Pesawat Tanpa Awak UAV Unmanned Aerial Vehicle Propeller

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesawat Tanpa Awak UAV Unmanned Aerial Vehicle

Pesawat Unmanned Aerial Vehicle atau disingkat UAV adalah sebuah mesin terbang yang dapat dikendalikan dengan kendali jarak jauh atau pesawat terbang tanpa satu pun kru pesawat yang mengendalikan didalamnya. Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang. Tidak seperti pesawat pada umumnya yang memiliki pilot dan kru pesawat untuk mengontrol dan mengawasi secara langsung kondisi pesawat, pada pesawat tanpa awak kondisi pesawat tidak dapat dikontrol secara langsung karena memang tidak memiliki kru pesawat. Proses kontrol pesawat sepenuhnya dilakukan oleh sistem autopilot dengan mengacu pada parameter-parameter yang telah ditentukan oleh pengguna sebelum terbang. UAV sendiri mampu membawa kamera, sensor, alat komunikasi dan beberapa peralatan lain. Pesawat-pesawat semacam ini berkembang luas di kalangan militer. Saat ini UAV semakin beragam jenis dan bentuk. Bahkan ada yang berbentuk lingkaran dan lebih kecil ukurannya. Dan kesemuanya itu tidak lepas dari fungsi dan tujuannya. UAV memang kerap digunakan untuk tugas militer seperti yang dilakukan Predator, Aquila UAV, dan Wing Loong milik China yang ditunjukan pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Pesawat tanpa awak UAV milik China http:apdforum.comidarticlermiaparticlesonlinefeatures20130628china-adds- drones Universitas Sumatera Utara 6

2.2 Propeller

Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yakni Pro dan Pellere . Pro yang berarti di depan, dan pellere yang berarti untuk menggerakkan. Propeller atau baling – baling adalah kitiran untuk menjalankan pesawat terbang. Kitiran ini memindahkan tenaga dengan mengkonversi gerakan rotasi menjadi daya dorong untuk menggerakkan sebuah pesawat terbang melalui suatu massa seperti udara atau air, dengan memutar dua atau lebih bilah kembar dari sebuah poros utama. 2.2.1 Sejarah Perkembangan Teori Propeller Teori propeller telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh W. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory oleh Joukowsky 1912 dan Betz 1919 Kurniawan, 2011. 2.2.2 Desain Propeller Untuk Mengurangi Kebisingan Pada dasarnya, baling-baling pada propeller merupakan sayap kecil yang menghasilkan gaya resultan aerodinamis yang dibagi menjadi gaya yang bekerja sepanjang sumbu aksis dari pesawat gaya dorong dan gaya yang bekerja pada baling-baling propeller momen torsi. Torsi berlawanan arah dengan pergerakan rotasi dari mesin yang terjadi seperti adanya tarikan terhadap propeller. Dalam keadaan setimbang, propeller berputar secara konstan yang digerakkan oleh torsi mesin yang mempunyai besar yang sama tetapi arah berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Propeller terdiri dari bagian yang berbentuk air foil dengan ukuran yang bervariasi. Sudut antara kecepatan relatif dan rotasi propeller disebut helix angel dan angle of advance. Untuk kecepatan partikuler pesawat, helix angle bervariasi dari dasar hingga Universitas Sumatera Utara 7 ujung propeller dimana bagian ujung propeller berputar lebih cepat dibandingkan bagian dasar propeller. Bagian sudut propeller ditunjukkan pada gambar 2.2 dan gambar 2.3. Helix angle dalam pendekatan mempunyai nilai 90 o . Gambar 2.2. Gaya dorong dan torsi pada propeller Kurniawan, 2011. Gambar 2.3. Bagian baling – baling pada propeller Kurniawan, 2011. Ada hal - hal utama yang dapat mengurangi kebisingan pada propeller yakni: 1. Low tip speed. kecepatan rendah pada ujung blade 2. Large number of blades.besarnya jumlah blade 3. Low disc loading.muatan udara yang rendah pada area perputaran blade Universitas Sumatera Utara 8 4. Large blade chord.lebar dari blade propeller 5. Minimum interference with rotor flow.sedikitnya ganguan pada aliran udara dari propeller. Mendesain propeller rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Desain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeller dapat di uraikan sesederhana mungkin. Dalam pengoperasian propeller terdapat 3 jenis beban yang terjadi, yaitu: 1. Beban tarik F T disebabkan oleh gaya sentrifugal yang cenderung bergerak menjauhi pusat sumbu putar hub propeller. 2. Beban lenturbending F B disebabkan oleh gaya dorong yang terjadi pada pesawat. 3. Beban torsi T disebabkan oleh putaran yang cenderung terjadi pada ujung propeller. Ketiga tegangan yang bekerja dapat dilihat pada gambar. 2.4 dibawah ini. Gambar 2.4. Beban yang terjadi pada propeller Kurniawan, 2011. Universitas Sumatera Utara 9 Beban tarik dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 1. F T = m.v 2 r 2.1 Dimana: F T = beban tarik N m = massa propeller kg v = kecepatan putar propeller msec. r = jari-jari propeller m Beban bending dapat ditentukan dengan menggunakan Pers. 2. F B = P.A 2.2 Dimana: F B = beban bendingdorong N P = tekanan udara Nm 2 A = luas permukaan propeller yang ditekan m 2 Tekanan p pada Pers. 2 dapat ditentukan dengan: 2.3 Dimana: p 1 = tekanan udara pada bagian frontal dari propeller Nm 2 p 2 = tekanan udara yang keluar dari propeller Nm 2 v 1 = kecepatan udara yang mengalir masuk ke propeller msec. v 2 = kecepatan udara yang mengalir keluar dari propeller msec T 1 = temperatur daerah bagian depan propeller o C T 2 = temperatur daerah bagian belakang propeller o C Dengan asumsi T 1 = T 2 maka Pers. 3 menjadi: 2.4 jika v 1 = v A dan v 2 = v j maka Pers. 4 menjadi: 2.5 dimana: v A = kecepatan pesawat msec. Universitas Sumatera Utara 10 v j = kecepatan udara pada jet msec. p = Δp = p 2 – p 1 2.6 Beban torsi dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan: T = m.ω 2 .r 2.7 Dimana: T = beban torsi N m = massa propeller kg ω = kecepatan sudut propeller radsec. r = jari-jari propeller m Kecepatan sudut ω dapat ditentukan dengan Persamaan: ω = π.r .n 30 2.8 Dimana: n = putaran rotor rpm 2.2.3 Kebisingan Pada Propeller Kebisingan yang bersumber dari propeller merupakan kebisingan yang diakibatkan oleh konfigurasi dan kondisi operasi propeller. Secara umum, jumlah baling-baling propeller diperlihatkan seperti pada gambar 2.5. Gambar 2.5. Jumlah baling-baling pada propeller pesawat tanpa awak Kurniawan, 2011. Universitas Sumatera Utara 11 Gambar 2.5 menunjukkan beberapa jenis propeller dengan jumlah baling-balingnya. Jumlah baling-baling pada propeller dan sudut twist-nya dapat mempengaruhi nilai kebisingan yang dihasilkan oleh propeller UAV. Struktur dan lokasi propeller yang menimbulkan kebisingan disebabkan getaran pada baling-baling dan aliran asimetrik yang terinduksi terjadi secara tidak normal. Pada mulanya terjadi efek tekanan, baik kebisingan yang terjadi akibat vortex pusaran maupun kebisingan akibat putaran lebih banyak ditimbulkan oleh baling-baling dan putaran propeller. Hal ini mengakibatkan banyak riset berkembang pada propeller terutama akibat beban dan putaran torsi pada propeller dengan tujuan untuk mengurangi kebisingan yang terjadi pada propeller. Akan tetapi, kebisingan akibat pusaran juga penting dipertimbangkan terutama pada penerbangan dengan kecepatan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.6. dibawah ini. Gambar 2.6. Aliran udara melalui propeller Kurniawan, 2011. 2.2.4 General Momentum Theory General momentum theory mempelajari tentang gaya – gaya yang dihasilkan oleh propeller . Propeller dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piring – pirangan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran Universitas Sumatera Utara 12 udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut Kurniawan, 2011. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.7. dibawah ini. Gambar 2.7. Aliran udara yang melewati propeller Kurniawan, 2011 Asumsi-asumsi yang digunakan pada teori ini yaitu: 1. Propeller dianggap sebagai piringan. 2. Aliran udara yang melewati piringan berbentuk tabung. 3. Kecepatan dan tekanan terdistribusi secara seragam pada setiap seksi tabung. 4. Gerakan rotasional diabaikan. 2.2.5 Vortex – Blade Element Theory Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory . Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-tiap bilah baling- baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap- tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian. Daya dorong yang dihasilkan oleh sebuah baling baling ditentukan oleh lima hal-hal, bentuk dan area dariaAirfoil, sudut serang angle of attack, massa jenis udara, dan kecepatan dimana gerakan airfoil melalui udara . Sebelum mendiskusikan cara memvariasikan gaya angkat yang dihasilkan oleh propeller, kita harus mengerti beberapa karakteristik desain propeller Kurniawan, 2011. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah: Universitas Sumatera Utara 13 1. Sifat-sifat dari sebuah elemen tidak terpengaruh oleh unsur-unsur yang berdekatan pada bilah yang sama. 2. Yang akan diadopsi pada tiap-tiap elemen adalah karakteristik airfoil 3. Kecepatan efektif elemen melewati udara merupakan resultan dari kecepatan aksial, kecepatan putar bilah dan kecepatan induksi. Gambar 2.8. Kecepatan efektif elemen melewati udara Kurniawan, 2011. Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep trailing edge vortices dan tip vortices pada propeller tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing.

2.3 Airfoil