Analisa Kandungan Salmonella sp. Pada Telur Mentah dan Telur Setengah Matang Pada Warung Kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Tahun 2013

(1)

ANALISA KANDUNGAN Salmonella sp PADA TELUR MENTAH

DAN TELUR SETENGAH MATANG PADA WARUNG KOPI

DI JALAN SAMANHUDI KELURAHAN HAMDAN

KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000178 DODY USMAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Abstrak

Telur setengah matang merupakan makanan yang diolah dengan merebus telur lebih kurang 5 menit dengan tujuan mendapatkan protein yang tinggi dari telur tersebut. Telur dapat mengandung bakteri makanan berbahaya yang disebut dengan

Salmonella sp. Oleh karena itu maka penulis memandang perlu untuk melakukan

penelitian tentang analisis bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang analisis bakteri

Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang yang dijual di jalan Samanhudi

Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan melihat pengamatan dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan bakteri

Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 10 sampel adonan telur sebelum diseduh dengan air panas, ditemukan 2 dari 10 sampel telur mengandung bakteri

Salmonella sp. Sedangkan, untuk 10 sampel adonan telur, setelah diseduh dengan air

panas, ditemukan adanya bakteri Salmonella sp. Kandungan bakteri Salmonella sp pada makanan diharapkan memenuhi standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif atau nol (0).

Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan bakteri pada makanan dengan cara pengolahan yang sudah ada tidak memenuhi syarat kesehatan karena telur yang sebelumnya mengandung bakteri setelah diseduh tetap mengandung bakteri Salmonella sp. Telur yang mengandung bakteri kemungkinan disebabkan melalaui lama penyimpanan dan cara pengolahan yang belum memenuhi standar. Untuk itu diharapkan perlu diadakannya pengawasan dan penyuluhan kepada pedagang oleh Pemerintah Daerah tentang pentingnya pengolahan makanan telur dan untuk meningkatkan upaya penyehatan makanan sehingga makanan telur yang diterima konsumen sudah memenuhi syarat kesehatan.


(4)

Abstract

Egg in half cooked food prepared by boiling an egg approximately 5 minutes in order to get high protein from the eggs. Eggs can contain bacteria harmful food called Salmonella sp. Because of that the authors consider it necessary to conduct research on analysis of Salmonella sp. the food half cooked eggs.

The purpose of this study is to find out about the analysis of Salmonella sp. the food half-cooked eggs are sold in the village Samanhudi Hamdan Maimoon Medan Medan District.

The method used in this study is a descriptive to see observations and laboratory analysis to determine the content of the bacteria Salmonella sp. the food half cooked eggs.

The results showed that in a sample of 10 egg mixture before brewed with hot water, 2 of 10 samples found to be contaminated with Salmonella sp eggs. Meanwhile, mix eggs for 10 samples, after brewed with hot water, discovered the bacterium Salmonella sp. Sp salmonella bacteria content in food is expected to meet the standards that refer to SNI 01-6366-2000 that is negative or zero (0).

The conclusion of this study indicate that the bacterial content in foods by processing existing health ineligible because eggs contain bacteria that were previously brewed still contain bacteria after Salmonella sp. Eggs containing bacteria probably caused long storage and processing methods that do not meet the standards. The expected need for supervision and counseling to the holding of merchants by the local government on the importance of food processing eggs and to increase efforts to restructure the food so that the food received eggs already qualified healthcare consumers.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dody Usman

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 22 Januari 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Patriot Baru I No. 2 Medan RIWAYAT PENDIDIKAN :

1. TK Islam At-Taqarrub Medan : Tahun 1993-1994 1. SD Negeri 060883 Medan : Tahun 1994-2000 2. SLTP Negeri 7 Medan : Tahun 2000-2003 3. SMA Negeri 4 Medan : Tahun 2003-2006 4. Fakultas Pertanian UISU Medan : Tahun 2006-2007 5. Fakultas Ekonomi USU Medan : Tahun 2007-2008 6. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2008-2013


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Analisa Kandungan Salmonella sp. Pada Telur Mentah dan Telur Setengah Matang Pada Warung Kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Tahun 2013”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen pembimbing I dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan FKM USU

2. Drs. Tukiman, MKM selaku penasehat akademik

3. Bapak/Ibu Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU

4. Ibu Nin dan Ibu Mei selaku Analis Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Medan

5. Teristimewa orangtuaku tercinta Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan

motivasi, semangat dan dukungan moril maupun materil dan doa yang luar biasa dari awal perkuliahan sampai akhir.


(7)

7. Terspesial buat wanita yang kusayangi Widya Nurul Putry, yang selalu bersedia mendampingiku setiap saat, mengarahkan dan selalu membimbingku walau dalam kelelahannya, memberikan semangat disaat aku mulai jenuh, serta do’a yang luar biasa dalam tahap penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan di FKM, Ihsan, Abdi, Rahas, Baim, Dikri, Bang Doli, Yeni,

Fadil yang telah memberikan ide, saran dan semangat hingga skripsi ini selesai.

9. Teman-teman seperjuangan di PBL dan LKP FKM USU dan semua pihak yang telah

banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehinggga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skrisi ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Medan, Juli 2013


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

DAFTAR RIWAYAT HUDUP... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1.Latar Belakang... ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus...6

1.4.Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Sanitasi Makanan ... 8

2.1. faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan ... 9

2.2. Telur ... 12

2.2.1. Struktur Telur ... 13

2.2.2. Klasifikasi dan Kualitas Telur ... 14

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menentukan Kualitas Telur ... 15

2.2.4. Kandungan Gizi Telur ... 18

2.2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur ... 18

2.2.5.1. Kondisi Lingkungan Induk ... 18

2.2.5.2. Makan Induk ... 19

2.2.5.3. Suhu Penyimpanan ... 19

2.3. Bakteri ... 20

2.3.1. Karakteristik Bakteri ... 20

2.4. Bakteri Pengkontaminasi Telur ... 21

2.5. Tinjauan Tentang Salmonella sp. ... 22

2.5.1. Klasifikasi Salmonella sp. ... 22

2.5.2. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. ... 24

2.5.3. Cara Kontaminasi Bakteri Salmonella sp Ke Dalam Telur. ... 27

2.5.4. Batasan Cemaran Salmonella sp Pada Makanan ... 27

2.6. Cara Pengolahan Makanan ... 28

2.7. Cara Perebusan Telur ... 28

2.8. Kerangka Konsep ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... ... 31

3.1. Jenis Penelitian...31


(9)

3.2.1 Lokasi Penelitian... 31

3.2.2 Waktu Penelitian...31

3.3. Objek Penelitian...31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.1 Data Primer ... 32

3.4.2 Data Sekunder ... 32

3.5 Definisi Operasional ... 32

3.6 Aspek Pengukuran ... 33

3.7. Teknik Analisa Data ... 34

3.8. Prosedur Penelitian... 34

3.8.1. Pemeriksaan Salmonella sp. di Laboratorium ... 34

3.8.2. Cara Kerja di Lapangan ... 34

3.8.3.Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium………….... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1. Geografi ... 39

