dalam kerangka internasional yaitu dengan adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang paten ini.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis mencoba memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan tindak pidana paten, yaitu:
1. Penulis menyarankan agar Hakim beserta aparat lebih tegas lagi dalam
menyelesaikan tindakan-tindakan pelanggaran yang terjadi, agar mengakibatkan efek jera pada si pelaku, mengingat masih ada tindakan
dari penegak hukum yang menghentikan penyidikan terhadap suatu pengaduan yang telah terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran
paten. 2.
Peraturan perundang-undangan yang ada khususnya mengenai pemberian perlindungan terhadap paten, memang telah mencerminkan
perlindungan terhadap masyarakat, tetapi masih dirasakan kurang, karena sanksi yang diatur masih kurang tegas dalam memberikan efek
jera terhadap si pelaku. 3.
Dalam penegakan hukum terhadap suatu pelanggaran atau kejahatan, diperlukan peran serta dari masyarakat untuk itu diharapkan kepada
masyarakat untuk membantu pemerintah dan aparaturnya dalam memberikan setiap informasi mengenai adanya tindakan pelanggaran
terhadap sutu penemuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN
MENURUT UNDANG-UNDANG N0.14 TAHUN 2001
A. Sejarah Perkembangan Pengaturan Hak Paten
Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya bukanlah sutu hal yang baru di Indonesia. Sejak zaman Pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia telah
mempunyai undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan peraturan pemberlakuan undang-undang pemerintahan Hindia-
Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.
Pada masa itu, bidang hak kekayaan intelektual mendapat pengakuan baru di 3 tiga bidang hak kekayaan intelektual, yaitu bidang Hak Cipta, Merek
Dagang dan industri, serta Paten. Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang Hak Kekayaan
Intelektual adalah sebagai berikut:
8
a. Auterswet 1912 Undang-Undang Hak Pengarang 1912, Undang-
Undang Hak Cipta; S.1912-600. b.
Reglement Industriele Eigendom kolonien 1912 Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912; S.1912 jo.S.1913-214.
8
Adrian, Sutendi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
c. Octrooiwet 1910 Undang-Undang Paten 1910; S.1910-33, yis S.1911-
33, S.1922-54. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia pada saat itu adalah bersifat pluralistis sesuai dengan golongan penduduknya, sehingga ada peraturan perundang-undangan Eropa yang
dinyatakan berlaku bagi orang-orang Bumiputera Indonesia, ada pula peraturan peraturan perundang-undangan yang dinyatakan secara khusus dibuat untuk
orang-orang Bumiputera Indonesia. Peraturan perundang-undangan Eropa di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam Reglement Industriele
Eigendom Kolonien 1912 Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912; S.1912- 545 jo.S.1913-214, Auterswet 1912 Undang-Undang Hak Pengarang 1912,
Undang-Undang Hak Cipta, S.1912-600 dan Octrooiwet 1910 Undang-Undang Paten 1910; S.1910-33, yis s.1911-33, S.1922-54, merupakan peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan berlaku tidak hanya untuk golongan Eropa, melainkan juga berlaku untuk golongan bukan Eropa. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa peraturan perundang-undangan Eropa di bidang Hak Kekayaan Intelektual merupakan peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi semua
golongan penduduk Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal 2 Aturan peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945, maka ketentuan peraturan perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual zaman
penjajahan Belanda, demi hukum diteruskan keberlakuannya sampai dengan dicabut dan diganti dengan undang-undang baru hasil produksi legislasi
Indonesia. Setelah 16 tahun Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1961 barulah
Universitas Sumatera Utara
Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan hak kekayaan intelektual dalam hukum positip pertama kalinya dengan diundangkannya Undang-Undang
Merek pada Pahun 1961, disusul dengan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982, dan Undang-Undang Paten Tahun 1989.
