Hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota polantas Polres Metro Tangerang

(1)

HUBUNGAN ANTARA OUTCOME-EXPECTANCY

DENGAN MOTIVASI KERJA ANGGOTA POLANTAS

POLRES METRO TANGERANG

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gelar Serjana Psikologi

Oleh :

Abdul Manan Siregar

105070002313

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010M/1432H


(2)

HUBUNGAN ANTARA OUTCOME-EXPECTANCY

DENGAN MOTIVASI KERJA ANGGOTA POLANTAS

POLRES METRO TANGERANG

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Serjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Abdul Manan Siregar

105070002313

Di

Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Litfi, M.Si Miftahuddin, M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA OUTCOME-EXPECTANCY

DENGAN MOTIVASI KERJA ANGGOTA POLANTAS POLRES METRO TANGERANG” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 21 Juni 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP. 130 885 552 NIP. 19561223 198303 2001

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi Ikhwan Lutfi, M.Psi, NIP. 196502201999031003 NIP. 197307102005011006

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Lutfi, M.Psi Miftahuddin, M.Si

NIP. 197307102005011006 NIP. 197303172006041001


(4)

MOTTO

Jauh lebih baik berani melakukan hal-hal yang hebat

demi memenangkan keberhasilan yang gemilang

walau dibayang-bayangi kegagalan, daripada berada

di antara barisan orang-orang penakut yang tidak

pernah benar-benar merasa bahagia atau menderita,

karena hidup mereka dilingkupi cahaya temaram

karena tidak memahami arti kemenangan dan

kegagalan yang sesungguhnya.

-

Theodore Roosevelt -

Seseorang yang optimis akan melihat adanya

kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan

orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap

kesempatan.

Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi

seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi

mereka yang berjiwa tangguh.

-

Mohandas Gandhi -


(5)

Karya Ini Aku Persembahkan Kepada

Ayah Dan Ibuku Tercinta Yang Telah

Membesarkan dan Mendidikku,

Serta Kepada Semua Keluargaku Yang

Kucintai

Dan Kepada Kekasihku

Calon Istriku


(6)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Abdul Manan Siregar NIM : 105070002313

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara

Outcome-expectancy Dengan Motivasi Kerja Anggota Polantas Polres Metro Tangerang” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 21 Juni 2010

Abdul Manan Siregar NIM. 105070002313

Email : nlmasgar@gmail.com


(7)

ABSTRAK

(A) FAKULTAS PSIKOLOGI

(B) JUNI 2010

(C) ABDUL MANAN SIREGAR

(D) HUBUNGAN ANTARA OUTCOME-EXPECTANCY DENGAN MOTIVASI KERJA ANGGOTA POLANTAS POLRES METRO TANGERANG

(E) 78 Halaman + 24 Lampiran

Expectancy merupakan aspek psikologis yang penting untuk diketahui dalam kaitannya dengan motivasi kerja. Outcome-expectancy dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil yang akan diperolehnya jika ia melaksanakan sesuatu perilaku tertentu, yakni perilaku yang menunjukkan suatu keberhasilan akan tugasnya. Individu sendiri akan memperkirakan bahwa keberhasilannya dalam tugas tertentu akan mendatangkan suatu imbalan yang akan diterimanya, yang menyebabkannya termotivasi untuk berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang outcome-expectancy atau harapan anggota Polantas, untuk mengetahui gambaran tentang motivasi kerja anggota Polantas, untuk mengetahui hubungan outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas dan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan outcome-expectancy terhadap motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Dan metode deskriftif korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

Penelitian ini dilakukan kepada 38 subjek penelitian di Polres Metro Tangerang. Dan masing-masing responden diberikan angket dengan jumlah item sebanyak 66 item yang terdiri dari 32 item skala


(8)

expectancy dan 34 item skala motivasi kerja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan jenis purposive sampling.

Data yang diperoleh peneliti diolah dengan menggunakan analisis statistik korelasi Product Moment dari Pearson.

Data hasil analisis korelasi didapat r hitung (0.348) r tabel (0.320) dalam taraf signifikan 5%. Maka terdapat hubungan yang signifikan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

Hasil penelitian menunjukkan gambaran tentang outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas berada dalam kategori sedang yaitu outcome-expectancy dan motivasi kerja anggota Polantas, hasil uji korelasi menunjukkan ada hubungan outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

Berdasarkan hasil tersebut disarankan bahwa penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dengan memperbanyak sampel dan menggunakan penelitian kualitatif dengan maksud dapat menggali lebih dalam permasalahan yang terjadi.

(F) Daftar Pustaka : 31 buku (1981 - 2008)


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur hanya kupersembahkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan ummat Islam Nabi besar Muhammad SAW.

Akhirnya berakhir juga langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh kerja keras dan doa. Meskipun penulis banyak hambatan dan rintangan dalam perjuangan di bangku kuliah hingga penyusunan skripsi yang ditujukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah


(10)

akhirnya penulis dapat menyelaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara

Outcome-expectancy Dengan Motivasi Kerja Anggota Polantas Polres Metro Tangerang”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi. Tugas ini dapat terselesaikan oleh penulis tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Jahja Umar Ph.D, dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi, pembimbing I dan bapak Miftahuddin, M.Si, pembimbing II dalam penulisan skripsi ini, yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan yang tidak ternilai harganya, memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, pak Rachmat, pak Rahman, ibu Fadhilah, ibu Yunita, dan dosen lainnya yang tidak penulis sebutkan namun tidak mengurangi rasa hormat penulis. Terimaksih sedalam-dalamnya yang telah membantu dalam proses pembelajaran, jasamu kan kukenang selalu. Dan terimakasih pula kepada seluruh staf administrasi yang ada di akademik Fakultas Psikologi.

4. Ibundaku tercinta terimakasih yang sedalam-dalamnya atas jasamu yang telah membesarkan dan mendidik anakmu ini. Ayahku tercinta terimakasih sebesar-besarnya atas doa dan nasehatmu kepadaku tanpa nasehatmu mingkin daku tidak berguna di masyarakat . Buat abangku Rohim Siregar dan kakakku Siti Aminah Siregar, Siti Habibah Siregar serta adik-adikku Maria Ulfa Siregar, Nur Hasanah Siregar, Nur Cahaya Siregar, terimaksih banyak atas dukungan dan semangatnya dan terimakasih juga karena selalu mempertanyakan kapan wisuda dan itu merupakan motivasi buat aku.

5. Nur Laila Ritonga kamulah semangat hidupku, belahan jiwaku yang selalu memberikan dukungan padaku, kamu selalu sabar menungguku.

6. Terimakasih kepada teman-teman HIMLAB (Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu) yang seperjuangan di rantau orang, Kahang Raidong,


(11)

Erwin, Asrul, Buya, Ridwan, Tholip, Hasan, ABG, Juanda, Fahmi, group Tobang-tobang (Kali Ampor, Darmo, Babeh Tanjung, Jakut, Yadi) dan yang lebih khusus sepupuku Abdul Fikri W Siregar yang telah banyak berjasa dalam menyelesaikan penelitian ini. Dan tak lupa pula kepada Pak Andi yang memberikan jasa transportasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman angkatan 2005 Fakultas Psikologi bagi yang belum lulus semoga cepat selesai dan semangat terus kalian pasti bisa.

8. Terimaksih kepada Polres Kabupaten Tangerang yang telah memberikan kesempatan pada peneliti melakukan try out khususnya kepada bapak AKP. Asmaluddin yang telah berpartisi dalam penyebaran angket.

9. Terimakasih kepada Polres Metro Tangerang yang telah mengijinkan peneliti melakukan penelitian. Kepada bapak AKP. Marianto terimakasih atas partisipasinya.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan, semoga Allah dapat membalas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan semua pihak tersebut di atas dengan balasan yang berlipat ganda, yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna sebagai sumbang fikir dan menambah wawasan bagi yang memerlukannya dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin

Jakarta, 18 Juni 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i


(12)

Halaman persetujuan ... ii

Halaman pengesahan ... iii

Motto ... iv

Dedikasi ... v

Surat Pernyataan ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………1

1.2. Identifikasi Masalah ……….. 9

1.3. Pembatasan Masalah ………. 9

1.4. Rumusan Masalah ………..10

1.5. Tujuan Penelitian ………...10

1.6. Manfaat Penelitian ……….10

1.7. Sistematika Penulisan ………11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi ……….13

2.1.1. Motif dan Motivasi ……….13

2.1.2. Motivasi ………..15

2.1.3. Motivasi Kerja ………....16

2.1.4. Teori-teori Motivasi ………..18

2.1.4.1. Teori Kepuasan ………....18


(13)

