Pengaruh Model Cooperative Learning Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Konsep Fluida Dinamis

(1)

(Eksperimen Kuasi di SMA Negeri 10 Depok)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

SORAYA KAMAL 109016300002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

iii ABSTRAK

SORAYA KAMAL 109016300002. Pengaruh Model Cooperative Learning

Berbasis Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Fluida Dinamis.Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Cooperative Learning Berbasis Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Fluida Dinamis. Penelitian ini dilakukan di kelas XI-A1 dan XI-A2 SMAN 10 Depok. Penelitian ini berlangsung pada April 2016. Penentuan sampel ini berdasarkan teknik purpossive sampling. Instrumen yang digunakan adalah intrumen tes berupa essay. Data hasil instrumen tes dianalisis secara kuantitatif. Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model cooperative learning berbasis problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida dinamis. Hal tersebut didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t terhadap data posttest. Hasilnya adalah nilai thitung sebesar 3,679 dan nilai ttabel sebesar 2,002. Terlihat bahwa thitung > ttabel, sehingga Ha ditolak. Selain itu, nilai rata-rata

hasil belajar siswa yang menerapkan model cooperative learning berbasis problem solving lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata hasil belajar siswa tanpa menggunakan problem solving. Kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen di setiap indikator soal mengalami peningkatan, dengan kategori N-Gain tinggi dan sedang.

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif, problem solving, kemampuan pemecahan masalah


(6)

iv ABSTRACT

SORAYA KAMAL 109016300002. Effect of Cooperative Learning Model Based on Problem Solving to Ability Students Problem Solving in Dynamic Fluid Concepts. Skripsi of Physics Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

This research aims to determine the effect of cooperative learning model based on problem solving to ability students problem solving in dynamic fluid concepts. This research was done in class XI-A1 and XI-A2 in SMAN 10 Depok. The research was done in April 2016. The technique of sampling is purpossive sampling. Instrumen were used in this research is test instrument which is essay. Test instrumen data will be analized quantitatively. Based on data analysis, the result obtained that there is an effect of cooperative learning model based on problem solving to ability students problem solving in dynamic fluid concepts. The result of hypothesis testing against posttest data showed that value of is

and value of is . This showed that is higher than , so is rejected. Average of student’s learning result that uses cooperative learning model based on problem solving is higher than the average of student learning result without problem solving. The result of the experimental class student’s learning is superior in each indicator test with the category of N-gain is high and medium.

Key words : cooperative learning model, problem solving, ability problem solving


(7)

v

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Modul Interaktif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Konsep Suhu dan Kalor”. Skripsi ini menggambarkan bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan modul interaktif.

Apresiasi dan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dwi Nanto, Ph.D selaku Ketua Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan selama proses perkuliahan dan pembuatan skripsi.

4. Ibu Diah Mulhayatiah M.Pd, selaku dosen pembimbing sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan selama proses perkuliahan dan pembuatan skripsi.

5. Seluruh dosen, staf, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan pendidikan IPA yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses perkuliahan.

6. Ibu Eti Saptarini M.Pd, selaku guru bidang studi fisika SMA Negeri 10 Depok.

7. Dewan guru, staf, karyawan, dan siswa-siswi SMA Negeri 10 Depok yang telah memberikan bantuannya selama penelitian berlangsung.


(8)

vi skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2009 yang telah memberi bantuan, inspirasi dan motivasi.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini sangat dinantikan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juni 2016


(9)

vii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS ... 7

A. Kajian Teoretis ... 7

1. Model Cooperative Learning ... 7

2. Problem Solving ... 12

3. Model Cooperative Learning Berbasis Problem Solving .. 17

4. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 18

a. Pengertian Masalah ... 18

b. Pemecahan Masalah ... 19


(10)

viii

Konsep Fluida Dinamis ... 23

c. Peta Konsep Fluida Dinamis ... 23

d. Materi Konsep Fluida Dinamis ... 24

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Desain Penelitian ... 33

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data ... 35

H. Instrumen Penelitian ... 36

I. Kalibrasi Instrumen ... 37

a. Uji Validitas ... 38

b. Uji Reliabilitas ... 39

c. Taraf Kesukaran ... 41

d. Daya Pembeda ... 42

J. Teknik Analisis Data Tes ... 43

Prasyarat Analisis Data ... 43

1) Uji Normalitas ... 44

2) Uji Homogentias ... 45

3) Uji Hipotesis ... 45


(11)

ix

3. Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 53

a. Nilai Rata-rata ... ... 53

b. Hasil Pretest dan Posttest ... ... 54

B. Analisis Hipotesis ... 55

1. Hasil Analisis Uji Prasyarat ... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Homogenitas ... 56

2. Analisis Uji Hipotesis ... 57

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ……… .... 62


(12)

x

Gambar 2.2 Peta Konsep Fluida Dinamis ... 23

Gambar 2.3 Kekekalan Energi Pada Aliran Fluida ... 25

Gambar 2.4 Kecepatan Aliran Zat Cair Pada Lubang Dinding Tabung .... 26

Gambar 2.5 Venturimeter Dilengkapi Manometer ... 27

Gambar 2.6 Venturimeter Tanpa Dilengkapi Manometer ... 27

Gambar 2.7 Tabung Pitot Dilengkapi Manometer ... 27

Gambar 2.8 Alat Penyemprot Menerapkan Hukum Bernoulli ... 27

Gambar 2.9 Pesawat Terbang Menerapkan Hukum Bernoulli ... 28


(13)

xi

Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Tradisional ... 11

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 34

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 35

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen tes ... 36

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .. 37

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 39

Tabel 3.6 Kategori Reliabilitas Instrumen Tes ... 40

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 40

Tabel 3.8 Kategori Derajat Kesukaran Instrumen Tes ... 41

Tabel 3.9 Hasil Uji Derajat Kesukaran Instrumen Tes ... 42

Tabel 3.10 Kategori Daya Beda ... 43

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Beda ... 43

Tabel 4.1 Distribusi Hasil Pretest Kelas Eksperimen …... 48

Tabel 4.2 Distribusi Hasil Pretest Kelas Kontrol ….…... 49

Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Pretest ... 50

Tabel 4.4 Distribusi Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.5 Distribusi Hasil Posttest Kelas Kontrol .…... 51

Tabel 4.6 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Posttest ... 52

Tabel 4.7 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Chi-Kuadrat Pretest dan Posttes ... 56

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 56


(14)

xii

1. RPP Kelas Eksperimen ... 66

2. RPP Kelas Kontrol ... 93

3. LKS ... 120

Lampiran B Instrumen Penelitian ... 168

1. Instrumen Tes ... 168

a. Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 168

b. Instrumen Tes ... 169

2. Analisis Hasil Uji Instrumen ... 201

a. Uji Validasi Butir Soal ... 201

b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 202

c. Uji Taraf Kesukaran ... 203

d. Uji Daya Pembeda ... 204

3. Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ... 205

4. Instrumen Tes Valid ... 206

5. Soal Instrumen Penelitian ... 207

6. Lembar Jawaban ... 212

Lampiran C Analisis Data Hasil Penelitian ... 215

1. Hasil Pretest ... 215

2. Hasil Posttest ... 221

3. Uji Normalitas Hasil Pretest ... 227

4. Uji Normalitas Hasil Posttest ... 231

5. Uji Homogenitas Hasil Pretest ... 235

6. Uji Homogenitas Hasil Posttest ... 238

7. Uji Hipotesis Hasil Pretest ... 241


(15)

xiii

3. Surat Keterangan Penelitan ... 247 4. Lembar Uji Referensi ... 248 5. Biodata Penulis ... 254


(16)

1

Fisika merupakan pelajaran yang berkaitan dengan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari dan siswa diharapkan memahami konsep fenomena alam tersebut. Oleh karena itu, siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran fisika agar dapat memahami fenomena alam yang terjadi sehingga mampu menyelesaikan permasalahan fisika. Tujuan kurikulum 2013 yang tercantum pada pendahuluan lampiran Permendikbud No. 70 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.1 Dengan tujuan tersebut, pembelajaran Fisika menjadi tumpuan kemajuan teknologi yang perlu dikuasai dan membekali siswa menjadi manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan era globalisasi dan memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari.

Beberapa tujuan kurikulum dapat tercapai apabila proses pembelajaran di kelas khususnya pelajaran fisika terlaksana dengan baik. Pelajaran fisika dalam kurikulum 2013 yang diharapkan siswa mampu memahami, menerapkan, menganalisis, membuat produk, dan memecahkan masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi proses pembelajaran fisika masih mengutamakan penguasaan konsep saja, tanpa mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah fisika dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari2. Pembelajaran fisika yang bersifat abstrak dan banyak rumus masih sulit dipahami. Selain itu dari hasil pengamatan di sekolah, guru cenderung sering menggunakan soal-soal rutin dari pada menggunakan soal-soal variasi yang mengasah siswa untuk menganalisis masalah. Hal ini yang menyebabkan kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa.

1

Menteri pendidikan dan kebudyaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013, h. 7

2

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 186.


(17)

Menurut Santyasa (2007), pentingnya pengembangan kemampuan pemecahan masalah dan pemahaman konsep dalam proses pembelajaran memiliki landasan teoritis. Landasan teoretis tersebut sebagai pijakan dalam mengemas pembelajaran adalah sebagai berikut. (1) Tiga wawasan berpikir dalam pembelajaran Fisika: (a) penyajian materi pelajaran tidak diajarkan, (b) untuk menyimpan sesuatu dalam memori tidak dipelajari (c) menghafal bukanlah bukti dari pemahaman siswa. (2) Guru Fisika dianjurkan untuk mengurangi berceritera dalam pembelajaran, tetapi lebih banyak mengajak para peserta didik untuk bereksperimen dan memecahkan masalah. (3) Guru Fisika dianjurkan lebih banyak menyediakan context-rich problem (konteks masalah fisika yang memiliki banyak keberagaman) dan mengurangi context-poor problem (konteks masalah fisika yang kurang beragam) dalam pembelajaran3.

Hasil studi kasus yang dilakukan oleh peneliti ketika melakukan studi pendahuluan pada salah satu sekolah di kota Depok terungkap bahwa proses belajar mengajar dikelas cenderung menitikberatkan pada penerapan rumus-rumus fisika melalui analisa matematis, sehingga siswa berusaha menghapal rumus bukan paham penggunaan rumus tersebut. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga pelajaran fisika dianggap sulit dan membosankan yang berakibat siswa sulit memahami materi fisika dan hasil belajar fisika pun rendah. Kurangnya variasi metode dan model pembelajaran, karena guru terbiasa di kelas menggunakan metode ceramah dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, berlatih, bertanya, dan memberi tugas. Rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, karena kurangnya latihan soal berbasis masalah dan persoalan fisika dalam kehidupan sehari-hari. Ketika pembelajaran fisika, siswa mengeksplorasi pengetahuan melalui buku paket dan LKS saja.

Menurut Gagne (1984) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah tingkah lakunya sebagai akibat pengalaman.4 Menurut Margaret (1994) belajar dapat diartikan proses orang memperoleh bebagai kecakapan,

3

Santyasa I Wayan, “Landasan Konseptual Media Pembelajaran,” Makalah disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-guru SMA, di SMA Negeri Banjar Angkan Klungkung, Bali, pada tanggal 10 Januari 2007, h. 8.

4


(18)

keterampilan dan sikap.5 Hal ini berarti keberhasilan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dialami siswa. Proses belajar sekarang guru dituntut merubah model atau strategi pembelajaran dari berpusat guru (teacher centered) ke model atau strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga tercipta hubungan harmonis antar siswa dan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran ini terdapat unsur yang menjadi pondasi kegiatan belajar mengajar yaitu strategi belajar. Strategi belajar mencakup model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan hal lain yang mendukung pembelajaran tersebut. Salah satu model yang digunakan adalah model problem solving. Pemecahan masalah ini menggunakan tipe Polya dengan 4 tahap yaitu memahami masalah, menyusun rencana strategi penyelesaian masalah, melakukan strategi penyelesain masalah, dan memeriksa kembali.6 Tahap pemecahan masalah ini dapat membantu siswa dengan mudah menyelesaikan permasalahan fisika baik perhitungan maupun masalah fenomena kehidupan sehari-hari.

Pemecahan masalah secara berkelompok menuntut adanya kerjasama antar anggota kelompok, terjadinya pertukaran pendapat, saling melengkapi dan mengoreksi solusi sehingga diperoleh solusi terbaik yang kelompok tawarkan. Selain itu, setiap anggota dalam kelompok saling membantu untuk memahami suatu bahan permasalahan yang terdiri dari tahap klarifikasi masalah, menampilkan masalah secara fisika, merencanakan strategi pemecahan secara berkelompok, menjalankan rencana, mengkomunikasikan hasil dan mengevaluasi.7 Oleh karena itu, model problem solving ini sesuai untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika.

Pembelajaran fisika agar siswa memiliki kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika telah banyak diteliti, antara lain penelitian Kulsum (2014) mengenai penerapan model pembelajaran Cooperative Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa pada mata pelajaran fisika menemukan bahwa dalam pembelajaran ini dapat

5

Margaret E. Bell Gredler, Belajar Dan Membelajarkan (Jakarta: RajaGrafindo, 1994), h. 1

6

G. Polya, How To Solve It, (2nd ed; New Jersey: Princeton University Press,1957), p. xvi-xvii. 7


(19)

meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa SMA, meskipun hubungan keduanya tidak signifikan.8 Selanjutnya, dalam penelitian Dwi Ratnaningdyah tahun 2015, mengenai penerapan model pembelajaran Novick dipadukan dengan strategi Cooperative Problem Solving (CPS) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA bahwa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa SMA.

Model Cooperative Learning berbasis Problem Solving selalu diberikan masalah untuk didiskusikan oleh siswa. Masalah yang dikaji ini merupakan konsep fisika yang dikaitkan dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu konsep fisika yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah fluida dinamis, sehingga materi Fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah fluida dinamis. Pada kenyataannya siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fluida dinamis. Hal ini menghambat siswa untuk mengatasi berbagai masalah fluida dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Agar siswa mampu menyelesaikan setiap permasalahan terkait materi fluida dinamis maka siswa harus memiliki pemahaman konsep yang jelas dan bermakna karena pemahaman siswa sangat erat kaitannya dengan pola berpikir atau bernalar. Menurut Lilisari (2005) mengatakan belajar sains identik dengan membangun keterampilan berpikir tingkat tinggi yang salah satunya adalah pemecahan masalah.9 Melalui pengamatan fenomena inilah siswa belajar mengamati, mencari data, menafsirkan, menyimpulkan, dan akhirnya dapat mengaitkan masalah dengan konsep yang berkaitan dengan fenomena. Selanjutnya dengan pemahaman konsep yang dimiliki maka siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan konsep fluida dinamis.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan studi yang berfokus pada pengembangan model pembelajaran yang diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah. Dalam hubungan ini,

penulis mengadakan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Model Cooperatif Learning

8

U. Kulsum, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Ilmiah Siswa pada Mata Pelajaran Fisika, Unnes Physics Educational Journal, 2014.

9

Liliasari,”Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP sebagai Dampak

Lesson Study”, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan, FP MIPA UPI, Bandung, 2007, h.7.


(20)

Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Konsep Fluida Dinamis.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah, yaitu:

1. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

2. Variasi soal yang ada tidak membangkitkan kemampuan memecahkan masalah. 3. Model yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran masih bersifat teacher center.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah hasil belajar dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah fisika yang diukur hanya mencakup aspek kognitif pada tingkat C4 (menganalisis).

2. Materi fisika yang digunakan adalah fluida dinamis. Berdasarkan hasil wawancara, materi tersebut merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa.

3. Model cooperative learning berbasis problem solving Polya adalah model yang dikembangkan dengan menggabungkan model cooperative dengan model pemecahan masalah. Model ini dikembangkan untuk memudahkan siswa dalam belajar.

4. Konsep materi yang diberikan kepada masing-masing kelompok selama eksperimen adalah konsep fluida dinamis.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang

ingin dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Bagaimanakah Pengaruh Model Cooperative Learning Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Konsep Fluida Dinamis?”

Rumusan masalah dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(21)

Bagaimana pengaruh penerapan model cooperative learning berbasis problem solving pada konsep fluida dinamis terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan cooperative learning berbasis problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida dinamis.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang model cooperative learning

2. Memberikan informasi tentang kombinasi model cooperative learning dengan problem solving

3. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah fisika siswa dengan menggunakan model cooperative learning berbasis problem solving

4. Informasi bagi pihak sekolah dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.


(22)

7 A. Kajian Teoritis

1. Model Cooperative Learning

Model pembelajaran adalah suatu perencannan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. 1 Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa akan duduk bersama dalam kelompok untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru2. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).3 Dalam belajar kooperatif ini terjadi interaksi antar anggota kelompok semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu.4

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan struktur tugas dan penghargaan yang berbeda untuk meningkatkan pembelajaran siswa. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli

1

Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya), h. 13-14.

2

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 8.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 240.

4

Nuryani Y. Rustaman, Soendjojo Dirdjosoemarno, Yusnani Ahmad, Strategi Belajar Mengajar Biologi (Bandung), h. 128.


(23)

pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.5

Beberapa ciri pembelajaran kooperatif adalah: (1) setiap anggota memiliki peranan; (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa; (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya; (4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan masing-masing kelompok, (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Ada beberapa unsur yang dapat menjamin ketika siswa bekerja secara berkelompok yaitu (1) anggota kelompok harus saling peduli bahwa mereka adalah tim yang memiliki tujuan bersama; (2) anggota kelompok harus sadar bahwa masala h harus diselesaikan bersama dan sukses atau gagal kelompok adalah tanggung jawab seluruh anggotanya, sehingga siswa akan saling berdiskusi satu sama lain; (3) masalah itu harus diselesaikan oleh setiap anggota kelompok untuk keberhasilan bersama.6

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) menjelaskan bahwa ada 5 hal penting yang melekat pada keberhasilan pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam

pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

5

Rusman, Model-Model Pembelajaran (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2014), h. 205-206.

6

T Gok and Silay, The Effects of Problem Solving Strategies in Student’s Achevment, Attitude and Motivation. Journal of Physics Educ. Vol. 4, No. 1, 2010. h. 7.


(24)

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok.

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

e. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 7

Model pembelajaran menurut Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. 8

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:9

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran.

7

Rusman, op.cit., h. 212.

8

Rusman, Ibid., h. 161. 9


(25)

d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase, keenam fase sintak tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. 1 berikut:10

Tabel 2.1 Sintak Cooperative Learning

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1: (Present goals and prepare)

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar Fase 2: (Present information)

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal

Fase 3: (Organize student onto learning teams)

Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada siswa tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4: (Assist team work and study) Membantu kerja tim dan belajar

Membantu timtim belajar selama siswa mengerjakan tugasnya

Fase 5: (Test on the materials) Mengevaluasi

Menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan dan penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan presentasi individu maupun kelompok

Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan

10

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 56.


(26)

pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan Johnson (1994) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong atau lebih biasa dikenal dengan sebutan kerja kelompok di dalam suatu pembelajaran, yaitu dengan adanya rasa saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.11Selain itu, model cooperative learning dalam pengembangannya memiliki tujuan pencapaian antara lain mengenai hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial.

Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Tradisional

Perbandingan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran tradisional dapat dilihat dalam Tabel 2. 2 berikut:

Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Tradisional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional

Interpedensi positif dengan prosedur-prosedur yang terstruktur jelas (positive interpedence with structured)

Tidak ada interpedensi positif (no positive interpedence)

Akuntabilitas individu atas pembagian kerja kelompok (a clear accountability for their

individual’s share of the group work)

Tidak ada akuntabilitas atas pembagian kerja kelompok (no accountability for individual share of the group’s work)

Relatif menekankan kelompok yang terdiri dari siswa dengan level kemampuan yang berbeda (heterogeneous ability grouping)

Cenderung menekankan kelompok yang terdiri dari siswa dengan level kemampuan yang setara

(homogeneous ability grouping) Saling berbagi peran kepemimpinan

(sharing of leadership roles)

Jarang menunjukkan pemimpin kelompok (few being appointed or put in charge of the group)

Masing-masing anggota saling menshare tugas pembelajaran dengan anggota yang lain (sharing of the appointed learning task)

Masing-masing anggota jarang membantu anggotanya yang lain untuk belajar (each seldom responsible for others’ learning)

11

Anita Lie, Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas), (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 17.


(27)

Bertujuan memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok (aiming to develop each member’s learning to the maximum)

Fokus hanya untuk menyelesaikan tugas (focusing only on

accomplishing the assigments)

Menjaga relasi kerja sama yang baik (maintaining of good working relationships)

Acap kali mengabaikan relasi kerja sama yang baik (frequen neglect of good working relationship)

Mengajarkan keterampilan bekerja sama yang efektif (teaching of collaborate skills)

Menganggap semua siswa bisa bekerja sama dengan baik (assuming that students already have the required skills)

Observasi guru pada kualitas teamwork siswa (teachers observation of students teamwork)

Jarang ada observasi dari guru (little teacher observation) Merancang prosedur-prosedur yang jelas

dan mengalokasikan waktu yang memadai untuk pemrosesan kelompok (structuring of the procedures and time for the processing)

Jarang merancang prosedur dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok (rare structuring of procedures and time for the processing)

2. Problem Solving

Hanlie Murray, Alwyn Olivier, dan Piet Human (1998) menjelaskan bahwa pembelajaran penyelesaian masalah merupakan salah satu dasar teoritis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya.12

Pembelajaran dengan problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan yang sesuai dengan materi yang di berikan sedang siswa mendesain sendiri cara pemecahannya. Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa.

Problem Solving adalah suatu proses di mana individu mengidentifikasi suatu situasi bermasalah, memformulasikan ekspansi tentatif atau hipotesis,

12

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2014), h. 273


(28)

memverifikasi hipotesis tentatif tersebut dengan mengumpulkan dan mengevaluasi data, dan menyatakan kembali hipotesis hingga menjadi suatu generalisasi.

Pengajaran berdasarkan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Grabowski, Koszalka & Mccarth (1998) menyatakan siswa diperkenalkan kepada permasalahan dunia nyata dan didorong untuk mendalaminya, mengetahui tentang permasalahan tersebut, sehingga siswa dapat mengambil kesimpulan sendiri atas situasi yang sedang terjadi, dan akhirnya siswa dapat menemukan pemecahan untuk masalah tersebut. 13 Pengajaran berdasarkan pemecahan masalah (problem solving) dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri. Dengan problem solving siswa belajar untuk mengembangkan pola pikirnya.

Keunggulan strategi problem solving sebagai berikut: (1) teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran; (2) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata;14 (5) dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja; (6) dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat dan bekerja kelak; suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia; (7) dapat merangsang pengembangan kemampuan siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajar, siswa banyak melakukan proses mental dengan

13

Marthinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h.30.

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 218.


(29)

menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.15

Model problem solving juga memiliki kelemahan, diantaranya: (1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa akan enggan untuk mencoba; (2) membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.16

Pendapat lainnya adalah model pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Solso. Menurut Solso ada enam langkah dalam pemecahan masalah, yaitu:17 1) Identifikasi permasalahan (identification problem)

2) Representasi permasalahan (representation of problem) 3) Perencanaan pemecahan (planning the solution)

4) Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan (excute the plan) 5) Menilai perencanaan (evaluate he plan)

6) Menilai hasil pemecahan (evaluate the solution)

Selain itu, pembelajaran problem solving dapat dilaksanakan dengan berpedoman pada langkah-langkah strategi problem solving yang dikemukakan oleh Polya yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran dengan problem solving terdapat empat langkah yang mendasarinya yaitu understanding, planning, solving, dan checking. Keempat tahap problem solving, yaitu:18

a. Tahap memahami masalah (understanding)

Tahap memahami masalah menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Menurutnya ciri bahwa siswa paham terhadap isi soal ialah siswa dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya seperti berikut:

15

Sudirman, A. Tabrani Rusyan, Zainal Arifin, Toto Fathoni, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 146.

16

Wina, Op.cit., h. 219. 17

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; Suatu tinjauan Konseptual Operasional, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 56.

18

G. Polya, How To Solve I, (2nd ed; New Jersey: Princeton University Press,1957), p. xvi-xvii.


(30)

1) Apakah kita mengetahui arti semua kata yang digunakan? Jika tidak, carilah di indeks, kamus, definisi dan lain sebagainya.

2) Apakah kita mengetahui yang dicari atau ditanya?

3) Apakah kita mampu menyajikan soal dengan menggunakan kata-kata sendiri?

4) Apakah soal dapat disajikan dengan cara lain?

5) Apakah kita dapat menggambar sesuatu yang dapat digunakan sebagai bantuan?

6) Apakah informasi cukup untuk dapat menyelesaikan soal? 7) Apakah informasi berlebihan?

8) Apakah ada yang perlu dicari sebelum mencari jawab dari soal? b. Tahap menyusun rencana strategi penyelesaian masalah (planning)

Tahap menyusun suatu rencana strategi penyelesaian masalah, siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihadapi siswa bukan hal yang baru sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang harus dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa dapat:

1) Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang. 2) Mencari rumus-rumus yang diperlukan.

Pada jenjang kemampuan siswa tahap ini menempati urutan tertinggi. Hal ini didasarkan atas perkembangan bahwa pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang seharusnya dikerjakan.

c. Melakukan strategi pemecahan masalah (solving)

Tahap pelaksanaan rencana adalah siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah merupakan rumus yang siap untuk digunakan sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal, kemudian siswa mulai memasukkan data-data hingga menjurus ke


(31)

rencana pemecahannya, setelah itu baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.

Tahap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan pernyataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang diperlukan, hingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar.

d. Tahap memeriksa kembali (checking)

Harapan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.

Tahap peninjauan kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berpikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil perhitungan yang telah dikerjakannya, serta mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesaiannya apakah sudah baik dan benar atau belum.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, model problem solving yang digunakan pada penelitian adalah model problem solving Polya. Hal ini didasari karena strategi problem solving Polya dianggap cocok untuk meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kokom Komariah yang menyatakan model problem solving Polya dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.19

19

Kokom Komariah, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J di SMPN 3 Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA UNY, 2011, h. 182.


(32)

Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G. Polya dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1

Tahap-Tahap Pemecahan Masalah Menurut G. Polya 3. Model Cooperative Learning berbasis Problem Solving

Model pembelajaran Cooperative berbasis Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Setiap anggota dalam kelompok saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan permasalahan yang terdiri dari tahap klarifikasi masalah, menampilkan masalah secara fisika, merencanakan strategi pemecahan secara berkelompok, menjalankan rencana, mengkomunikasikan hasil dan mengevaluasi. Suprijono (2012) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem solving dapat meningkatkan pemahaman konseptual fisika dan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran Cooperative berbasis Problem Solving telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada

Memahami Masalah (Understanding)

Menyusun Suatu Rencana (Planning)

Melakukan Suatu Rencana (Solving)


(33)

para siswa secara berkelompok atau bekerjasama untuk mengembangkan dan mengintegrasikan suatu permasalahan fisika.20

Model pembelajaran Cooperative berbasis problem solving merupakan model yang dirancang dengan menggunakan LKS berbasis problem solving tipe Polya. Tahapan pembelajaran Cooperative dilaksanakan selama penyampaian materi di kelas berbantukan bahan ajar LKS berbasis problem solving dalam memecahkan soal yang diberikan. Latihan soal yang dikerjakan oleh siswa didiskusikan bersama teman kelompoknya, sehingga semua siswa berpartisipasi dan saling membantu untuk memberi pemahaman materi dan dapat memecahkan permasalahan soal fisika baik secara konsep maupun penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah a. Pengertian Masalah

Pada dasarnya masalah adalah situasi yang mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongan ya untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Tidak semua suatu pertanyaan dapat dikatakan suatu masalah oleh seseorang tetapi mungkin saja pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang rutin bagi orang

lain. Menurut Cooney, et al:”....for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student”.21 Maknanya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui siswa. Karenanya, dapat terjadi dimana suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.

Bell (1978) menyatakan bahwa suatu situasi merupakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari adanya persoalan dalam situasi tersebut, mengetahui

20

U. Kulsum, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Ilmiah Siswa pada Mata Pelajaran Fisika, Unnes Physics Educational Journal, 2014, h. 74.

21

Fajar Shadiq, “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah Disajikan Dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar”, (Yogyakarta:PPPG Matematika, 2004), h. 10. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 20.15.


(34)

bahwa persoalan tersebut perlu diselesaikan, merasa ingin berbuat dan menyelesaikannya, namun tidak dapat dengan segera menyelesaikannya.22

Masalah sering juga disebut sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli psikologi kognitif seperti Anderson (1980), Evans (1991), Hayes (1978), Ellis dan Hunt (1993) sependapat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Keadaan sekarang sering pula disebut present state, sedangkan keadaan yang diharapkan sering pula disebut final/goal state. Jadi suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan final state/goal state.23

Masalah merupakan hal yang paling dihindari oleh siswa bila siswa tersebut merasa masalah siswa tidak dapat diselesaikan, tetapi ada juga siswa yang menganggap masalah sebagai sebuah tantangan baru dalam pembelajaran, sehingga membutuhkan waktu untuk melatih menyelesaikan masalah, dengan adanya masalah, proses berpikir siswa akan berkembang dan memiliki pengalaman dalam mengatasi permasalahan, tidak hanya dalam pembelajaran fisika, matematika, kima, ataupun pembelajaran eksakta lainnya, siswa akan terbiasa menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya dengan solusi yang tepat.

b. Pemecahan Masalah

Pada hakikatnya masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia, tidak ada satu pun di dunia ini seseorang hidup tanpa memiliki masalah. Masalah yang sederhana dapat dijawab dengan sederhana, dan masalah yang kompleks tentunya dijawab lebih kompleks dari masalah sederhana. Telah diketahui bahwa masalah merupakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Untuk itu,

22

Sugiman, Yaya S. Kusumah, dan Jozua Subandar, “Pemecahan Masalah Matematika

dalamMatematikaRealistik”,2015,h.2.(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131930135/2009a_P M_dalam_PMR.Pdf). Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 20.50.

23 Desti Haryani, “Pembelajaran Matemat

ika Dengan Pemecahan Masalah Untuk

Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa,” Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negri Yogyakarta, 14 Mei 2011, h. 121.


(35)

seseorang harus dapat mengatasi dan menghadapi masalah yang dimiliki seseorang dengan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.24 Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi aspek penting dari makna masalah adalah bahwa penyelesaian yang diperoleh tidak dapat dikerjakan dengan prosedur rutin. Lencher menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.25 Problem solving (pemecahan masalah) adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematika yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. 26

Tipe-tipe soal yang berbeda dalam kejelasan spesifikasi dan struktur permasalahan. Pada satu ujung kontinum kejelasan dan struktur ini adalah soal yang jelas (well-defined problem); dalam soal semacam ini tujuan soal jelas, seluruh informasi yang diperlukan untuk menjawab soal ada, dan hanya ada satu jawaban yang benar. Pada ujung lain terdapat soal yang tidak jelas (ill-defined problem); dalam soal semacam ini, tujuan yang diinginkan tidak jelas, informasi yang dibutuhkan untuk menjawab soal tidak ada, dan ada banyak kemungkinan jawaban. Dikarenakan kemampuan siswa berbeda, maka kemampuan pemecahan masalah pun berbeda setiap individu.

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu

24

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 151. 25 Sri Wardhani, Sapon Suryo Pramono, dan Endah Wahyuningsih, “

Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika”, 2010), h. 14.

26

Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar Suatu Pendekatan Baru dan Praktik (Bandung: Insan Mandiri, 2001), h.19.


(36)

berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikimya kemudian membangun pengertian baru.27

Masalah yang rutin dikerjakan oleh siswa tidak mengembangkan tingkat kognitif siswa, masalah-masalah yang ditemukan dalam pembelajaran yang berbentuk persoalan dapat membuat pola pikir siswa berkembang, karena siswa dihadapkan pada suatu hal yang baru, dan dengan memecahkan persoalan tersebut, siswa tidak luput dari menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah baru yang dihadapinya, semakin terus berlatih menyelesaikan masalah, maka semakin mahir siswa dalam menyelesaikan masalah.

c. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan berasal dari kata mampu, yang artinya sanggup melakukan sesuatu. Sedangkan kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan untuk melakukan sesuatu.28 Pemecahan masalah yaitu proses mencari atau menemukan jalan yang menjembatani keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan yang diinginkan. Jadi kemampuan pemecahan masalah merupakan kesanggupan seseorang dalam menggunakan segala pengetahuan yuang dimilikinya untuk memecahkan persoalan atau permasalahan yang sedang dihadapinya. Sebagai contoh yaitu siswa menyelesaikan permasalahan soal yang diberikan oleh guru dengan menggunakan semua pengetahuan dan pengalaman keterampilan yang didapat.

Kemampuan pemecahan masalah memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan khusus yang dimiliki masing-masing siswa, yang mungkin akan berbeda antar siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Kemampuan pemecahan masalah mengacu pada upaya yang diperlukan siswa dalam menentukan solusi atas masalah yang dihadapi. Sedangkan menurut pustaka, kemampuan pemecahan

27

Rusman, op.cit., h. 244. 28

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982), h. 628.


(37)

masalah adalah kemampuan siswa menggunakan informasi yang ada untuk menentukan apa yang harus dikerjakan dalam suatu keadaan tertentu.29

Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa yang menggunakan pengetahuan-pengaetahuan dan konsep-konsep yang dipelajarinya untuk menemukan solusi atas masalah-masalah yang menghitung sejumlah kuantitas mengenai objek atau peristiwa nyata. Kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah menurut Polya berdasarkan strategi problem solving, yaitu kemampuan memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan melakukan pengecekan dan evaluasi. Kriteria penilaian kemampuan pemecahan masalah berdasarkan pada tingkat penyelesaian yang sesuai dengan konsep yang telah dipelajari dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah diukur dengan menggunakan tes berbentuk esai yang berisi masalah-masalah “kaya konteks”.

Adapun karakteristik masalah yang “kaya kontek” antara lain:

a. Permasalahan cukup menantang

b. Masalah harus terstruktur sehingga kelompok dapat membuat keputusan tentang bagaimana proses solusinya

c. Masalah harus relevan dengan kehidupan para siswa

d. Masalah tidak dapat bergantung hanya pada trik pengetahuan atau matematis siswa.

5. Pembelajaran Fisika

a. Karakteristik Konsep Fluida Dinamis

Konsep fluida dinamis memiliki beberapa karateristik, yaitu cakupan materi luas, materinya kontekstual, materi bersifat abstrak dan matematis. Konsep fluida dinamis memiliki cakupan materi yang luas karena dalam konsep tersebut materi dibahas secara menyeluruh. Konsep fluida dinamis juga dikatakan kontekstual karena materi fluida dinamis dekat dengan kehidupan sehari-hari.

29

Maulidi Rahmat, Muhardjito, dan Siti Zulaikah, “Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving Siswa Kelas X SMA”. Jurnal Fisika Indonesia No: 54, Vol XVIII, Edisi Desember 2014 ISSN : 1410-2994, h. 108.


(38)

Dalam konsep fluida dinamis terdapat banyak rumus dan perhitungan yang membutuhkan tingkat analisis siswa. Oleh karena itu konsep fluida dinamis dikatakan bersifat matematis.

b. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

Di dalam KTSP, terdapat dua istilah kompetensi yang harus dipahamioleh setiap guru, yaitu standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).30 Standar kompetensi dalam konsep fluida dinamis menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah. Adapun kompetensi dasar fluida dinamis adalah menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Peta Konsep Fluida Dinamis

Peta konsep pada fluida dinamis dapat dijelaskan pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Peta Konsep Fluida Dinamis

Pada Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bahwa fluida dinamis merupakan fluida yang bergerak mematuhi persamaan kontinuitas dan hukum Bernoulli. Hukum Bernoulli dapat diaplikasikan pada teorema Torricelli, alat penyemprot, gaya angkat pesawat, dan alat ukur fluida.

30

Uus Toharudin, Sri Hendrawati, Andrian Rustaman, Membangun Literasi Sains Peserta Didik (Bandung: Humaniora, 2011), h. 127.

Fluida Dinamis

Mematuhi

Persamaan Kontinuitas

Hukum Bernoulli

Teorema Torricelli

Alat Penyemprot

Gaya Angkat Pesawat

Alat Ukur Fluida


(39)

d. Kajian Teori Fluida Dinamis

Fluida adalah zat yang memiliki kemampuan untuk mengalir.31 Fluida dikatakan dinamis jika fluida itu bergerak secara terus-menerus terhadap sekitarnya.32 Terdapat beberapa materi dalam konsep fluida dinamis, yaitu:

1) Persamaan Kontinuitas

Jika suatu fluida memliki kerapatan massanya tetap atau tak kompresibel mengalir melewati pipa yang memiliki penampang yang berbeda maka percepatan aliran dari fluida pada pipa yang luas penampangnya kecil, maka alirannya besar. 33

Debit adalah besaran yang menunjukkan volume yang mengalir melalui suatu penampang setiap satuan waktu dirumuskan:34

Keterangan:

debit fluida (m3)

luas penampang (m2)

laju fluida (m/s)

waktu (s)

Sejumlah massa air (kg) yang berada pada ketinggian (m) memiliki energi potensial , sehingga ada daya yang dibangkitkan oleh suatu tenaga air setinggi h dan debit air adalah

Keterangan:

daya listrik (watt)

massa jenis air (kg/m3)

percepatan gravitasi (m/s2)

ketinggian (m)

2) Hukum Bernoulli

Hukum Bernoulli membahas mengenai hubungan antara kecepatan aliran fluida, ketinggian, dan tekanan dengan menggunakan konsep usaha dan energi.

