15
2.2.8 Penatalaksanaan
Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera, kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera
Shariat et al., 2008. Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.
Table 2.2. Indikasi pemeriksaan CT scan pada kelainan urologi
Gambar 2.5. Pencitraan CT scan pada trauma ginjal Sumber:
Purnomo, 2011
Kecurigaan adanya massa di ginjal.
Penderajatan staging keganasan urologi.
Abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia.
Kolik ureter atau ginjal.
Cedera pada urogenitalia ginjal, buli-buli, ureter, dan uretra.
Kecurigaan kelainan di retroperitoneum.
Universitas Sumatera Utara
16
Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah : 1 Operasi dan Rekontruksi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment
reparasi ginjal berupa renorafi atau penyambungan vaskuler atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan
ginjal yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal Hammer dan Santucci, 2003. Pada trauma ginjal,
mayoritas ahli menganjurkan pendekatan transperitoneal Robert et al., 1996. Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif nefrektomi, tingkat transfusi,
kehilangan darah, dan waktu operasi dalam menembus pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol vascular adalah sebelum membuka fasia
Gerota. Gonzalez et al., 1999 Secara keseluruhan, 13 pasien trauma ginjal yang membutuhkan
nefrektomi pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat
Davis et al., 2006. Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi Wright et al., 2006.
Secara keseluruhan, perbaikan berhasil dicapai pada 89 dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol
vaskular awal dan berbagai teknik bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat berhasil dilakukan dengan aman McAninch et al., 1990. Pada
semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin.
2 Manajemen Non- Operatif Konservatif Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil
dari ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka
tusuk Vanni dan Wessels, 2011.
Universitas Sumatera Utara
17
a Cedera ginjal tumpul Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien
trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan istirahat dan observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat
dirawat secara konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada trauma ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahun-
tahun Alsikafi dan Rosenstein, 2006. Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan
trauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan nefrektomi Santucci et al., 2001. Pada pasien trauma ginjal derajat 4
dan 5 dapat dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan klinis yang sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis,
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang radiologi. b Penetrasi trauma ginjal
Luka tembus telah mendekati pembedahan secara tradisional. Namun, pendekatan sistematis berdasarkan evaluasi klinis, laboratorium dan radiologi
untuk meminimalkan eksplorasi negatif tanpa meningkatkan morbiditas dari cedera terjawab Armenakas et al., 1999. Selektif oleh manajemen non-operatif
untuk luka tusuk perut umumnya diterima untuk meningkatkan proporsi pusat trauma Jansen et al., 2013.
Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif
harus mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien hemodinamik stabil Buckley dan McAninch, 2006.
Luka tembak harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilus atau disertai dengan tanda-tanda perdarahan terus, cedera ureter, atau laserasi pelvis
ginjal Velmahos et al., 1998. Tembak kecepatan rendah dan luka tusuk minor dapat dikelola secara konservatif dengan hasil yang diterima baik Baniel dan
Schein, 1994. Sebaliknya, jaringan kerusakan dari cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi diperlukan lebih sering.
Universitas Sumatera Utara
18
Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis mampu menjalani pemeriksaan klinis serial, cedera organ padat bukan kontra - indikasi untuk
manajemen non - operatif. Dalam pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif cedera organ padat setelah tembak melukai dikaitkan dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi dan penyelamatan organ DuBose et al., 2007. Jika situs penetrasi dengan luka tusukan adalah posterior ke garis aksila anterior, 88 dari
cedera ginjal tersebut dapat dikelola dengan non-operatif Bernath et al., 1983.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang