Simulasi Tegangan Propeller Al – Mg yang Dirancang untuk Propeller Rendah Bising

(1)

SIMULASI TEGANGAN PROPELLER Al-Mg YANG

DIRANCANG UNTUK PROPELLER RENDAH BISING

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

YOGI ALDIANSYAH

100401043

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK


(2)

(3)

(4)

(5)

Abstrak

Untuk mempermudah mendapatkan tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi pada bilah propeller maka dilakukan simulasi aliran maupun static structuralyang merupakan tujuan dari penelitian ini. Kegunaan dilakukannya simulasi ini adalah untuk mendapatkan nilai tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi pada setiap elemen propeller. Dalam hal ini setiap bagian pada propeller akan mendapatkan tegangan yang berbeda pada setiap titik. Dalam melakukan simulasi pada propeller peneliti menggunakan software ansys 15.0 yaitu fluent dan static structural dengan variasi kecepatan fluida sebesar 10 – 50 m/s. Propeller dibagi dalam 198827 meshing yang dilakukan di fluent, setelah hasil aliran didapat makahasil tersebut menjadi input di ujistatic structural. Dari hasil uji static structural deformasi, tegangan dan regangan yang didapat pada kecepatan 10 m/s sebesar 2.9742x10-7m, 1.2676 x 10-6dan51.46 Pa. pada kecepatan 20 m/s sebesar 1.0941 x 10-6 m, 4.6729 x 10-6 dan 19134 Pa. pada kecepatan 30 m/s sebesar 2.1874 x 10-6 m, 9.3428x10-6 dan 38322 Pa. pada kecepatan 40 m/s sebesar 3.5028x10-6,3.5028x10-6 dan 1.4962x10-5.Pada kecepatan 50 m/s sebesar 5.0521 x 10-6 m, 2.1581 x 10-5dan 89077 Pa. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa deformasi yang paling besar terjadi pada bilah propeller terletak pada bagian terluar propeller sedangkan regangan dan tegangan yang terjadi pada bilah propeller terletak pada bagian hub propeller.


(6)

Abstract

To facilitate getting stress, strain and deformation that occurs in the propeller blades and the flow simulation of structural static that is the purpose of this study. usefulness of doing this simulation is to obtain the value of stress, strain and deformation that occurs in every element of the propeller. In this case each part of the propeller will get adifferent stress at each point. In simulating the propeller researcher using theANSYS15.0softwarethat isfluentandstructuralstaticfluidvelocitywith the variationby10-50m/s. propeller is divided into 198827 meshing is done in fluent, after the results obtained, the stream becomes the input results in static structural test. from thestatictest resultsof structuraldeformation, stress and strainareobtainedat a speed of10m/sare2.9742x10-7 m, 1.2676and51.46x10-6Pa.at a speed of 20 m/s are 1.0941 x 10-6 m, 4.6729 x 10-6 and 19134 Pa. at a speed of 30 m/s are 2.1874 x 10-6 m, 9.3428 x 10-6 and 38322 Pa. at a speed of 40 m/s are 3.5028x 10-6, 3.5028x10-6 and 1.4962x10-5. At a speed of 50 m/s are 5.0521 x 10-6 m, 2.1581 x 10-5 and 89077 Pa. These test resultsindicatethat thegreatestdeformationoccurson thepropeller bladesis locatedonthe outer portion ofthe propellerwhile thestrain and stressthatoccursin thepropeller bladesare located at thehub ofthe propeller.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan Rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

. Adapun judul skripsi ini adalah “Simulasi Tegangan Propeller Al – Mg Yang

Dirancang Untuk Propeller Rendah Bising”.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yeng telah memberikan segala dukungan tak terhingga secara moril dan materil .

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Dr. Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Ir. Syahril Gultom, MT selaku ketua dan sekertaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

4. Abangda Fadly A Kurniawan selaku koordinator lab Noise and Vibration yang telah memberikan arahan untuk penulisan tugas ini.

5. Abangda Amma Mulya yang telah membantu proses simulasi.

6. Teman satu tim Lab Noise and Vibration yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam menyelesaikan tugas ini

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya stambuk 2010 yang telah banyak mendukung pekerjaan simulasi dan memberi motivasi bagi penulis . 8. Mutiara Dwi Yanti Am.Keb,SST selaku sahabat yang telah memberikan

motivasi kepada saya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang di dapat selama di bangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini


(8)

. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsimini dapat bermanfaat bagi kalangan yang dapat membacanya.

Medan, Desember 2014 Penulis,

Yogi Aldiansyah NIM : 100401043


(9)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khususs ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 4

2.1 Pesawat Tanpa Awak (UAV) ... 4

2.2 Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) ... 4

2.3 Sistem Propulsi ... 6

2.3.1 Sejarah Perkembangan Teori Propeller ... 7

2.3.2 Defenisi Propeller ... 8

2.3.3 Bagian-bagian Propeller ... 8

2.3.4 Dasar Teori Elemen Propeller ... 9

2.4 Gaya Yang Terjadi Pada Propeller ... 11

2.4.1 Trush ... 11

2.4.2 Gaya Sentrifugal ... 11

2.4.5 Gaya Torsi atau Twist ... 12

2.5 Metode Elemen Hingga ... 14

2.5.1 Analisis Elemen Hingga ... 14

2.5.2 Konsep Dasar ... 14


(10)

2.6 Tegangan Yang Terjadi Pada Propeller ... 16

2.6.1 Tegangan Bending (Bengkok) ... 16

2.6.2 Tegangan Torsi (Torsion stress) ... 18

2.6.2 Tegangan Puntir (Shear Stress) ... 19

2.6.4 Deformasi ... 20

2.6.5 Regangan ... 20

2.7 Interaksi Struktur Fluida ... 21

2.8 ANSYS Simulation ... 22

2.7.1 ANSYS Fluent ... 23

2.7.2 Static Structural ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 25

3.2.1 Bahan Penelitian ... 25

3.2.2 Peralatan Yang Digunakan ... 26

3.2.3 Spesifikasi Data Propeller ... 26

3.3 Variabel Penelitian... 27

3.3.1 Variabel Terikat ... 27

3.3.2 Variabel Bebas ... 27

3.3.3 Spesifikasi Fluida... 28

3.4 Urutan Proses Analisa... 28

3.5 Tahap Pengujian Propeller ... 29

3.5.1 Pemodelan Propeller ... 29

3.5.2 Meshing Fluent Ansys 15.0 ... 30

3.5.3 Setup Fluent Ansysy 15.0 ... 32

3.6 Diagram Alir Penelitian ... 39

BABA IV ANALISA DATA ... 41

4.1 Pendahuluan ... 41

4.1.1 Pengujian Tarik ... 41

4.2 Hasil Pengujian Simulasi Propeller ... 42

4.2.1 Hasil Pengujian Fluent ... 42


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pesawat tanpa awak (UAV) ... 4

Gambar 2.2 Defenisi gaya pada gerak pesawat ... 7

Gambar 2.3 Bagian baling-baling pada propeller ... 8

Gambar 2.4 Elemen pada propeller ... 9

Gambar 2.5 Udara relatif... 10

Gambar 2.6 Jalur pergerakan propeller ... 10

Gambar 2.7 Geometri dan effective pitch ... 11

Gambar 2.8 Tipikal struktur mekanika ... 15

Gambar 2.9 Urutan langkah analisis tegangan sebuah batang tak bermasa ... 16

Gambar 2.10 Bending stress ... 17

Gambar 2.11 Sifat balok dalam lentur ... 18

Gambar 2.12 Diagram momen kopel pada batang ... 19

Gambar 2.13 Batang silindris dengan beban puntiran ... 19

Gambar 2.14 Regangan pada baatang ... 21

Gambar 2.15 Contoh simulasi aliran ansys ... 22

Gambar 2.16 Contoh simulasi static structural ... 23

Gambar 3.1 Propeller Al-Mg ... 24

Gambar 3.2 Motor Listrik ... 25

Gambar 3.3 Dimensi Propeller ... 26

Gambar 3.4 Pemodelan propeller menggunakan ansys 15.0 ... 28

Gambar 3.5 Setting mesh ... 29

Gambar 3.6 Meshing fluid flow pada propeller (fluent) ... 29

Gambar 3.7 Meshing propeller ... 30

Gambar 3.8 General setting... 30

Gambar 3.9 Model set up fluent ansys 15 ... 31

Gambar 3.10 Boundary condition ansys fluent ... 31

Gambar 3.11 Velocity inlet ... 32

Gambar 3.12 Output propeller ... 32

Gambar 3.13 Lapisan batas pada propeller ... 33


(13)