Lahirnya perundangan mengenai paten tidak lepas dari kepentingan perdagangan ekonomi. Peraturan paten Venesia tahun 1474 memuat aturan yang
mewajibkan penemu untuk mendaftarkan penemuannya dan orang lain dilarang meniru atau memproduksinya selama jangka waktu 10 sepuluh tahun tanpa izin.
Hak paten atau hak oktroi telah diadakan sejak abad ke-14 dan ke-15, misalnya di Italia dan Inggris. Akan tetapi, sifat pemberian hak tersebut pada
waktu itu tidak bukan ditujukan atas suatu pendapatan uitvinding, namun lebih diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri. Maksudnya, agar para ahli
menetap di negara-negara yang mengundangnya untuk mengembangkan keahliannya masing-masing di negara pengundang dan bertujuan untuk kemajuan
wargapenduduk dari negara yang bersangkutan. Jadi oktroi itu bersifat sebagai semacam “izin menetap”. Namun demikian memanglah kehadiran inventor tadi di
negeri yang baru didasarkan atas keahliannya dalam bidang tertentu, karena itu ia boleh tinggal menetap. Jadi ada juga kesamaannya dengan penggunaan istilah
paten dewasa ini. Royaltinya ketika itu ia boleh tinggal di negara dengan perlakuan khusus, karena ia dapat memberikan kontribusi positip bagi kemajuan
rakyat di negeri tersebut. Baru pada abad ke-16, diadakan peraturan pemberian hak patenoktroi
bagi hasil-hasil pendapatan uitvinding, yaitu negara-negara Venesia, Inggris,
Universitas Sumatera Utara
Belanda, Jerman, Austria, dan lain-lain negara. Hak paten atau hak oktroi itu bersifat semacam “izin menetap”. Jadi, berbeda dengan pemakain pengertian
materil istilah itu pada dewasa ini. Kemudian melalui perkembangan waktu dan kemajuan teknologi,
terutama pada abad ke-20, sifat pemberian patenoktroi bukan lagi sebagai hadiah, melainkan pemberian hak atas suatu temuan yang diperolehnya. Perkembangan
semacam itu terjadi di negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan. Kemudian di negara Amerika Serikat terbentuk undang-undang paten yang tegas
mengubah sifat pemberian hak patenoktroi itu. Lalu diikuti oleh negara-negara seperti Inggris, Perancis, Belanda dan Rusia. Kini pada abad ke-20 peraturan
perundangan lembaga paten hampir meliputi semua negara termasuk kawasan asia.
Kalau dilihat dari perkembangan pengaturan peraturan perundang- undangan paten itu, Inggris mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
undang-undang paten di banyak negara di dunia. Sebab, di negara Inggris pertumbuhan hak paten sangat baik sekali. Kemungkinan pengaruh itu sebagai
akibat kedudukan Inggris sebagai negara induk penjajah sampai pada abad pertengahan abad ke-20 dan satu dua abad sebelumnya, mempunyai banyak tanah
jajahan yang membawa pengaruh hukum pula kepada wilayah kolonial tersebut. Sebagaimana diketahui, undang-undang yang ada yaitu Octrooiwet 1910 S
Nomor 33 yis S 11-136, S 22-54 mulai berlaku 1912 telah dinyatakan tidak berlaku oleh pihak yang berwajib, karena ketentuan-ketentuan dan pengaturan
yang terdapat dalam undang-undang tersebut dirasakan tidak serasi dengan
Universitas Sumatera Utara
suasana Negara merdeka. Ketentuan menurut peraturan tersebut bahwa permintaan octrooi di wilayah Indonesia diajukan melalui Kantor Pembantu di
Jakarta yang selanjutnya diteruskan ke Octrooiraad di negera Belanda. Terang keadaan ini tidak dapat diterimadipertahankan karena akan bertentangan dengan
kedaulatan Negara Republik Indonesia yang merdeka. Sementara itu, Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui pengumumannya tanggal 12 Agustus
1953 Nomor J.S.5414 B.N.55 memberikan upaya yang bersifat sementara, yaitu berupa permohonan sementara pendaftaran octrooi mulai tanggal 1 November
1953. Akan tetapi, keadaan yang bersifat sementara itu tetap berlaku sampai
sekarang dan belum ada peraturan yang bersifat defenitif positip. Karena tetap dalam keadaan berlarut-larut, lebih dari 23 tahun sifat “kesementaraannya” maka
sudah tiba waktunya untuk tidak menunda-nunda lagi dikeluarkannya peraturan perundang-undangan octrooi atau Paten Nasional yang bersifat modern. Artinya,
disesuaikan dengan keadaan perkembangan pembangunan yang nyata. Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan
sehari-hari dan dalam beberapa dasawarsa akhir-akhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi seperti
komputer, elektronika, dan bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia atau lainnya. Bahkan, sejalan dengan itu, makin tinggi pula kesadaran masyarakat
untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana. Bagi Indonesia, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, pentingnya peranan teknologi merupakan hal yang tidak terbantah.
