorat Jenderal tersebut, dan kepada seorang kuasa. Kewajiban merupakan
sesuatu yang harus dilakukan, dan apabila dilanggar maka bisa diberikan hukuman.
D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Paten
Pengajuan tuntutan hak paten dapat dilakukan secara pidana. Undang- Undang Paten telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai
tindak pidana paten. Semula tindak pidana paten ini merupakan delik kejahatan,
Universitas Sumatera Utara
tetapi kemudian diubah menjadi delik aduan. Dengan dijadikannya delik aduan, penindakan tidak dapat dengan segera dilakukan sebelum adanya pengaduan dari
pemegang paten yang haknya dilanggar, sehingga penegakan hukumnya kurang efektif.
Dampak dari kegiatan tindak pidana paten begitu besar merugikan tatanan kehidupan bangsa di bidang ekonomi. Apalagi seperti yang kita ketahui bahwa
ekonomi merupakan sesuatu hal sangat perlu diperhatikan guna menjamin kesejahteraan masyarakat.
Pelanggaran paten selama ini lebih banyak terjadi pada negara-negara berkembang developing countries karena perkembangan teknologi yang pesat
dan lemahnya sistem pengawasan dan pemantauan terhadap tindak pidana paten. Harus diakui, upaya pencegahan dan peniadaan terhadap pelanggaran
paten selama ini belum mampu membuat jera para pembajak untuk tidak mengulangi perbuatannya, karena upaya penanggulangannya tidak optimal.
Bentuk-bentuk pelanggaran paten antara lain berupa membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau
menyediakan untuk dijual, atau disewakan atau diserahkan produk atau proses yang diberi paten dengan cara apapun tanpa seizin dari inventor atau pemegang
hak paten yang sah karena bertentangan dengan apa yang diatur dalam undang- undang paten. Bertentangan dengan undang-undang artinya, bahwa undang-
undang paten tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena hal tersebut bisa:
Universitas Sumatera Utara
1. Merugikan penemu atau pemegang paten yang sah. Misalnya
menggunakan produk temuan dari inventor tanpa seizin pemegang paten. Ini bisa menimbulkan kerugian pada inventor karena inventor
tidak mendapatkan royalti dari penggunaan produk tersebut; 2.
Merugikan kepentingan negara.
Bentuk pelanggaran yang lain adalah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diwajibkan kepada setiap Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, dan
juga kepada pegawai yang bekerja di Direktorat Jenderal. Pelanggaran yang dilakukan oleh Konsultan Hak kekayaan Intelektual sebagai kuasa adalah
konsultan tersebut tidak menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan yang
bersangkutan. Pasal 25 ayat 3 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 menyatakan:”terhitung sejak tanggal penerimaan kuasanya, kuasa wajib menjaga
kerahasiaan invensi dan seluruh dokumen permohonan yang bersangkutan”. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai yang bekerja di
Direktorat Jenderal adalah, mengajukan permohonan paten, dan memperoleh paten selama masih aktif dalam dinas Direktorat Jenderal dan selama satu tahun
sesudah pensiun atau sesudah berhenti dengan alasan apapun Pasal 40 Undang- Undang No 14 Tahun 2001, dan pegawai tersebut tidak menjaga kerahasiaan
Invensi dan seluruh dokumen permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan yang bersangkutan Pasal 41 Undang-Undang No.14 Tahun 2001
Undang-Undang Paten No.14 Tahun 2001 menentukan bentuk pelanggaran yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu mulai dari Pasal 130, Pasal
Universitas Sumatera Utara
131, dan Pasal 132. Pasal 131 mengatur mengenai bentuk pelanggaran paten dalam hal paten biasa, Pasal 131 mengatur mengenai bentuk pelanggaran pada
paten sederhana, dan pada Pasal 132 mengatur mengenai bentuk pelanggaran berupa tidak memenuhi kewajiban yang dilakukan oleh Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual dan pegawai Direktorat Jenderal.
26
1. Sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten
Mengamati ketiga pasal ini maka bentuk-bentuk pelanggaran paten dapat dikualifikasikan dalam tiga hal yaitu:
2. Sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana, dan
3. Sengaja tidak memenuhi kewajiban
Walaupun dalam kenyataannya sudah jelas-jelas terdapat perbuatan pelanggaran paten dan telah merugikan pemegang hak paten, terkadang masih
sulit untuk mempertahankan hak-hak dari pemegang hak tersebut, karena pemerintah kurang memperdulikan penegakan hukum dari pelanggaran di bidang
paten tersebut.
D. Kasus dan Analisis Kasus