31

Giancoli, Fisika Jilid 1 Edisi kelima, (Jakarta: Erlangga,2001), h. 324. 32

Yayan Wulandari, 1001 Ulasan Fisika SMA Untuk Kelas XI (Scientific Press), hal. 180 33

Abdul Jamal, Tamrin B.A, P.I.N.T.A.R Fisika Untuk Kelas 1,2,3 (Jawa Timur: Gitamedia Press, 2005), h. 170.

34

Yayan, op.cit., h. 181.

... (2.1)


(40)

Pada pipa mendatar (horizontal), tekanan fluida paling besar adalah pada bagian yang kelajuan alirnya paling kecil, sementara tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirnya paling besar”. 35 Aliran pada pipa dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Kekekalan Energi pada Aliran Fluida

Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa dimana kecepatan fluida tinggi, tekanan rendah, dan dimana kecepatan fluida rendah, tekanan tinggi.36 Menurut persamaan ini, jumlah dari tekanan , energi kinetik persatuan volum ( ) , dan energi potensial per satuan volum ( ) memiliki nilai yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis lurus. Untuk fluida bergerak:37

Untuk fluida diam

Untuk ketinggian yang sama ( ):

Maka:

� �

35

Marthen Kanginan, Seribu Pena Fisika untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 164.

36

Giancoli, op.cit., h. 341. 37

Marthen, op. cit., h. 164.

... (2.3)

... (2.4)

... (2.5)


(41)

Penerapan hukum Bernoulli dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya: a) Teorema Torricelli

Persamaan Bernoulli dapat digunakan untuk menentukan kecepatan zat cair yang keluar dari lubang pada dinding tabung,38 seperti Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Kecepatan Aliran Zat Cair pada Lubang Dinding Tabung

Zat cair yang keluar dari sebuah wadah (tangki) terbuka melalui sebuah lubang kecil yang berada pada jarak di bawah permukaan zat cair, tekanan pada permukaan zat cair sama dengan tekanan pada lubang, dan kecepatan ke bawah dari permukaan zat cair dapat diabaikan terhadap kecepatan semprotan fluida yang keluar dari lubang. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:39

Keterangan:

laju fluida (m/s)

percepatan gravitasi (m/s2)

ketinggian (m) b) Venturimeter

Venturimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran zat cair dalam pipa.40 Ada dua jenis venturimeter, yaitu venturimeter dilengkapi manometer dan venturimeter tanpa dilengkapi manometer. Kedua gambar venturimeter dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan 2.6 di berikut ini:

38

Yayan, op.cit., hal. 183. 39

Marthen, op.cit,. h. 164. 40

Yayan, op.cit., h. 183.

... (2.7)

h=h

2

-h

1

h

2


(42)

Gambar 2.5 Venturimeter Dilengkapi Manometer

Gambar 2.6 Venturimeter Tanpa Dilengkapi Manometer

c) Tabung Pitot

Tabung pitot adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran gas.41 Gambar 2.6 menunjukan sebuah tabung pitot.

Gambar 2.7 Tabung Pitot Dilengkapi Manometer

d) Alat Penyemprot

Pada alat penyemprot bekerja dengan menggunakan Hukum Bernoulli. Apabila pengisap ditekan, udara keluar dengan cepat melalui lubang sempit pada ujung pompa. Gambar 2.8 menunjukkan gambar alat penyemprot.42

Gambar 2.8 Alat Penyemprot Menerapkan Hukum Bernoulli

41

Yayan, Ibid., h. 183. 42


(43)

e) Gaya Angkat Sayap Pesawat Terbang

Pesawat tebang dapat terangkat ke atas jika gaya angkat lebih besar daripada berat pesawat. Semakin besar kecepatan pesawat dan kecepatan udara, akan menyebabkan bertambah besar gaya angkatnya. Demikian juga makin besar ukuran sayap akan semakin besar gaya angkatnya.43 Pesawat terbang dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Pesawat Terbang Menerapkan Hukum Bernoulli

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai acuan dalam penelitian ini, ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan modul interaktif antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh T. Gok dengan penelitiannya yang berjudul

The Effect of Problem Solving Strategies on Students, Achievement, Attitude and Motivation.” Penelitian ini dilakukan pada siswa di Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan strategi pemecahan masalah lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dari pembelajaran konvensional44. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kokom Komariah dengan penelitiannya yang

berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J di SMPN 3 Cimahi”. Penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Cimahi kelas IX J. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran problem

43

Marthen, Ibid., h. 165. 44


(44)

solving model Polya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.45

3. Penelitian yang dilakukan oleh Hariawan, Kamaluddin, Unggul Wahyono

dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Palu”. Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran creative problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa.46

4. Penelitian yang dilakukan oleh Maulidi Rahmat, Muhardjito, dan Siti Zulaikah dengan penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving Siswa Kelas X SMA”. Penelitian ini dilakukan di SMAN 7 Malang kelas X IPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran thinking aloud pair problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.47

5. Penelitian yang dilakukan oleh Tofik Hidayat dengan judul penelitian

“Pengaruh Pengunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya Pada Konsep Fluida Dinamis Terhadap Kemampuan

Menganalisis Siswa”. Penelitian ini dilakukan di SMAN 7 Tangerang Selatan kelas XI IPA 1 dan XI IPA 4. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan LKS problem solving berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan menganalisis siswa.48

6. Penelitian yang dilakukan oleh Umi Kulsum dan S. E Nugroho dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran cooperative problem solving untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan

45

Kokom, op.cit.,h. 181. 46

Hariawan, Kamaluddin, Unggul Wahyono, Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Palu , Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako, Vol. 1 No. 2 ISSN 2338 3240, h. 48. 47

Maulidi, op.cit., h. 108.

48 Tofik Hidayat, “Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya Pada Konsep Fluida Dinamis Terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta , 2014, h. 78, tidak dipublikasikan.


(45)

komunikasi ilmiah siswa pada mata pelajaran fisika”. Penelitian ini dilakukan

di SMAN 8 Semarang kelas XI IPA dengan metode tes dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Problem Solving dalam pembelajaran fisika mampu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa SMA.49

C.Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran fisika seharusnya dilakukan secara optimal. Namun kenyataan berbeda dengan apa yang diharapkan dilapangan. Kemampuan sebagian siswa dalam memahami fisika masih sangat rendah, hal itu terlihat dari masih rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (problem solving). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah adalah siswa terbiasa dengan pembelajaran yang monoton dan masih cenderung berpusat pada guru bukan pada siswa. Siswa selama ini hanya menghapal rumus-rumus tanpa tahu penerapannya pada masalah-masalah yang ada disekitar mereka. Pembelajaran fisika yang bersifat abstrak dan banyak rumus masih sulit dipahami. Selain itu, guru cenderung sering menggunakan soal-soal rutin dari pada menggunakan soal-soal variasi yang mengasah siswa untuk menganalisis masalah. Hal ini yang menyebabkan kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa.

Belajar merupakan kegiatan memperoleh informasi, pengetahuan, dan perubahan tingkah laku ke arah lebih baik. Hal ini berarti keberhasilan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dialami siswa. Proses belajar sekarang guru dituntut merubah model atau strategi pembelajaran dari berpusat guru (teacher centered) ke model atau strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga tercipta hubungan harmonis antar siswa dan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

49


(46)

Proses pembelajaran ini terdapat unsur yang menjadi pondasi kegiatan belajar mengajar yaitu strategi belajar. Strategi belajar mencakup model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan hal lain yang mendukung pembelajaran tersebut. Salah satu model yang digunakan adalah model problem solving. Pemecahan masalah ini menggunakan tipe Polya dengan 4 tahap yaitu memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Tahap pemecahan masalah ini dapat membantu siswa dengan mudah menyelesaikan permasalahan fisika baik perhitungan maupun masalah fenomena kehidupan sehari-hari.