2.1.4.2. Teori Motivasi Proses ………...21

2.1.4.3. Model Motivasi Terpadu ………..23

2.2. Expectancy ………27

2.2.1. Pengertian Expectancy ………...27

2.2.2. Outcome-expectancy ………..28

2.2.3. Jenis-jenis Outcome-expectancy ………29

2.3. Kepolisian Negara RI ………....31

2.3.1. Pengertian Polisi ……….31

2.3.2. Sejarah Polri ………...32

2.3.3. Visi dan Misi Polri ……….41

2.4. Polisi Lalu Lintas (Polantas) ………42

2.4.1. Sejarah Polantas ……….43

2.4.2. Visi dan Misi Polantas ………...45

2.4.3. Fungsi-Fungsi Lalu Lintas ……….47

2.5. Kerangka Berpikir ………....48

2.6. Hipotesis ………...51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……… 53

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ………... 53

3.1.1.1. Pendekatan Penelitian ………. 53

31.1.2. Metode Penelitian ……….54

3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel ………. 54

3.1.2.1. Definisi Variabel ………. 54

3.1.2.2. Operasional Variabel ………...55

3.2. Populasi dan Sampel ………... 56

3.2.1. Populasi ……….56

3.2.2. Sampel ………...…56

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ……….56

3.3. Metode Pengumpulan Data ………..…57

3.3.1. Skala Outcome-expectancy ………59


(14)

3.3.2. Skala Motivasi Kerja ……….60

3.4. Teknik Uji Instrumen ……….. 61

3.4.1. Uji Validitas ………..62

3.4.2. Uji Reliabilitas ………..63

3.4.3. Hasil Uji Instrumen Penelitian ………..64

3.4.3.1. Uji Validitas Skala Outcome-expectancy ………64

3.4.3.2. Uji Validitas Skala Motivasi Kerja ……….65

3.5. Uji Persyaratan ………66

3.6. Teknik Ananlisi Data ………..66

3.7. Prosedur Penelitian ……….67

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Responden ……….69

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………..69

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ……….70

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ………...71

4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir …………71

4.1.5. Gambaran Responden Berdasarkan Pangkat ………72

4.1.6. Gambaran Responden Berdasarkan Keluarga ………..73

4.1.7. Gambaran Responden Berdasarkan Penghasilan ………..74

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ………75

4.2.1. Kategorisasi Skor Outcome-expectacny ………75

4.2.2. Kategorisasi Skor Motivasi Kerja ……….76

4.3. Uji Hipotesis ………78

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………..80

5.2. Diskusi ……….80

5.3. Saran ………83

5.3.1. Saran Teoritis ………84

5.3.2. Saran Praktis ……….84


(15)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL


(16)

Tabel 3.1. Skala Outcome-expectancy ………. 53

Tabel 3.2. Skala Motivasi Kerja ……….……. 54

Tabel 3.3. Skor Untuk Pernyataan ………... 55

Tabel 3.4. Blue Print Outcome-expectancy ………. 58

Tabel 3.5. Blue Print Skala Motivasi Kerja ………. 59

Tabel 4.1. Kategori Jenis Kelamin ………... 63

Tabel 4.2. Kategori Usia ……….. 64

Tabel 4.3. Kategori Suku Bangsa ……… 65

Tabel 4.4. Kategori Pendidikan Terakhir ……… 66

Tabel 4.5. Kategori Pangkat ……… 66

Tabel 4.6. Kategori Keluarga/jumlah anak ……….. 67

Tabel 4.7. Kategori Penghasilan ……….. 68

Tabel 4.8. Descriptive Statistics Outcome-expectancy ……….... 69

Tabel 4.9. Kategorisasi Skor Outcome-expectancy ………. 70

Tabel 4.10. Descriptive Statistics Motivasi Kerja ………... 70

Tabel 4.11. Kategorisasi Skor Motivasi Kerja ……… 71

Tabel 4.12. Correlations ……….. 72

DAFTAR LAMPIRAN


(17)

1. Surat Permohonan Izin Try Out 2. Surat Keterangan Melakukan Try Out 3. Surat Permohonan Izin Penelitian 4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 5. Instrument Outcome-expectancy (try out) 6. Skor Instrument Outcome-expectancy 7. Hasil Try Out Skala Outcome-expectancy 8. Skala Motivasi Kerja (try out)

9. Skor Skala Motivasi Kerja

10. Hasil Try Out Skala Motivasi Kerja

11. Instrument Penelitian Skala Outcome-expectancy (field tes) 12. Skor Skala Outcome-expectancy

13. Skala Motivasi Kerja 14. Skor Skala Motivasi Kerja 15. Test of Normality

16. Normal Q-Q Plot of Outcome-expectancy

17. Detrended Normal Q-Q Plot of Outcome-expectancy 18. Normal Q-Q Plot of Motivasi

19. Detrended Normal Q-Q Plot of Motivasi 20. Correlations


(18)

xviii 21. Model Summary

22. Anova b 23. Coefficients a 24. Descriptive Statistic


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Polisi lalu lintas (Polantas) adalah bagian dari polisi Republik Indonesia yang hakekat tugas sebenarnya luar biasa berat dibanding fungsi-fungsi kepolisian yang lain (Kunarto, 1996). Karena dilihat dari tugasnya, Polantas banyak bersinggungan dengan masyarakat, misalnya masalah kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya. Hal ini sangat mungkin polisi lalu lintas menjadi bahan pembicaraan masyarakat, yang justru membuat tugas Polantas menjadi lebih berat. Tugas kepolisian bidang lalu lintas pada hakekatnya menyangkut dua aspek yaitu menegakkan hukum dalam rangka mewujudkan ketertiban dan keamanan lalu lintas dan pelayanan masyarakat khususnya yang menyangkut perwujutan kelancaran lalu lintas. Di samping itu, Polantas juga mengemban tugas untuk mendidik dan membina moral bangsa di jalan raya. Tugas ini menjadi bertambah berat dilaksanakan di tengah-tengah citra Polri yang sampai saat ini masih dirasa “babak belur” (Kunarto, 1996 : 128). Hal tersebut disebabkan kurang maksimalnya kinerja anggota Polantas yang berada di lapangan dimana sebagian dari mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan yang menjadikan citra Polantas di mata masyarakat kurang baik. Seperti yang digambarkan oleh Raharjo (dalam Kunarto, 1995) dalam sebuah gambar yang bertulis slogan-slogan dan plesetan yang menggambarkan citra negatif Polri di lapangan seperti : “Prit jigo”,


(20)

“Denda damai”, “Salam tempel”, dan lain sebagainya. Dari gambaran ini tampak bahwa kinerja dari Polantas dirasakan kurang memadai sebagai aparat penegak hukum di jalan raya.

Penyimpangan perilaku polisi merupakan gambaran umum tentang kegiatan petugas polisi yang tidak sesuai dengan wewenang resmi petugas, wewenang organisasi, nilai dan standar perilaku sopan (yang biasanya dilaksanakan, bukan hanya dikatakan). Penyimpangan perilaku membuat polisi jadi bahan pembicaraan masyarakat. Penyimpangan itu menurut Plit (dalam Barker & Carter, 1999) dapat berupa mangkir dari tugas tanpa alasan, tidur dalam tugas, korupsi.

Melihat kenyataan dan harapan dari masyarakat terhadap kinerja Polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kinerja yang maksimal dan lebih professional. Segala penyimpangan yang terjadi seperti yang dijelaskan di atas haruslah dikurangi, profesionalisme menjadi syarat utama. Menurut Kunarto (1995) profesionlisme Polri adalah dasar-dasar sikap, cara berpikir, tindakan, perilaku yang dilandasi oleh ilmu kepolisian yang diabdikan pada kemanusiaan dalam wujud terselenggaranya keamanan serta tegaknya kebenaran dan keadilan. Untuk mengukur profesionalisme tersebut, menurut Sullivan (dalam Kunarto, 1995 : 106) dapat dilihat dari tiga parameter, yaitu motivasi, pendidikan, dan penghasilan. Agar diperoleh penegak hukum yang baik, haruslah dipenuhi prinsip Well MES, yaitu well motivation (motivasi baik), well education (pendidikan bagus), well salary (gaji layak).


(21)

Pertama, well motivation. Motivasi seseorang untuk mengabdikan diri sebagai polisi. Sejak awal seseorang calon harus mengetahui dan bermotivasi bahwa menjadi polisi adalah tantangan sekaligus tugas berat. Sebagai polisi seseorang dituntut kesiapan mental dan fisik, ia harus rela melayani masyarakat. Polisi dituntut berperan saat terjadi kemacetan lalu lintas atau kerusuhan. Pengorbanan polisi haruslah sedemikian total.

Kedua, well aducation. Standar pendidikan tertentu. Polisi dituntut mampu memahami modus operandi kejahatan dan mengetahui perangkat hukum yang hendak diancamkan kepada pelanggar hukum. Untuk memenuhi semua itu , pendidikan polisi “mutlak” harus bagus. Diketahui bahwa modus dan teknik kejahatan semakin cangging seiring perkembangan zaman. Sementara itu kualifikasi pendidikan ternyata belum sepenuhnya dimiliki korps polisi. Sampai saat ini masih banyak anggota polisi lulusan SMA. Kekurangan ini dapat ditutup dengan pemberian Diklat lanjutan.

