2.5 Konduktivitas Panas Batuan
Menurut Ilfa 2010, Konduktivitas panas batuan adalah salah satu sifat fisis batuan yang berkaitan dengan aliran panas yang terjadi di dalamnya. Sifat ini
menentukan cepat lambatnya panas mengalir dalam medium. Pengukuran konduktivitas panas batuan sudah dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang
langsung dilakukan di lapangan dan di laboratorium dengan mengambil sampel. Konduktivitas panas batuan sangat dipengaruhi oleh materi-materi penyusunnya.
Nilai konduktivitas panas batuan diakibatkan oleh sifat konduktivitas panas batuan yang berupa tensor, sehingga nilainya tergantung pada arah kristal penyusun batuan
yang juga memiliki konduktivitas, porositas batuan, keseragaman dan ukuran butir.
2.6 Sistem Hidrothermal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alzwar dkk 1988 Suhu bumi membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem panas bumi. Sistem panas
bumi merupakan sistem hidrotermal yang terdiri dari sistem tata air, proses pemanasan dan sistem reservoir. Syarat terbentuknya sistem panas bumi adalah
tersedianya air, batuan pemanas, batuan sarang, dan batuan penudung seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sistem Panas Bumi
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan
suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung bouyancy, karena gaya gravitasi selalu mempunyai
kecenderungan untuk bergerak ke bawah, akan tetapi apabila air tersebut berkontak langsung dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas
sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan massa air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih
dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan
dengan adanya manifestasi panas bumi di permukaan geothermal surface manifestation seperti mata air panas, kubangan lumpur panas mud pools, geyser
dan kolam air panas.
Menurut Alzwar dkk 1988 air umumnya berasal dari: 1.
Air juvenil juvenile water yaitu air yang berasal dari magma primer yang kemudian menjadi bagian dari hidrosfera.
2. Air magmatik magmatic water yaitu air yang berasal dari magma dapat juga
air juvenil sejak magma tersebut bersatu dengan air meteorik atau air yang berasal dari air sedimen.
3. Air meteorik meteoric water yaitu air yang sekarang berada di lingkungan
atmosfer. 4.
Air purba connate water yaitu air yang terpisah dari atmosfer selama waktu geologi yang panjang. Air yang terdapat dalam cekungan sedimen dan
tertutup oleh lapisan tebal batuan diatasnya ini hampir sejenis degan air di dalam lapisan minyak bumi, yang umumnya merupakan air laut yang telah
mengalami perubahan karena proses fisika dan kimia. 5.
Air metamorfik metamorphic water, yaitu bentuk tersendiri dari air purba yang berasal dari mineral yang mengandung air hidrous minerali,dimana air
akan terperas keluar selama proses kristalisasi atau metamorfosa. Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal
yang mempunyai temperatur tinggi 225°C, hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang 150°C-225°C. Klasifikasi sistem panas bumi dapat
dilihat pada Tabel 1.1. Pada dasarnya sistem panas bumi jenis hidrotermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke
sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Tabel 1.1 Klasifikasi Sistem Panas Bumi.
Muffer Cataldi 1978
Benderiter Cormy 1990
Haenel, Rybach
Stegna 1988
Hochestein 1990
Entalphi rendah
90°C 100°C
150°C 125°C
Entalphi sedang
90° C -150°C 100°
C -200°C -
125°C-225°C
Entalphi Tinggi
150°C 200°C
150°C 225°C
2.7 Kriteria Sumber Panas Bumi dan Daur Hidrologi