Kesimpulan Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja

59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dipaparkan keseluruhan mengenai kesimpulan dan saran. Saran akan terbagi atas saran metodologis dan saran praktis yang bisa berguna bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Ada pengaruh positif antara work-family conflict dengan stres kerja pada polisi wanita yang menikah di Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Artinya, semakin tinggi work-family conflict maka semakin tinggi stres kerja yang dialami. Berlaku sebaliknya, semakin rendah work-family conflict maka semakin rendah pula stres kerja. 2 Pengaruh work-family conflict terhadap stres kerja pada polisi wanita yang menikah di Kepolisian Daerah Sumatera Utara di penelitian ini sebesar 15.3 R Square 0.153 3 Work-family conflict maupun stres kerja pada polisi wanita yang menikah di Kepolisian Daerah Sumatera Utara berada dalam katerogi sedangmenengah. Universitas Sumatera Utara

B. Saran

Saran-saran yang ditawarkan peneliti diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Saran Metodologis

a. Sumbangsih efektif work-family conflict terhadap stres kerja dalam penelitian ini sebesar 15.3. Ada 84.7 lagi yang tidak diteliti oleh peneliti. Bagi penelitian selanjutnya, bisa meneliti faktor-faktor stres lain yang berasal dari faktor lingkungan, organisasi, dan individual. b. Ketika membagikan kuesioner penelitian, sebaiknya peneliti hadir atau berada di tempat subjek mengisi kuesioner agar bisa mengontrol pengadministrasian alat tes supaya tidak ada yang melakukan kesalahan. c. Uji coba alat ukur menggunakan sampel yang lebih besarbanyak agar jumlah aitem yang layak digunakan bisa semakin besar. d. Sampel penelitian diperbanyak agar semakin mendekati populasi atau menggunakan seluruh populasi yang tersedia di lapangan. Universitas Sumatera Utara

2. Saran Praktis

Dari penelitian inibisa dilihat bahwa work-family conflictberada dalam tahap menengah yang berpotensi meningkatkan stres kerja.Kondisi work-family conflict ini sebaiknya direduksi dengan dengan memberikan keringanan khusus seperti pengurangan jam kerja pada polisi wanita. Selain itu, perlu meningkatkan peran polisi wanita dalam memberi pandangan terhadap kebijakaan instansi, agar lebih memperhatikan hak-hak wanita. Universitas Sumatera Utara 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja

Stress kerja merupakan konstruk psikologi yang rumit dan harus dikonseptualisasikan dari konstruk yang lebih mendasar yaitu stres. Robbins 2002 menyatakan bahwa stres adalah kondisi dinamis yang di dalamnya individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, dan tuntutan yang dikaitkan dengan ekspektasi individu yang menghasilkan persepsi ketidakpastian. Secara lebih khusus, stres dikaitkan dengan kendala dan tuntutan. Yang pertama kendala mencegah individu untuk mengerjakan sesuatu, sementara yang kedua tuntutan mengacu pada hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan individu. French, Rogers, Cobb dalam Wijono 2010 mendefinisikan stres kerja sebagai suatu ketidaksesuaian antara kemampuan individu dan tuntutan pekerjaan. Selanjutnya Beehr dan Newman dalam Wijono 2010 menyatakan bahwa stres kerja mengacu pada semua karakteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman kepada individu tersebut Aamodth 2007 mengartikan stres sebagai reaksi psikologis dan biologis akan suatu kondisi atau peristiwa hidup. Peristiwa hidup yang dimaksud bisa bermacam-macam dan disebut dengan stressors meliputi berbagai hal misalnya, kemacetan lalu lintas, tenggat waktu tugas, atau wawancara kerja. Jika mempersepsikan peristiwa-peristiwa ini sebagai suatu kondisi yang bisa membuat Universitas Sumatera Utara stres, tubuh akan merespon dengan berbagai cara, misalnya meningkatnya tekanan darah, tegang otot, ataupun detak jantung yang meningkat. Hal ini disebut reaksi stres. Jika reaksi fisik ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan tidak bisa lagi ditoleransi oleh tubuh maka muncul dampak negatif bagi tubuh dan psikologis. Tapi belum tentu stressor bagi individu yang satu, sama dengan individu yang lain. Tidak semua stres itu buruk. Stres bisa membantu seseorang untuk mencapai tujuannya, di sisi lain stres juga bisa menjadi beban yang menyebabkan kelelahan emosional ataupun penyakit fisik Colligan Higgins,2005. Maka ada yang disebut dengan eustress berasal dari kata eu- yang artinya pantasbaik yang muncul ketika stressor menghasilkan perasaan tantangan atau keinginan akan pencapaian, perasaan ini akan menjadi motivasi individu untuk mencapai sesuatu. Sementara stres yang buruk atau negatif disebut dengan distress,yang terjadi ketika terlalu banyak stres dan efeknya tidak bisa dihilangkan, direduksi ataupun dihadang. Biasanya terjadi di situasi yang memberikan tuntutan yang besar pada individu. Sementara Muchinsky 2003 menyebutkan bahwa stres kerja adalah suatu respon terhadap stimulus yang muncul dalam pekerjaan yang mengarahkan pada konsekuensi negatif, baik fisik ataupun psikologis. Pendapat lain mengenai stres kerja disampaikan oleh Pediwal 2010, yaitu sebagai ketidakcocokan antara kapabilitas individu dan tuntutan organisasi. Stres dimulai dengan tuntutan dan kesempatan dari lingkungan kepada individu dan Universitas Sumatera Utara berakhir dengan respon individu terhadap tuntutan dan kesempatan tersebut Shah, 2003. Naqvi Dkk 2013 juga mengemukakan bahwa stres adalah kondisi fisik dan gangguan psikologis yang berasal dari situasi penuh tekanan, ketika sumber daya resources gagal memenuhi tuntutan individu. Hans Selye dalam Berry 1998 menambahkan bahwa stres adalah sebuah istilah psikologi untuk respon tubuh secara general. Respon ini muncul ketika setiap tuntutan terjadi dalam tubuh individu, yang bisa berupa kondisi lingkungan sekitar yang membuat individu harus bertahan atau menjadikan tuntutan tersebut sebagai cara untuk mencapai tujuan pribadi Dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah satu kondisi penuh tekanan dalam pekerjaan yang timbul karena adanya tuntutan dan kendala dalam dunia pekerjaan serta ketidaksesuaian kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan dan kendala tersebut, yang kemudian direspon tubuh baik secara psikologis maupun fisik yang biasanya memiliki konsekuensi negatif.

2. Proses Stres

Lazarus 1980 mendeskripsikan empat proses stres yang terjadi pada individu, yaitu :

a. Peristiwa atau Situasi Stressful

Munculnya kejadian atau peristiwa yang berpotensi memberikan ancaman yang menyebabkan stres.

b. Primary Appraisal

Universitas Sumatera Utara penilaian saat individu mendeteksi suatu kejadian yang berpotensi mengancam atau menyebabkan stres. Persepsi atas ancaman tersebut meningkat ketika tuntutan meningkat dan menguji kemampuan individu untuk mengatasinya. c. Secondary Appraisal Penilaian yang dilakukan individu ketika mengevaluasi keadaan sekitar dan sumber daya yang tersedia apakah bisa digunakan untuk mengatasi situasi yang ada. d. Stress and Coping Mengacu kepada bagaimana inidividu berusaha mencari strategi penanganan stres dan menangani primary dan secondary appraisal. Yang jika gagal ditangani, maka individu akan mengalami stres.

3. Gejala Stres Kerja

Menurut Robbins 2002, gejala stres adalah sebagai berikut :

a. Gejala Fisiologis

1. Perubahan metabolisme 2. Meningkatnya laju detak jantung dan pernafasan 3. Meningkatnya tekanan darah 4. Menimbulkan sakit kepala 5. Memicu serangan jantung Universitas Sumatera Utara

b. Gejala Psikologis

1. Ketegangan strain 2. Kecemasan 3. Mudah marah 4. Kebosanan 5. Prokastinasi

c. Gejala Perilaku

1. Perubahan produktivitas 2. Absensi 3. Tingkat keluar karyawan 4. Perubahan dalam kebiasaan makan 5. Meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol 6. Bicara cepat 7. Gelisah 8. Ganggguan tidur

4. Tahap Stres

Ada informasi bahwa reaksi tubuh terhadap stress sama halnya dengan reaksi tubuh terhadap luka atau infeksi yang disebut sebagai General Adaptation Syndrome GAS. Ada tiga tahap menurut Lahey 2012 :

1. Alarm reaction

Dalam tahap ini, yang bekerja adalah saraf simpatetik. Ketika terjadi stress, perubahan fisiologis seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah, pengalihan darah dari pencernaan ke otot, peningkatan Universitas Sumatera Utara pernafasan, dll, memberi suatu alarm seperti pegal, mual, pusing, dan rasa sakit lainnya. Di tahap ini, agak sulit dibedakan antara alarm yang diberikan tubuh sebagai tanda individu terserang penyakit atau sedang stres.