Ketiga, well salary. Gaji sering dianggap sebagai salah satu kunci untuk membuat seseorang bersikap profesional loyal dan mencegah terjadinya penyimpangan perilaku polisi. Polisi yang menjadi ujung tombak penegakan hukum harus mendapatkan gaji yang sangat layak (Yumiyanti, 2008). Melihat pernyataan itu, kiranya perlu dipikirkan memberikan kesejahteraan lebih baik kepada polisi. Ini dapat diberikan melalui pemberian status polisi sebagai pejabat fungsional, sehingga memperoleh tunjangan fungsional yang dapat mendongkrak penghasilan (Sullivan dalam Kunarto, 1995). Di samping itu, penambahan dana dan sarana operasional mutlak diberikan. Bila dibandingkan dengan


(22)

negara lain, gaji polisi Indonesia jauh lebih rendah. Dan berikut ini gaji polisi Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah republik Indonesia No. 21 Tahun 2009. Gaji untuk BRIPTU Rp. 2.083.000, BRIPDA Rp. 2.148.100, BRIGADIR Rp. 2.215.200, BRIPKA Rp. 2.284.500, AIPTU Rp. 2.355.900, AIPDA Rp. 2.429.500, IPTU Rp. 2.637.000, IPDA Rp.2.755.600, AKP Rp. 2.841.700, KOMPOL Rp. 2.930.600, AKBP Rp. 3.022.200, KOMBES Rp. 3.116.600, BRIGJEN Rp. 3.214.500, IRJEN Rp. 3.314.500, KOMJEN Rp. 3.418.100, JENDDERAL Rp. 3.525.000 (Citra Umbara, 2010 : 191).

Di Malaysia, gaji pemula 2 ribu ringgit Malaysia atau sekitar Rp 6 juta. Gaji untuk polisi dengan pangkat bintang satu 7 ribu ringgit atau Rp 21 juta. Bintang 2 sekitar 13 ribu ringgit atau sekitar Rp 39 juta. Bintang tiga 14-15 ribu ringgit atau sekitar Rp 42-45 juta. Bintang empat 24 ribu ringgit atau Rp 72 juta. Dan untuk Kepala Polisi sekitar 27 ringgit atau Rp 81 juta (Yumiyanti, 2008). Bila mengacu standar PBB, maka kesejahteraan anggota Polri adalah yang terendah di Asia. Dengan indikator gaji polisi pangkat terendah dan nol tahun pengalaman kerja diperbandingkan gaji karyawan bank golongan terendah di negara masing-masing, diketahui bahwa gaji Polri 26%. Sedang gaji polisi Vietnam 35%, Thailand 58,1%, Malaysia 95,9%, Singapura 109%, Jepang 113,2% dan Hong Kong 182,7% (Anton Tabah, 2008). Semua itu bukan berarti anggota Polri boleh berupaya meningkatkan kualitas kesejahteraan pribadi serta keluarganya dengan cara melanggar hukum dan bertentangan dengan etika profesinya.


(23)

Dari penjelasan ketiga prinsip Well MES-nya Sullivan (dalam Kunarto, 1995) yang paling utama diperhatikan adalah wel salary. Dengan alasan bahwa gaji adalah sebagai salah satu kunci untuk membuat seorang polisi lebih bersikap professional, loyal dan mencegah terjadinya penyimpangan perilaku. Seorang polisi akan menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar apabila kesejahteraan mereka terpenuhi, dan jika mereka mendapatkan gaji atau kesejahteraan yang rendah maka mereka (anggota polisi) dalam banyak kasus dapat tergoda untuk melakukan penyimpangan dengan memanfaatkan status mereka sebagai polisi. Seorang polisi akan termotivasi dan profesional dalam menjalankan tugas bilamana kesejahteraan mereka dipenuhi (Kunarto, 1995).

Pemberian bekal motivasi dapat membantu seorang polisi mengembangkan keahlian atau pofesionalisme mereka, membangun budaya kerja yang baik, menentukan seorang polisi dapat dan perlu dipromosikan. Motivasi seringkali dianggap sebagai faktor yang mendasari munculnya perilaku (Tosi dalam Hastuti, 1992). Dengan kata lain motivasi merupakan suatu konsep hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan perilaku individu termasuk perilaku kerjanya. Selanjutnya menurut Munandar (2001), Motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan tertentu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembahasan mengenai motivasi kerja anggota Polantas merupakan salah satu hal yang penting dan perlu untuk diteliti karena berkaitan erat dengan perilaku kerja yang ditampilkan dalam


(24)

menegakkan hukum serta melayani dan melindungi masyarakat di bidang lalu lintas.

Motivasi kerja adalah sebuah konsep yang rumit dan penting sehingga banyak ahli yang mencoba menjelaskan konsep ini dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan hal tersebut maka Kinlaw menggabungkan beberapa teori motivasi yang utama. Teori Kinlaw (dalam Hastuti, 1992) disebut sebagai “Integrated Model of Motivation” atau Model Motivasi Terpadu. Menurut Kinlaw, motivasi bukan suatu proses yang muncul dengan sendirinya secara refleks tetapi merupakan hasil bebas yang di buat individu itu sendiri yang didasarkan atas tiga pertimbangan. Yang pertama adalah pertimbangan mengenai kesesuaian antara pekerjaannya dengan kebutuhan pribadi (aspek kesesuaian). Yang kedua adalah pertimbangan mengenai keseimbangan antara besarnya manfaat atau keuntungan yang diperolehnya dengan usaha yang dikeluarkannya (aspek keuntungan). Yang ketiga adalah didasarkan pada pengharapan mereka terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya. Dalam hal ini seseorang menentukan sampai sejauh mana lingkungan kerja dan kompetensi diri akan membantunya dalam bekerja.

Kinlaw (dalam Hastuti, 1992) juga menyebutkan adanya tiga pertimbangan yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang yaitu pertimbangan mengenai kesesuaian, imbalan dari bekerja dan pengharapan (expectancy). Berdasarkan ini faktor imbalan merupakan faktor yang juga berkaitan erat dengan motivasi kerja seseorang. Dalam bekerja individu memiliki keyakinan akan imbalan yang nantinya akan didapatkannya. Keyakinan ini menurut Bandura (1986), disebut dengan istilah outcome-expectancy. Menurut Bandura (1986)


(25)

outcome-expectancy bukan merupakan suatu perilaku tetapi merupakan keyakinan tentang konsekwensi yang diterima setelah individu melakukan suatu tindakan tertentu. Dari defenisi di atas maka tampak bahwa outcome-expectancy dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil berupa imbalan yang akan diperolehnya jika ia melaksanakan sesuatu perilaku tertentu, yakni perilaku yang menunjukkan suatu keberhasilan akan tugasnya. Individu sendiri akan memperkirakan bahwa keberhasilannya dalam tugas tertentu akan mendatangkan suatu imbalan yang akan diterimanya. Imbalan tersebut dapat berupa insentif kerja yang dapat diperoleh secara langsung maupun jangka panjang.

Vroom (dalam Siagian, 1994) mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya seperti gaji yang pantas, uang tunjangan, status dan penghargaan. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Adanya hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja didukung oleh beberapa teori motivasi kerja, salah satunya adalah teori


(26)

expectancy dari Vroom yang menyatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah (Siagian, 1994).

Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana motivasi kerja anggota Polantas yang ditanamkan untuk menunjang profesionalisme, kinerja yang baik dan perilaku yang dapat mengayomi serta melayani masyarakat umum sebagaimana outcome-expectancynya berdasarkan tugas, peran dan fungsi kepolisian khususnya di bagian satuan lalu lintas. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja pada anggota Polantas.

Penelitian ini dilakukan pada anggota kepolisian lalu lintas Polres Metro Tangerang, sebab Tangerang merupakan salah satu kota yang syarat akan problem-peoblem lalu lintas dan juga termasuk kemacetan jalan raya yang perlu diatasi. Selain itu juga karena penulis tinggal dan berdomisil di Tangerang, serta mempertimbangkan penulis dalam pengambilan subyek penelitian nantinya.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Outcome-expectancy Dengan Motivasi Kerja Anggota Polantas Polres Metro Tangerang.


(27)

1.2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya penelitian ini, perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun masalah yang menjadi objek penelitian dibatasi dibatasi pada “Hubungan Antara Outcome-expectancy Dengan Motivasi Kerja Anggota Polantas Polres Metro Tangerang”.

Dalam pembatasan masalah peneliti membatasinya sebagai berikut :

1. Outcome-expectancy adalah keyakinan seseorang bahwa tugas dan perannya sebagai anggota Polantas akan menghasilkan imbalan yang berupa intensif primer, intensif sensoris, intensif sosial, intensif ekonomi, status dan pengaruh, serta terpenuhinya standart internal (Bandura, 1986).

2. Motivasi Kerja adalah Motivasi kerja mempunyai tiga pertimbangan yaitu: a. Kesesuaian (Match) , derajat kecocokan antara berbagai kebutuhan

yang ada pada diri individu dengan apa yang dilkukan untuk memuaskan kebutuhannya.

b. Keuntungan (Return), manfaat atau hasil yang diperoleh jika seseorang mengerjakan suatu tugas atau pencapaian tujuan.

c. Penghargaan (Expectation), sumber-sumber yang tersedia untuk membantu pekerja dalam pelaksanaan tugasnya serta hambatan-hambatan yang ditemui.


(28)

1. 4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, peneliti merumuskan permasalahan penelitian yang diwujudkan dalam pertanyaan sebagai berikut : Apakah ada hubungan yang signifikan antra outcome-expectancy dengan motivasi kerja pada anggota Polantas Polres Metro Tangerang?