Gambar 3.16 Iterasi ... 34

Gambar 3.17 Diagram alir proses penelitian... 35

Gambar 4.1 (a) Arah aliran fluida 10 m/s ... 37

(b) Kontur tekanan statik 10 m/s ... 37

Gambar 4.2 (a) Arah aliran fluida 20 m/s ... 38

(b) Kontur tekanan statik 20 m/s ... 38

Gambar 4.3 (a) Arah aliran fluida 30 m/s ... 39

(b) Kontur tekanan statik 30 m/s ... 39

Gambar 4.4 (a) Arah aliran fluida 40 m/s ... 40

(b) Kontur tekanan statik 40 m/s ... 40

Gambar 4.5 (a) Arah aliran fluida 50 m/s ... 41

(b) Kontur tekanan statik 50 m/s ... 41

Gambar 4.6 Input fluent – static structural ... 42

Gambar 4.7 Siifat bahan Al – Mg ... 42

Gambar 4.8 Total deformasi pada kecepatan 10 m/s ... 43

Gambar 4.9 Regangan pada kecepatan 10 m/s... 43

Gambar 4.10 Tegangan pada kecepatan 10 m/s ... 44

Gambar 4.11 Total deformasi pada kecepatan 20 m/s ... 44

Gambar 4.12 Regangan pada kecepatan 20 m/s... 45

Gambar 4.13 Tegangan pada kecepatan 20 m/s ... 45

Gambar 4.14 Total deformasi pada kecepatan 30 m/s ... 46

Gambar 4.15 Regangan pada kecepatan 30 m/s... 46

Gambar 4.16 Tegangan pada kecepatan 30 m/s ... 47

Gambar 4.17 Deformasi pada kecepatan 40 m/s ... 47

Gambar 4.18 Regangan pada kecepatan 40 m/s... 48

Gambar 4.19 Tegangan pada kecepatan 40 m/s ... 48

Gambar 4.20 Total deformasi pada kecepatan 50 m/s ... 49

Gambar 4.21 Regangan pada kecepatan 50 m/s... 49

Gambar 4.22 Tegangan pada kecepatan 50 m/s ... 50

Gambar 4.23 Grafik deformasi ... 50

Gambar 4.24 Grafik regangan ... 51


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Lokasi dan aktifitas penelitian ... 24 Tabel 4.1 Tabel hasil simulasi ... 50


(15)

DAFTAR NOTASI

Simbol Satuan

F Gaya Newton

A Luas permukaan m2

m Massa Kg

P Tekanan N/m2

r Jari-jari m

v Kecepatan m/sec

σ Tegangan N/m2

ε

Regangan

ρ Massa jenis kg/m3

E Modulus elastisitas Mpa


(16)

Abstrak

Untuk mempermudah mendapatkan tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi pada bilah propeller maka dilakukan simulasi aliran maupun static structuralyang merupakan tujuan dari penelitian ini. Kegunaan dilakukannya simulasi ini adalah untuk mendapatkan nilai tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi pada setiap elemen propeller. Dalam hal ini setiap bagian pada propeller akan mendapatkan tegangan yang berbeda pada setiap titik. Dalam melakukan simulasi pada propeller peneliti menggunakan software ansys 15.0 yaitu fluent dan static structural dengan variasi kecepatan fluida sebesar 10 – 50 m/s. Propeller dibagi dalam 198827 meshing yang dilakukan di fluent, setelah hasil aliran didapat makahasil tersebut menjadi input di ujistatic structural. Dari hasil uji static structural deformasi, tegangan dan regangan yang didapat pada kecepatan 10 m/s sebesar 2.9742x10-7m, 1.2676 x 10-6dan51.46 Pa. pada kecepatan 20 m/s sebesar 1.0941 x 10-6 m, 4.6729 x 10-6 dan 19134 Pa. pada kecepatan 30 m/s sebesar 2.1874 x 10-6 m, 9.3428x10-6 dan 38322 Pa. pada kecepatan 40 m/s sebesar 3.5028x10-6,3.5028x10-6 dan 1.4962x10-5.Pada kecepatan 50 m/s sebesar 5.0521 x 10-6 m, 2.1581 x 10-5dan 89077 Pa. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa deformasi yang paling besar terjadi pada bilah propeller terletak pada bagian terluar propeller sedangkan regangan dan tegangan yang terjadi pada bilah propeller terletak pada bagian hub propeller.


(17)

Abstract

To facilitate getting stress, strain and deformation that occurs in the propeller blades and the flow simulation of structural static that is the purpose of this study. usefulness of doing this simulation is to obtain the value of stress, strain and deformation that occurs in every element of the propeller. In this case each part of the propeller will get adifferent stress at each point. In simulating the propeller researcher using theANSYS15.0softwarethat isfluentandstructuralstaticfluidvelocitywith the variationby10-50m/s. propeller is divided into 198827 meshing is done in fluent, after the results obtained, the stream becomes the input results in static structural test. from thestatictest resultsof structuraldeformation, stress and strainareobtainedat a speed of10m/sare2.9742x10-7 m, 1.2676and51.46x10-6Pa.at a speed of 20 m/s are 1.0941 x 10-6 m, 4.6729 x 10-6 and 19134 Pa. at a speed of 30 m/s are 2.1874 x 10-6 m, 9.3428 x 10-6 and 38322 Pa. at a speed of 40 m/s are 3.5028x 10-6, 3.5028x10-6 and 1.4962x10-5. At a speed of 50 m/s are 5.0521 x 10-6 m, 2.1581 x 10-5 and 89077 Pa. These test resultsindicatethat thegreatestdeformationoccurson thepropeller bladesis locatedonthe outer portion ofthe propellerwhile thestrain and stressthatoccursin thepropeller bladesare located at thehub ofthe propeller.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan luas seluruhnya 5.193.250 km2, dan hampir dua pertiga wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan dengan luas mencapai 3.287.010 km2. Luas wilayah tersebut memiliki resiko tersendiri dari segi pengamanan wilayah teritorial. Hal tersebut menuntut pemerintah dan jajarannya ( baik pemerintah daerah, TNI, POLRI) mengeluarkan sumber daya yang banyak untuk menjaga pertahanan dan keamanan wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan kenyataan tersebut, sangat diperlukan untuk mengembangkan sebuah pesawat udara tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle atau disingkat UAV) yang bertujuan sebagai pendukung pertahanan keamanan nasional dan pengintaian. Hal ini diharapkan dapat menekan biaya dan sumber daya terhadap pengawasan pertahanan dan keamanan wilayah-wilayah Indonesia. Pesawat udara tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle) merupakan sebuah wahana terbang yang dikendalikan dari jarak jauh untuk melakukan misi tertentu. Dengan pengendalian jarak jauh, maka pesawat ini mampu mengerjakan berbagai misi tanpa terhambat oleh keterbatasan manusia, antara lain, pengoperasian pada daerah yang berbahaya bagi manusia, melakukan operasi mata-mata (pengintaian), pengoperasian dalam jangka waktu yang sangat lama, dan pengoperasian pada kondisi terbang yang lebih murah dan minim resiko terhadap ancaman keselamatan awak .

Salah satu bagian dari pesawat UAV adalah propeller, dimana fungsi propeller ini adalah sebagai gaya dorong (trush) bagi sebuah pesawat , namun dalam sebuah propeller terdapat gaya dorong yang menyebabkan terjadi beberapa macam tegangan yang terjadi propeller, untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan simulasi pada propeller untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada bilah propeller dan dapat mendapatkan berapa besar tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi pada setiap titik/elemen pada propeller.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Propeller pada pesawat UAV merupakan hal yang sangat penting sebagai gaya dorong , dengan adanya gaya dorong maka akan timbul tegangan pada bilah propeler.

Berdasarkan permasalahn tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian propeller tanpa awak ini kususnya pada bagian bilah dan mencari tegangan rata – rata pada bagian bilah propeller tersebut dengan melakukan simulasi menggunakan Ansys 15.0 akibat gesekan antara fluida pada propeller dan tegangan yang terjadi pada bilah propeller saat bergerak dan melihat bagaimana karakterisrik tegangan yang terjadi pada bilah propeller akibat gaya gesek antara udara dan propeller dengan asumsi kecepatan udara 10 – 50 m/s .

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tegangan rata – rata yang terjadi pada bilah propeller menggunakan software Ansys 15.0 disertai pengujian simulasi pada gaya gesek yang terjadi antara udara dengan bilah propellernya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui deformasi pada propeller

2. Mengetahui tegangan yang terjadi pada bilah propeller 3. Mengetahui regangan pada bilah propeller

3. Melakukan simulasi pada propeller dengan menggunakan Ansys 15.0

1.4 Batasan Masalah

Agar masalah yang ditelitin tidak menyimpang dari pembahasan utama, maka permasalahannya dibatasi pada :

1. propeller ini menggunakan paduan material alumunium–magnesium dengan perbandingan 94 % Al – 6% Mg


(20)

2. Desain propeler untuk pesawat ini hanya dibatasi pada 2 (dua) buah jumlah blade.

3. Variasi laju aliran udara dibatasi pada kecepatan 10 – 50 m/s 4. Suhu/temperatur simulasi diabaikan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab. BAB I merupakan pendahuluan. Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan latar belakang, tujuan penulisan, perumusan masalah, manfaat penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II adalah tinjauan pustaka, dimana pada bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan. BAB III merupakan metode penelitian yang berisikan metode dari pengerjaan meliputi langkah-langkah pengolahan. BAB IV adalah hasil dan pembahasan yang berisi tentang hasil pengujian eksperimental. BAB V merupakan kesimpulan dan saran yang berisikan jawaban dari tujuan penelitian.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesawat Tanpa Awak (UAV)

Pesawat tanpa awak (UAV) adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri , menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa di gunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya. Penggunaan terbesar dari penggunaan pesawat ini adalah di bidang militer . Pesawat tanpa awak memiliki bentuk, ukuran, konfigurasi dan karakter bervariasi. Sejarah pesawat tanpa awak adalah drone , pesawat tanpa awak yang digunakan sebagai sasaran tembak. Perkembangan kontrol otomatis membuat pesawat sasaran tembak yang sederhana mampu merubah menjadi pesawat tampa awak yang kompleks.