2. Resistance Stage

Merupakan tahap perlawanan terhadap stress yang sangat tinggi. Jika stress baru kembali muncul, tubuh akan semakin kurang mampu untuk mengatasi stress. Sementara jika stress berkelanjutan, sumber pertahanan individu akan habis.

3. Exhaustion Stage

Ketika stress tidak juga berhenti, maka sumber pertahanan akan habis dan pertahanan terhadap stress akan berhenti.

5. Sumber Stres

Menurut Robbins 2002 ada beberapa sumber potensial yang bisa memicu stres yaitu sebagai berikut :

a. Faktor Lingkungan

1. Ketidakpastian ekonomi. Bila kondisi ekonomi memburukresesi maka pekerja akan mencemaskan keamanan mereka sebagai pemilik jabatan. 2. Ketidakpastian politik. Di negara-negara yang stidak stabil secara politik cenderung lebih menciptakan stres dibanding negara yang stabil secara politik Universitas Sumatera Utara karena kapan saja bisa terjadi perubahan kebijakan yang dapat menciptakan stres kerja 3. Ketidakpastian teknologi Komputerisasi, otomatisasi, robotisasi menjadi ancaman bagi pekerja yang dapat memicu stres karena daya fungsi sebagai produsen digantikan oleh mesinteknologi.

b. Faktor Organisasi

1. Tuntutan tugas Faktor ini yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Dan saling ketergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang lain, akan berpotensi lebih menciptakan stres. 2. Tuntutan peran Berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Ambiguitas peran yang jika tidak dipahami dengan benar bisa menyebabkan pekerja tidak tahu pasti apa yang harus dikerjakan sehingga memicu stres. 3. Tuntutan antar-pribadi Tekanan ini diciptakan karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan dan hubungan yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya bagi karyawan yang kebutuhan sosialnya tinggi. Universitas Sumatera Utara 4. Struktur organisasi Aturan-aturan yang berlebihan, stuktur yang tidak jelas dalam pengambilan keputusan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan akan menjadi potensi dari stres itu sendiri. 5. Kepemimpinan organisasi Gaya manajerial dari pemimpin juga bisa memicu stres. Terutama bagi pemimpin yang menciptakan suatu budaya yang dicirikan dengan ketagangan, rasa takut, dan kecemasan.

c. Faktor Individual

1. Masalah pribadi dan keluarga Kesulitan pernikahan, putusnya suatu hubungan atau kesulitan mendisiplinkan merupakan contoh masalah dalam hubungan pribadi yang bisa memicu stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja. 2. Masalah ekonomi Kesulitan keuangan, atau pengelolaan keuangan yang buruk bisa memicu stres dan mengganggu atensi karyawan terhadap pekerjaan mereka. 3. Perbedaan kepribadian Tipe kepribadian yang berbeda antar individu membuat toleransi akan stres juga menjadi berbeda. Ada kecenderungan kepribadian tertentu akan lebih mudah dalam mengatasi stres dibanding trait Universitas Sumatera Utara kepribadian yang lain. Bisa jadi gejala stres yang muncul dalam pekerjaan mungkin berasala dari kepribadian orang tersebut. Sementara Aamodth 2007 mendeskripsikan sumber stres menjadi dua bagian, yaitu adalah :