Universitas Sumatera Utara
Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan. Hal ini diamanatkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor IVMPR1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara sekarang program pembangunan jangka panjang, dimana pengembangan teknologi belum
dimanfaatkan secara berarti dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya sehingga belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan
global. Untuk meningkatkan perkembangan teknologi, diperlukan adanya suatu sistem yang dapat merangsang perkembangan teknologi dalam wujud
perlindungan terhadap karya intelektual, termasuk paten yang sepadan. Dalam kaitan itu, Indonesia telah memiliki undang-undang paten, yaitu
Undang-Undang No.6 tahun 1989 Tentang Paten Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39 jo Undang-Undang No.13 Tahun 1997 selanjutnya disebut Undang-
Undang Paten- lama, dan pelaksanaan paten telah berjalan, dipandang perlu melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Paten- lama. Disamping itu,
masih ada beberapa aspek dalam Agreement on Trade Related aspects of Intellectual Property Rights selanjutnya disebut persetujuan TRIPs yang belum
ditampung dalam Undang-Undang Paten tersebut. Seperti diketahui, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the world trade Organization
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia selanjutnya disebut World Trade Organization lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57 dan persetujuan TRIPs
merupakan salah satu lampiran dari perjanjian ini. Oleh sebab itu maka Undang- Undang Paten-Lama diubah ke Undang-Undang N0.14 Tahun 2001 Tentang
Paten.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat lingkup perubahan serta untuk memudahkan penggunaannya oleh masyarakat, Undang-Undang Paten No. 14 Tahun 2001 disusun secara
menyeluruh dalam suatu naskah single teks pengganti Undang-undang Paten- Lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam Undang-undang Paten lama yang
substansinya tidak diubah dituangkan kembali dalam undang-undang ini.
9
1. Penyempurnaan
Secara umum perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang Paten- Lama meliputi penyempurnaan, penambahan, dan penghapusan. Perubahan-
perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Terminologi
1 Istilah invensi digunakan untuk penemuan dan istilah inventor
digunakan untuk penemu. Istilah penemuan diubah menjadi invensi, dengan alasan istilah invensi berasal dari invention yang secara khusus
digunakan dalam kaitannya dengan paten. Dengan ungkapan lain, istilah invensi jauh lebih tepat bila dibandingkan penemuan, sebab kata
penemuan memiliki aneka pengertian. Termasuk dalam pengertian penemuan, misalnya menemukan benda yang tercecer. Sedangkan
istilah invensi dalam kaitannya dengan paten adalah hasil serangkaian kegiatan sehingga tercipta sesuatu yang baru atau tadinya belum ada
tentu dalam kaitan hubungan antar manusia, dengan kesadaran bahwa semuanya tercipta karena Tuhan. Dalam bahasa Inggris juga dikenal
9
Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003, hal. 197
Universitas Sumatera Utara
antara lain kata-kata to discover, ti find, dan to get. Kata-kata ini secara tajam berbeda artinya dengan to invent dalam kaitannya dengan paten.