Gambar 2.1 Pesawat Udara Nir Awak Predator milik USA

2.2 Pesawat Udara Nir Awak (PUNA)

Pesawat udara nir awak juga disebut dengan Unmanned Aerial Vehicle dan terkadang disebut sebagai Remotely Piloted Vehicle atau dengan kata lain, pesawat terbang tanpa awak adalah pesawat terbang tanpa satu pun kru pesawat yang mengendalikan didalamnya. Namun disamping itu, UAV sendiri mampu membawa kamera, sensor, alat komunikasi dan beberapa peralatan lain. Pesawat-pesawat semacam ini berkembang luas di kalangan militer. UAV sendiri tidak


(22)

bisa lepas dari konstribusi Archibald Low. Dia lah seorang tokoh yang menjadi cikal bakal pesawat nir awak tersebut.

Archibald Montgomery Low atau yang lebih dikenal dengan A. M Low, lahir pada tahun 1888 dan wafat pada 13 September 1956. Julukan Father of Radio Guidance Sistem didapatkannya atas dasar konstribusinya yang dalam bidang roket kendali, torpedo, hingga pesawat. Archibald Low mulai terjun pada bidang militer pada saat Perang Dunia. Dia mendapatkan pendidikan dan pelatihan militer, dan beberapa kemudian ia dipromosikan menjadi Kapten oleh Royal Flying Corps. Penelitiannya di bidang kemiliteran ialah, menemukan bagaimana caranya menemukan pengendalian pesawat sehingga dapat digunakan untuk media peluru kendali. Bersama tim yang terdiri dari seorang Kapten (Kapten Poole) dan seorang Letnan (Letnan Bowen), dan Archibald sendiri menjadi ketua tim, dia dan kedua temannya itu merancang sebuah proyek yang besar, Proyek Aerial Target (AT).

Adalah Jendral Sir Daivid Hedgerson memerintahkan Rotal Flying Corps Experimental Works untuk membuat protitpe AT menjadi sebuah alat yang dilengkapi hulu ledak. Sebagai pemimpin Experimental Works, Archibald mengerahkan 30 orang untuk membangun AT, termasuk beberapa ahli didalamnya. Dari proyek tersebut, terciptalah Ruston Proctor AT yang didesain oleh H.P.Folland, sebuah pesawat tak berawak yang difungsikan sebagai penghancur Zeppelin (anti-Zeppelin). Ruston Proctor At tersebut di uji coba pada tanggal 21 MAret 1917 di Upavon Central Flying High School.

AT tersebut dilncurkan dari lori yang menggunakan tekanan udara. Semula, percobaan dirasaa sukses, karena bisa dikontrol dengan remote, namun nahas menimpa pesawat karya Low's team. Pesawat tersebut hancur saat akan mendarat. Selain Aerial Target Aircraft, Archibald juga menciptakan sistem, dimana sistem kendali itu digunakan oleh Jerman semasa Perang Dunia II, sebuah sistem kendali roket atau yang dikenal dengan Project Vergeltungswaffe atau Project V. Untuk ulasan mengenai Project V1 : The Flying Bomb, V2 : Rocket, dan V3 : Canon .

UAV dapat di klasifikasikan berdasarkan Sasaran dan Umpan


(23)

Penyedia medan perang intelijen Logistik

Penelitian dan Pengembangan Sipil dan Komersial

Setelah Perang Dunia II, telah diciptkanlah sebuah pesawat UAV bertenaga jet pendorong pada tahun 1951 yang bernama Ryan Firebee I atau Q-2/KDA-1 Firebee. Ryan Firebee ini diciptakan oleh Tubal Claude Ryan dan dikembangkan oleh Ryan Aeronautical. UAV tersebut mampu diluncurkan di udara maupun dipermukaan tanah dengan bantuan JATO atau sistem yang membantu pesawat untuk terbang dengan roket kecil. Setelah Firebee I diciptakan, beberapa tahun kemudian Firebee II dirilis.

Saat ini UAV semakin beragam jenis dan bentuk. Bahkan ada yang berbentuk lingkaran dan lebih kecil ukurannya. Dan kesemuanya itu tidak lepas dari fungsi dan tujuannya. UAV memang kerap digunakan untuk tugas militer seperti yang dilakukan Predator, Aquila UAV, dan Xianglong UAV. (Mansniarman)

2.3 Sistem Propulsi

Setiap kendaraan membutuhkan sesuatu yang menghasilkan gerak,sesuatu yang mendorong kendaraan tersebut dan memberikan percepatan. Sistem propulsi merupakan mekanisme penggerak pada setiap pesawat udara. Ada dua jenis sistem propulsi yang dipakai,yakni sistem penggerak propeller dan sistem penggerak jet expansi.setiap sistem propulsi dihasilkn berdasarkan hukum ketiga Newton. Pada sistem propulsi,udara sebagai fluida kerja di akselerasikan oleh sistem, dan reaksi dari akselerasi atau percepatan ini menghasilkan gaya pada sistem yang kita sebut dengan thrust atau gaya dorong. Gaya yang bekerja pada sistem propulsi merupakan penerapan dari hukum kedua Newton.


(24)

Gambar 2.2 Defenisi gaya pada gerak pesawat

Dimana force atau gaya merupakan perubahan momentum berdasarkan perubahan waktu diturunkan dari persamaan

F = (m1.V1-m0.V0)/(t1-t0 ) (2.1)

Dengan nilai massa yang constant maka persamaan diatas dapat di ubah menjadi F = (V1-.V0)/(t1-t0 ) (2.2)

F = m .a (2.3)

2.3.1 Sejarah Perkembangan Teori Propeller

Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk di analisa. Teori propeller telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh W. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory oleh Joukowsky (1912) dan Betz (1919).

2.3.2 Definisi Propeller

Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yakni Pro dan Pellere . Pro yang berarti di depan, dan pellere yang berarti untuk menggerakkan. Lebih jauh lagi menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight ,


(25)

propeller adalah sekumpulan dari bilah atau “sayap” yang berputar, yang di

orientasikan pada arah dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan.

2.3.3 Bagian-bagian Propeller

Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.3 di bawah ini, terdapat sebuah propeller berjenis dua baling yang didesain untuk pesawat bobot ringan.

Gambar 2.3 Bagian baling-baling pada propeller Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler: a. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face). b. Tip

Merupakan bagian terluar propeller dari Hub. c. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub. d. Hub

Merupakan pusat propeller sebagai bagian dimana baling – baling melekat.

2.3.4 Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n,


(26)

mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung

angle of attack αe yang efektif, perlu diketahui elemen Vo, n, d dan sudut

airfoil β dimana angle of attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif sepanjang blade.

Gambar 2.4 Elemen pada propeller

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen d adalah diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil. Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR

merupakan kecepatan resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah

kecepatan resultan efektif udara yang termasuk kecepatan induksi. Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler: a. Relative Wind (Udara Relatif)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil bergerak melewati udara.


(27)

b. Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord dari elemen dengan arah udara relatif

c. Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

d. Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang membentuk jalur spiral.

e. Geometric Pitch

Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler dalam sekali revolusi.

f. Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip


(28)

2.4 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler

Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:

2.4.1 Thrust

Sebelum pesawat mulai bergerak, thrust harus digunakan. Pesawat akan tetap bergerak dan bertambah kecepatannya sampai thrust dan drag menjadi sama besar. Untuk menjaga kecepatan yang tetap maka thrust dan drag harus tetap sama, seperti halnya lift dan weight harus sama untuk mempertahankan ketinggian yang tetap dari pesawat. Jika dalam penerbangan yang datar (level), gaya thrust dikurangi, maka pesawat akan melambat. Selama thrust lebih kecil dari drag, maka pesawat akan terus melambat sampai kecepatan pesawat (airspeed) tidak sanggup lagi menahan pesawat di udara. Sebaliknya jika tenaga mesin ditambah, thrust akan menjadi lebih besar dari drag, pesawat terus menambah kecepatannya. Ketika drag sama dengan thrust, pesawat akan terbang dengan kecepatan yang tetap.