a. StressorPersonal

Stressor personal bersumber dari masalah-masalah non-pekerjaan seperti : 1. Keluarga 2. hubungan pacaran 3. pernikahan 4. perceraian 5. masalah kesehatan 6. masalah finansial dan membesarkan anak Sebagai tambahan, menghadapi perubahan dalam kehidupan bisa memicu stres. Faktanya, banyak stressor yang dapat dianggap reaksi seseorang dalam menghadapi perubahan, perubahan yang dimaksud bisa berupa rumah baru, awal atau akhir suatu hubungan, atau merubah diri. Bagi kebanyakan orang, perubahan memberikan setidaknya tiga jenis respon menurut Aamodth 2007 yaitu : 1. Fear Jika seseorang baik secara sengaja atau tidak sengaja meninggalkan zona yang nyaman, maka orang tersebut akan masuk dalam zona baru Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa diprediksi. Perubahan mungkin bisa memunculkan eustress bagi mereka yang tertantang menghadapi perubahan, tapi kebanyakan orang akan ketakutan terhadap hal yang tidak bisa dipredisksi dan bisa menghasilkan stres. 2. Resistance Kita cenderung menyukai hal-hal yang bisa kita prediksi dalam kehidupan kita, tidak peduli seberapa membosankan itu. Banyak orang yang tetap pada rutinitas dan menganggap jika rutinitas itu dirubah maka menyebabkan kekacauan. Sehingga seseorang menolak melakukan perubahan, penolakan terhadap perubahan ini bisa mengarahkan pada stres. 3. Resentment Perubahan yang terpaksa dijalani, bisa menyebabkan ketidaksukaan. Jika tidak menyukai perubahan tersebut, maka akan semakin meningkatkan ketidaksukaan, dan mengarahkan pada stres yang lebih berat.

b.Stressor yang Berkaitan dengan Pekerjaan

1. Karakteristik Pekerjaan a Konflik Peran Konflik peran muncul ketika harapan akan pekerjaan dan apa yang seseorang pikir dapat dikerjakan ternyata tidak cocok dengan Universitas Sumatera Utara pekerjaan yang sebenarnya mereka lakukan. Konflik peran ini menyebabkan seseorang harus berhadapan dengan stres. b Ambiguitas Peran Ambiguitas peran muncul ketika kesibukan kerja dan ekspektasi performa tidak jelas. Hal ini bisa terjadi karena adanya ekspektasi yang berbeda dari masing-masing orangrekan kerja terhadap apa yang diharapkannya dari individu tersebut. Stres yang timbul dari ambiguitas peran ini dapat menyebabkan seseorang menjadi depresi, dan menyebabkan kepuasan pekerjaannya menurun. c Peran yang Terlalu BesarBanyak Hal ini terjadi karena individu merasa tidak cukup mampu atau merasa kondisi di tempat kerja tidak cukup memungkinkan baginya untuk menyelesaikan tugas atau merasa tugas tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Hasilnya, peran yang terlalu besar dan banyak berkorelasi dengan stres. Hal ini juga bisa menyebabkan kecemasan berlebihan, kemarahan dan depresi, terutama bagi pekerja yang punya kontrol kecil terhadap pekerjaannya. 2.Stressor Organisasi a. Person-Organizational Fit istilah ini mengacu kepada seberapa baik faktor-faktor seperti kemampuan, pengetahuan, ekspektasi, nilai, kepribadian, dan sikap Universitas Sumatera Utara sesuai dengan organisasi yang menaungi individu. Di suatu waktu, perhatian organisasi berfokus pada kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan organisasi terhadap pekerja. Dan pada akhirnya, organisasi dan pekerja menyadari bahwa ada area lain yang lebih cocok bagi individu dalam pekerjaan. Filosofi manajemen dari organisasi juga sering kali tidak bertemu dengan ekspektasi individu. Ketidakcocokan antara individu dan filosofi manajamen bisa menjadi stressor yang cepat berkembang b. Change Penyumbang stres terbesar dari dimensi organisasi adalah perubahan, yang sering muncul dari perampingan dan restrukturisasi organisasi. c. Relation with Others Rekan kerja dan konsumen bisa menjadi sumber utama dari stres di dunia pekerjaan. Stres juga berasosiasi dengan konflik, bekerja dengan orang yang sulit dipahami, berhadapan dengan konsumen yang pemarah, dan perasaan bahwa individu tidak diperlakukan dengan adil. d. Oganizational Politics Kebijakan organisasi diketahui sebagai sumber stres penting yang dialami pekerja. Kebijakan yang buruk dan negatif dari organisasi memanipulasi sikap yang ditujukan untuk mencapai tujuan personal atau mengeluarkan seseorang dari perusahaan. Hal ini Universitas Sumatera Utara meliputi penyebaran rumor, atau menahan informasi penting dari orang lain. Sebagai tambahan dalam peningkatan stres, kebijakan organisasi yang negatif menghasilkan performa yang lebih rendah, level kepuasan bekerja yang lebih rendah, dan tingginya tingkat perpindahan pekerja. B.Work-Family Conflict 1. Pengertian Work-Family Conflict Menurut Muchinsky 2003, work-family conflict adalah suatu dilema dalam usaha menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Sementara menurut Greenhaus Beutell 1985 work-family conflict adalah bentuk konflik antar peran yang memunculkan tekanan peran dari pekerjaan dan ranah keluarga yang sama-sama mengalami ketidaksesuaian dalam kadar tertentu. Partisipasi dalam peran pekerjaan keluarga menjadi semakin sulit dijalankan ketika individu mengutamakan perannya dalam keluarga pekerjaan. Work-Family Conflict muncul ketika ekspektasi yang berkaitan dengan peran tertentu tidak memenuhi kebutuhan peran lainnya, sehingga menghalangi peran lain untuk dilaksanakan individu, sehingga bisa dibilang konflik dalam ranah pekerjaan dan keluarga merupakan akar dari konflik antar peran Anafarta, 2010. Dibandingkan pria menikah yang bekerja, wanita yang bekerja dan sudah menikah ternyata memiliki pengalaman konflik peran ganda antara pekerjaan dan keluarga lebih tinggi dibandingkan pria karena wanita memiliki tanggung jawab Universitas Sumatera Utara lebih besar dalam sebuah keluarga menurut Greenhaus dan Beutell 1985, dalam Ansari, 2011. Dapat disimpulkan work-family conflict adalah dilema dalam menyeimbangkan antara peran pekerjaan dengan peran keluarga, yang muncul saat ekspektasi atas peran tertentu tidak terpenuhi sehingga menimbulkan tekanan peran yang mengalami ketidasesuaian.

2. Aspek Pembentuk Work-Family Conflict

Greenhaus Beutell 1985 menjabarkan 3 aspek pembentuk dari work- family conflict yaitu : a. Time-Based Conflict Peran yang banyak bisa saling beradu dalam satu waktu. Waktu yang dihabiskan dalam aktivitas di satu peran tidak bisa dialihkan ke aktivitas dalam peran lainnya. Sehingga waktu yang dicurahkan dalam satu peran mengganggu individu dalam menjalani peran lainnya. Time- Based Conflict bisa mengarah pada dua bentuk. 1 tekanan waktu berasosiasi dengan ketidakmampuan fisik memenuhi tugas dari peran yang lain, 2 tekanan juga membuat individu terlalu fokus dalam satu peran walaupun secara fisik memadai untuk memenuhi tugas dalam peran lainnya. Universitas Sumatera Utara b. Strain-Based Conflict Ketegangan dalam satu peran memengaruhi performa seseorang dalam peran lainnya. Simptom ketegangan ini bisa berupa kecemasan, apatis, depresi, dan kelelahan fisik. c. Behavior-Based Conflict. Perilaku-perilaku yang diharapkan dalam salah satu peran tidak selaras dengan perilaku yang diharapkan dalam peran lainnya. Jika seseorang tidak bisa menyesuaikan perilaku untuk memenuhi ekspektasi dari peran yang berbeda, individu tersebut kemungkinan besar mengalami konflik antar peran.

3. Dampak Work-Family Conflict

Allen 2000 menjabarkan dampak-dampak yang bisa muncul dari work- family conflict. Di antaranya : a. Work-Related Outcomes 1. Menurunnya kepuasan kerja 2. Meningkatnya keinginan turnover meninggalkan organisasi 3. Absensi yang meningkat 4. Performa kerja yang menurun 5. Memiliki organizational citizenship behavior yang rendah 6. Komitmen organisasi yang menurun b. Nonwork-Related Outcomes 1. Menurunnya kepuasan hidup Universitas Sumatera Utara 2. Menurunnya kepuasan pernikahan 3. Berkurangnya waktu luang 4. Menurunnya kepuasan dan performa dalam keluarga c. Stress-Related Outcomes 1. Ketegangan psikologis 2. Munculnya simptom-simptom somatis 3. Depresi 4. Penggunaan obat-obatan terlarang 5. Burnout 6. Stres yang berkaitan dengan pekerjaaan atau keluarga.

C. Pengaruh Antara Work-Family Conflict dengan Stres Kerja