1. 5. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antra outcomes-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

1. 6. Manfaat Penelitian

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangan pemikiran terhadap organisasi Polri (khusunya pada fungsi teknis lalu lintas) yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kinerja anggota Polantas, serta memberikan manfaat kepada masyarakat yang nantinya diharapkan adanya penilaian masyarakat yang positif pada jajaran Polri khusnya Polantas dengan meningkatkan keyakinan diri dan kompetensi dalam menjalankan tugas sebagai aparat Negara.

Dari segi teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Psikologi Industri dan Organisasi, menambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca,


(29)

serta dapat dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas.

1. 7. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi atau penelitian ini penulis menyusunnya dalam beberapa bab yaitu :

Bab I : Pendahuluan. Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistemtika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori. Teori-teori yang berkaitan dengan Motivasi Kerja, Outcome-expectncy, Sejarah Polri dan Polantas, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis.

Bab III : Metodologi Penelitian. Jenis Penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Populasi dan Sampel, Metode Pengumpulan Data, Teknik Uji Instrument, Uji Persyaratan, Teknik Analisis Data, dan Prosedur Penelitian.

Bab IV : Hasil Penelitian. Gambaran Umum Responden, Deskripsi Hasil Penelitian, dan Uji Korelasi

Bab V : Diskusi, Kesimpulan, dan Saran


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep dan teori yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pertama penulis akan membahas pengertian yang berkaitan dengan motif, motivasi dan motivasi kerja, kemudian outcomes-expectancy (keyakinan akan imbalan yang diterima), dan yang terakhir adalah sejarah Polri dan Polantas.

2. 1. Motivasi

2.1.1. Motif dan Motivasi

Untuk memudahkan pemahaman tentang motivasi kerja terlebih dahulu kita membahas mengenai motif.

Saleh dan Nisa (2006 : 79), menjelaskan motif sebagai sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita dan merupakan tahap awal dari proses motivasi, sehingga motif baru berupa suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan) saja yang melatar belakangi individu untuk berbuat dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Hasibuan (2008), motif adalah suatu peransang keinginan dan daya penggerak kemampuan bekerja seseorang dan setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.


(31)

Para ahli psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan needs (dorongan, kebutuhan). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa motif adalah yang melatarbelakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu (Anoraga, 2006 : 35).

Menurut Anoraga (2006), ada beberapa ciri-ciri motif individu yaitu : a. Motif adalah majemuk

Dalam suatu perbuatan sebenarnya tidak hanya mempunyai suatu tujuan tetapi beberapa tujuan yang berlangsung secara bersama-sama. Misalnya seorang anggota Polantas bekerja dengan giat, dalam hal ini tidak hanya karena mendapat upah yang tinggi tetapi juga ingin naik pangkat.

b. Motif dapat berubah-ubah

Motif dapat berubah pada diri seseorang disebabkan keinginan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingannya.

c. Motif berbeda-beda bagi individu

Misalnya, dua orang karyawan yang bekerja pada suatu mesin yang sama motivasinya dapat berbeda. Satu orang menginginkan teman yang baik dan satu lagi menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.

d. Beberapa motif tidak disadari oleh individu


(32)

Banyak tingkah laku manusia yang tidak yang tidak didasari oleh pelakunya, sehingga beberapa dorongan yang muncul, karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan, lalu ditekan di bawah sadarnya.

2.1.2. Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata latin yaitu movere, yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi biasanya didefinisikan sebagai keadaan internal diri seseorang yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilakunya (Woolfolk, 1993 : 350).

Dalam definisi lain dijelaskan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 2008).

Motivasi menurut American Encyclopedia (dalam Hasibuan, 2008) adalah : “Motivation : That predisposition (it self the subject of much controvency) whitin the individual wich arouses sustain and direct his behavior. Motivation involve such factor as biological and enotional needs that can only be inferred from observation behavior”.

Yang artinya motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak tanduknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia.

Menurut Munandar (2001 : 323), Motivasi merupakan proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian


(33)

kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan tertentu. Jika tujuan tersebut berhasil dicapai maka akan muncul kepuasan. Misalnya kebutuhan untuk berprestasi akan menyebabkan individu berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan.

Chung dan Mengginson (dalam Faustino, 2003 : 177) menyatakan bahwa : “Motivation is definied as goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal. It is closely releated employee satisfaction and job performance”.

Yang artinya motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan).

Sedangkan Menurut Moskowits (dalam Hasibuan, 2008 : 144), motivasi adalah : Motivation is usually refined the initiation and direction of behavior, and the study of motivation is in effect the study of course of behavior. Yang artinya motivasi secara umum didefinisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku).

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai motivasi, penulis menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan.

2.1.3. Motivasi kerja

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa motivasi berkaitan dengan faktor-faktor yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan tingkah laku seseorang.


(34)

Selain itu motivasi juga merupakan sutu konsep yang kompleks dan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, misalnya lingkungan kerja. Dalam dunia kerja, peran motivasi dinggap sangat penting, yaitu yang disebut motivasi kerja.

Menurut Anoraga (2006) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. Motivasi mengandung makna yang lebih luas daripada sekedar diberi arti penggerakan dan pengarahan atau komando untuk menjuruskan para pegwai atau karyawan. Motivasi adalah bidang pengkajian manajemen yang banyak melibatkan aspek-aspek psikologis, karena dengan motivasi kita lebih banyak menjelaskan terjadinya perilaku orang-orang yang didorong oleh kondisi psikis yang ada pada diri mereka masing-masing. Menurut Drucker (dalam Anoraga, 2006), motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang.

Pandangan berikutnya tentang motivasi kerja dikemukakan oleh Steers & Porter (dalam Kanungo & Mendoca, 1994 : 16) mendefinisikan bahwa motivasi kerja ialah : Considered a basic psychological process which explain why employees behave s they do in the workplace. Jadi motivasi kerja adalah sutu proses dasar psikologis yang menjelaskan mengapa para pekerja berperilaku tertentu di tempat kerjanya. Lebih lanjut Steer dan Porter (dalam Kanungo dan Mendoca, 1994) mengatakan bahwa motivasi kerja secara umum terdiri dari 6 elemen yaitu : (a) kebutuhan pekerja (b) outcome-expectancy, (c) self-efficacy, (d)


(35)

perilaku kerja, (e) pengalaman atu perasaan terhadap hasil dan, (f) feedback atau konsekuensi dari tingkah laku kerjanya untuk memotivasi kerja dimasa mendatang dengan tingkah laku yang sama.

Terry (dalam Hasibuan, 2008) mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang meransangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda. Pertama, kalau dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Kedua, jika dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus peransang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusian tersebut kearah yang diinginkan.

2.1.4. Teori-Teori Motivasi

2.1.4.1. Teori Kepuasan (Content Theory)

Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya (Hasibuan, 2008 : 152).


(36)

1. Teori Motivasi Klasik

Frederik Winslow Taylor mengemukakan teori motivasi klasik atau kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya. Konsep dasar teori ini adalah orang akan giat bekerja, bilamana ia mendapat imbalan maateri yang mempunyai kaaitan dengan tugas-tugasnya (Hasibuan, 2008).

2. Need Hierarchy Theory

Maslow berpendapat bahwa kebuthan manusia dapat disusun menurut hirarki, dimana kebutuhan paling atas akan menjadi motivator utama jika kebutuhan tingkat bawahnya sudah dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi :

a. Kebutuhan fisik

b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan

c. Kebutuhan akan cinta kasih

d. Kebutuhan harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri


(37)

Menurut Maslow (dalam Faustino, 2003 : 188), kebutuhan yang terpenuhi bukan merupakan faktor motivasi perilaku. Kebutuhan yang tidak terpenuhilah yang paling mempengaruhi perilaku seseorang.

3. Theory ERG

Bila Maslow mengemukakan lima kebutuhan manusia, Adelfer (dalam F. Faules, 1998) mengemukkan tiga kategori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah existence (E) atau eksistensi, relatedness (R) atau keterkaitan, dan growth (G) atau pertumbuhan. Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, rasa haus, seks, juga kebutuhan materi seperti gaji dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan akan keterkaitan menyangkut hubungan dengan orang-orang yang terpenting bagi kita, seperti anggota keluarga, shabat, dan penyelia di tempat kerja. Kebutuhan akan pertumbuhan meliputi keinginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.

4. Two Factor Theory

Herzberg menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator yang meliputi prestasi, penghargaan, tanggungjawab, promosi. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor-faktor pemeliharaan


(38)

atau kesehatan, yang meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organsisasi (F. Faules, 1998 : 122).

5. Teori X dan Y

Mc Gregor melalui teorinya berusaha menonjolkan sisi peranan sentral yang dimainkan manusia dalam organisasi, dengan menempatkan beberapa aspek penting yang berhasil disadap dari hakikat manusia itu sendiri. Inti teori Mc Gregor terlihat pada klasifikasi yang dibuatnya tentang manusia bahwa teori X pada dasarnya mengatakan manusia cenderung berperilaku negatif dan teori Y pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.

6. Achievement Motivation Theory dari Mc Celland

Teori ini mengatakan bahwa hal-hal yang memotivasi seseorang adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), kebutuhan akan kekuasaan (need for power).