Untuk memberikan percepatan maka dibutuhkan suatu mekanisme sistem propulsi sebagaimana yang telah di jelaskan di awal penjelasan sistem propusi. Jika kasus yang dibahas merupakan zat padat, maka untuk mencari massanya akan menjadi relative mudah. Hal ini karena molekul zat padat terikat kuat satu sama lain,dan zat padat tetap pada bentuknya jika berpindah tempat oleh karena itu gaya dorong atau gaya yang bekerja pada zat pada dicukupkan oleh persamaan ,yakni :

F = m . a (2.4) . Hanya saja pada kasus ini zat yang akan dianalisa adalah dalam bentuk fluida gas,terlebih lagi bahwa permasalahan ini menyangkut fluida yang bergerak sehinga untuk mencari massanya menjadi sangat rumitUntuk fluida yang bergerak,maka parameter yang paling penting adalah laju aliran massa. Laju lairan massa merupakan sejumlah massa yang berpindah ke suatu bidang tertentu berdasarkan rentang waktu tertentu. Para ahli aerodinamika menotasikan


(29)

parameter ini dengan symbol m-dot (ṁ).dimana laju aliran massa dirumuskan dengan

ṁ = . V . A

2.4.2 Gaya Sentrifugal (Centrifugal Force)

Gaya sentrifugal disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar baling – baling dari pusat, gaya sentrifugal merupakan gaya gerak melingkar yang berputar menjauhi pusat lingkaran dimana nilainya adalah positif. Besarnya gaya sentrifugal pada umumnya adalah

Fs = m v2 /r (2.4)

Dimana : m = massa

v = kecepatan semtrifugal r = Jari – jari

2.4.3 Gaya Torsi atau Twist

Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling – baling menuju sudut blade yang lebih rendah. Konsep torsi dalam fisika, juga disebut momen, diawali dari kerja Archimedes . Informalnya, torsi dapat dipikir sebagai gaya rotasional. Analog rotational dari gaya, masa, dan percepatan adalah torsi, momen inersia dan percepatan angular. Gaya yang bekerja pada lever, dikalikan dengan jarak dari titik tengah, adalah torsi. Contohnya, gaya dari tiga newton bekerja sepanjang dua meter dari titik tengah mengeluarkan torsi yang sama dengan satu newton bekerja sepanjang enam meter dari titik tengah. Ini menandakan bahwa gaya dalam sebuah sudut pada sudut yang tepat kepada lever lurus. Lebih umumnya, seseorang dapat mendefinisikan torsi sebagai perkalian silang.

T = r x F (2.5) Dimana :


(30)

r = vektor dari axis putaran ke titik di mana gaya bekerja F = adalah vektor gaya.

Gaya dorong pada mekanisme propeller dibedakan menjadi 2, yakni gaya dorong kotor (gross thrust) dan gaya dorong bersih (net thrust) (Fitz Patrick, 2011).

Fg = Qd x Vd x ρ (2.6)

Dimana :

Fg = gaya dorong kotor (N)

Qd = volume udara tiap detik (m3/dt)

ρ = berat jenis udara (kg/m3)

Vd = kecepatan udara/angin keluar (m/dt)

Qd = A x Vd (2.7) Dimana :

A = luas daerah propeller (m2)

Dm = Qd x Vo x ρ (2.8)

di mana :

Dm = momentum drug (N)

Vo = kecepatan angin masuk (m/dt)

Fn = Fg – Dm (2.9)

di mana :

Fn = gaya dorong bersih (N)

Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh sistem propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis


(31)

sistem propulsi berbeda yang dapat menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah satu dari sistem propulsi. Kegunaan dari sebuah propeler adalah untuk menggerakan pesawat melalui dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling (blade) atau lebih yang dihubungkan oleh

sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk menghubungkan bilah menuju poros

mesin.

Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap pada pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta dan udara yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.

2.5 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat di gunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, thermal dan elektromagnetik. Dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi bentuk, kondisi batas dan beban dapat di selesaikan dengan metode pendekatan. Karena keaneka ragaman dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini. Variabel dasar atau variabel medan yang tidak di ketahui yang di tentukan dalam masalah teknik adalah pergeseran dalam mekanik solid, kecepatan dalam mekanika fluida, potensial listrik dan magnet dalam teknik listrik dan suhu dalam aliran panas . secara kontinu variabel yang tidak diketahui ini tidak terbatas.

2.5.1 Analisis Elemen Hingga

Elemen yang paling umum di gunakan dalam analisis truktur di tetapkan dari tanggap sistem terhadap beban luar. Dari unsur – unsur elemen yang telah di uraikan, metode elemen hingga merupakan proses pemodelan sistem struktur menggunakan elemen-elemen yang dirakit dissebut elem hingga. Setiap elemen yang dirakit secara langsung maupun tidak langsung pada setiap elemen melalui nodal-nodal diujung elemen, permukaan atau perbatasan dengan menggunakan sifat-sifat tegangan atau


(32)

regangan yang diketahui bagi bahan struktur. Total persamaan perilaku dari setiap nodal menghasilkan satu seri persamaan aljabar yang dinotasikan dalam persamaan matriks.

2.5.2 Konsep Dasar

Untuk dapat memahami dangan mudah konsep dasar dari metode elemen hingga dapat diambil dari contoh sederhana dari salah satu bentuk struktur mekanika sebagaimana terlihat pada gambar 2.8. Seperti yang sudah di ketahui, banyak struktur mekanika terbuat dari beberapa batang yang terhubung dengan menggunakan sambungan-sambungan sehingga membentuk sebuah struktur . Setiap titk batang penghubung tersebut adalah sebagai titik nodal.

Gambar 2.8 Tipikal struktur mekanika (a)Struktur batang (b) Struktur bertingkat

2.5.4 Analisa Struktur Statis

Analisa statis di gunakan untuk mengetahui serta kondisi kritis yang diambil oleh struktur yang dianalisa tersebut . kondisi kritis merupakan kondisi dimana kegagalan dari struktur paling mungkin terjadi dan dapat tercapai karena pada kondisi tersebut terdapat tegangan maksimum yang dialami struktur tersebut.

Tegangan maksimum dapat di jelaskan dengan lebih mudah melalui gambar 2.9 . pada gambar tersebut digambarkan sebuah batang yang tidak


(33)

bermasa yang memiliki dua gaya P yang sama besar dan berlawanan arah yang terletak di setiap ujung batang tersebut.

Pada batang tersebut diberikan potongan imajiner pada bidang x-x. Dalam analisa struktur diutamakan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja sesuai dengan metode irisan yang menyebutkan hakekat gaya-gaya yang ada dalam suatu benda mengimbangi gaya luar terpakai . sehingga pada potongan imajiner tersebut perlu gaya yang setara seperti yang terlihat pada gambar 2.8 (b) dan (c).

Gambar 2.9 Urutan langkah analisis tegangan sebuah batang tak bermasa

2.6 Tegangan Yang Terjadi Pada Propeller

Jika sebuah benda elastis ditarik oleh suatu gaya, benda tersebut akan bertambah panjang sampai ukuran tertentu sebanding dengan gaya tersebut, yang berarti ada sejumlah gaya yang bekerja pada setiap satuan panjang benda Gaya yang bekerja sebanding dengan panjang benda dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya. Dalam fisika, besarnya gaya yang bekerja (F) dibagi dengan luas penampang (A) didefinisikan sebagai tegangan (stress), disimbolkan σ:

σ = F/A (2.10)

Dimana : σ : Tegangan (N/m2) F : Gaya (Newton) A : Luas penampang (m2)


(34)

Selain gaya –gaya di atas tersebut, masih ada tegangan yang terjadi pada sebuah propeler ketika berotasi, yaitu :

2.6.1 Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan Merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya momen lentur pada benda. Sehingga pelenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertarik, karena bertambah panjang dan sisi bagian bawah tertekan, karena memendek. Dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan tarik, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita tegangan tekan. Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu yang sejajar dengan sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut sebagai bidang netral.

Persamaan umum tegangan lentur, adalah :

ML / I = L / y = E / R (2.11)

Dimana : I = inersia pada sumbu benda (Ixx atau Iyy).

y = jarak dari bidang netral ke permukaan luar benda. E = modulus elastisitas / Young.

R = radius kelengkungan benda.


(35)

Penampang-penampang sebuah balok yang tegak lurus sumbunya akan tetap merupakan bidang datar setelah terjadi lenturan. Titik pangkal sumbu x,y,z adalah titik berat penampang Sebelum balok dibebani, maka bidang ABCD (berimpit dengan bidang xy) merupakan persegi seperti terlihat pada Gambar 2.11.a dan Gambar 2.11.b.Setelah balok dibebani maka balok akan melengkung, titik A dan titik C saling mendekat, sedangkan titik B dan titik D saling menjauh, dapat dilihat pada Gambar 2.11.c. Dengan demikian serat atas balok mengalami tegangan tekan dan serat bawah balok mengalami tegangan tarik. Batas antara tegangan tekan dengan tegangan tarik disebut garis netral, pada Gambar 2.11.b, garis netral digambarkan oleh sumbu x.