4.1.2. Warung Kopi Jalan Samanhudi ... 39

4.2. Hasil Penelitian ... 40

4.2.1. Karakteristik Telur ... 40

4.2.2. Pengukuran Suhu ... 41

4.2.3. Pemeriksaan Laboratorium Salmonella sp ... 41

BAB V PEMBAHASAN ... 43

5.1. Karakteristik Telur ... 43

5.2. Pengukuran Suhu ... 44

5.3. Pemeriksaan Salmonella sp ... 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat...14

Tabel 2.2. Grading Telur Berdasarkan Mutu...15

Tabel 2.3. Kandungan Gizi dalam 100gr Telur Ayam...18

Tabel 3.1. Identifikasi Salmonella sp. dengan Semi Solid dan Gula Pendek...38

Tabel 4.1. Karakteristik Telur Yang Dijual Di Warung Kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun...40

Tabel 4,2. Distribusi Berdasarkan Lama Penyeduhan Telur Setengah masak Pada Warung Kopi Jalan Samanhudi...41

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tentang Kandungan Salmonella sp. Pada Telur Mentah dan Telur Setengah Masak...42


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar Penelitian ... 51 Lampiran 2 Surat hasil Penelitian Laboratorium ... 56


(12)

Abstrak

Telur setengah matang merupakan makanan yang diolah dengan merebus telur lebih kurang 5 menit dengan tujuan mendapatkan protein yang tinggi dari telur tersebut. Telur dapat mengandung bakteri makanan berbahaya yang disebut dengan

Salmonella sp. Oleh karena itu maka penulis memandang perlu untuk melakukan

penelitian tentang analisis bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang analisis bakteri

Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang yang dijual di jalan Samanhudi

Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan melihat pengamatan dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan bakteri

Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 10 sampel adonan telur sebelum diseduh dengan air panas, ditemukan 2 dari 10 sampel telur mengandung bakteri

Salmonella sp. Sedangkan, untuk 10 sampel adonan telur, setelah diseduh dengan air

panas, ditemukan adanya bakteri Salmonella sp. Kandungan bakteri Salmonella sp pada makanan diharapkan memenuhi standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif atau nol (0).

Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan bakteri pada makanan dengan cara pengolahan yang sudah ada tidak memenuhi syarat kesehatan karena telur yang sebelumnya mengandung bakteri setelah diseduh tetap mengandung bakteri Salmonella sp. Telur yang mengandung bakteri kemungkinan disebabkan melalaui lama penyimpanan dan cara pengolahan yang belum memenuhi standar. Untuk itu diharapkan perlu diadakannya pengawasan dan penyuluhan kepada pedagang oleh Pemerintah Daerah tentang pentingnya pengolahan makanan telur dan untuk meningkatkan upaya penyehatan makanan sehingga makanan telur yang diterima konsumen sudah memenuhi syarat kesehatan.


(13)

Abstract

Egg in half cooked food prepared by boiling an egg approximately 5 minutes in order to get high protein from the eggs. Eggs can contain bacteria harmful food called Salmonella sp. Because of that the authors consider it necessary to conduct research on analysis of Salmonella sp. the food half cooked eggs.

The purpose of this study is to find out about the analysis of Salmonella sp. the food half-cooked eggs are sold in the village Samanhudi Hamdan Maimoon Medan Medan District.

The method used in this study is a descriptive to see observations and laboratory analysis to determine the content of the bacteria Salmonella sp. the food half cooked eggs.

The results showed that in a sample of 10 egg mixture before brewed with hot water, 2 of 10 samples found to be contaminated with Salmonella sp eggs. Meanwhile, mix eggs for 10 samples, after brewed with hot water, discovered the bacterium Salmonella sp. Sp salmonella bacteria content in food is expected to meet the standards that refer to SNI 01-6366-2000 that is negative or zero (0).

The conclusion of this study indicate that the bacterial content in foods by processing existing health ineligible because eggs contain bacteria that were previously brewed still contain bacteria after Salmonella sp. Eggs containing bacteria probably caused long storage and processing methods that do not meet the standards. The expected need for supervision and counseling to the holding of merchants by the local government on the importance of food processing eggs and to increase efforts to restructure the food so that the food received eggs already qualified healthcare consumers.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berproduksi. Tanpa makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga pada gilirannya menjadi tidak produktif dan membebani masyarakat luas. Tingkat produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam kehidupan masyarakat. (Depkes RI, 2004)

Agar makanan berfungsi sebagai mana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005).

Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan. Sumber penyakit yang mungkin mencemari makanan dapat terjadi selama proses produksi yang dimulai dari pemeliharaan, pemanenan atau penyembelihan, pembersihan atau pencucian, persiapan makanan atau pengolahan, penyajian serta penyimpanan. Selai hal tersebut sekarang juga masih terdapat penggunaan bahan-bahan kimia dalam produksi makanan, sehingga dengan sendirinya resiko kontaminasi oleh bahan-bahan kimia juga tidak sedikit (Marwanti, 2010).


(15)

Kasus kontaminasi makanan pernah terjadi di empat negara bagian Amerika Serikat. Ratusan penduduk jatuh sakit karena salmonella yang berasal dari telur. Hasil penyelidikan CDC (Centers for Disease Controls and Prevention) dan FDA (Food and Drug Administration) menunjukkan bahwa kasus infeksi tersebut diakibatkan salmonella yang berasal dari telur-telur produksi Wright County Egg. Perusahaan tersebut telah dengan sukarela menarik telur-telur mereka dari peredaran untuk mencegah bertambah banyaknya orang yang terinfeksi Salmonella (Blockhead, 2010).

Demi melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit melalui makanan dan minuman serta menjamin kesehatan masyarakat yang baik, pengelolaan makanan dan minuman yang aman bagi kesehatan merupakan faktor yang amat penting. Keamanan makanan dan minuman untuk umum, keluarga maupun perseorangan amat bergantung pada pengolahan dan penyediaan makanan dan minuman sampai menjadi makanan siap santap dan minuman siap diminum. (Depkes RI, 2004)

Pengelolaan makanan salah satunya dengan pengolahan makanan, masyarakat tidak pernah memperhatikan proses akan tetapi lebih cenderung memperhatikan hasilnya. Apabila salah dalam pengolahan makanan tersebut, maka akan mengakibatkan berkurangnya kandungan vitamin dan zat-zat yang terkandung dalam makanan tersebut. Salah satu yang dapat rusak adalah magnesium yang penting bagi tubuh (Minantyo, 2011).

Salah satu sumber magnesium adalah telur. Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi


(16)

masyarakat, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak (Sudaryani, 2003).

Telur mengandung berbagai vitamin, antara lain vitamin A, riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, kolin, vitamin E, dan juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor kalsium, kalium, natrium , magnesium, tembaga, yodium, mangan, dan zink. (Almetsier, 2006)

Menurut Syamsir (2010), dibalik penampilan kulit telur yang mulus telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, Jumlah mikroba pada kulit telur sekitar 102–107 koloni/gram (dinyatakan sebagai angka lempeng total). Beberapa bakteri patogen yang mungkin terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter dan Listeria. Dari berbagai jenis patogen tersebut, Salmonella merupakan patogen utama yang mengontaminasi telur dan produk olahan telur. Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri Salmonella sp.

Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp.


(17)

Sedangkan masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya misalnya berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran tersebut diantaranya adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori. Kerusakan pada telur umumnya disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak. Telur yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp baik itu kontaminasi langsung yakni dari induk ayam ke embrio telur, maupun kontaminasi tidak langsung yakni dari pori-pori telur yang terkontaminasi Salmonella sp atau berdasarkan lama penyimpanan telur tersebut. (Harianto, 2002)

Kerusakan telur secara fisik berupa keretakan dapat terjadi pada saat pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan di setiap pedagang. Pedagang yang biasa berhubungan dengan telur salah satunya adalah pedagang warung kopi yang menjual menu telur pada masakannya.