7. Teori Motivasi Claude S. George

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang besar hubungannya dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja yaitu :

a. Upah yang adil dan layak

b. Kesempatan untuk promosi


(39)

c. Pengakuan sebagai idividu

d. Keamanan kerja

e. Tempat kerja yang baik

f. Penerimaan oleh kelompok

g. Perlakuaan yang wajar

h. Pengakuan atas prestasi

2.1.4.2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu. Apabila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik hari saat ini, hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang akan dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang (Hasibuan, 2008 : 165).

Adapun yang termasuk kedalam teori motivasi proses adalah :

1. Teori Harapan (Expectancy Theory

Teori harapan (expectancy theory) ini dikemukakan oleh Vroom. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai


(40)

oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, maka jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya dan yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya (Siagian, 1994 : 292).

Kemudian Vroom (dalam Hasibuan, 2008) mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting yaitu harapan (expectancy), nilai (valence) dan pertautan (instrumentality).

2. Teori Keadilan (Equaty Theory)

Teori ini membantu untuk memahami bagaimana seseorang pekerja mencapai kesimpulan bahwa dia sedang diperlakukan secara adil atau tidak adil. Perasaan bahwa seseorang diperlakukan adil merupakan keadaan jiwa yang berasal dari dalam, sebagai hasil dari pertimbangan subyektif tentang apa yang diperoleh seseorang secara nyata dari pekerjaan tersebut dibandingkan dengan orang lain yang relevan.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory).

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan


(41)

hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis yaitu pengukuhan positif dan pengukuhan negatif.

2.1.4.3. Model Motivasi Terpadu

Dari berbagai teori mengenai motivasi, diperoleh kesimpulan bahwa motivasi merupakan suatu konsep yang dapat dianalisis dari berbagai sudut pandang. Dengan perkataan lain bahasan mengenai motivasi memiliki beberapa dimensi, dimana setiap dimensi memiliki uraian dan teori yang berbeda.

Berdasarkan hasil tersebut Kinlaw (dalam Hastuti, 1992), mengajukan suatu teori yang dapat mencakup berbagai dimensi dari motivasi. Ia mengemukakan teori yang didasari oleh pengaruh kekuatan pertimbangan seseorang terhadap drajat motivasi kerjanya. Teori Kinlaw ini kemudian disebut sebagai teori Model Motivasi Terpadu yang kemudian disingkat menjadi IMM (Integrated Model of Motivation). Menurut Kinlaw IMM mempertimbangkan seluruh faktor serta elemen yang tercakup dalam semua teori terkemuka tentang motivasi.

Model Motivasi Terpadu membahas konsep motivasi dengan bertitik tolak dari proses kognitif individu, dengan demikian teori Kinlaw juga tergolong pada teori yang membahas motivasi sebagai suatu proses. Menurut Kinlaw (dalam Hastuti, 1992), motivasi bukanlah suatu tindakan yang bersifat reflek akibat tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, tetapi merupakan hasil pilihan bebas dari berbagai pertimbangan yang dibuat oleh individu itu sendiri.


(42)

Dalam menentukan pilihan, individu mempertimbangkan berbagai faktor yang merupakan substansi dari motivasi. Kinlaw mengasumsikan bahwa individu melakukan suatu tindakan tertentu berdasarkan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Kebutuhan dan keinginan itu dapat menimbulkan suatu dorongan jika ada harapan bahwa seseorang akan mampu untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuannnya. Dengan demikian kebutuhan, tujuan dan adanya harapan untuk mencapai tujuan membentuk suatu kekuatan yang mendorong individu untuk melakukan usaha tertentu. Kekuatan ini tercermin dari besarnya usaha seseorang untuk melakukan, mempertahankan dan menghentikan suatu perilaku tertentu.

Berbagai faktor motivasi, dikelompokkan Kinlaw kedalam tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalah :

1. Kesesuaian (Match)

Pertama didasarkan pada teori tentang kebutuhan seseorang. Kinlaw mengasumsikan bahwa kebutuhan berfungsi sebagai faktor pendorong. Selain menilai kebutuhan atau tujuan pokoknya, individu juga menilai berbagai tujuan alternatifnya yang ingin dicapai.

Pertimbangan dilakukan dengan cara menilai derajat kesesuaian antara kebutuhan yang ada dengan apa yang dapat dilakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain individu menilai apakah pelaksanaan tugas tertentu akan menghasilkan tercapainya tujuan. Semakin jelas seseorang menganggap bahwa suatu tugas atau tujuan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang dimilikinya, maka ia akan


(43)

semakin terdorong untuk mengerjakan tugas tersebut, agar dapat mencpai tujuan yng diinginkannya.

Dalam menentukan kebutuhan yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai pada berbagai karakteristik individu yang turut berperan yaitu : nilai, kepercayaan dan prioritas terhadap berbagai tujuan individu. Faktor kesesuaian berkaitan dengan berbagai Teori Kebutuhan seperti teori yang diajukan oleh Hezberg, Maslow, Aldefer maupun Mc Celland. Hanya saja Kinlaw tidak merinci jenis kebutuhan yang dimmiliki oleh individu, ia hanya mempertimbangkan seberapa besar kemungkinan bahwa kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika individu melaksanakan suatu tugas tertentu. Pertimbangan mengenai kesesuaian ini juga berkaitan erat dengan dimensi Instrumentality pada teori harapan dari Vroom. Dimensi ini menguraikan sejauh mana individu melihat kedekatan antara pelaksanaan suatu tugas tertentu dengan imbalan yang diharapkannya. Teori yang juga terkait dengan pertimbangan ini adalah Teori Pencapaian Tujuan. Teori ini didasarkan pada suatu premis, yaitu bahwa prestasi kerja seseorang disebabkan oleh keinginannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Keuntungan (Return)

Kedua adalah jumlah manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh jika mengerjakan suatu tugas. Individu menilai ganjaran ekstrinsik yang akan memperoleh diperoleh seperti upah, gaji, keselamatan status dan lain-lain. Kemudian ganjaran ini dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan


(44)

seperti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, kemungkinan sakit, kejenuhan yang mungkin timbul, serta besarnya usaha yang harus dikerahkan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Jika individu menilai bahwa keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu tugas masih lebih banyak dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan, maka ia terdorong untuk melaksanakan tugas tersebut.

Pertimbangan yang kedua ini berkaitan dengan dimensi valence pada teori Harapan dari Vroom (Hasibuan, 2008). Pada dimensi ini diperhitungkan seberapa besar hasil atau keuntungan yang ingin diperoleh individu setelah ia melakukan suatu tugas tertentu. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar motivasi seseorang. Teori yang juga berhubungan dengan pertimbangan mengenai keuntungan ini adalah Teori Persamaan, yang asumsi utamanya adalah keinginan individu agar usaha dan masukan yang diberikannya dihargai dengan imbalan yang adil. Dalam pertimbangan ini Kinlaw juga mempertimbangkan teori Penguatan. Dalam teori ini individu mempertimbangkan untung-ruginya melakukan suatu tindakan. Jika tindakan memiliki suatu konsekuensi negative yang lebih besar dibandingkan dengan konsekuensi positifnya, maka motivasi individu untuk melakukan tindakan tersebut akan menurun. Tindakan tersebut tidak lagi dianggap memiliki nilai penguat (reeinforcement), bahkan dapat diasumsikan sebagai mengandung efek hukuman (punishment).

3. Pengharapan (Expectation)


(45)

Ketiga adalah penilaian seseorang mengenai perbandingan antara faktor-faktor yang melancarkan pelaksanaan suatu tugas dengan faktor-faktor-faktor-faktor yang menghambat. Dalam hal ini, seseorang mempertimbangkan sampai sejauh mana lingkungan pekerjaan akan memperlancar usahanya untuk menyelesaikan tugas. Pertimbangan ketiga ini individu memperhitungkan sejumlah faktor yang dapat digunakan untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya.

Selanjutnya tingkat motivasi kerja seseorang dapat diperoleh dengan menjumlahkan ketiga pertimbangan dalam menilai pekerjaan yang dimilikinya saat ini. Semakin besar nilai pekerjaan seseorang maka kekuatan motivasi yang akan dihasilkannya juga semakin besar.

Dari beberapa teori motivasi di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Kinlaw (dalam Hastuti, 1992).

2. 2. Expectancy

2.2.1. Pengertian Expectancy

Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan yang mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang menunjukkan tidak ada kemungkinan bahwa suatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai angka positif satu yang menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan mengikuti suatu tindakan atau perilaku (Hasibuan, 2008 : 166).

Teori harapan (expectancy) memiliki tiga asumsi pokok :


(46)

1. Setiap individu percaya bahwa bila ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu.

2. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu.

3. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut (F. Faules, 1998).

Teori harapan secara logis berusaha membangun proses-proses mental yang mengarahkan seseorang untuk mengeluarkan sejumlah usaha dengan tujuan tertentu. Menurut Faustino (2003 : 187) teori harapan ini berasumsi bahwa usaha-usaha pekerja merupakan hasil dari :

a. Suatu probabilitas subyektif mengenai kemampuan pegawai

b. Suatu probabilitas subyektif mengenai imbalan atau hukuman yang timbul sebagai akibat dari perilaku pegawai

c. Nilai yang diberikan oleh pegawai kepada imbalan dan hukuman.

2.2.2. Outcomes-Expectancy

Menurut Vroom (dalam F. Faules, 1998 : 124) mendefinisikan outcome-expectancy sebagai penilaian subyektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.