Gambar 2.11 Sifat Balok dalam Lentur

Pada balok yang mengalami lentur, regangan yang terjadi pada penampang berbanding langsung dengan jaraknya ke garis netral.

Gambar 2.11.b dan Gambar 2.11.c pada AC terjadi regangan sebesar

AC AC

AC

(2.12)

demikian pula pada BD akan terjadi regangan sebesar

BD BD

BD

(2.13)

2.6.2 Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Torsi adalah suatu pemuntiran sebuah batang yang diakibatkan oleh kopelkopel (couples) yang menghasilkan perputaran terhadap sumbu


(36)

longitudinalnya. Kopel-kopel yang menghasilkan pemuntiran sebuah batang disebut momen putar (torque) atau momen puntir (twisting moment). Momen sebuah kopel sama dengan hasil kali salah satu gaya dari pasangan gaya ini dengan jarak antara garis kerja dari masing-masing gaya. Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

Gambar 2.12 Diagram Momen Kopel pada Batang

a. Tegangan dan Regangan Akibat Momen Puntir

Tegangan geser adalah intesitas gaya yang bekerja sejajar dengan bidang dari luas permukaan. Persamaan umum tegangan geser padam sebarang titik dengan jarak r dari pusat penampang adalah:

maks = J/Tr (2.14)

b. Regangan Geser

Regangan geser adalah perbandingan tegangan geser yang terjadi dengan modulus elastisitasnya.

G (2.15)

Dimana: G = modulus elastisitas geser, = tegangan geser

2.6.3 Tegangan Puntir ( Shear Stress )

Bila sebatang material mendapat beban puntiran, maka serat-serat antara suatu penampang lintang dengan penampang lintang yang lain akan mengalami pergeseran, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.31


(37)

(a) (b)

Gambar 2.13 Batang Silindris dengan Beban Puntiran

Pada Gambar 2.13 (a) ditunjukkan bahwa titik A bergeser ke B sehingga membentuk sudut . Sedangkan pada Gambar 2.13 (b) pergeseran tersebut akan mengakibatkan rotasi serat pada penampang lintangnya sebesar . Sehingga pada serat terluar, regangan geser yang terjadi adalah .

2.6.4 Deformasi

Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran

dari sebuah objek karena Sebuah diterapkan gaya (energi deformasi dalam hal ini ditransfer melalui kerja) atau Perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini ditransfer melalui panas). Deformasi terdiri dari dua bagian,yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang apabila gaya penyebab deformasi itu dihilangkan maka deformasi kembali ke bentuk semula.

Deformasi plastis adalah perubahan bentuk material apabila ketika gaya dihilangkan material tidak kembali ke ukuran, tidak ke bentuk semula. Deformasi elastis terjadi pada tegangan yang rendah dan mempunyai tiga karakteristik utama, yaitu:

1 bersifat mampu-balik (reversible)

2 antara tegangan dan regangan terdapat hubungan linear dan sesuaidengan hooke.


(38)

2.6.5 Regangan

Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Sebagai contoh diperlihatkan pada Gambar 2.14, perpanjangan dari batang tersebut adalah hasil komulatif dari perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang.

Gambar 2.14 Regangan pada batang

Pertambahan panjang pada batang dinotasikan dengan Δ (delta), s dimana satu satuan panjang dari batang akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total Δ. Perpanjangan pada batang dapat diukur untuk setiap kenaikan tertentu dari beban aksial. Dengan demikian konsep perpanjangan per satuan panjang, atau disebut regangan, yang

diberinotasi ε (epsilon) dapat dihitung dengan persamaan.

ε

=

ΔL/L (2.16)

Dimana :

ε

=

Regangan

ΔL = Pertambahan panjang L = Panjang awal

2.7 Interaksi Struktur Fluida

Dalam interaksi struktur fluida, satu atau lebih struktur padat berinteraksi dengan aliran fluida internal maupun sekitarnya. Masalah struktur fluida


(39)

memainkan peran penting dalam berbagai bidang ilmiah dan teknik, namun sebuah studi komprehensif masalah tersebut tetap menjadi tantangan non-linear dan bersifat multidisiplin yang kuat (Chakrabarti 2005, Dowell dan Balai 2001, Morand dan Ohayon 1995) .

Cairan-struktur masalah interaksi dan masalah multiphysics pada umumnya seringkali terlalu rumit untuk dipecahkan secara analitik dan sehingga mereka harus dianalisis dengan cara eksperimen atau simulasi numerik. Penelitian di bidang komputasi dinamika fluida dan dinamika struktur komputasi masih berlangsung tapi kematangan bidang ini memungkinkan simulasi numerik interaksi fluida-struktur.

2.7.1. Pendekatan Monolithic

persamaan yang mengatur aliran dan perpindahan struktur diselesaikan secara bersamaan, dengan Metode Newton-Raphson atau fixed-point iterasi yang berbeda dapat digunakan untuk memecahkan masalah interaksi struktur fluida. Berdasarkan metode Newton-Raphson iterasi yang digunakan baik dalam monolitikdan dipartisi pendekatan. Metode Newton-Raphson memecahkan persamaan aliran nonlinear dan persamaan struktural di seluruh domain cairan dan padat. Sistem persamaan linear dalam iterasi Newton-Raphson dapat diselesaikan tanpa pengetahuan tentang Jacobian dengan metode iterative matrik. Sedangkan metode Newton-Raphson memecahkan aliran dan masalah struktural bagi negara di seluruh domain cairan dan padat, juga memungkinkan untuk merumuskan masalah interaksi struktur fluida sebagai sistem dengan hanya derajat kebebasan dalam posisi antarmuka sebagai diketahui. Dekomposisi domain ini mengembun kesalahan masalah interaksi struktur fluida menjadi ruang bagian yang berkaitan dengan antarmuka. Masalah interaksi struktur fluida maka dapat ditulis sebagai masalah menemukan akar atau masalah titik tetap, dengan posisi yang tidak diketahui.

2.8 ANSYS Simulation

ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan


(40)

cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970.

ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.

2.8.1 ANSYS Fluent

FLUENT ialah salah satu software CFD dari ANSYS. Ansys merupakan sebuah software analisis elemen hingga (finite element), bisa dipakai untuk melakukan analisis mekanika benda tegar, analisis fluida, dan analisis perpindahan panas. Sebuah sumber mengatakan bahwa versi 12 keatas sudah kompatibel dengan Windows 7.


(41)

2.8.2 Static Structural

Struktural analisis merupakan analisa yang paling banyak digunakan dengan menggunakan prinsip finite element. Struktural tidak hanya digunakan untuk struktur dalam teknik sipil seperti jembatan, gedung, tetapi meliputi unsur lain seperti kapal, pesawat, piston, dll.

Ada beberapa macam jenis simulasi static struktural, dimana pada program ansys akan terdapat perhitungan tegangan dan regangan. Static analisis digunakan untuk menentukan dan menganalisa tegangan dan menentukan displacements benda pada beban static. Static analisis dapat digunakan pada linier maupun nonlinier static analisis.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama ± 6 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Lokasi dan aktifitas penelitian

No Kegiatan Lokasi

1 Pembuatan Propeller pesawat

Rumah Industri Pengecoran Aluminium di Krakatau.

2

Pengujian simulasi ansys fluent untuk mendapatkan tegangan rata-rata pada bilah propeller

Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Adapun bahan yang di gunakan dalam penelitiana ini adalah 1. Propeller tipe clark-y

Propeller yang di gunakan dalam penelitian ini adalah propeler Al-Mg yang memiliki dua bilah.

Gambar 3.1 Propeller Al-Mg

2. Motor Listrik

Motor listrik adalah sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Motor listrik berfungsi


(43)

sebagai alat untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Motor listrik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kapasitas putaran 2900 rpm.

Gambar 3.2 Motor listrik

3.2.2 Peralatan Yang Digunakan

Jenis peralatan yang dibutuhkan untuk analisis distribusi tegangan pada propeller UAV ini adalah sebuah laptop dengan spesifikasi sebagai berikut Processor : Intel Core i3

RAM : 6 GB CPU : 2,4 GHz

System : Windows 7 64 – bit VGA : ATI Mobility Radeon Software : Ansys 15.0

3.2.3 Spesifikasi Data Propeller

Pengerjaan penelitian ini memiliki spesifikasi data – data yang penting untuk proses analisa. Beberapa bentuk data yang paling dibutuhkan seperti diameter propeler, jumlah blade, tipe blade dan data lainnya telah disesuaikan dengan kajian anggota tim UAV .

DIMENSI

Rentang sayap : 400 mm

Total panjang : 800 mm

Tinggi : 80 mm


(44)

Jumlah bilah : 2

Gambar 3.3 Dimensi Propeller Clark-y

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini ditentukan dua buah variable penelitian, yakni variable terikat dan variable bebas.

3.3.1 Variabel Terikat

Untuk menyederhanakan permasalahan dalam kajian kebisingan pada propeler, maka dalam penelitian ini ditetapkan variable terikat yakni:

1. Sudut airfoil 2. Sifat udara

3. Sifat mekanik bahan

3.3.2 Variabel Bebas

Variable bebas pada penelitian ini merupakan pengaruh yang diakibatkan oleh adanya variabel terikat dan ditetapkan yaitu kecepatan fluida.


(45)

3.3.3 Spesifikasi Fluida

Spesifikasi fluida pada saat melakukan pengujian adalah udara bebas dan juga diperlukan untuk analisi simulasidalam penelitian ini, berikut adalah properties udara :

1. Jenis Fluida : Udara atmosfer 2. Tekanan Fluida : 101325 Pa

3.4 Urutan Proses Analisa

Untuk melakukan analisa distribusi tegangan pada propeler ini, diperlukan urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

1. Pengumpulan data awal

Tahap ini merupakan tahapan dilakukan pengumpulan data tentang informasi mengenai pesawat tanpa awak dari segi kerja, fungsi dan kegunaan, dan perkembangan penelitian kebisingan terhadap pesawat tersebut serta spesifikasi data yang dibutuhkan untuk dilakukan penelitian.

2. Studi Literatur

Penelitian ini harus dilakukan berlandaskan pada azas azas teoritis yang diakui di dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan rujukan penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan cara memperolehnya dari buku buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan symposium, diskusi personal, atau bahkan lewat media internet.

3. Perhitungan data

Perhitungan data pada penelitian ini dilakukan melalui simulasi software Ansys 15.0 .Data-data yang dibutuhkan selama proses pengerjaan di input kedalam proses komputasi data dimulai dari pemodelan bentuk geometri jenis airfoil yang sesuai, kemudian melakukan simulasi kedua untuk memperoleh parameter fluida keluaran propeler dengan memasukkan variabel bebas yang ada.

4. Analisa Hasil Komputasi data

Pada tahapan ini akan dilakukan pembahasan terhadap data yang dihasilkan dari simulasi .


(46)

5. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.dengan demikian diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.

3.5 Tahap Pengujian Propeller

3.5.1 Input coordinat geometri airfoil

Koordinat airfoil diperoleh dari situs resmi edukasi Aerospace Engineering dalam bentuk format file data. Data ini kemudian di konvert dengan Ms.Excell sehingga data koordinat dapat di view dalam bentuk tabualasi. Melalui Ms.Excell ini juga di konvert kembali dalam bentuk file text deliminated.

Gambar 3.4 Input koordinat airfoil

Langkah selanjutnya adalah mengimput sudut serang dengan besar sudut di tetapkan sebagai sudut serang yang mengakibatkan Clmaks pada masing

masing airfoil.


(47)

Setelah pemodelan selesai maka hasil pemodelan dari solidwork di import ke ansys

jenis propeller yang akan dianalisa menggunakan Ansys 15.0 yang mempunyai dua bilah.

Gambar 3.6 Hasil import ke Ansys 15.0

Pada tahap pemodelan kondisi batas diperlukan untuk membatasi udara yang terjadi pada bilah propeller

3.5.2 Meshing Fluent Ansys 15.0

Setelah tahap pemodelan selanjutnya dilakukan proses meshig . ukuran mesh yang terdapat pada suatu objek akan mempengaruhu ketelitian analisis CFD yang akan dilakukan. Semakin kecil mesh yang dilakukan suatu objek maka hasil yang didapatkan semakin teliti tetapi membutuhkan daya dan komputasi waktu yang lebih lama dibandingkan dengan objek yang memiliki ukuran mesh yang lebih besar.


(48)

Gambar 3.7 Setting Mesh

Grow Rate untuk meshing pada propeller digunakan default dengan jumlah node 198827

Gambar 3.8 Meshing fluid flow pada propeller ( Fluent )


(49)

3.5.3 Setup Fluent Ansys 15.0

Setup pada ansys Fluent 15 adalah proses sebelum dimulainya tahap iterasi, pada tahap ini merupakan tahap dimana pengaturan fluida di tentukan. Seperti general, models, Boundary Condition,

1. General Setting

Pada General setting yang skala yukuran yang di gunakan adalah mm

Gambar 3.10 General setting 2. Model Set Up

Aliran fluida yang dimasukkan viskos dengan nilai standart k omega-standar, model k-omega standar yang terdapat pada FLUENT merupakan model berdasarkan model Wilcox k-omega yang memasukkan beberapa modifikasi untuk menghitung efek aliran pada bilangan reynold rendah, kompresibilitas dan penyebaran aliran geser (shear flow).


(50)

3. Boundary Condition

Fungsi dari boundary condition adalah menentukan keluar masuknya fluida dengan parameter tertentu .

Gambar 3.12 Boundary condition ansys fluent

Input yang di tentukan pada boundary condition untuk propeller adalah velocity inlet, dimana velocity inlet ini digunakan untuk mendefenisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya pada sisi masuk aliran, kondisi batas ini hanya digunakan untuk aliran inkompresibel. Simulasi kecepatan angin yang menabrak propeller sebesar 10 m/s dengan tekanan udara 1 atm (101325 Pa)

Gambar 3.13 Velocity Inlet

Pada output propeller yang digunakan adalah outflow karena pada sisi aliran keluar tidak diketahui sama sekali. Data pada sisi keluar diekstrapolasi dari data yang ada pada aliran sebelum mencapai sisi keluar.


(51)

Gambar 3.14 Output Propeller

Pada propeller kondisi batas yang digunakan adalah wall (dinding) sebagai pembatas antara daerah fluida (udara) .

Gambar 3.15 Lapisan batas pada propeller

Sedangkan kondisi lapisan batas pada bidang simetri propeller menggunakan tipe simetry artinya tidak ada data yang dimasukkan.


(52)

Gambar 3.16 Boundary condition simetri

4. Solution Methods

Pada solution methods parameter yang digunakan adalah standart initialization, proses iterasi memerlukan tebakan awal sebelum memulai perhitungan

Gambar 3.17 Solution Methods 4. Iterasi

Iterasi dapat diartikan sebagai suatu proses atau metode yang digunakan secara berulang-ulang (pengulangan) dalam menyelesaikan suatu permasalahan samapai mencapai hasil yang convergent.


(53)

Gambar 3.18 Iterasi a. Iterasi pada kecepatan fluida 10 m/s

Gambar 3.19 Hasil iterasi pada kecepatan fluida 10 m/s

Pada hasil iterasi untuk keceepatan 10 m/s dilakukan sampai konvergen dengan 103 iterasi


(54)

b. Iterasi pada kecepatan fluida 20 m/s

Gambar 3.20 Hasil iterasi pada kecepatan fluida 20 m/s

Pada hasil iterasi untuk keceepatan 20 m/s dilakukan sampai konvergen dengan 98 iterasi

c. Iterasi pada kecepatan fluida 30 m/s

Gambar 3.21 Hasil iterasi pada kecepatan fluida 30 m/s

Pada hasil iterasi untuk keceepatan 30 m/s dilakukan sampai konvergen dengan 99 iterasi.


(55)

d. Iterasi pada kecepatan fluida 40 m/s

Gambar 3.23 Hasil iterasi pada kecepatan fluida 40 m/s

Pada hasil iterasi untuk keceepatan 40 m/s dilakukan sampai konvergen dengan 104 iterasi.

e. Iterasi pada kecepatan fluida 50 m/s

Gambar 3.24 Hasil iterasi pada kecepatan fluida 50 m/s

Pada hasil iterasi untuk keceepatan 50 m/s dilakukan sampai konvergen dengan 105 iterasi.


(56)

3.6 Diagram Alir Simulasi

Secara garis besar, pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar

Proses iterasi numerik MULAI

Pembuatan geometri propeller di

solidwork

Simuasi tahap 1 (Fluent)

Proses import model geometri propeller pada ansys

Proses meshing

Pendefinisian bidang batas pada geometri

Iterasi/ error

Studi Awal

Studi simulasi


(57)

Gambar 3.22 Diagram alir simulasi Simulasi tahap

2

Static Structural Setting engineering data

- Al - Mg

Transfer geometri dari fuent

Transfer pressure dari fluent

Iterasi/ error

Hasil simulasi - Stress - Strain - deformation


(58)

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini dilaporkan hasil kegiatan penelitian yang diawali dengan melakukan rekayasa material paduan Aluminium Magnesium untuk mendapatkan perilaku mekanik. Rekayasa material dilakukan dengan cara pembuatan spesimen uji paduan Aluminium Magnesium (Al-Mg) dengan beberapa komposisi paduan untuk mendapatkan karakteristik mekanik paduan Al-Mg.