Istilah invensi sudah terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Secara praktis pun istilah Indonesia yang merupakan konversi dari
bahasa asing yang sudah ada padanannya dalam Bahasa Indonesia seperti invensi ini banyak kita temukan, antara lain kata eksklusif dari
eksklusive. Kata investasi investment, kata reformasi reform atau reformation, atau kata riset research yang sudah digunakan secara
umum atau resmi. Bahkan, beberapa kata tersebut merupakan bagian nama instansi Pemerintah, seperti Kantor Menteri Negara Investasi,
atau Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Sejalan dengan itu kata penemu menjadi inventor.
2 Invensi tidak mencakup:
a Kreasi estetika;
b Skema;
c Aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
1 Yang melibatkan kegiatan mental;
2 Permainan;
3 Bisnis;
d Aturan dan metode mengenai komputer;
e Presentasi mengenai suatu informasi
3 Nama Kantor Paten yang dinyatakan dalam Undang-Undang Paten-
Lama diubah menjadi Direktorat Jenderal. Perubahan istilah ini
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk menegaskan dan memperjelas instusi Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai suatu kesatuan sistem.
b Paten Sederhana Dalam Undang-Undang ini, objek Paten Sederhana tidak mencakup proses,
penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process. Objek paten sederhana hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat kasat mata
tangible, bukan yang tidak kasat mata intangible. Di beberapa negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, Filipina, dan Thailand, pengertian Paten
Sederhana disebut utility model, petty patent, atau simple patent, yang khusus ditujukan untuk benda article atau alat device. Beberapa dari
Undang-Undang Paten-Lama, dalam undang-undang ini perlindungan Paten Sederhana yang semula tidak diumumkan sebelum pemeriksaan
substantive diubah menjadi diumumkan. Permohonan Paten Sederhana diumumkan paling lambat 3 tiga bulan sejak tanggal penerimaan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat luas guna mengetahui adanya permohonan atas suatu invensi serta menyampaikan
pendapatnya mengenai hal tersebut. Selain itu dengan pengumuman tersebut, dokumen permohonan yang telah diumumkan tersebut segara
digunakan sebagai dokumen pembanding, jika diperlukan dalam pemeriksaan substantive tanpa harus melanggar kerahasian invensi.
Di samping itu, konsep perlindungan bagi Paten Sederhana yang diubah menjadi sejak tanggal penerimaan, bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada Pemegang Paten Sederhana mengajukan gugatan ganti
Universitas Sumatera Utara
rugi akibat pelanggaran terhitung sejak tanggal penerimaan. Gugatan ganti rugi baru dapat diajukan setelah Paten Sederhana diberikan.
Sifat baru dari Paten Sederhana dalam Undang-Undang Paten-Lama tidak begitu jelas. Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kebaruan bersifat
universal. Disamping tidak jelas, ketentuan dalam Undang-Undang Paten- Lama memberikan kemungkinan banyaknya terjadi peniruan invensi dari
luar negeri untuk dimintakan paten Sederhana. Jangka waktu pemeriksaan substantive atas Paten Sederhana yang semula
sama dengan Paten, yakni dari 36 tiga puluh enam bulan diubah menjadi 24 dua puluh empat bulan terhitung sejak tanggal penerimaan. Hal itu
dimaksudkan untuk mempersingkat jangka waktu pemeriksaan substantive agar sejalan dengan konsep Paten dalam rangka meningkatkan layanan
kepada masyarakat. c Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
Terdapat beberapa pengaturan yang dalam Undang-Undang Paten-Lama ditetapkan dengan Keputusan Menteri, di dalam undang-undang ini
ditetapakan dengan Keputusan Presiden dan yang di dalam Undang- Undang Paten-Lama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, di dalam
undang-undang ini diubah dengan Peraturan Pemerintah, atau sebaliknya. d Pemberdayaan Pengadilan Niaga
Mengingat bidang Paten sangat terkait erat dengan perekonomian dan perdagangan, penyelesaian perkara perdata yang berkaitan dengan Paten
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan secara tepat dan segera. Hal itu berbeda dari Undang- Undang Paten-Lama yang penyelesaian perdata di bidang Paten dilakukan
Pengadilan Negeri. e Lisensi-Wajib
Dengan Undang-Undang ini, instansi yang ditugasi untuk memberikan lisensi-wajib adalah Direktorat Jenderal. Berbeda dengan undang-undang
Paten-Lama yang menugaskan pemberian lisensi wajib kepada Pengadilan Negeri. Hal itu dimaksudkan untuk penyederhanaan prosedur dan
meningkatkan layanan kepada masyarakat, serta sejalan dengan yang dilakukan di berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, Brazil, dan Cina.