Menurut Bandura (1986) outcome-expectancy bukan merupakan suatau perilaku tetapi merupakan keyakinan tentang konsekwensi yang diterima setelah individu melakukan suatu tindakan tertentu. Outcome-expectancy menurut Bandura adalah :


(47)

judgements about the likely consequences of specific behaviors in particular situations.” (Woolfolk dalam Hastuti, 1992).

Dari defenisi di atas maka tampak bahwa Outcome-expectancy dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil yang akan diperolehnya jika ia melaksanakan sesuatu perilaku tertentu, yakni perilaku yang menunjukkan suatu keberhasilan akan tugasnya. Individu sendiri akan memperkirakan bahwa keberhasilannya dalam tugas tertentu akan mendatangkan suatu imbalan yang akan diterimanya. Imbalan tersebut dapat berupa insentif kerja yang dapat diperoleh secara langsung maupun jangka panjang.

2.2.3. Jenis-jenis Outcome-Expectancy

Menurut Bandura (1986 : 223), ada berbagai jenis insentif sebagai imbalan kerja yang diharapkan oleh individu, dan setiap jenis memiliki kekhasan tersendiri. Jenis insentif tersebut adalah :

1. Insentif Primer. Insentif primer merupakan imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fisiologis kita seperti makan, minum, kontak fisik, dan lain sebagainnya. Insentif ini diperkuat nilainya jika seseorang dalam sangat kekurangan, misalkan kekurangan makan dan minum.

2. Insentif Sensoris. Beberapa kegiatan manusia ditujukan untuk memperoleh umpan balik sensoris yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Misalkan anak kecil melakukan berbagai kegiatan untuk mendapatkan insentif sensoris berupa bunyi-bunyian atau stimulus baru untuk dilihat. Atau bisa juga orang dewasa memainkan musik


(48)

untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkannya.

3. Insentif Sosial. Setiap manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan dan penerimaan dari lingkungan sosialnya (masyarakat). Misalnya saat-saat ini citra dari polantas di mata masyarakat dalam hal pelayaanan dan unjuk kerjanya jauh dari yang diharapkan. Dengan adanya peningkatan kerja dan pelayanan dibidang lalu lintas dan pengaturan jalan atau setidaknya pengurangan daerah rawan kemacetan baik di Jabodetabek ini khusunya di Tangerang, maka imbalan yang diharapkan anggota polantas nantinya adalah perbaikan akan labeling-labeling dan slogan-slogan yang tidak mengenakkan yang selama ini melekat erat pada polantas. Penerimaan dan penolakan dari sebuah lingkungan akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan dan hukuman dari pada reaksi yang berasal dari satu individu.

4. Insentif yang berupa Token Ekonomi. Token ekonomi adalah imbalaan yang berupa atau berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti upah, kenikan pangkat, penambahan tunjangan, tunjangan pendidikan terhadap keluarganya, perawatan kesehatan, promosi jabatan dan lain sebagainya.

5. Insentif Status dan Pengaruh. Pada sebagian besar masyarakat, kedudukan individu seringkali dikaitkan dengan status dan kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki individu dalam masyarakat memberikan


(49)

kesempatan padanya untuk mengontrol perilaku orang lain. Dengan kedudukannya yang tinggi dalam masyarakat mereka akan dapat menikmati imbalan materi, penghargaan social, kepatuhan, dan lain-lain. Keuntungan yang sangat besar ini akan memotivasi individu untuk bekerja keras dalam tugas yang nantinya akan berpengaruh dalam pencapaian posisi yang akan memberikan kekuasaan kepadanya.

6. Insentif yang berupa terpenuhinya Standart Internal. Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan diri yang diperolehnya dari pekerjaan dan tugasnya. Reaksi diri yang berupa rasa puas dan senang serta bahagia merupakan salah satu bentuk imbalan internal yang ingin diperoleh seseorang dari pekerjaannya.

2.3. Kepolisian Negara Republik Indonesia

2.3.1. Pengertian Polisi

Polri adalah alat Negara dibidang penegakan hukum yang memilihara, meningkatkan tertib hukum, membina ketentraman masyarakat, mewujudkan keamanan, ketertiban masyarakat, mengayomi, memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap masyarakat, serta membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang baik (Nasir, 2004 : 17).

Raharjo (dalam Nasir, 2004) melihat polisi sebagai bagian dari birokrasi pemerintah yang fungsi utamanya menjalankan kontrol sosial, dan untuk itu polisi mempunyai monopoli kekuasaan dan kekuatan. Dalam keadaan normal kepolisian


(50)

hanya menjalankan penegakan hukum yang menjadi lambang dari pekerjaan kontrol sosial. Ia jiga menyebut polisi sebagai pemimpin bangsa karena harus berada selangkah didepan kehidupan bangsanya.

2.3.2. Sejarah Polri

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain (www.polri.og.id, 2010). Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap. Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya (www.polri.go.id, 2010).

Langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti


(51)

tentara Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia (www.polri.go.id, 2010).

Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar dalam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK. Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia di Afrika Selatan dan Kamboja di Asia (www.polri.go.id, 2010).

2.3.2.1. Polri Pra Kemerdekaan


(52)

Awalnya, kepolisian digunakan oleh bangsa imperialis untuk menjaga barang-barang bangsanya dari ancaman para pencuri atau “pemberontak” bangsa pribumi. Polisi-polisi bentukan bangasa kloni ini, lebih hanya sebatas petugas pengaman barang dan keselamatan nyawa orang. Peran kepolisian sebagai penjaga keamanan dan ketertiban sudah nampak tetapi masih sangat bergantung pada kelompok tertentu, karena secara normatif pelayanan kepolisian terhadap masyarakat tidak didasarkan pada pertimbangan kekayaan, etnis, dan kepentingan politik tertentu (Nasir, 2004). Fungsi, tugas dan peran yang menjadi landasan untuk melaksanankan tindakan dalam masyrakat, berdasarkan permintaan yang berkuasa.

Semasa bangsa imperialis menduduki tanah air Indonesia, polisi telah ada namun belum terstruktur secara sistematis layaknya sebuah organisasi. Kepolisian terbentuk secara organisatoris sejak pemerintahan Gubernur Djenderal Inggris Raflles (Nasir, 2004). Pada tanggal 11 pebruari 1814, Raflles membuat suatu organisasi yang disebut Regulation dan peraturan tentang Tatat Usaha Kehakiman (justisi) pada pengadilan di pulau Jawa dan Tata Usaha Kepolisian yang menjadi dasar Inlandsch Reglement dan Reglement op de Rechterlijke Organisatie (Oundang dalam Nasir, 2004).

Pada jaman penjajahan Belanda sejak jaman VOC dan pemerintahan Hindia Belanda 1800-1942, peran kepolisian mengikuti kebijaksanaan pemeriantah colonial (Colonial Policy) dengan perbedaan jabatan dalam organisasi kepolisian antara orang Eropa dan Pribumi. Pada tahun 1942-1945


(53)

dimana orang jepang berkuasa di Indonesia, kedudukan kepolisian disesuaikan dengan kepentingan Jepang.

Pada pemerintahan belanda, kepolisian menggunakan sistem yang sentralistik yang berpusat di Jawa. Namun selama pendudukan jepang, sistem tersebut tidak lagi dipertahankan, tetapi lebih terdesentraslisir ke masing-masing daerah. Kelebihan pemerintah Jepang di Indonesia, adalah karena mereka memberikan kewenangan kepada organisasi kepolisian sebagai satu-satunya organisasi yang dipersenjatai secara resmi dan diakui kedudukannya dalam pemerintahan Jepang (Nasir, 2004).

Kepolisian bentukan pemerintahan Belanda dan Jepang mempunyai banyak kesamaan dalam memberikan doktrin, tugas dan wewenang polisi lokal. Disamping sebagai penjaga ketertiban masyarakat, polisi juga mempunyai peran yang kuat dalam usaha mempertahankan kekuasaan dan perebutan wilayah dari bangsa pribumi. Polisi menjadi pengontrol dan pengaman wilayah dan kekayaan alam yang telah dikuasai oleh Jepang. Sehingga polisi bukan merupakan kekuatan bangsa pribumi, tetapi lebih sebagai nekolim yang kegiatannya hanya untuk kepentingan penjajah yang sangat bertentangan dalam polisi bentukan pemerintah, dimana gaya polisi pada negara Angolo Saxon yang seyogyanya berpihak pada kepentingan rakyat (Bayley dalam Nasir, 2004).

Bentukan polisi Jepang yang dikenal dengan Peta dan Heiho pada masa Proklamasi Kemerdekaan dibubarkan, naamun kepolisian tetap dipertahankan dan menjadi instansi yang dikenal dengan sebutan POLRI.

2.3.2.2. Polisi Pasca Kemerdekaan


(54)

Setelah Indonesia merdeka dari penjajah selama kurang dari 345 tahun, banyak hal yang perlu untuk dibenahi. Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, tentu akan membuat berbagai perangkat pemerintahan seperti pembuatan segala undang-undang, peraturan dan perangkat lain sebagai usaha untuk melengkapi kelemahan-kelemahan bangsa yang baru merdeka. Termasuk perangkat perundangan kepolisian yang baru terealisasi sebagai undang-undang pada tahun 1961 dengan UU Nomor 13.