Warung Kopi merupakan tempat yang favorit yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat khususnya golongan usia muda. Warung kopi yang paling favorit dikunjungi masyarakat adalah warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Sumatra Utara. Warung kopi tersebut beroperasi mulai pukul 18.00 sampai 05.00 pagi. Warung kopi tersebut menyediakan berbagai jenis makanan diantaranya, nasi goreng, mie goreng, nasi gurih(nasi perang), berbagai


(18)

jenis minuman termasuk teh, kopi, jus, telur setengah masak atau yang lebih dikenal dengan istilah poding , dan lain sebagainya.

Dari hasil survei awal peneliti, peneliti melihat bahwa telur yang ada pada warung kopi hanya diletakkan begitu saja pada wadah seperti jaring dan ada yang meletakkannya pada rak telur. Jika warung sedang tutup, telur disimpan tidak di dalam pendingin atau kulkas, telur hanya disimpan dalam stelling jualan mereka yang bersuhu kamar. Selain itu ada sebuah fenomena unik dari perebusan telur, yakni makanan yang di kenal dengan telur setengah masak. Untuk mendapatkan telur setengah masak tersebut, telur dimasak tidak sempurna yakni dengan suhu berkisar 80-90ºC dengan kisaran waktu 3 menit. Berdasarkan penelitan yang dilakukan Fitriyah (2003), bahwasanya telur sebaiknya dimasak pada suhu 66ºC selama 12 menit agar bakteri dalam telur dapat mati sempurna.

Menurut Harianto (2002), telur yang tadinya tidak terdapat Salmonella sp di dalamnya, dapat terkontaminasi salmonella berdasarkan suhu dan lama penyimpanan telur tersebut. Telur yang baru di hasilkan ayam yang tadinya diperiksa tidak terdapat salmonella, pada lama penyimpanan selama 3 hari pada suhu kamar, telur tersebut sudah positif salmonella. Ini bisa terjadi karena sifat salmonella yang berkembang baik pada suhu 25-37 °C. Inilah yang menyebabkan telur dapat rusak oleh bakteri karena telur tidak disimpan di dalam pendingin.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti jumlah kandungan bakteri Salmonella sp pada telur baik sebelum dimasak maupun setelah dimasak pada warung kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamaran Maimun tahun 2013.


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Telur setengah masak merupakan makanan favorit yang disediakan di warung kopi, namun yang menjadi masalah adalah belum diketahuinya ada atau tidak

Salmonella sp pada makanan telur setengah matang yang dijual pada warung kopi

jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun. 1.3. Tujuan Penelian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui keberadaan bakteri Salmonella sp pada telur setengah matang di warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun tahun 2013

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik telur yang dijual pada konsumen Jalan Samanhudi Medan.

2. Untuk mengetahui kondisi telur yang dijual pada konsumen warung kopi Jalan Samanhudi Medan.

3. Untuk mengetahui kandungan jumlah bakteri Salmonella sp pada telur sebelum dimasak.

4. Untuk mengetahui kandungan jumlah bakteri Salmonella sp pada telur sesudah dimasak.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi pada pedagang telur setengah masak terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp pada makananya.

2. Memberikan informasi pada konsumen tentang kandungan bakteri Salmonella

sp di makanan telur setengah masak.

3. Sebagai masukan untuk penelitian lain agar dapat melakukan penelitan selajutnya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain :

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.


(22)

2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan

Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Factor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan

a. Sumber bahan makanan

Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.

b. Pengangkutan bahan makanan

Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.

c. Penyimpanan bahan makanan

Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi seperti berikut:


(23)

1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang.

2. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.

3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.

4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup.

6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).

7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan

Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalahpasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan

Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratansanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.


(24)

Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutupserta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan

Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin.

2. Faktor Manusia

Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makananharus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun.

3. Faktor Peralatan

Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi.

Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan.

1. Bahaya makanan untuk kehidupan


(25)

b. Dalam makanan tersebut memang telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan.

2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun

Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur.

b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya

Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan daging dari hewan yang sakit.

2.2. Telur

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh


(26)

sebab itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur (Hardani, 2003).

2.2.1 Struktur Telur

Telur mempunyai struktur yang sangat khusus. Secara terperinci telur terdiri dari bahan organik, pada putih telur komponen terbanyak adalah air disusul dengan protein, dan pada kuning telur bagian terbanyak juga air, lemak dan protein (Hardani, 2003).

Adapun struktur telur terdiri dari (Nurzane, 2010) : 1. Cangkang telur

Mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.

2. Rongga Udara

Sebagai sumber oksigen bagi embrio. 3. Albumen (putih telur)

Berfungsi untuk melindungi zigot atau embrio dari goncangan, bahaya lain, dan sebagai cadangan makanan.

4. Kuning Telur

Sebagai persediaan makanan bagi embrio. 5. Kalaza (tali kuning telur)

Berfungsi untuk menahan kuning telur, supaya tetap pada tempatnya dan menjaga embrio agar tetap berada di bagian atas kuning telur.


(27)

Disebut juga sel embrio, yang akan tumbuh menjadi individu baru. Secara terperinci struktur telur ayam dapat dilihat pada lampiran 3. 2.2.2 Klasifikasi dan Kualitas Telur

Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur, dasar inilah yang disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja, tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi seperti berat dan mutu telur (Sudaryani, 2003).

Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya menghasilkan telur dengan sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, telur besar, medium, kecil dan peewe. Secara lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat

No. Klasifikasi Berat /butir (gram)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Jumbo Sangat besar Besar Medium Kecil Peewe 68,5 61,4 54,3 47,2 40,2 < 40 Sumber : Sudaryani, 2003

Sementara itu grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA, mutu A, mutu B dan mutu C. berikut ini kualitas telur dan ciri-ciri spesifiknya.


(28)

Tabel 2.2 Grading Telur Berdasarkan Mutu Mutu Karakteristik

AA

A

B

C

Kulit bersih, tidak retak dan normal. Diameter kantung telur tidak lebih dari 0,3 cm, putih telur cerah dan kental, kuning telur normal dan tidak cacat.

Kulit bersih, tidak retak dan normal, diameter kantung telur tidak lebih dar 0,42 cm, putih telur cerah tapi agak encer, kuning telur agak normal dan tidak cacat.

Kulit tidak retak, sedikit bernoda sedikit abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah dan sedikit encer, kuning telur agak normal dan membesar dan agak cacat.

Kulit tidak retak, tetapi bernoda dan abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah tetapi encer, kuning telur membesar dan cacat.

Sumber : Sudaryani, 2003

2.2.3 Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Telur

Kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas telur. Secara khusus faktor-faktor yang menentukan kualitas telur antara lain (Sudaryani, 2003) :


(29)

Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur sebelah luar.

a. Kebersihan kulit telur

Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran sedikit pun.

b. Kondisi kulit telur

Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur halus dan tidak retak.

c. Warna kulit

Warna kulit telur ayam ada 2 (dua) yaitu putih dan cokelat. Perbedaan warna kulit tersebut disebabkan adanya pigmen Cephoryrin yang terdapat pada permukaan kulit telur yang berwarna cokelat. Kulit telur yang berwarna cokelat relatif lebih tebal dibandingkan dengan yang berwarna putih. Tebal kulit telur yang berwarna cokelat rata-rata 0,51 mm, sedangkan tebal kulit telur yang berwarna putih rata-rata 0,44 mm. Oleh karena itu, kualitas kulit telur yang berwana cokelat lebih baik dibandingkan telur yang berwarna putih. Dalam penyimpanan, telur yang berkulit cokelat lebih awet dibandingkan telur yang berwarna putih (Sudaryani,2003).

d. Bentuk telur

Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong dan juga tidak terlalu bulat.


(30)

Pada umumnya, telur yang lebih berat harganya lebih mahal harganya. Di Indonesia, ketentuan tersebut belum berlaku sebab ada kecenderungan konsumen lebih menyukai telur dalam jumlah butiran yang lebih banyak dalam setiap kilogramnya.

2. Kualitas telur sebelah dalam (isi telur)

Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilihat dari bagian telur sebelah dalam. Beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur di antaranya adalah sebagai berikut (Sudaryani, 2003):

a. Ruang udara

Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur yang sudah lama. Pembagian kualitas telur berdasarkan ruang udaranya adalah sebagai berikut :

1) Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm. 2) Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm. 3) Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara > 0,5 cm. b. Kuning telur

Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah.

c. Putih telur

Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Sudaryani, 2003).


(31)

2.2.4 Kandungan Gizi Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya, dan mengandung berbagai macam zat gizi yang penting bagi tubuh. Gizi telur sebenarnya berpusat pada kuning telur yang tinggi akan kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin (Khamsan, 2002).

Kandungan gizi dalam 100 gram telur ayam dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 gr Telur Ayam

No. Zat Gizi Putih Telur Kuning Telur

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1(mg) Vitamin C (mg) Piridoksin (mg) Riboflavin (mg) Vitamin B12 (mg) Fosfor mg) Magnesium (mg) Kalium (mg) Natrium (mg) Zink (mg) 50 10,8 0 0,8 6 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 361 16,3 31,9 0,7 147 7,2 2000 0,4 0 0,25 0,3 1,8 240 12 179 177 1,3 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1996

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur 2.2.5.1 Kondisi Lingkungan Induk


(32)

Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (newcastle disease) dan infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur.

2. Suhu

Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal mencapai 29ºC (85ºF) (Sudaryani, 2003).

2.2.5.2 Makan Induk 1. Pakan

Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994)

2.2.5.3 Suhu Penyimpanan

Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15 C dan kelembapan 70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya dilakukan di ruang yang berpendingin (ber-AC). Jika tidak terdapat AC, dalam ruang penyimpanan dapat


(33)

diletakkan ember berisi air yang berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan cairan di dalam telur dapat dikurangi (Sudaryani, 2003).

2.3. Bakteri

2.3.1 Karakteristik Bakteri

Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya ( purnawijayanti, 2001).

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut

diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini

tidak sebanyak golongan hasil. Kokusada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut

dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang

mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina.

Spiril atau ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jikadibandingkan dengan kokus maupun golongan basil.


(34)

Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (nukleus).

Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah. Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora, bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.4. Bakteri pengkontaminasi Telur

Ada beberapa bakteri yang dapat mengkontaminasi telur yaitu (Syamsir 2010) 1. Bakteri Salmonella sp.

Salmonella adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia dan banyak hewan, seperti demam tifoid, demam paratifoid, dan salmonellosis. Bakteri

Salmonella sp. dapat masuk langsung dari indukan ke telur dan juga dari pori-pori

telur yang terkontaminasi. 2. Bakteri Campilobecter Sp.

Campilobecter merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan maupun infeksi darah. Bentuk yang paling sering ditemukan adalah


(35)

gatroenteritis. Bakteri ini mengkontaminasi telur dengan cara masuk melalui telur yang terkontaminasi feces dan masuk melalui pori-pori telur

3. Bakteri Listeria Monocytogenesis

Bakteri Listeria organ targetnya adalah sistem kekebalan tubuh sebelum dapat menyebabkan infeksi. Mereka yang lolos respon awal sistem kekebalan tubuh akan menyebar dan merusak organ target yakni pada organ pencernaan. Bakteri Listeria juga dapat masuk melalui feces dan tanah yang mengandung bakteri tersebut.

Namun dari ke tiga bakteri tersebut bakteri Samonella sp merupakan bakteri patogen utama yang mengkontaminasi telur.

2.5. Tinjauan Tentang Salmonella sp. 2.5.1. Klasifikasi Salmonella sp.

Berikut ini merupakan taksonomi bakteri Salmonella sp. yaitu : Filum : Bacteria (Eubacteria)

Kelas : Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriakceae

Spesies : Salmonella sp. terdiri dari 3 spesies utama yaitu : 1. Salmonella typhi terdiri dari 1 serotipe.

2. Salmonella cholerasuis terdiri dari 1 serotipe.

3. Salmonella enteritidis mempunyai lebih dari 2300 serotipe antara

lain S. arizonae, S. belfats, S. blockey, S. dublin, S. gallinarum,

S. heidelberg, S. hirschfeldil, S. infaris, S. javiana, S. loma-linda, S. newport, S. wein dan S. weybridge, S. virchow, S. hadar. Yang


(36)

paling sering menimbulkan penyakit bersumber makanan/minuman dan ditemukan dalam telur adalah S.

enteriditis dan S. typhimurium (Bonang, 1995).

Salmonella sp. adalah suat

berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 0,5–0,8 x 1–3 µm, memfermentasi glukosa, maltosa, manitol. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan

Salmonella dinamai da

sebenarnya, rekannya yang pertama kali menemukan bakterium ta 2012).

Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun (Fernandes 2009).

Waktu yang diperlukan Salmonella sp. untuk sekali membelah diri adalah 24-25 menit, tetapi waktu untuk membelah diri dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, cahaya, bahan kimia dan kelembaban.

Salmonella sp. dapat bertahan selama berminggu-minggu di luar tubuh yang

hidup. Salmonella bersifat sensitif terhadap suhu panas dan segera dapat dimatikan oleh suhu pasteurisasi. Pada suhu ekstrim, Salmonella dapat hidup dalam waktu yang


(37)

cukup lama namun tidak dapat mentoleransi konsentrasi garam yang tinggi.

Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa

hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. Salmonella sp. mati setelah dipanaskan sampai 55 °C (131 °F) selama 90 menit, atau sampai 60 °C (140 °F) selama 12 menit. Untuk melindungi terhadap infeksi Salmonella sp., dianjurkan makanan dipanaskan selama sedikitnya 10 menit pada suhu 75 °C (167 °F) sehingga pusat makanan mencapai suhu ini. Salmonella sp. yang patogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi,

Salmonella parathypi A dan Salmonella parathypi B (Wikipedia, 2012).

2.5.2 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp.

Bakteri Salmonella sp. ini sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp., sebagian kuman mati oleh asam lambung, tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak di ileum. Di sini bakteri memerbanyak diri di kelenjar getah bening yang kemudian menyebar ke aliran darah dan kelenjar getah bening kemudian ke usus (Mudihardi 2001).

Dosis infektif bagi manusia 105 – 108 Salmonella sp. di antara faktor-faktor tubuh yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus setempat.

Dua tipe S. enteriditis dan S. typhimurium merupakan penyebab kira-kira setengah dari seluruh infeksi pada manusia. Semua Salmonella sp. menimbulkan penyakit yang pada umumnya disebut Salmonellosis dibagi 4 golongan, yaitu (Mudihardi, 2001):


(38)

1. Golongan Bakteremia

Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasuis, tetapi dapat disebabkan oleh serotip Salmonella. Invasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak dan sebagainya.

2. Golongan gastroenteritis (food poisoning)

Misalnya oleh S. enteritidis dan S. typhimurium, S. newport, S. dublin, merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp., gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. enteritidis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam, kejang perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.

Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari, dan kebanyakan sembuh tanpa pengobatan/pemberian antibiotik. Akan tetapi, diare mungkin bertambah parah dan mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk penggantian cairan elektrolit.

Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah mengonsumsi kuman tersebut. Pada penderita ini, infeksi bisa menyebar dari usus ke pembuluh darah dan kemudian ke seluruh jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kematian, kecuali jika penderita cepat memeroleh pengobatan antibiotik.

Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan.


(39)

3. Golongan Enteric Fever (Typhoid fever/Typhus Abdominalis)

Menurut Muhardi (2001), Gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. typhi, S.

paratyphi A dan S. schottmulleri. Salmonella sp. yang termakan mencapai usus dan

masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh darah menuju organ, termasuk usus dimana organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresikan dalam tinja,.

Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia. Demam sangat tinggi dan limfa serta hati menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah (rose spots) yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pada masa sebelum adanya antibiotika, komplikasi utama adalah enteric fever adalah perdarahan usus. Angka kematian adalah 10-15%.

4. Golongan Carriertat

Merupakan golongan yang menyebabkan manusianya menjadi carrier, setelah terinfeksi nyata atau sub klinik, beberapa orang dalam jaringannya terus terdapat organisme ini selama waktu yang tidak terbatas.

Menurut RAY (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces.

Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel

epitel dan menghasilkan toxinyang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di


(40)

dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit.

2.5.3 Cara Kontaminasi Bakteri Salmonella sp. Ke Dalam Telur

Bakteri Salmonella sp. dapat masuk dalam telur melalui dua cara yaitu (Saksono, 1986):

1. Secara langsung (vertikal), melalui kuning telur dan albumen (putih telur) dari ovarium induk ayam yang terinfeksi Salmonella sp., dalam hal ini biasanya terjadi apabila induk ayam terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella sp. dan menghasilkan telur yang terinfeksi ringan dan

menghasilkan anak ayam yang terinfeksi yang bertahan hidup dan tumbuh menjadi besar dan mungkin meneruskan mengeksresikan Salmonella sp. yang kemudian menghasilkan telur yang mengandung Salmonella sp.

2. Secara horizontal, dimana Salmonella sp. masuk melalui pori-pori kulit (cangkang), hal ini biasanya karena kotoran yang menempel pada kulit telur. 2.5.4. Batasan Cemaran Salmonella sp. pada Makanan dan Minuman

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Nomor : 03726/B/SK/VII/89 tentang Batasan maksimum Cemaran dalam Makanan dan Minuman dimana untuk semua jenis makanan dan minuman kandungan

Salmonella sp. adalah 0 (nol) atau tidak terdapat bakteri Salmonella sp.

Berdasarkan SNI 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan dimana kandungan


(41)

Apabila terdapat bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman, maka makanan atau minuman tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan walaupun jumlahnya belum dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Maka agar angka bakteri nol, makanan atau minuman tersebut harus melalui pengolahan yang tepat untuk dapat membunuh bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman terlebih dahulu.

2.6. Cara Pengolahan Makanan

Syarat-syarat proses pengolahan adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.

2. Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan. 3. Tahap-tahap proses pengolahan.

4. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

2.7. Perebusan Telur

Cara benar untuk mendapatkan telur rebus yang baik adalah sebagai berikut : (Anonimous, 2012)

Pertama siapkan panci atau wadah untuk merebus air. Masukkan air dan telur ke dalam panci lalu dimasak.

Lama waktu memasak untuk telur rebus : 1. Telur matang sempurna


(42)

Masukan telur selama 10 – 15 menit ke dalam air lalu didihkan (waktu terbaik adalah 10 menit) dan segera angkat dan dinginkan telur (bisa menggunakan air es atau air biasa). lebihd ari 15 menit, telur akan terlalu matang dan bisa mengubah warna kuning telur menjadi keungu – unguan. Untuk memudahkan proses pengupasan kulit, sebaiknya gunakan telur yang sudah disimpan selama beberapa hari. Telur yang masih baru umumnya akan sulit untuk dikupas.

2. Telur 3/4 matang

Siapkan air yang sudah mendidih, kemudian angkat dari api. Masukan telur kedalam panci lalu tutuplah pancinya. Rendam telur selam kurang lebih 6 – 8 menit. Kemudian angkat telur dan pindahkan ke dalam cangkir. Bila kulit telur masih sulit untuk dikupas, telur bisa direndam dalam air hangat lagi selama 1 – 2 menit. Telur yang sempurna, kuning telur sudah mengumpal dan putih telur masih sedikit kental. 3. Telur 1/2 matang

Caranya sama dengan telur 3/4 matang, telur hanya cukup direndam dalam air yang sudah didihkan. Waktu rendam hanya berlangsung selama 2 – 3 menit, kemudian segera angkat dan dinginkan dalam air. Telur setengah matang yang sempurna memiliki kuning telur yang tidak mengeras sama sekali dan putih telur yang berbentuk krim.

Oleh karena perebusan telur pada warung kopi berkisar 4-5 menit dan tidak pada suhu didih air yaitu pada 60-70ºC, maka dapat dikatakan perebusan yang dilakukan adalah proses perebusan telur 1/2 matang.


(43)

2.8. Kerangka Konsep

Telur Ayam Mentah - Putih Telur - Kuning Telur

Telur Ayam Setengah Masak

- Putih Telur - Kuning

Telur

Kandungan

Salmonella sp

Batasan Mikroorganisme Pada Makanan SNI 01-6366-2000

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui jumlah bakteri Salmonella sp pada makanan telur setengah masak yang dijual oleh pedagang di beberapa warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun di kota Medan dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 10 warung kopi yang berada pada jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan, dan pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret – Mei 2013 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penelitian ini adalah telur ayam kampung sebanyak 20 butir, 10 telur mentah dan 10 telur setengah matang yang diperoleh dari 10 pedagang yang berada di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Pada setiap pedagang di ambil 2 butir telur, 1 telur mentah dan 1 telur setengah matang.


(45)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan uji laboratorium terhadap telur mentah dan telur setengah masak untuk mengetahui kandungan Salmonella sp pada telur tersebut.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan literatur-literatur yang mendukung untuk penelitian ini.

3.5. Defenisi Operasional

1. Telur adalah sebuah makanan yang berbentuk lonjong yang terdiri dari putih dan kuning telur yang dibungkus oleh cangkang telur yang berwarna putih ataupun coklat yang berasal dari unggas (ayam/bebek).

2. Telur mentah adalah telur yang belum mendapat perlakuan pemasakan dalam bentuk apa pun.

2. Telur Setengah Masak adalah telur yang disajikan dengan merebus telur dengan air panas selama 5 menit dan belum mengeras putih dan kuning telurnya.

3. Salmonella sp. adalah mikroorganisme berbentuk batang dan bergerak, gram negatif, anaerob fakultatif sebagai penyebab penyakit Salmonellasis.