Untuk mendapatkan perilaku mekanik paduan Al-Mg, dilakukan pengujian tarik untuk mendapatkan kekuatan tarik dari material paduan Al-Mg. Material paduan Al - Mg pada penelitian ini menggunakan 94 % - 6 %.

4.1.1 Pengujian Tarik

Untuk mendapatkan perilaku mekanik paduan Al-Mg, dilakukan pengujian tarik untuk mendapatkan kekuatan tarik dari material paduan Al-Mg. Material paduan Al - Mg pada penelitian ini menggunakan 94 % - 6 %.


(59)

Gambar 4.1 Nilai grafik hasil uji tarik bahan Al – Mg

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa yield point pada pengujian tarik untuk bahan Al - Mg sebesar 10.178 Mpa, Ultimate strength sebesarr 14.419 Mpa

4.2 Hasil Pengujian Simulasi Propeller

Pengujian dilakukan dengan menginput spesifikasi data fluida. dalam pengujian ini suhu diabaikan dan tekanan udara tetap, dengan peerumpamaan kecepatan udara yang bergerak menuju propeller dilakukan pengujian dengan memasukkan kecepatran udara 10 – 50 m/s.

4.2.1 Hasil Pengujian Fluent

Pada pengujian simulasi dilakukan pengujian Fluent (aliran) guna mendapatkan aliran udara yang terjadi pada propeller.

a. Kecepatan Fluida 10 m/s

Simulasi fluent ini berhasil dilakukan dengan jumlah iterasi 102 . Parameter-parameter yang di input adalah kecepatan fluida sebesar 10 m/s dan tekanan 1 atm. Aliran fluida yang terjadi pada propeller dapat dilihat pada gambar 4.1(a)


(60)

(a)

(b)

Gambar 4.2 (a). Arah aliran udara 10 m/s (b). Kontur tekanan statik 10 m/s

Pada gambar 4.2 b merupakan kontur tekanan maksimum yang terjadi pada propeller sebesar 313 Pa, dan tekanan minimum sebesar 2.6 Pa. untuk kontur tekanan dapat dilihat pada gambar 4.2 b.

b. Kecepatan Fluida 20 m/s

Simulasi fluent ini berhasil dilakukan dengan jumlah iterasi 102 . Parameter-parameter yang di input adalah kecepatan fluida sebesar 20 m/s dan tekanan 1 atm. Aliran fluida yang terjadi pada propeller dapat dilihat pada gambar 4.2(a)


(61)

(a)

(b)

Gambar 4.3 (a). Arah aliran fluida 20 m/s (b). Kontur tekanan statik 20 m/s

Pada gambar 4.3 b merupakan kontur tekanan maksimum yang terjadi pada propeller sebesar 1190 Pa, dan tekanan minimum sebesar 4.22 Pa . untuk kontur tekanan dapat dilihat pada gambar 4.3 b.

c. Kecepatan Fluida 30 m/s

Simulasi fluent ini berhasil dilakukan dengan jumlah iterasi 98 . Parameter-parameter yang di input adalah kecepatan fluida sebesar 30 m/s dan tekanan 1 atm. Aliran fluida yang terjadi pada propeller dapat dilihat pada gambar 4.4 (a)


(62)

(b)

(b)

Gambar 4.4 (a). Arah aliran udara 30 m/s (b). Kontur tekanan statik 30 m/s

Pada gambar 4.4 b merupakan kontur tekanan maksimum yang terjadi pada propeller sebesar 2440 Pa dan tekanan minimum sebesar 117 Pa. untuk kontur tekanan dapat dilihat pada gambar 4.4 b.

d. Kecepatan Fluida 40 m/s

Simulasi fluent ini berhasil dilakukan dengan jumlah iterasi 103 . Parameter-parameter yang di input adalah kecepatan fluida sebesar 40 m/s dan tekanan 1 atm. Aliran fluida yang terjadi pada propeller dapat dilihat pada gambar 4.5 (a)


(63)

(b)

(a)

Gambar 4.5 (a). Arah aliran fluida 40 m/s (b). Kontur tekanan statik 40 m/s

Pada gambar 4.5 b merupakan kontur tekanan maksimum yang terjadi pada propeller sebesar 4080Pa, dan tekanan minimum sebesar 305 Pa. untuk kontur tekanan dapat dilihat pada gambar 4.5 b.

e. Kecepatan Fluida 50 m/s

Simulasi fluent ini berhasil dilakukan dengan jumlah iterasi 104. Parameter-parameter yang di input adalah kecepatan fluida sebesar 40 m/s dan tekanan 1 atm. Aliran fluida yang terjadi pada propeller dapat dilihat pada gambar 4.6 (a)


(64)

(a)

(b)

Gambar 4.6 (a). Arah aliran fluida 50 m/s (b). Kontur tekanan statik 50 m/s

Pada gambar 4.6 b merupakan kontur tekanan maksimum yang terjadi pada propeller sebesar 6030Pa, dan tekanan minimum sebesar -164 Pa. untuk kontur tekanan dapat dilihat pada gambar 4.6 b.

4.2.2 Hasil Pengujian Static Structural

Setelah hasil dari Fluent didapat lalu hasil dari fluent di input ke Static Structural guna mendapatkan deformasi, tegangan, dan regangan yang teerjadi pada propeller.


(65)

Gambar 4.7 Input fluent – Static structural

Sebelum simulali static structural hal yang penting dilakukan adalah memasukkan sifat material Al – Mg, yaitu Density dan Young Modulus, dari hasil perhitungan didapat nilai density dari bahan Al – Mg adalah 2300 Kg/m3 dan Young Modulus adalah 4646 Mpa.


(66)

a. Kecepatan Fluida 10 m/s

Gambar 4.9 Total deformasi pada kecepatan 10 m/s

Dari gambar 4.9 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 10 m/s adalah sebesar 2.9742 x 10 -7 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.

Gambar 4.10 Regangan pada kecepatan 10 m/s

Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 10 m/s adalah sebesar 1.2676 x 10-6 m/m dan regangan minimum sebesar 8.1509 x 10-9 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini


(67)

menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan propeller.

Gambar 4.11 tegangan pada kecepatan 10 m/s

Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum bagian sambungan propeller pada kecepatan fluida 10 m/s adalah sebesar 51.46 Pa dan tegangan minimum sebesar 37.067 Pa.

b. Kecepatan Fluida 20 m/s

Gambar 4.12 Total Deformasi pada kecepatan 20 m/s

Dari gambar 4.12 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 20 m/s adalah sebesar 1.0941 x 10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.


(68)

Gambar 4.13 regangan pada kecepatan 20 m/s

Dari gambar 4.13 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 20 m/s adalah sebesar 4.6729 x 10-6 m/m dan regangan minimum sebesar 2.9727 x 10-8 m/m

Gambar 4.14 tegangan pada kecepatan 20 m/s

Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 20 m/s adalah sebesar 19134 Pa dan tegangan minimum sebesar 138 Pa.

c. Kecepatan Fluida 30 m/s


(69)

Dari gambar 4.15 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 30 m/s adalah sebesar 2.1874 x 10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.

Gambar 4.16 regangan pada kecepatan 30 m/s

Dari gambar 4.16 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 30 m/s adalah sebesar 9.3428x10-6 m/m dan regangan minimum sebesar 6.0637x10-8 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan propeller.


(70)

Dari gambar 4.17 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 30 m/s adalah sebesar 38322 Pa dan tegangan minimum sebesar 281.7 Pa.

d. Kecepatan Fluida 40 m/s

Gambar 4.18 Deformasi pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.18 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 3.5028x10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.

Gambar 4.19 regangan pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.19 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 1.4962x10-5 m/m dan regangan minimum sebesar 9.7827x10-8 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan


(71)

Gambar 4.20 Tegangan pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.20 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 61686 Pa dan tegangan minimum sebesar 454.47 Pa.

e. Kecepatan Fluida 50 m/s

Gambar 4.21 Total Deformasi pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.21 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 5.0521 x 10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.


(72)

Gambar 4.22 Regangan pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.22 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 2.1581 x 10-5 m/m dan regangan minimum sebesar 1.4148x10-7 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan propeller.

Gambar 4.23 Tegangan pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.23 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 89077 Pa dan tegangan minimum sebesar 657.28 Pa.

Hasil pengujian untuk mengetahui deformasi, tegangan dan regangan dengan parameter yang telah dimasukkan sebelumnya dan variasi kecepatan putar propeller, ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Tabel hasil simulasi

Kecepatan ( m/s ) Deformasi (m) Regangan Tegangan (Pa) 10 2.97 x 10 -7 1.2676 x 10-6 5146 20 1.0941 x 10-6 4.6729 x 10-6 19134 30 2.1874 x 10-6 9.3428 x 10-6 38322 40 3.5028 x 10-6 1.4962 x 10-5 61686 50 5.0521 x 10-6 2.1581 x 10-5 89077


(73)

Gambar 4.24 Grafik deformasi

Pada gambar grafik diatas menunjukkan semakin tinggi kecepatan fluida pada propeller maka deformasi yang dihasilkan akan semakin besar.