Kepolisian sebagai salah satu institusi peninggalan bangsa kloni, menarik diri dan mempersiapkan susunan dan kelembagaannya sendiri. Seluruh pegawai kepolisian dan aparat kepolisian menetukan sikap secara organisatoris dibawah pengkuan Negara Rapublik Indonesia dan pengangkatan Raden Said Soekanto Tjorkodiatmodjo sebagai kepala kepolisian negara yang pertama tanggal 2 September 1945 (Nasir, 2004 : 39). Dan susunan organisasi dibuat sesuai dengan kondisi negara dan masih sangat terbatas pada tingkat wilayah bagian, untuk disampaikan ke seluruh polisi di Indonesia. Kemudian baru tanggl 29 September 1945, secara resmi dari pemerintah dengan maklumat pemerintah yang ditndatangani oleh Menteri Dalam Negeri mengangkat Raden Said Soekanto Tjorkodiatmodjo sebagai kepala kepolisian Indonesia.

Pada sisi lain, kepolisian republik Indonesia sebagai institusi pemerintah dibentuk setahun kemudian, setelah Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 1 Juli 1946. Tanggal tersebutlah yang kini diperingati sebagai hari Bhayangkaya (Nasir, 2004 ).

2.3.2.3. Polri Dalam Struktur ABRI


(55)

Secara kelembagaan, sebetulnya ada perbedaan mendsar antara posisi dan peran Kepolisian (Polri) dengan angkatan lain (militer) di Indonesian seperti Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Perbedaan itu terletak pada fungsi, peran dan tugas Polri dibidang keamanan dan ketertiban masyarakat, sedangkan militer (TNI) berfungsi menjaga pertahanan dan keamanan negara (to guardian the nation). Namun dimasa lalu, bagi Orde Lama dan Orde Baru, hal itu sengaja digabungkan kedalam institusi tunggal yang dikenal dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sejak diberlakukannya undang-undang No. 13 Tahun 1961. Yang menjelaskan bahwa seluruh komponen kepolisian merupakan bagian dari ABRI.

Pada masa reformasi rakyat menuntut agar Polri berpisah dari ABRI dengan harapan agar Polri menjadi lembaga yang professional dan mandiri jauh dari intervensi dalam penegakan hukum.

Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera.

2.3.2.4. Terpisahnya Polisi dari ABRI

Arus reformasi dan kegamangan rakyat atas kepemimpinan Soeharto yang telah memimpin bangsa ini sekitar 32 tahun tidak bisa ditahan lagi. Kekecewaan rakyat atas kekangan yang begitu mengakar telah terkoyak dan mencuat keluar


(56)

untuk mencari napas baru. Dengan adanya tekanan dari berbagai elemen masyarakat seluruh Indonesia dan kekacauan akibat himpitan ekonomi dari berbagai lapisan masyarakat, akhirnya meluluhkan hati Soeharto yang represif dan otoriter untuk meninggalkan singgasana kepresidenannya (Nasir, 2004).

Pemerintahan Habibie sebagai pemerintahan transisional sebelum diadakan pemelihan umum yang lebih demokratis, telah banyak menghasilkan produk perundang-undangan. Pergantian kepemimpinan nasional tersebut membawa pengaruh yang signifikan bagi institusi kepolisian di kemudian hari. Presiden Habibie sebagai penerus kepemimpinan nasional di Indonesia memberikan sinyal kepada departemen pertahanan keamanan untuk meninjau kembali kedudukan kepolisian dalam ABRI.

Pemikiran tentang pemisahan ini, baru terpikir setelah derasnya tuntutan reformasi sistem politik dan revolusi sosial. Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi landasan pemisahan tugas kepolisian dan militer lebih mudah dilakukan. Polisi menjadi penanggungjawab keamanan dalam negeri dalam keadaan tertib sipil dan darurat sipil. Tetapi disaat negala dalam keadaan perang atau darurat militer, tentara menjadi penanggungjawab keamanan di daerah itu (Nasir, 2004).

2.4. Polisi Lalu Lintas (POLANTAS)

Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, Pengawalan dan Patroli, Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa lalu lintas, Registrasi dan identifikasi pengemudi / kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan


(57)

penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (www.polisikita.com, 2007).

Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan POLRI di masa depan (yang telah dibahas di atas). Para petugas kepolisian pada tingkat pelaksana menindaklanjuti kebijakan-kebijakan pimpinan terutama yang berkaitan dengan pelayanan di bidang SIM, STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu lintas.

2.4.1. Sejarah Polantas

Sebelum akhir abad ke-19 campur tangan Polisi di bidang lalu lintas belum banyak diketahui. Ketika itu perundang-undangan lalu lintas belum ada karena kenderaan masih sangat langka dan belum menimbulkan persoalan yang perlu diatur oleh suatu undang-undang tertentu. Semenjak pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu akan campur tangan pemerintah untuk mengatur kegiatan masyarakat dalam berlalu lintas, maka pada waktu itu pemerintah mengeluarkan suatu ordonasi yang disebut “Reglement op het Gebruik van


(58)

Aotomobielen” dan “Motor Leglement”. Dengan keluarnya Reglement op het Gebruik van Automobielen dan Motor Reglement, semenjak itu pemerintah sudah menetapkan tugas polisi di bidang lalu lintas jalan. Yang brarti pula bahwa polisi diberikan kekuasaan represif disamping tugas yang bersifat preventif didalam menunaikan tugasnya mengawasi lalu lintas.

Untuk mengimbangi perkembangan situasi lalu lintas yang semakin bertambah ramai, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlunya membentuk wadah polisi tersendiri yang menangani bidang bidang lalu lintas, sehingga pada tanggal 15 Mei 1915, dengan Surat Keputusan Direktur Pemerintah Dalam Negeri No. 64/a, lahirlah organisasi polisi yang pada waktu itu mempunyai bagian yaitu : Bagian secretariat, Bagian reserse, Bagian pengawas umum, Bagian lalu lintas.

Semenjak zaman penjajahan Jepang, bidang lalu lintas diatur dan dikuasai oleh militer Jepang. Demikian pula mengenai peraturan lalu lintas diatur dengan cara militer Jepang. Polisi lalu lintas (Polantas) tidak nampak dan tidak banyak diketahui orang pada waktu itu. Pada priode proklamasi kemerdekaan dan perang kemerdekaan setelah Jepang menyerah pada Sekutu, dengan serentak bangsa Indonesia dari seluruh penjuru tanah air dan lapisan masyarakat dan polisi bahu membahu bergerak menyambut kemerdekaan 17 Agustus 1945. Polisi khususnya anggota Polantas pada waktu itu dengan perlengkapan seadanya mengamankan masyarakat dan dengan kenderaan seadanya Polantas mengamankan dan mengawal para pejabat/politikus yang akan menuju gedung proklamasi di jalan.


(59)

Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1951, usaha-usaha penyusunan kembali Kepolisian Negara antara lain dengan SK Menteri dalam Negeri tanggal 13 Maret 1951 No. 4/2/28/Um, belum member kejelasan tentang kedudukan Polantas. Selanjutnya pada tahun 1952 dengan keluarnya Order Kepala Kepolisian Negara tanggal 9 Januari 1952 No. : 6/IV/Sek/52 dinyatakan bahwa lalu lintas dimasukan dalam pengurusan bagian organisasi dengan tugas pokok membantu Kapolri untuk menyelenggarakan segala usaha kegiatan dan pekerjaan dibidang pencegahan dan penangggulangan terjadinya gangguan ancaman terhadap Kamtibmas dibidang lalu lintas serta penindakan apabila diperlukan dalam rangka Binkatibmas khususnya dalam kerangka kegiatan dan atau operasi Kepolisian. Pusat system lalu lintas Polri pada waktu itu berkedudukan dibawah Danjen Kobangdiklat Polri.

Pada masa pemerintahan Orde baru, tepatnya tahun 1976 dengan surat keputusan Menhankam/Pangab No. Skep/15/w/1976 berdasarkan keputusan Presiden RI No. 7/1974 mengubah status direktorat lalu lintas komapta menjadi dinas lalu lintas. Pada tahun 1984, dengan surat keputusan Pangab No. Kep/II/P/III/1984 tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dinas Lalu Lintas Polri statusnya menjadi Sub Direktorat dibawah Direktorat Smapta Polri bersama-sama dengam sudit-subdit lainnya.

2.4.2. Fungsi-Fungsi Lalu Lintas

Menurut Susilo (2006 : 36) fungsi-fungsi lalu lintas adalah :


(60)

1. Pendidikan Masyarakat. Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas harus direncanakan dan dijalankan secara terus-menerus, konsisten dan berkesinambungan. Karena membangun keamanan, keselamatan, dan membangun kesadaran berlalu lintas para pengguna lalu lintas.

2. Pengkajian Masalah. Pengkajian lalu lintas merupakan salah satu fungsi teknik lalu lintas yang bertugas mengkaji masalah-masalah lalu lintas (pelanggaran, kemacetan, dan kecelakaan) dalam rangka mencari solusi pemecahan sehingga keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dapat terwujud.

3. Penegakan Hukum . Penegakan hukum merupakan salah satu dari fungsi lantas yang mempunyai peranan agar perungdang-undangan lalu lintas ditaati oleh setiap pemakai jalan.