4. Adanya kandungan Salmonella sp. adalah terdapatnya sejumlah bakteri

Salmonella sp. di dalam makanan telur setengah masak yang menunjukkan bahwa


(46)

5. Tidak adanya kandungan Salmonella sp. adalah tidak terdapatnya bakteri

Salmonella sp. dalam makanan telur setengah masak yang menunjukkan bahwa

makanan tersebut memenuhi syarat kesehatan.

6. Uji laboratorium adalah kegiatan yang dilakukan di ruangan khusus dengan alat dan cara kerja tertentu.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran jumlah Salmonella sp pada telur ayam kampung yang meliputi pemeriksaan telur sebelum dimasak(mentah) yaitu putih dan kuning telur dan telur setengah masak (putih dan kuning telur). Telur mentah dan setengah masak yang diperiksa adalah telur yang berbeda tetapi memiliki lama waktu penyimpanan yang sama dan kondisi kebersihan kulit telur yang sama, hal ini dikarena kandungan Salmonella pada telur dipengaruhi kondisi kebersihan kulit telur dan lama waktu penyimpanan telur.

Alasan mengapa pemeriksaan dilakukan pada putih dan kuning telur adalah karena objek makanan pada lokasi pemeriksaan adalah putih dan kuning telur yang disajikan setengah masak.

Jika dalam hasil pemeriksaan diperoleh data yang menunjukkan bahwa terdapat bakteri Salmonella sp. dalam makanan telur setengah masak, maka makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan SNI 01-6366-2000 tentang Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan.


(47)

3.7. Teknik Analisa Data

Data diperoleh dari pemeriksaan Laboratorium yang diolah dan dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan dengan studi kepustakaan yang relevan.

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Pemeriksaan Salmonella sp. di Laboratorium

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah kota Medan. Penelitian dimulai dari pengukuran suhu air perebusan selama 5 menit dengan menghitung rata-rata suhunya. Pemerikasaan telur dilakukan dengan dua tahap yakni pemeriksaan telur sebelum dimasak(mentah) dan telur setengah matang. Pemerikasaan telur sebelum dimasak(mentah) yakni dengan mencampur kuning dan dan putihnya dan kemudian diperiksakan ke laboratorium. Kemudian pemeriksaan telur setengah masak yakni dengan perlakuan yang sama dengan telur sebelum dimasak(mentah). Pemilihan sampel telur dilakukan dengan telur yang berbeda pada telur mentah dan telur setengah masak akan tetapi pemilihan telur dilakukan dengan lama penyimpan yang sama oleh pedagang. Kemudian pengambilan sampel telur dilakukan pada pukul 05.00 pagi hari dan sampel langsung dibawa pada hari tersebut langsung dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

3.8.2. Cara Kerja di Lapangan

Cara kerja di lapangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persiapkan bahan-bahan untuk pengambilan sampel seperti botol sampel yang telah disterilkan terlebih dahulu, stopwatch, termos, keperluan alat tulis, dan lain-lain.


(48)

2. Siapkan formulir lembar observasi pengambilan sampel.

3. Mintalah kepada pedagang sebuah telur mentah sebagai bahan dasar dari telur setengah masak.

4. Lalu mintalah kepada pedagang untuk memecahkan telur dan mencampur antara kuning dan putih telurnya.

5. Ambil dua sendok teh sampel adonan kuning telur dengan putih telur mentah, masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel kemudian masukkan ke termos yang telah diisi es batu.

6. Kemudian mintalah kepada pedagang untuk membuatkan sebuah telur setengah masak yang biasa mereka sajikan.

7. Pada saat pedagang melakukan perebusan, maka peneliti akan mengukur suhu air perebus telur selama 5 menit, kemudian menghitung rata-ratanya.

8. Setelah pedangang selesai merebus telur, mintalah pedagang untuk mencampur kuning telur dan putih telur.

9. Lalu ambil dua sendok teh sampel adonan kuning telur dengan putih telur setengah masak, masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel kemudian masukkan ke termos yang telah diisi es batu. 10. Kemudian bawa sampel ke laboratorium pada pukul 08.00 pagi untuk

dilakukan pemeriksaan.

3.8.3. Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium

Adapun tahap pemeriksaan sampel di laboratorium adalah sebagai berikut (Salmi, 2006) :


(49)

1. Peralatan a. Autoclave

b. Cawan petri diameter 90-100 mm dan diameter 140-150 mm c. Gelas sediaan

d. Gelas ukur 100 ml

e. Inkubator (lemari pengeram) suhu 37 ºC dan 42-43 ºC

f. Kapas

g. Lampu Bunsen

h. Pipet ukur 1 ml dan 10 ml i. Rak tabung reaksi

j. Sengkelit (ose) k. Spidol

l. Tabung durham

m. Tabung reaksi (18 mm x 180 mm) n. Termometer

2. Bahan

a. Adonan telur mentah

b. Adonan telur setengah masak c. MR-VP Medium

d. Salmonella Shigella Agar (SSA)

e. Selenite Cystine Broth (SCB)

f. Semi Solid Nutrient Agar


(50)

h. Urea Broth

3. Cara Kerja

a. Penyiapan dan homogenisasi sampel

Sampel yang ada di dalam botol lebih dahulu dikocok 25 kali. Ambil dengan pipet sebanyak 25 ml cuplikan (sampel) ke dalam Erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer (1:10). Kemudian dikocok beberapa kali hingga homogen. Larutan pengencer dalam homogenisasi sampel ini yaitu Buffered Peptone Water (BPW).

b. Pra-pengkayaan (pre-enrichment)

1) Pindahkan contoh yang telah dihomogenisasi secara aseptik ke dalam botol 500 ml steril.

2) Inkubasikan pada 36 ºC selama 16-20 jam. c. Pengkayaan (enrichment)

1) Pipet 10 ml biakan pra-pengkayaan ke dalam 100 ml Seletine

Cystine Broth.

2) Inkubasikan pada suhu 35-37 ºC selama 24 jam. d. Penanaman pada perbenihan pilihan/selektif

1) Pindahkan biakan pengkayaan dengan cara menggoreskan masing-masing biakan dengan sengkelit ke dalam cawan petri yang berisi SSA.


(51)

3) Amati tersangka koloni Salmonella sp. pada media dengan ciri-ciri koloni tak berwarna sampai merah muda, bening sampai buram. e. Uji Biokimia

Dari koloni tersangka Salmonella sp. ditanam pada TSIA, Indol, Methyl

Red, Voges Proskauer, Citrat Simmon, Semi Solid dan gula-gula selama

24 jam pada suhu 37 ºC kecuali semi solid pada suhu kamar dan reaksi biokimia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Identifikasi Salmonella sp. dengan Semi Solid dan Gula-Gula Pendek TSIA Mt I G VP CS S L Ml Gl MR Salmonella K/M H2S +

K/M H2S +/- K/M H2S ++ K/M H2S -

+ +g +g +g - - - - + + + + - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - + + + + + + + + S. typhi S. enteritidis S. paratyphi B,C S. paratyphi A Sumber : Salmi, 2006

Keterangan : +/- : positif atau negatif - : negatif

K : Kuning (asam) M : Merah (basa)

g : gas Mt : Monitol I : Indol G : gerak

VP : Voges Proskauer CS : Citrat Simmon S : Sukrosa L : Laktosa Ml : Maltosa Gl : Glukosa MR : Metil Red


