22
3.3 Alat-alat
Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda magnesium, besi, dan tembaga, hot plate FISONS, neraca analitik
BOECO, botol kaca, alumunium foil, alat tanur Stuart, blender Cosmos, kertas saring Whatman No.42, krus porselen dan alat-alat gelas Pyrex dan
Oberol.
3.4 Pembuatan Pereaksi Larutan HNO
3
1:1
Sebanyak 500 ml larutan HNO
3
65 bv diencerkan dengan 500 ml akua demineralisata Isaac, 1990.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, dimana sampel ditentukan atas
dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi Budiarto, 2004.
3.5.2 Penyiapan Sampel
Sebanyak 1000 g dari 2 buah umbi lobak segar yang tidak ditentukan kadar airnya dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan akua
demineralisata, ditiriskan, dan dipotong. Selanjutnya dibagi menjadi dua bagian masing-masing ditimbang 500 g untuk yang segar dan 500 g untuk yang direbus,
proses perebusan dilakukan selama 10 menit setelah air mendidih, ditiriskan, dan dikeringkan diudara terbuka lalu dihaluskan dengan blender.
Universitas Sumatera Utara
23
3.5.3 Proses Destruksi
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 50 g didalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate pada suhu 300ºC, lalu diabukan dalam
tanur dengan temperatur awal 100ºC dan perlahan–lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500ºC dengan interval 25ºC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan
selama 72 jam dihitung saat suhu mencapai 500 ℃, lalu setelah suhu tanur
±27ºC, sampel dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin lalu ditambahkan 5 ml HNO
3
1:1, kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100ºC dan perlahan–
lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500ºC dengan interval 25ºC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin di dalam
tanur suhu tanur ±27ºC Isaac, 1990.
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO
3
1:1, lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dibilas krus porselen dengan 5 ml akua
demineralisata sebanyak tiga kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol Isaac, 1990.
Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif.
3.5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan baku magnesium konsentrasi 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda
Universitas Sumatera Utara
24 dengan akua demineralisata konsentrasi 10 µgml. Kurva kalibrasi magnesium
dibuat dengan cara memipet 0,5; 0,75; 1,0; 1,25; dan 1,5 ml larutan baku magnesium 10 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml
dan dicukupkan hingga garis tanda dengan menggunakan akua demineralisata larutan ini mengandung konsentrasi magnesium 0,10; 0,15; 0,2; 0,25; dan 0,3
µgml dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi
Larutan baku besi konsentrasi 1000 µgml dipipet sebanyak 2,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan akua demineralisata konsentrasi 100 µgml. Kurva kalibrasi besi dibuat dengan cara memipet 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; dan 2,25 ml larutan baku 100
µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung
konsentrasi besi 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 µgml dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga
Larutan baku tembaga konsentrasi 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan akua demineralisata konsentrasi 10 µgml. Kurva kalibrasi tembaga dibuat dengan cara memipet 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 ml larutan baku 10 µgml,
masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata larutan ini mengandung konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
25 tembaga 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 µgml dan diukur absorbansi pada panjang
gelombang 324,8 nm dengan nyala udara-asetilen. 3.5.6 Penetapan Kadar Magnesium, Besi dan Tembaga dalam Sampel
Sebelum dilakukan penetapan kadar magnesium, besi, dan tembaga dalam sampel, terlebih dahulu alat spektrofotometer serapan atom dikondisikan dan
diatur metodenya sesuai dengan mineral yang akan diperiksa agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengukuran. Untuk pengukuran kadar magnesium dalam
sampel larutan sampel hasil destruksi diencerkan hingga 250 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah
dikondisikan dan diatur metodenya dimana penetapan kadar untuk magnesium dilakukan pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai
absorbansi yang diperoleh digunakan untuk perhitungan konsentrasi magnesium dalam sampel berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Untuk pengukuran kadar besi dan tembaga dalam sampel, larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya dimana penetapan kadar besi dan tembaga dilakukan pada masing–masing panjang gelombang 248,3
nm dan 324,8 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh digunakan untuk perhitungan konsentrasi besi dan tembaga dalam sampel
berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Konsentrasi µ gml didapatkan dari persamaan regresi kurva kalibrasi:
y = ax + b Keterangan:
y = Absorbansi x = Konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
26 Kadar mineral magnesium, besi dan tembaga dalam sampel dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut: Kadar Logamµ gg = Konsentrasi µgml x Volume ml
Berat Sampel g x Faktor pengenceran
3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Menurut Sudjana 2005 kadar mineral yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dapat dianalisis dengan metode
standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:
SD =
1 -
n X
- Xi
2
∑
Keterangan : Xi = Kadar sampel
−
X = Kadar rata-rata sampel n = jumlah perlakuan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus: t
hitung
=
n SD
X Xi
−
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99,
α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus: Kadar Mineral : µ
=
X
± t
α2, dk
x SD n Keterangan :
−
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar deviasi
dk = Derajat kebebasan dk = n-1
α = Interval kepercayaan
n = Jumlah pengulangan
Universitas Sumatera Utara
27
3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Menurut Soepeno 2002 pengujian terhadap sampel yang berhubungan sampel yang berkondisi sama sebelum terlebih dahulu diberi perlakuan dapat
dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan untuk mengetahui apakah nilai rata-rata kedua populasi sama µ
1
= µ
2
atau berbeda µ
1
≠ µ
2
dengan menggunakan rumus di bawah ini:
t = 1
2 2
2 1
− −
−
∑ ∑
n n
n D
D X
X
Keterangan : X
1
= kadar rata-rata sampel 1 X
2
= kadar rata-rata sampel 2 D = nilai beda selisih antara data 1 dengan data 2
n = Jumlah sampel Jika t hitung lebih besar dari nilai
tα2; dk, maka terdapat perbedaan signifikan antara kedua nilai rata-rata.
3.5.8 Uji Akurasi Recovery
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar standard addition method. Dalam metode ini, kadar
mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar
dengan konsentrasi tertentu Ermer dan McB Miller, 2005. Umbi lobak yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 50 g di dalam krus porselen,
lalu ditambahkan 3 ml larutan baku magnesium konsentrasi 100 µgml; 0,5 ml larutan baku besi konsentrasi 50 µgml dan 0,5 ml larutan baku tembaga
konsentrasi 10 µgml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dekstruksi dilakukan pengerjaan
Universitas Sumatera Utara
28 sama dengan pembuatan larutan sampel pada penetapan kadar. Kemudian diukur
menggunakan spektrofotometri serapan atom. Menurut Harmita 2004 persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini: Recovery = C
F
– C
A
C
A ∗
x 100
Keterangan : C
F
= Kadar logam setelah ditambag baku C
A
= Kadar rata-rata logam sebelum ditambah baku C
A ∗
=
Kadar baku dalam sampel
3.5.9 Uji Presisi Simpangan Baku Relatif