4. Registrasi dan Identifikasi kenderaan bermotor dan pengemudi. Merupakan tugas pokok Polri di bidang lalu lintas dan merupakan penjabaran kemampuan teknis profesional kepolisian melalui penerbitan suarat izin mengemudi (SIM), penerbitan surat tanda nomor kenderaan bermotor (STNK), dan penerbitan buku pemilik kenderaan bermotor (BPKB).

5. Patroli Jalan Raya. Adalah suatu kegiatan perondaan pada jalan Arteri maupun jalan Tol yang dilakukan oleh petugas Patroli Jalan Raya dengan tujuan melakukan pengawasan dan pengendalian arus lalu lintas.


(61)

6. Pusat Data. Menyelenggarakan dan melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data lalu lintas serta menganalisa dan evaluasi kegiatan rutin serta operasi polantas.

2. 5. Kerangka Berpikir

Motivasi kerja adalah sebuah dorongan manusia dalam melakukan suatu tugas kerja guna mencapai tujuan. Kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, mendorong individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan itu, orang terdorong untuk melakukan sesuatu aktivitas yang disebut kerja. Dorongan itu adalah motivasi kerja individu pada pekerjaan yang digelutinya, dan untuk mencapai kebutuhan tersebut, membutuhkan motivasi kerja yang ekstra guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Motivasi kerja ini timbul karena ada motif-motif dan harapan (expectancy) yang ingin dicapai oleh anggota Polantas tersebut sehingga motif-motif dan harapan (expectancy) itu terlaksana untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup dan karir mereka.

Melahirkan motivasi, bukanlah masalah yang sederhana dalam usaha mewujudkan suatu idealisme untuk meningkatkan kinerja serta profesionalisme kerja anggota Polantas. Tentunya semua pihak menginginkan agar aparat kepolisian khususnya anggota Polantas memiliki kinerja yang baik dan profesional dalam menjalankan tugas, untuk itu instansi atau pemerintah haruslah memperhatikan harapan (expectancy) dan tuntutan mereka, karena dengan sendirinya mereka (anggota Polantas) akan termotivasi dalam bekerja dan professional dalam menjalankan tugas. Akan tetapi bilamana tuntutan dan harapan (expectancy) mereka tidak dipenuhi maka akan menghasilkan kinerja yang tidak


(62)

maksimal, kurang semangat dalam bekerja dan rentan akan ketidak profesionalan dalam menjalankan tugas.

Hubungan antara outcome-expectancy dan motivasi didasarkan pada proses kognitif yang terjadi pada individu. Individu dengan kognitifnya menganalisa berbagai kemungkinan hubungan antara pelaksanaan suatau kegiatan dengan hasil yang akan diperolehnya, dengan kata lain individu akan mengharapkan suatu imbalan dengan apa yang telah dikerjakannya. Dengan demikian seseorang akan terdorong melakukan suatu hal untuk mendapatkan apa yang diharapkan dan diinginkannya.

Outcome-expectancy dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil yang akan diperolehnya jika ia melaksanakan sesuatu perilaku tertentu, yakni perilaku yang menunjukkan suatu keberhasilan akan tugasnya (Wolfolk, 1994). Sedangkan motivasi menurut Vroom (dalam Siagian, 1994), merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya.

Semakin besar harapan seseorang untuk memperoleh imbalan tersebut maka semakin besar pula usaha yang dilakukannya. Atau dengan kata lain, bilamana mereka dapat malakukan pekerjaan itu dengan baik maka dengan sendirinya mereka akan mengharapkan imbalan yang sesuai dengan apa yang mereka kerjakan (expectancy). Keyakinan akan mendapatkan imbalan setelah apa yang dikerjakannya akan menjadi faktor penting untuk supaya mereka termotivasi dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat dan penegak hukum.


(63)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja. Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk bagan kerangka berfikir mengenai hubungan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja yang akan dilihat dalam penelitian ini.

Gambar. 2.6. Bagan Kerangka Berfikir

Hubungan Outcome-expectancy dengan Motivasi Kerja

2. 6. Hipote sis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, selanjutnya akan diuraikan serangkaian hipotesis dari permasalahan, yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nol. Hipotesis alternatif

Outcome-expectancy

1. Insensif Primer

2. Insensif Sensoris 3. Insensif Sosial 4. Insensif Ekonomi

5. Insensif Status & Pengaruh 6. Insensif Standard Internal

Motivasi kerja 1. Match 2. Return 3. Expectancy


(64)

adalah hipotesis yang memperlihaatkan adanya hubungan antara kedua variable peneletian. Berikut ini adalah hipotesis alternatif dan hipotesis nol yang mungkin diterima atau ditolak.

2.4.1. Hipotesis alternatif

Hipotesis alternatif yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

• Terdapat hubungan yang signifikan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

2.4.2. Hipotesis Nol ( )

• Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara outcome-expectancy dengan motivasi kerja anggota Polantas Polres Metro Tangerang.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


(65)

3. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Penelitian korelasi adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993 : 87).

Melalui penelitian tersebut kita dapat memastikan berapa besar yang disebabkan oleh suatu variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain. Penggunaan pengukuran korelasi untuk menentukan besarnya arah hubungan. Dalam penelitian korelasi ini dapat mengumpulkan dua atau lebih perangkat nilai dan sebuah sampel peserta, kemudian menghitung hubungan antara perangkat-perangkat tersebut.

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 3.1.1.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif ini dipilih karena data yang diperoleh adalah dalam bentuk angka-angka yang menggambarkan jumlah, dan angka-angka tersebut dianalisis dengan menggunakan uji statistik. Dengan menggunakan data rumus statistik tertentu akan menentukan tingkat validitas dan reliabilitas hasil penelitian yang dilakukan.

3.1.1.2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin melihat ada atau


(1)

4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 2 3 110 2 3 4 3 4 3 3 2 4 4 4 3 3 3 3 102 3 3 4 3 4 2 4 4 3 3 3 3 3 4 3 107 4 2 3 2 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 103 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4 4 3 103 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 97 3 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 109 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 104 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 104 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 105 4 4 3 4 4 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3 96 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 104 3 3 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 2 4 4 107 3 4 4 2 2 3 3 4 3 4 4 3 3 4 2 104 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 109 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 104 3 4 2 4 2 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 103 4 3 3 3 3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 94 3 3 2 2 4 4 3 4 3 4 2 1 3 3 2 98 2 3 4 4 2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 104 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 4 2 2 3 3 97 4 4 4 4 4 2 3 1 4 3 2 3 3 2 3 99 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 105 4 4 3 4 4 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3 96 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4 3 3 3 3 99

SKOR SKALA MOTIVASI KERJA (FIELD TEST)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9

4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 2 2 2 3 4 4 2 2 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 1 2 3 4 4 2 3 2 3 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 2 3 4 3 2 4 3 2 3 4


(2)

4 4 4 4 3 4 4 2 4 3 3 3 4 2 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 2 4 3 2 3 3 4 3 3 2 4 4 3 2 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 2 3 2 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 4 2 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 2 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 2 4 4 3 2 3 3 3 3 2 4 4 2 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 4 2 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2 3 3 3 4 2 2 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 2 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3

20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 3 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 105 4 4 2 3 4 2 3 3 2 4 4 2 3 3 3 108 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 2 4 116 2 2 3 4 2 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 106 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 4 3 112 2 2 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 99 3 3 2 2 2 3 3 3 2 1 3 2 2 4 2 89 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 125 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 118 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 2 122 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 101


(3)

1 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 112 3 3 2 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 107 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 3 3 4 114 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 109 3 3 2 4 3 2 2 3 4 3 4 3 2 2 3 103 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 106 4 4 3 4 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 110 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 3 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 105 4 4 2 3 4 2 3 3 2 4 4 2 3 3 3 108 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 2 4 116 2 2 3 4 2 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 106 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 2 2 2 3 108 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 123 4 4 4 4 3 3 3 3 4 2 4 4 3 4 4 120 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 3 115 4 4 3 4 2 2 2 3 4 3 4 3 3 2 4 109 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 124 4 4 3 4 3 4 3 2 4 2 3 3 3 3 3 109 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 4 4 4 2 2 103 3 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 105 4 4 2 3 4 2 3 3 2 4 4 2 3 3 3 108 4 4 3 4 2 2 2 3 4 3 4 3 3 2 4 109

HASIL PENELITIAN (FIELD TEST)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Outcome .193 38 .001 .922 38 .011

Motivasi .152 38 .027 .934 38 .028


(4)

(5)

Correlations

Outcome Motivasi

Pearson Correlation 1 .348*

Sig. (2-tailed) .032

Outcome

N 38 38

Pearson Correlation .348* 1

Sig. (2-tailed) .032

Motivasi

N 38 38


(6)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .348a .121 .097 8.03754

a. Predictors: (Constant), Outcome

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 320.142 1 320.142 4.956 .032a

Residual 2325.674 36 64.602

1

Total 2645.816 37

a. Predictors: (Constant), Outcome b. Dependent Variable: Motivasi

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

(Constant) 55.995 25.062 2.234 .032

1

Outcome .549 .247 .348 2.226 .032

a. Dependent Variable: Motivasi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Outcome 38 84.00 110.00 1.0145E2 5.35596

Motivasi 38 89.00 125.00 1.1171E2 8.45627