Gambar 4.25 Grafik regangan

Pada gambar grafik diatas, sama seperti parameter sebelumnya, Semakin tinggi kecepadan fluida maka regangan yang terjadi semakin tinggi.

Gambar 4.26 Grafik tegangan

Pada gambar grafik diatas, peningkatan kecepatan aliran udara yang semakin besar sebanding dengan kenaikan tegangan pada propeller.


(74)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data simulasi maka didipatkan tiga hasil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi laju aliran fluida pada propeller maka tegangan yang terjadi pada bilah propeller semakin besar. Dimana tegangan terendah berada pada kecepatan 10 m/s dengan nilai 51.46 Pa, dan tegangan tertinggi pada kecepatan 50 m/s dengan nilai 89077 Pa

2. Total deformasi yang paling besar pada kecepatan 10 m/s – 50 m/s adalah pada bagian ujung bilah propeller dengan nilai minimum sebesar 2.97 x 10 -7 m dan nilai deformasi maksimum pada kecepatan 50 m/s sebesar 5.0521 x 10-6 . 3. Regangan yang paling besar pada propeller terdapat pada bagian hub propeller

dengan nilai regangan minimum sebesar 1.2676 x 10-6 dan2.1581 x 10-5 nilai regangan maksimum pada 50 m/s sebesar 2.1581 x 10-5 .

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan pada penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dengan memperluas

variabel jenis airfoil yang akan di uji. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui apakah ada jenis airfoil lain yang memiliki karakteristik kebisingan yang lebih rendah

2. Untuk selanjutnya hasil pembuatan propeller di aplikasikan pada pesawat tanpa awak.


(75)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson Jr, Jhon D. 1999 . Fundamental of Aerodyamics. Boston : Mc.Graw-Hill.

2. Ardhianto , Kurniawan. 2011. Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV). AAU Journal of Defense Science and Technology Volume 2, Number 1, 1 July 2011, 125 – 133.

3. Barron,Randall F. 2001. Industrial Noise Control and Acoustics. New-York. :Marcel Dekker, Inc

4. Clancy,L.J 1975. Aerodynamics. London : Pittman Publishing Limitted 5. Gabriel. J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. 99 – 101

6. Graham, J.B. (1991) in Harris, C.M. Handbook of acoustical measurements and noise control.

7. JR, William Weaver and Paul R. Johnston. 1993. Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur. Bandung : Eresco

8. Omotoyinbo,J.,A dan Oladele,I.,O, 2010, “The Effect of Plastic Deformation and Magnesium Content on the Mechanical Properties of 6063 Aluminium

Alloys”, Journal of Minerals & Materials Characterization & Engineering, Vol.9, No.6, pp.539.546, USA.

9. Shih, Teng-Shih, Kon Wia Yen. (2010). Effect of Degassing and Fluxing on the Quality of Al-7% Si and A356.2 Alloys. National Central University, Republic Of China

10. Susatio, Yerri. 2004. Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga. Yogyakarta : ANDI

11. Ye.H, 2002, “ An Overview of the Development of Al-Si-Alloy Based

Material for Engine Application”, JMEPEG, 12-288-297, ASM International.

12. (http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/bgp.html)

13. http://indonesiaproud.wordpress.com/2010/02/02/puna-pesawat-tanpa-awak-karya-bppt/) diakses tanggal 23 Juni 2014


(1)

Dari gambar 4.17 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 30 m/s adalah sebesar 38322 Pa dan tegangan minimum sebesar 281.7 Pa.

d. Kecepatan Fluida 40 m/s

Gambar 4.18 Deformasi pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.18 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 3.5028x10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.

Gambar 4.19 regangan pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.19 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 1.4962x10-5 m/m dan regangan minimum sebesar 9.7827x10-8 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan propeller.


(2)

Gambar 4.20 Tegangan pada kecepatan 40 m/s

Dari gambar 4.20 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 40 m/s adalah sebesar 61686 Pa dan tegangan minimum sebesar 454.47 Pa.

e. Kecepatan Fluida 50 m/s

Gambar 4.21 Total Deformasi pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.21 dapat dilihat bahwa total deformasi maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 5.0521 x 10-6 m. Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.


(3)

Gambar 4.22 Regangan pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.22 dapat dilihat bahwa regangan maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 2.1581 x 10-5 m/m dan regangan minimum sebesar 1.4148x10-7 m/m. Kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan bahwa regangan yang paling besar terdapat pada sambungan propeller.

Gambar 4.23 Tegangan pada kecepatan 50 m/s

Dari gambar 4.23 dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada kecepatan fluida 50 m/s adalah sebesar 89077 Pa dan tegangan minimum sebesar 657.28 Pa.

Hasil pengujian untuk mengetahui deformasi, tegangan dan regangan dengan parameter yang telah dimasukkan sebelumnya dan variasi kecepatan putar propeller, ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Tabel hasil simulasi

Kecepatan ( m/s ) Deformasi (m) Regangan Tegangan (Pa) 10 2.97 x 10 -7 1.2676 x 10-6 5146 20 1.0941 x 10-6 4.6729 x 10-6 19134 30 2.1874 x 10-6 9.3428 x 10-6 38322 40 3.5028 x 10-6 1.4962 x 10-5 61686 50 5.0521 x 10-6 2.1581 x 10-5 89077


(4)

Gambar 4.24 Grafik deformasi

Pada gambar grafik diatas menunjukkan semakin tinggi kecepatan fluida pada propeller maka deformasi yang dihasilkan akan semakin besar.

Gambar 4.25 Grafik regangan

Pada gambar grafik diatas, sama seperti parameter sebelumnya, Semakin tinggi kecepadan fluida maka regangan yang terjadi semakin tinggi.

Gambar 4.26 Grafik tegangan

Pada gambar grafik diatas, peningkatan kecepatan aliran udara yang semakin besar sebanding dengan kenaikan tegangan pada propeller.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data simulasi maka didipatkan tiga hasil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi laju aliran fluida pada propeller maka tegangan yang terjadi pada bilah propeller semakin besar. Dimana tegangan terendah berada pada kecepatan 10 m/s dengan nilai 51.46 Pa, dan tegangan tertinggi pada kecepatan 50 m/s dengan nilai 89077 Pa

2. Total deformasi yang paling besar pada kecepatan 10 m/s – 50 m/s adalah pada bagian ujung bilah propeller dengan nilai minimum sebesar 2.97 x 10 -7 m dan nilai deformasi maksimum pada kecepatan 50 m/s sebesar 5.0521 x 10-6 . 3. Regangan yang paling besar pada propeller terdapat pada bagian hub propeller

dengan nilai regangan minimum sebesar 1.2676 x 10-6 dan2.1581 x 10-5 nilai regangan maksimum pada 50 m/s sebesar 2.1581 x 10-5 .

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan pada penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dengan memperluas

variabel jenis airfoil yang akan di uji. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui apakah ada jenis airfoil lain yang memiliki karakteristik kebisingan yang lebih rendah

2. Untuk selanjutnya hasil pembuatan propeller di aplikasikan pada pesawat tanpa awak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson Jr, Jhon D. 1999 . Fundamental of Aerodyamics. Boston : Mc.Graw-Hill.

2. Ardhianto , Kurniawan. 2011. Desain dan Analisis Propeller pada

Unmanned Aerial Vehicle (UAV). AAU Journal of Defense Science and Technology Volume 2, Number 1, 1 July 2011, 125 – 133.

3. Barron,Randall F. 2001. Industrial Noise Control and Acoustics. New-York. :Marcel Dekker, Inc

4. Clancy,L.J 1975. Aerodynamics. London : Pittman Publishing Limitted 5. Gabriel. J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. 99 – 101

6. Graham, J.B. (1991) in Harris, C.M. Handbook of acoustical measurements and noise control.

7. JR, William Weaver and Paul R. Johnston. 1993. Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur. Bandung : Eresco

8. Omotoyinbo,J.,A dan Oladele,I.,O, 2010, “The Effect of Plastic Deformation

and Magnesium Content on the Mechanical Properties of 6063 Aluminium

Alloys”, Journal of Minerals & Materials Characterization & Engineering, Vol.9, No.6, pp.539.546, USA.

9. Shih, Teng-Shih, Kon Wia Yen. (2010). Effect of Degassing and Fluxing on the Quality of Al-7% Si and A356.2 Alloys. National Central University, Republic Of China

10. Susatio, Yerri. 2004. Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga. Yogyakarta : ANDI

11. Ye.H, 2002, “ An Overview of the Development of Al-Si-Alloy Based

Material for Engine Application”, JMEPEG, 12-288-297, ASM International.

12. (http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/bgp.html)

13. http://indonesiaproud.wordpress.com/2010/02/02/puna-pesawat-tanpa-awak-karya-bppt/) diakses tanggal 23 Juni 2014