Pemecahan masalah secara berkelompok menuntut adanya kerjasama antar anggota kelompok, terjadinya pertukaran pendapat, saling melengkapi dan mengoreksi solusi sehingga diperoleh solusi terbaik yang kelompok tawarkan. Model Cooperative Learning berbasis Problem Solving selalu diberikan masalah untuk didiskusikan oleh siswa. Masalah yang dikaji ini merupakan konsep fisika yang dikaitkan dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu konsep fisika yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah fluida dinamis, sehingga materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah fluida dinamis. Pada kenyataannya siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fluida dinamis.

Kesulitan siswa dalam memahami fenomena-fenomena fliuida dinamis ini menghambat siswa untuk mengatasi berbagai masalah fluida dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Agar siswa mampu menyelesaikan setiap permasalahan terkait materi fluida dinamis maka siswa harus memiliki pemahaman konsep yang jelas dan bermakna karena pemahaman siswa sangat erat kaitannya dengan pola berpikir atau bernalar. Selanjutnya dengan pemahaman konsep yang dimiliki maka siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan konsep fluida dinamis. Hasil yang diharapkan dalam pembelajaran fisika menggunakan model cooperative learning berbasis problem solving adalah meningkatnya kemampuan pemecahan masalah siswa, sehinga siswa dapat terbiasa menyelesaikan masalah-masalah yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.


(47)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat pengaruh model cooperative learning berbasis problem

solving terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida dinamis.

H1: Terdapat pengaruh model cooperative learning berbasis problem solving

terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida dinamis.


(48)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015-2016. Penelitian ini dilakukan pada 18-29 April 2016. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan model cooperative learning berbasis problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 10 Depok.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.1 Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen (Quasi-experiment) karena melibatkan penggunaan kelompok subjek utuh yang secara alami sudah terbentuk kemudian memberikan perlakuan eksperimen.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah “Nonequivalent Control Group Design”.2 Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum perlakuan diberikan, pretest dilakukan pada kedua kelompok untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang fluida dinamis. Kemudian perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen berupa model cooperative learning berbasis problem solving dalam pembelajaran, sedangkan kelas kontrol melakukan pembelajaran konvensional. Setelah perlakuan diberikan, posttest dilakukan pada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida dinamis.

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 160.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 116.


(1)

249

No. Referensi

Paraf Pembimbing

5 Rusman, Modei-Mode t P e mbe iaj aran (Depok: P1'. Rajagratindo

Persada. 20 l4), haL 2A5 -2A6

6

T Gok and Silay, The Effects of Problem Solving Strategies in

Sfuder'it's Achevment, Aftiiude and Motivation, Joumal of Physics

Educ. Vol. 4, No.

l,

Jan 2010.

7 Rusman, Model-Model Pembelaiaran (Depok: PT Rajagrafindo

Persada" 20 14), hal. 212

8 Rusman, Model-i{o del P emb e laj

arar

(Depok: PT Rajagrafi ndo Persada. 2014). hal. 136

9 Agirs Suprtj ono,, C

o op erat iv e Le arning Te or i d an Ap I ika s

i

PAIKEM

(Yoevakarta: Pustaka Pelajar, 2009),

hal

56

w

10

m

Lie, Kroperatd Learning (Mempraktikktrn Cooperative

Learnins di Ruans-ruang Kelas), ( Jakarta: Grasindo, 2A0T

hal.l!

11

Miftahul

Huda, Model-Model

Pengo-iaran

don Pembelqiaran

(Yogyakarta: 20 1 4), hal. 27 3

1.2 Marthinis Yamin, Parcriigma tsaru Fembeiaiardfi (iakana:

Gaung Persada Press, 201 1), hal. 30

L3

Wina Sanjaya, Snaiegi Pembeiqiaran Berorientasi SmnclAr

Pfoiei

Pendidikon (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 218

!4

Surlirman,

A.

Tabrani Rtisyan, Zainal

Arifin,

Toto Fathoni, Ilmu

Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,

l99l),

hal. 146

15

Wtna

$fr"y4

Syategi Pembelaiaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jaltarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 219

16

Made Wena, Strategi Pembelaiaran Inovatif Kontemporer; Suatu tinjauan Konseptual Operaslonol, (Jakarta:

Bumi Aksar4

2009i,

--- tt t. EZ

utrt. rr, il. Jg

L7 G. Polya How To Solvs

I,Zfr

ld.,(New Jersey: Princeton

Universitv Press' 1 957). p-

xvi-xvii

18

Kokom

Komar-iah, Penerapan

Metode

Pembelajaran Problem

Solving

Model

Polya

untuk

Meningkatkan

Kcmampuan Mernecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas

fX

J

di

SMPN 3 Cimahi'

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidilan

dan Penerapcn MIPA Fakultas MIPA

LINY,z}fi,h.

l&2'


(2)

No. Referensi

Paraf Pembimbing

19

U. . KU iSirm, Penef aparr lv{ode I Pem belajara tL C o o pe rai tl}e P ro b I e iit Solving untuk Meningkatka Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi llmiah Siswa pada Mata Pelajaran Fisika, Unnes

Physics Eriucaiionai iOiiiirni, 2014, hal.74

2V

Fajar

Shadiq,

Pemecahan

Masalah,

Penaluran

dan

Komuniirasi.Makalah

Disaiikan Dalam

Diklat Instruktur/Pengembong

Matematika

SMA

Jeniang Ddsar,

(Yogyakarta:PPPG Matematika, 2004), h. 10.

2L

Sugiman, Yayah S.Kusumah, dan Jozua Subandar, "Pemecahan

Masalah Matematika

dalamMatematikaReal ist ik",20 I 5,h.2. (http ://staff.uny.ac. id/sites/de

fault/fi les/ I 3 1930 13 5 12009a

PM

dalam-PMR.Pd0.

22

Desti

Haryani,

"Pembelajaran Matomatika Dengan Pemecahan

Irdasalah

Untuk

Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir

Kritis

Siswa," Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan

dan

Penerapan

MIPA,

Fakultas

MIPA,

Universitas

Negri

Yogyakar*.a, 14

l/lai

201

l,

h.

l2l.

23 Oemar

Hamalih Kurikulum

dan Pembelaiaran, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2008), h. l5

l.

a5

24

Sri

Wardliani, Sapon Suryo Pramono, dan Endah Wahyuningsih, Pembelajaran Kemarnpnan Pemecahan Mrtsalah Matematika di

,SB,

(Yogyakarta:

Pusat

Pengembangan

dan

Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2010), h. 14

25

Pupuh

Fathurrohman,

Strategi

Belaiar

Mengaiar

Suatu

Pendelwtan

Baru

dan

Prahik

(Bandung: Insan

Mandiri,

2001), hal.19

26 Rusman, Model-Model Pembelaiaran

(Depok:

PT.

Rajagrafindo Persadq 2014),ha1,244

27 W.J.S Poerwadarmint4 Kamus Umum Bahasa Indonesia,

(Jakarta:

PN Balai Pustaka, 1982), hal. 628

>3

28

Maulidi Rahmat, Iv{uhardjito, dan Siti Zulaikah, Kemampuan

Pemecahan Masalah Melalui Strategi Pembelajaran Thinking Aloud PairProblem Solving Siswa Kelas

X

SMA. Jumal Fisika lndsrresiaNo: 54, Vol

XY[!

Edisi Desembcr 20t4ISSN

:

1410-2994

79

d;Tofitrudin,

Sri Hendrawati, Adrian Rustaman, Membangun Li te ras

i

Sains P e i e rI d D idt k (BaEduEg: Humaniom, 20 I

i),

hal.


