BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini mempunyai sumber pada fisiologi dan keahlian. Karena pasien-pasien senang
membicarakan stres dalam kehidupan mereka, dan sering sekali merupakan pemikiran pertama saat konsultasi dengan seorang psikiater. Semua orang
rentan untuk mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Stres sering disebut sebagai suatu penyebab psikopatologi mayor, suatu presipitator atau trigger dari penyakit
penyakit psikiatrik. Keterlibatan stres pada perkembangan gangguan psikiatrik seperti
depresi, Post Traumatic Stress Disorders, dan skizofrenia sudah diterima secara umum.
1
Pada skizofrenia, stres didiskripsikan secara menonjol dalam istilah peristiwa kehidupan dan emosi yang diekspresikan. Dalam beberapa studi,
pengaruh peristiwa kehidupan yang stressful pada dekompensasi psikotik dan frekuensi relaps telah ditegakkan dengan baik. Lebih lanjut, tingkat emosi yang
diekspresikan dalam keluarga telah dideskripsikan terhadap perburukan atau dekompensasi menjadi lebih baik pada pasien skizofrenia, secara berturut-turut,
saat penyakit berkembang. Bahkan lebih penting pengamatan yang kontras terhadap peristiwa kehidupan yang berat, stres yang relatif ringan atau yang
disebut Daily Hassles,ditentukan oleh besarnya stres yang dialami secara subjektif pada pasien-pasien skizofrenik, dan untuk beberapa perluasan, jumlah
1
Universitas Sumatera Utara
simtom-simtom psikotik yang ditampilkan. Stres yang relatif ringan ini mungkin bahkan menjadi prediktif pada kerentanan relaps.
Asumsi bahwa stres yang terlihat pada onset penyakit skizofrenia yang sebenarnya masih kurang jelas dan hanya dilaporkan pada pasien minoritas.
Meskipun, pengurangan stres yang melalui intervensi dan pelatihan keterampilan sosial dan atau eduksi keluarga telah terbukti berharga dalam pengelolaan
psikosis. Bagaimanapun ketika pasien diobati secara adekuat dengan antipsikotik dan dukungan sosial mereka hanya terlindungi secara parsial dan
masih rentan terhadap stres. Ini menyatakan bahwa pasien-pasien skizofrenik mungkin mengalami sensitivitas yang berubah terhadap stres.
2
Sensitivitas terhadap stres ini pada pasien-pasien skizofrenik telah dikonseptualisasikan bahwa pasien skizofrenia memiliki kepekaan terhadap
stres, yang telah dikonseptualisasikan pada Vulnerability-stress model, dengan perhatian terhadap etiologi dan patogenesis skizofrenia.
2
Beberapa studi telah melaporkan bahwa data pasien skizofrenik memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan diagnosis penyakit psikiatrik
lain. Studi lain juga melaporkan bahwa pasien skizofrenik memiliki peristiwa hidup lebih stres dari populasi umum.
2
3
Ada tujuh studi, tersebut setidaknya lima dari tujuh pasien-pasien skizofrenik terlibat, yang mana peristiwa kehidupan secara retrospektip dinilai
untuk periode waktu 3 sampai 12 bulan sebelum opname. Al Khani dan teman- teman melaporkan bahwa mereka merekrut pasien-pasien dari klinik perawatan,
tetapi mereka juga tampaknya menilai stresor kehidupan secara retrosepektif sebelum onset, relaps atau eksaserbasi gejala. Dalam laporan ini tidak jelas,
Universitas Sumatera Utara
apakah peningkatan gejala tersebut selalu ikut terlibat atau berapa banyak waktu yang telah berlalu antara onset, dan waktu pengumpulan data peristiwa
kehidupan. Sampel Schwartz dan Myers terdiri dari pasien yang didiagnosis skizofrenik diwawancarai 2-3 tahun setelah keluarnya. Dalam studi terakhir
peristiwa kehidupan dinilai enam bulan sebelum periode waktu timbulnya peningkatan gejala. Pengukuran stresor peristiwa kehidupan adalah wawancara
terstruktur atau dengan check – lists. Penelitian terakhir yang memberikan 14 perbandingan apakah pasien-
pasien skizofrenik melaporkan tingkat stresor peristiwa kehidupan yang lebih tinggi dibanding yang normal. Lima dari 14 perbandingan 36, pasien
menunjukkan tingkat stresor yang lebih tinggi. Untuk sampel normal tidak ada menunjukkan perbandingan stresor yang lebih tinggi.
3
3
The Americant Psychiatric Association Practice Guideline for the Treatment of Schizophrenia menggambarkan tiga fase dari integrasi tujuan
pengobatan yaitu: fase akut, fase stabilisasi, dan fase stabil. Dimana pada fase stabilisasi ini gejala-gejala psikotik akut secara bertahap menurun dalam tingkat
keparahan. Fase ini berlangsung rata-rata 6 bulan setelah onset episode akut. Selama fase ini individu-individu yang paling rentan terhadap relaps. Gejala
membaik, tetapi pasien tetap rentan untuk kambuh jika dosis obat dikurangi atau jika ada stres lingkungan.
6
Karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stres pada pasien skizofrenik, hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ini.
6
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan masalah