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Jalan Samanhudi adalah salah satu dari beberapa jalan di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan Sumatera Utara. Jalan ini memiliki batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol Sebelah Selatan berbatasan dengan Rumah sakit Elisabet Sebelah Utara berbatasan dengan Taman Ahmad Yani 4.1.1. Warung Kopi Jalan Samanhudi

Merupakan tempat untuk makan di sepanjang Jalan Samanhudi Medan dengan panjang jalan 400 M terdiri dari :

• 24 Warung kopi • 13 Stand jus buah • 45 pedagang

Keseluruhan pedangang di warung jalan samanhudi adalah suku Aceh, dengan mayoritas pedangang adalah laki-laki. Jenis makanan yang dijual di warung kopi jalan samanhudi ada berbagai jenis yaitu :

• Nasi gurih • Mie aceh • Nasi goreng


(53)

• Telur Setengah Matang • Mie Kuah

• Berbagai jenis minuman • Berbagai jenis jus buah 4.2. Hasil Penelitian

Observasi yang dilakukan terhadap 10 pedagang yang menjual telur setengah matang di beberapa warung kopi di Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan adalah untuk melihat gambaran kandungan Salmonella

sp pada telur mentah dan telur setengah masak dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium pada telur tersebut. 4.2.1. Karakteristik Telur

Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap telur ayam yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik telur yang dijual di warung kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun.

No. Sampel Lama Penyimpanan oleh pedagang Kebersihan Kulit Telur Kondisi Kulit Warna Kulit

1. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

2. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

3. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

4. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

5. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

6. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

7. 2 hari Bersih Tidak retak Putih

8. 1 hari Bersih Tidak retak Putih

9. 2 hari Bersih Tidak retak Putih


(54)

Dapat dilihat dari keseluruhan sampel yang diambil oleh peneliti hanya 2 warung kopi yang menyimpan telur hingga 2 hari sampai habis terjual, dan selebihnya menjual hingga habis pada hari itu saja.

4.2.2. Pengukuran Suhu

Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap pengolahan telur ayam yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat dilihat sebagai berikut

Tabel 4.2. Distribusi berdasarkan lama penyeduhan telur setengah matang pada warung kopi Jalan Samanhudi

No. Sampel

Lama Penyeduhan

Suhu (ºC)

Pengukuran Dalam Menit

1 2 3 4 5 X

1. 3 menit 95 90 83 - - 89,3

2. 3 menit 95 89 82 - - 88,6

3. 5 menit 90 87 82 74 65 79,6

4. 5 menit 96 92 87 82 75 85,8

5. 3 menit 97 93 87 - - 92,3

6. 3 menit 95 91 86 - - 90,6

7. 3 menit 94 90 83 - - 89

8. 3 menit 95 92 87 - - 91,3

9. 3 menit 94 90 85 - - 89,6

10. 5 menit 92 88 82 75 65 80,4

Dari tabel 4.2. dapat kita lihat 7 pedagang menyeduh hanya sampai 3 menit saja, sedangkan sisanya yakni 3 pedagang menyeduh hingga 5 menit.

4.2.3. Pemeriksaan Laboratorium Salmonella sp.

Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap telur ayam yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan laboratorium tentang kandungan Salmonella sp pada telur mentah dan telur setengah masak.


(55)

No. Sampel

Kandungan Salmonella sp

Telur Mentah Telur Setengah Matang

1. Negatif Negatif

2. Negatif Negatif

3. Negatif Negatif

4. Negatif Negatif

5. Negatif Negatif

6. Negatif Negatif

7. Positif Positif

8. Negatif Negatif

9. Positif Positif

10. Negatif Negatif

Dari tabel 4.4. diketehui bahwa dari 10 sampel yang diambil di warung kopi jalan samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimon, maka dapat dilihat bahwa sampel 1,2,3,4,5,6,8,10 didapat hasil negatif(tanpa kandungan Salmonella sp), sedangkan sampel 7 dan 9 didapat hasil positif(ada kandungan Salmonella sp).


(56)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Telur

Telur adalah makanan yang berasal dari unggas dan merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak.(Sudaryani, 2003)

Penelitian ini menggunakan 20 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur setengah masak. Untuk mengetahui karakteristik telur yang dijual di warung kopi, maka dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menanyakan kepada pedangang tentang lama penyimpanan telur dan dengan mengamati kondisi fisik telur(kulit telur). Hasilnya adalah sesuai dengan tabel 4.1 dan tabel 4.2, maka dari 10 pedagang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, terdapat dua pedagang yakni nomor 7 dan 9 yang menjual telurnya sampai 2 hari hingga habis. Sedangkan pedagang lainnya menjual habis telur pada hari itu juga. Untuk pengamatan kondisi fisik telur(kulit telur) maka sesuai dengan tabel 4.2 didapat hasil semua pedagang menjual telur dengan kondisi kulit telur yang bersih.

Selain melihat lama penjualan dan kondisi kebersihan kulit telur, peneliti juga mengamati dari segi warna dan tekstur kulit telur, dimana telur yang baik dijadikan bahan dasar telur setengah masak adalah yang berwarna putih dan untuk tekstur yang


(57)

baik adalah yang memiliki kualitas kulit telur yang halus dan tidak retak sama sekali. Dari hasil pengamatan dilapangan, maka didapat hasil dari 20 sampel warna telur yang semuanya berwarna putih dan semuanya juga memiliki tekstur kulit yang halus dan tidak retak seluruhnya.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2002), dimana hasil penelitiannya menyatakan ada hubungan antara kondisi fisik (kulit telur) dan lama penyimpanan terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp dalam telur. Menurut penelitian yang sama, kemungkinan kondisi kulit telur yang kotor dapat menjadi penyebab masuknya bakteri Salmonella sp kedalam telur tersebut, sedangkan lama penyimpanan dapat memungkinkan bakteri yang sebelumnya sedikit dapat berkembang menjadi lebih banyak didalam telur. Hal ini disebabkan kondisi udara yang sangat strategis untuk bakteri berkembang biak.

5.2. Pengukuran Suhu

Penelitian ini menggunakan 10 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur setengah masak. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap proses perebusan dengan air panas selama lebih kurang 5 menit. Maka didapat hasil sesuai dengan tabel 4.2, bahwasanya lebih banyak pedangang yang merebus telur dengan waktu tidak lebih dari 3 menit yakni sebanyak 7 pedagang dengan suhu rata- rata 80-90 C. Alasan pedagang melakukan hal seperti itu adalah sesuai dengan permintaan konsumen yakni telur jangan sampai menggumpal karena menurut pendapat orang banyak nantinya akan merusak kandungan protein yang ada pada telur.


(58)

Pada hasil penelitian, ditemukan adanya telur yang positif Salmonella, namun setelah dimasak masih ditemukan Salmonella. Hal ini disebabkan penyeduhan yang dilakukan pada telur hanya pada suhu 80-90 C dalam waktu 3 menit .

Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah (2003), dimana hasil penelitiannya adalah bakteri Salmonella sp dalam telur dapat mati apabila telur tersebut direbus selama 12 menit ataupun hingga matang sempurna.

5.3. Pemeriksaan Salmonella sp

Penelitian ini menggunakan 20 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur setengah matang. 20 Telur yang dujadikan sampel tersebut terdiri dari 10 sampel adonan telur mentah yang belum diseduh dengan air panas dan 10 sampel adonan telur yang sudah diseduh dengan air panas selama lebih kurang 5 menit. Kandungan bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun diharapkan memenuhi standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif atau nol (0).