2. Penambahan
a Penegasan mengenai istilah hari
Mengingat bahwa istilah hari dapat mengandung beberapa pengertian, dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan
istilah hari adalah hari kerja. b
Invensi yang tidak dapat diberi paten Penambahan Pasal 7 huruf d dimaksudkan untuk mengakomodasi usulan
masyarakat agar bagi invensi tentang makhluk hidup yang mencakup manusia, hewan, dan tanaman tidak dapat diberi paten. Sikap tidak dapat
dipatenkan invensi tentang manusia karena hal itu bertentangan dengan moralitas agama, etika, atau kesusilaan. Di samping itu, makhluk hidup
mempunyai sifat dapat merefleksi dirinya sendiri. Pengaturan di berbagai negara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan TRIPs hanya meletakkan persyaratan minimum pengaturan mengenai kegiatan-kegiatan yang boleh atau tidak boleh dipatenkan.
Paten diberikan terhadap invensi mengenai jasad renik atau proses nonbiologis serta proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau
hewan dengan pertimbangan bahwa perkembangan bioteknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah nyata menghasilkan
berbagai invensi yang cukup besar manfaatnya bagi masyarakat. Dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam bidang paten diperlukan
sebagai penghargaan rewards terhadap berbagai invensi tersebut. c
Penetapan Sementara Pengadilan Penambahan Bab XIII tentang Penetapan Sementara Pengadilan
dimaksudkan sebagai upaya awal untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat pelaksanaan paten oleh pihak yang tidak berhak.
d Penggunaaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Berbeda dari Undang-Undang Paten–Lama, dalam undang-undang ini diatur ketentuan mengenai kemungkinan menggunakan sebagian
Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP oleh Direktorat Jenderal yang berasal dari semua biaya yang berhubungan dengan Paten.
Yang dimaksud dengan menggunakan adalah menggunakan PNBP berdasarkan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini, seluruh
PNBP disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian Direktorat Jenderal mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan
untuk diizinkan menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang dibenarkan oleh undang-undang, yang saat ini hal itu diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43 yang mengatur
penggunaan PNBP e
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan pada umumnya akan
memakan waktu yang lama dan biaya besar. Mengingat sengketa Paten akan berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang
harus tetap berjalan, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti Arbritase atau Alaternatif Penyelesaian Sengketa yang dimungkinkan
dalam undang-undang ini, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan.
f Pengecualian dari Ketentuan Pidana
Undang-undang ini mengatur hal-hal yang dikategorikan tindak pidana, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat.
Pengaturan semacam ini terdapat dalam legislasi di berbagai negara. g
Penghapusan Di samping penyempurnaan dan penambahan seperti tersebut di atas,
dengan undang-undang ini, dilakukan penghapusan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-undang Paten-Lama yang dinilai tidak sejalan
dengan persetujuan TRIPs, misalnya ketentuan yang berkaitan dengan penundaan pemberian Paten dan lingkup hak eksklusif pemegang Paten.
B. Pengertian Paten dan jenis Paten yang Dikenal Saat Ini