Telaahan terhadap Kebijakan Nasional.

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

3.1. Telaahan terhadap Kebijakan Nasional.

Kebijakan perimbangan keuangan dan desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab sebagai wujud dari pelaksanaan otonomi daerah telah melahirkan tantangan tersendiri di bidang perencanaan pembangunan, baik pada tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten. Berbagai tantangan tersebut yang cukup krusial adalah masalah ketidakseimbangan ketersediaan sumber­sumber antar daerah yang dihadapkan pada tuntutan terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi yang berkeadilan di seluruh daerah. Hal tersebut menjadi terasa lebih krusial, karena sumber­sumber yang dimiliki pemerintah dengan berlakunya kebijakan perimbangan keuangan dan desentralisasi kewenangan tersebut cenderung relatif mengalami penurunan. Dalam menghadapi tantangan­tantangan tersebut, sistem perencanaan di samping harus mampu mendayagunakan pemanfaatan sumber­sumber yang tersedia secara optimal, juga adalah mengembangkan kebijakan­kebijakan yang inovatif yang mendorong transformasi ekonomi daerah berbasis sumber daya lokal. Fungsi perencana adalah mengembangkan langkah­langkah kebijakan inovatif guna mewujudkan perkembangan masa depan yang lebih baik, termasuk pengembangan sistem pembiayaan alternatif. Untuk itu lembaga­lembaga perencanaan pemerintah, pemerintah provinsi, dan Kabupaten harus saling menunjang dalam mengembangkan langkah­langkah kebijakan yang serasi dan saling memperkuat. Dewasa ini perencanaan pembangunan menghadapi tantangan berat, bukan saja karena perkembangan lingkungan stratejik domestik dan internasional menghadapkan batasan­batasan terhadap kiprah perencanaan dalam mendorong pembangunan masa depan yang lebih baik. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 14 Ungkapan di atas menggambarkan tantangan­tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga perencanaan pembangunan dewasa ini dan di masa datang. Inti dari permasalahannya adalah “perubahan dalam sistem dan proses serta kinerja perencanaan pembangunan” sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang manajemen pemerintahan, dan dengan tantangan perkembangan dan kondisi lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi bangsa. Perencanaan pembangunan menghadapi tuntutan untuk dapat bersikap lebih arif dalam menawarkan langkah­langkah kebijakan, baik dalam menghadapi berbagai peluang dan kendala yang ada, dalam mengembangkan iklim dan perkembangan kondusif bagi perubahan kondisi yang diharapkan dan bagi terwujudnya kemajuan­kemajuan yang diinginkan, maupun dalam mendayagunakan potensi riil yang tersedia pada negara dan masyarakat bangsa. Perencanaan sebagai bagian dari fungsi manajemen pemerintahan, apabila dapat memenuhi persyaratan dan dapat membuktikan bahwa kehadiran dan kiprahnya dapat lebih memantapkan terselengggaranya manajemen pemerintahan yang baik good governance. Demikian pula halnya dengan lembaga­lembaga perencanaan, baik pada tingkat Pusat, Provinsi, maupun KabupatenKota, keberadaannya masih diperlukan untuk mewadahi berbagai kegiatan perencanaan pembangunan dalam berbagai sektor, lembaga, dan kawasan yang perlu dilakukan secara sistematis, terkoordinasi, dan berkesinambungan. Sebagai bagian dari sistem manajemen pemerintahan yang dituntut publik untuk menunjukan akuntabilitasnya, perencanaan pembangunan harus senantiasa mengindahkan dan dapat membuktikan kredibilitasnya dalam membumikan prinsip­prinsip kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kompleksitas dan dinamika perencanaan pembangunan semakin mengemuka pada era Otonomi Daerah yang dewasa ini ditandai dengan pelimpahan kewenangan yang besar kepada Daerah KabupatenKota dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah. Dengan kata lain, kewenangan yang luas dan nyata dalam “mengatur dan mengurus” masalah­ Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 15 masalah pemerintahan dan pembangunan Daerah telah dilimpahkan Pusat kepada Daerah KabupatenKota telah menimbulkan tantangan tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian dalam perencanaan pembangunan. Dalam hubungan itu timbul pertanyaan mengenai peran yang perlu dilakukan, atau tugas dan fungsi yang harus diemban oleh sistem perencanaan nasional pada tingkat Pusat dan Provinsi dalam menghadapi dinamika perencanaan pembangunan daerah Kabupaten dan Kota, selaras dengan hak dan tanggung jawab, serta kewenangannya masing­masing. Sebagai catatan penutup perlu sekali lagi ditekankan bahwa perencanaan pembangunan dalam mengembangkan berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi masalah­masalah yang dihadapi masyarakat bangsa dan untuk mewujudkan cita­cita dan tujuan bangsa dalam bernegara, baik di pusat maupun di daerah­daerah, perlu memperhatikan antara lain prinsip­prinsip berikut. 1 Pertama, demokrasi dan pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu negara bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampukan atau diberdayakan empowered. Pemberdayaan berarti pula memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung jawab pembangunan, peran pemerintah dapat ditingkatkan antara lain melalui a pengurangan hambatan dan kendala­kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, b perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan c pengembangan program untuk lebih mening­ katkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan 1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 16 aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Kedua, pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat a spirit of public services, dan menjadi mitra masyarakat partner of society. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku melayani, bukan dilayani, mendorong, bukan menghambat, mempermudah, bukan mempersulit, sederhana, bukan berbelit­belit, terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang. Makna administrasi publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya melayani publik, harus benar­benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara. Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, serta bersikap terbuka untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, serta dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain 1 memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga 2 memerlukan langkah­langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka, serta 3 memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperanserta dalam proses penyusu­nan peraturan kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan­ keputusan pembangunan yang benar­benar diarahkan sesuai prioritas dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 17 kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasil­ kan public good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata­mata dilayani. Konsep pemberdayaan empowerment juga selalu dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat pentingnya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa fokus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan capacity building. Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usaha­usaha negara. Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern di mana dunia usaha menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling meng­ untungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan ke arah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijakan dan perangkat perundang­undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sektor modern Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 18 dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat diperlukan. Keenam, desentralisasi. Dalam Undang­undang tentang Pemerintahan Daerah, otonomi dilaksanakan dengan pelimpahan kewenangan yang luas kepada daerah KabupatenKota, dan Daerah Provinsi berperan lebih banyak dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi, termasuk urusan lintas KabupatenKota yang memerlukan penyelesaian secara terkoordinasi. Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah yang baru tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan. Ini adalah langkah yang tepat, sebab perubahan­perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, dan tangungjawab yang ada di daerah. Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah­daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat, diserahkan kepada pemerintah daerah. Langkah­langkah serupa perlu diikuti pula oleh organisasi­organisasi dunia usaha, khususnya perusahaan­perusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Dengan kata lain desentralisasi perlu juga dilakukan oleh organisasi­organisasi bisnis. Perbedaan perkembangan antardaerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerlukan a desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan­kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, b penyesuaian kebijakan pajak dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan­kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangu­nan daerah, serta c ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Tanah Datar Page 19 wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan pembangunan daerah. Ketujuh, konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, justru di tengah kemajemukan, berbagai ketidak pastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang­undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Untuk itu, keserasian dan keterpaduan antar berbagai kebijakan pembangunan harus diupayakan baik pada tingkat nasional maupun daerah. Pengentasan kemiskinan, kesenjangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia pembangunan, dan pemeliharaan prasarana dasar, serta peningkatan kuantitas, kualitas, dan diversifikasi produksi yang berorientasi ekspor ataupun yang dapat mengurangi impor harus pula dijadikan prioritas dalam agenda kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Upaya mendasar di bidang industri dan perdagangan perlu mendapatkan perhatian khusus, dan diarahkan untuk memperkuat basis ekonomi dan daya saing, agar memberikan dampak positif dalam persaingan global yang juga berlangsung di tengah kehidupan masyarakat kita.

3.2. Tujuan dan sasaran Renja SKPD.