(3)

25i

Referensi

Giancoli, Fisika Jitid

I Edisi kelima, (Jakarta: Erlangga,2o0l), hal.

yayan wulandari,

1001 (Jlasan

Fisika

sMA

untuk

Kelas

x

(Scientific Press), hal. 180

Abdul Jamal, Tamrin

B.A,

P.I.^i. T.A.R Fisilrn Untuk

Kela

l,

2, 3

(Jarva Timur: Gitamedia Press, 2005), hal' 170

Yayan

Wulandari, 1001

(Scientific Press), hal. 181

(Jlasan Fisiko

SMA

Untuk Kelas

XI

Marthen Kanginan, seribtt Pena Fisika untuk

\MA/MA

Kelas XI,

Giancoli, Fisika

Jilid

t

Edisi kBlima, (Jakarta: Erlangga,200l), h.

so

I N4arthen Kanginan

,

Se.ribu Pena Fisika untuk SMA/MA Kelas XI,

'lakarta: Erlangga.2008). h- 164

yayan wulandari,

1001

ulasan

Fisika

sw

untuk

Kelas

fl

(Scientifie Press), hal. 183

Marthen Kanginan, seribu Pena Fisikn untuk yMA/MA Kelas XI,

yayan

wulandari,

/00/

ulasan

Fisika

sMA

Untuk Kelas

fl

(Scientific Press), hal. 183

YayanWulandari,!0U(IlasanFisikaSM4UntukKelasfr

(Scientific Press), hal. 183

Marthen Kanginan, seyibu Pena Fisika untuk sivIAlMA Kelas XI,

@

lotv

lng s!1gte sie,s

y",stu!"

!t:.'. Achieviment,-Attitutte, and

Motivatio\

Coloracio School of Mines,

Departement

of

Plrysics, Colorado School o Mines, 152i

lllinos

Sieet Golden, CO, S0401,USA'6 Janaary

201Q

-K

Pembelajaran Problem

Solving Model Polya untuk-Meningkatkan

Kemampuan

l

frf"*.Irngn

Masalah Bagi Siswa Kelas

IX

J di SMPN 3 Cimahi,

iisidng

Seminar Nasional Penelitian Pendidikan^dan


(4)

Referensi

@dan

Unggul Wahyonc, Pengaruh Mode!

pembelaj ara n c re at iv e P ro b I e m- s olving T erhadap Kemampuan Me'recaikan Masalah Fisika Pada Siswa Kelas

X[

SMA Negeri 4

?alu. Jurncl Pe*diCik;cn Fisika TaCulala {/c!'

l

Na'2 hal" 48

Mautidi R"hmat, Muhardjito, dan Siti Zulaikah, Kemampuan

pemecahan Masalah Melalui strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem solving siswa Kelas

X

sMA. Jumal Fisika Indonesia No: 54,

Vol

XVIII,

Edisi Desember 2014 ISSN

:

l4l0-ffiel

Pembeiajararr Cooperative Problem

Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep

dan KJmunikasi llmiah Siswa pada Mata Pelajaran Fisika, Unnes Phvsics EducationEl Joumalr?ql4.

Suharsi m i Arikunto, P ros e dur P ene I it i an Suatu P e nde ka t an Pratdik

Edisi

Revisi I?(Jakarta: Rineka Cipta, 2006),

h'

160'

S u giyono, Me to elc F e ne I i

fi

an P e nd i d i ft qn P e ntle kaf an KUqfi if Afif,

xiaittatif, tlanR&

D. (Bandune:

A1@

fr.?

W>

Sugiyono, Me t o de P e ne I i t i an P e ndi dikan P e nde kat an Kuant i t a t if, Xuaiitattf,

danRC

p'

(Banelung: Alfabeta

2008)ffi

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatqn Kuantitatif,

Xiaiitat$

den R & D. (Bandung: Alfabet4 2008)'

h'

117

Sugiyono, Me to de P e ne I i t i an P e nd i dikan P e nde kat an Kuant it at

if

rrniitatif.

dan R & D. (Bandung: Alfabeta

200!)-b.-11!-ffiedur

Penelitian Suatu Pendckatan

P r ald i k,(t akarta: Rineka Ci r0). h. 183

suharsimi Arikunto, P ros e dur P enel it ian suatu P e ndekat an Praktik Edisi Revisi VI Rineka Ciota- 2006), hal. 160

suharsimi

Arikunio,

Dasar-Dasar Evaluas Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), Cet. 9, hal. 65

Suharsimi Arikunto, Dasar.Dasar Evaiaas Penriidikan, (Jakarta: 2009), Cet.9, hal.79

Nana Sud.iana. Penilaian Hosil Proses Belaiar Meng4iar,

Ganduns : Remaia Rosda Karya, 2009),

Ce!ke:l!.!lq

M

suharsimi Arikunto, Ds.sar-dssar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Cet.9, h. 1C0


(5)

253

Suharsimi Arikunio, Das ar-rios ar Ev ahtas i F e nclifr kani, (jakarta : Bumi Aksara, 2009), Cet. 9, h' 297 -208

Suharsimi Arikunto, Dasar-das qr Ev aluas i P endidikan, (Jakarta : Cet. 9, h.213-214

sogiyono. Metode P e nelitian P endidikan P endekatan Kuantitatif,

riiirotid

dan R&D.

tn

Suharsimi Arikunto, P rosedur P enel itian Suatu Pendekatan

Prri*.Revisi

4

(Jakarta:

Su giyono. Me t o de P e ne I i t i an P e nd i di kan P e nde ka t an Kuant i tat if,

iioiitatit

dan R&D. (Bandung:

Afabeta

2008)'

Cel

5'

h'

181

su g iyono. Me to de P e ne i i t i en P e ndt d titan P e nde kot an Kuant i t at if,

xialitat

it

dan R&D. (Bal4Ugg;

at@

u.Kulsum,PenerapanModelPembelajarancooperativeProblem

iolving

Uniuk I\{eningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Kimunikasi Sis',',,e Peda *{afa Pelsjaran Fisika, Unnes Plrysics Educ at ion

Jou*al,

201 4. Hal

J

ahYono, Pengaruh Model pe tribelaj ar an c re ai iv e P rob I e m so lving Terhadap tsremarnpuan

M.*..uttun

Masalah Fisika Pada Siswa Kelas

XI

SMA Negeri 4

Palu, Jurnal Pendidikan Fisika fadulako Vol'I Nq M. A. Hertiavi, H. Langlang, S. Khanafiyah, Penerapan

pembelajaran Kooperatif Jigsaw unfuk Peningkatan Ifumampuan pemeeaian Masalah Siswa SMP , Jurnal Pendidikan Fisilca

Indonesia,20l0, hal.

I

nu*uung

Priyo Darminto, Meningkatkan Kemarnpuan Pemecahan Masalah-Matimatis ldahasiswa Melalui Pem belajaran Mcdel Trefringer , Jurnal Pendidikan Matematika dan sains No.2,2013,

Iakarta,

I !l.r'T

20rc

Pembimbing

Diah Mulhayatiah" M.Pd NrP. 19790309 200801 2 016


(6)

Asmawati. Lahir di Bogor pada tanggal 16 September

1991, bertempat tinggal di Jalan Abdul Wahab Rt.

05/06 Sawangan kota Depok provinsi Jawa Barat.

Riwayat Pendidikan

. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis

diantaranya SD Muhammadiyah Sawangan lulus tahun 2003, SMP Islamiyah

Sawangan lulus tahun 2006, dan SMAN 5 Depok lulus tahun 2009. Penulis

kemudian melanjutkan ke Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi

Pendidikan Fisika pada tahun 2009 melalui jalur PMDK.