Berdasarkan hasil analisa laboratorium yang telah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah kota Medan terhadap bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan samanhudi, dari 10 sampel adonan telur yang belum direbus (mentah), terdapat 2 sampel yang menunjukkan hasil positif bahwa terdapat bakteri Salmonella sp, dan 8 sampel lainnya negatif. Sedangkan hasil analisa dari 10 sampel adonan telur yang telah diseduh (setengah matang), maka terdapat 2 sampel yang menunjukkan hasil positif salmonella sp, dan 8 sampel menunjukkan


(59)

hasil negatif salmonella sp. Telur yang positif, memiliki waktu simpan yang sama yakni 2 hari, dan yang negatif satu hari penyimpanan pada suhu ruangan.

Sebagian besar telur bebas bakteri di dalamnya. Jika indung telur terinfeksi oleh bakteri penimbul penyakit, maka telur menjadi terinfeksi sebelum ia ditelurkan. Kulit telur merupakan wadah dari telur itu sendiri. Kebersihan kulit telur sangat penting untuk diperhatikan, kulit telur yang kotor dapat menjadi sarang bakteri

Salmonella sp. di bagian dalam kulit telur terdapat lapisan tipis yang disebut shell membranes. Masuknya bakteri Salmonella sp ke dalam telur apabila shell membranes

dapat ditembus oleh bakteri tersebut (Saksono, 1986).

Ditemuinya bakteri Salmonella sp. pada telur yang dijadikan bahan untuk pengolahan makanan telur setengah masak karena telur tersebut telah ditembus oleh bakteri ini pada kulit telur dan shell membranes pada kulit telur yang kotor serta lama penyimpanan telur yang lebih dari 2 hari, sementara lama penyimpanan yang disarankan menurut Harianto (2002) adalah 2 hari dalam suhu ruangan. Kandungan bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ini tidak memenuhi syarat kesehatan yang diharapkan berdasarkan standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif, artinya terdapat bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeriksaan laboratorium terhadap makanan telur setengah masak maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Pengamatan yang dilakukan terhadap 10 pedagang terdapat 2 yang melakukan penyimpanan telur selama 2 hari hingga habis, sedangkan untuk kondisi fisik telur (kulit telur) maka didapat hasil dari keseluruhan sampel pedangang menjual telur dengan kondisi kulit yang bersih.

2. Pengamatan yang dilakukan terhadap 10 pedagang terhadap pengukuran serta lama penyeduhan, maka didapat hasil 7 dari 10 sampel pedagang merebus telur hanya 3 menit, sedangkan suhu perebusan rata-rata hanya 80-90ºC

3. Pengukuran terhadap 10 pedagang dan dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap bakteri Salmonella sp maka didapat hasil, untuk telur mentah 2 dari 10 sampel positif mengandung bakteri Salmonella sp, dan untuk telur setengah masak didapat hasil yang sama yakni 2 dari 10 sampel positif mengandung bakteri Salmonella sp.


(61)

6.2. Saran

1. Kepada Pemerintah Daerah agar dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pedagang warung kopi dalam meningkatkan upaya penyehatan makanan.

2. Kepada pedagang diharapkan dalam melakukan pengolahan dan pemilihan bahan baku telur agar lebih memperhatikan kualitas telur yang dilihat dari kebersihan telur dan lama penyimpanan yang disarankan adalah selama 2 hari pada suhu ruangan untuk menghindari adanya kontaminasi Salmonella sp pada telur setengah masak.

3. Kepada konsumen, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi telur setengah masak, apabila tetap ingin mengkonsumsinya, diharapkan memilih pedagang dengan pengolahan serta pemilihan bahan baku telur yang baik serta bersih dimana makanan ini direbus dengan benar-benar panas untuk mengantisipasi adanya bakteri Salmonella sp di dalamnya. Yang lebih baik lagi adalah dengan membeli telur itu sendiri ditempat yang dapat dipercaya bahwa telur itu benar-benar baru kemudian mengolah telur itu sendiri sehingga dapat mencegah adanya salmonella pada telur.

4. Kepada peneliti lain, agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang jenis bakteri lain yang patogen yang ada pada telur.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. 2012. Cara Memasak Telur Rebus yang Baik. Diakses dari

http://indobeta.net tanggal 02 Maret 2013.

Almetsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anwar. 1990. Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Institusi Pendidikan Tenaga

Kesehatan. Jakarta.

Blockhead, R. 2010. Telur dan Wabah Salmonella di Amerika Serikat. Diakses dari

Bonang, G. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi 16. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

, 1997. Mikrobiologi Kedokteran Untuk Laboratorium Dan Klinik. EGC. Jakarta.

Budiyanto, M. 2000. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Edisi Revisi. PT Grasindo. Jakarta. Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Fernandes. 2009 dalam Restika, K.D. 2012. Keberadaan Salmonella Pada Daging

Ayam yang Dijual di Pasar Tradisional |Kota Tanggerang Selatan. IPB.

Bandung.

Fitriah, A. 2003. Hindari Memakan Telur Setengah Masak. diakses tanggal 17 Februari 2013.

Harianto, H. 2002. Analisa Kandungan Salmonella sp pada produk telur ayam ras

yang dipasarkan pada pasar tradisional di kota Medan. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Rajawali Press. Jakarta.

Marwanti, 2010. Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Pangan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Minantyo, H. 2011. Dasar-Dasar Pengolahan Makanan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Mudihardi, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.


(63)

Mulia, R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha. Ilmu. Yogyakarta.

Nurzane, 2010. Bagian, Fungsi, Ciri dan Jenis Telur. Diakses dari

Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dan

Pengolahan Makanan. Cetakan I. Kansius. Yogyakarta.

Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton. Salmi. 2006. Pemeriksaan Salmonella sp. pada Minuman Teh Telur yang Dijual di

Warung Minuman Pasar Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman Sumatera Barat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsir, E. 2010. Keamanan Mikrobiologi Telur. Jurnal IPB. Diakses 08 Maret 2013.

Tarwotjo, C. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta.

Wikipedia, Salmonella. Diakses dari

Yuliarsih. 2006. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Grasindo. Jakarta.


(64)

Lampiran I

Gambar 1. Sampel telur ayam kampung mentah yang akan diuji laboratorium


(65)

Gambar 3. Kondisi warkop yang menjadi tempat pengambilan sampel


(66)

(67)

G ambar 6. Peneliti mencoba mengkonsumsi telur setengah matang


(68)

Gambar 7. Adonan telur setengah matang yang sudah siap dihidangkan

Gambar 8. Adonan telur setengah matang yang akan dijadikan sampel penelitian


(69)

Gambar 9. Sampel yang diuji di laboratorium


(1)

Lampiran I

Gambar 1. Sampel telur ayam kampung mentah yang akan diuji laboratorium


(2)

Gambar 3. Kondisi warkop yang menjadi tempat pengambilan sampel


(3)

(4)

G ambar 6. Peneliti mencoba mengkonsumsi telur setengah matang


(5)

Gambar 7. Adonan telur setengah matang yang sudah siap dihidangkan

Gambar 8. Adonan telur setengah matang yang akan dijadikan sampel penelitian


(6)

Gambar 9. Sampel yang diuji di laboratorium