Bisnis pemakaman dalam perspektif islam (studi komparatif antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon)

(1)

(Studi Komparatif Antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

MIFTAH RAHMATULLAH NIM.

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "BISNIS PEMAKAMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM" (STUDI KOMPARATIF ANTARA TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK RANGON), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Januari . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum dengan konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqh.

Jakarta, Januari Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM

NIP.

PANITIA UJIAN

Ketua : DR.H. Muhammad Taufiki, M. Ag NIP. : (...) Sekertaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M. Si

NIP. : (...) Pembimbing I : Dr. Syahrul A'dam, M.Ag.

NIP. : (...) Pembimbing II : Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag.

NIP. : (...)

Penguji I : Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. : (...) Penguji II : Dr. H. Abd. Wahab Muhaimin, Lc, MA


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Januari M


(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya : Nama : Bpk. Udin Alamat : Pondok Gede

Telah diwawancarai oleh Miftah Rahmatullah ( ) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah dan Hukum yang meneliti tentang Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam Studi Komparatif Antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon

Pondok Gede, Juni Hormat Saya


(5)

Dengan ini saya :

Nama : Bpk. Tatang S, SE. Alamat : Pondok Rangon

Telah diwawancarai oleh Miftah Rahmatullah ( ) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah dan Hukum yang meneliti tentang Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam Studi Komparatif Antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon

Pondok Rangon, Juni Hormat Saya


(6)

iv

ا

ا ا

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan inayah serta karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Rasulullah SAW, pembawa rahmat bagi seluruh umat di dunia ini.

Semua usaha baik besar maupun kecil, tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH. MH. MM.

2. Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Sekretaris Program Studi Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si, beserta para dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membekali ilmu yang banyak bagi penulis.

3. Bapak Dr. Syahrul A'dam, M.Ag dan Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen pada lingkungan Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum, khususnya pada Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

v

6. Kepala TPU Pondok Rangon Bapak Tatang S, SE. dan Pengurus TPU Pondok Gede Bapak Udin yang telah membantu dalam kelengkapan semua data skripsi dan tokoh masyarakat yang banyak membantu memberikan informasi untuk penelitian skripsi ini.

7. Kedua Orang Tua penulis, yang tercinta Ayahanda Abah Haji A. Rachmat dan Ibunda Sri Riyanti, kakak dan adik-adik Agus Wiyanto, Rahmi Untari, Iftiyah Ayu Farida, Eko Cipto (Bardho), dan Umi Yani serta nenek penulis tersayang Musanah, yang tidak hentinya memberikan motivasi materil dan moril serta do'a yang tiada henti-hentinya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa(i) PMF angkatan 2003 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terima kasih atas bantuannya selama ini, hari-hari nan indah akan selalu dikenang.

9. Keluarga Besar Om Widodo, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, akan selalu mendapat rahmat dan inayah dari Allah SWT.

10.Keluarga besar SHOLAWAT yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Aishiteru !

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan semuanya semoga amal baik yang telah diberikan diterima disisi-NYA serta mendapat balasan yang setimpal dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amin.

Jakarta :27 Januari 2011 M 22 Safar 1432 H


(8)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

PEDOMAN TRANSELETRASI ... viii BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang Masalah ... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Metode Penelitian ... F. Studi Review Terdahulu ... G. Sistematika Penelitian ... BAB II : PEMAKAMAN DALAM ISLAM ... A. Pengertian Makam dan Dasar Hukumnya ... B. Proses Terjadinya Tanah Makam Dalam Islam ... C. Wakaf Dalam Perspektif Islam Dan Jual Beli ... BAB III : TINJAUAN UMUM TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK

RANGON ………. A. Gambaran Umum ... . TPU Pondok Gede ... . TPUPondok Rangon ... B. Manajemen Pemakaman TPU Pondok Gede dan TPU


(9)

vii

. Prosedur Pemakaman ... . Perawatan ...

BAB IV : JUAL BELI TANAH WAKAF DI TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK RANGON ... A. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU

Pondok Rangon ... . Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede ... . Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Rangon ... . Perbedaan dan Persamaan ... B. Jual beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok

Rangon Ditinjau Berdasarkan Perspektif Islam ...

BAB V : PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran – saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN–LAMPIRAN ...


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah adalah bagian permukaan bumi dan menjadi alas yang terbentang luas sebagai tempat berpijaknya manusia sehingga menimbulkan keterkaitan yang sangat erat antara tanah dengan manusia, karena seluruh kehidupan manusia bergantung pada tanah. Selain itu tanah adalah harta tidak bergerak yang bersifat permanen dan dapat dijadikan investasi bagi kehidupan mendatang, bahkan pada akhirnya tanah pulalah yang menjadi tempat persemayaman terakhir ketika manusia berganti kehidupan.1

Telah menjadi suatu kaidah dikalangan ulama ushul fiqh, bahwa pada dasarnya hukum segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadat haram kecuali terdapat dalil yang memperbolehkannya atau mewajibkannya, sedangkan dasar segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat adalah boleh hingga terdapat dalil yang melarangnya.2

Sementara masa kian bertambah dan permasalahan – permasalahan baru saling bermunculan, para pakar hukum Islam harus dapat menjawab permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan segala aspek pendukungnya.

1

Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet.I, h. 1.

2


(11)

Hal seperti itulah yang menjadi target perburuan para mujtahid untuk direalisasikan pada masyarakat luas.

Salah satu permasalahan yang timbul yang juga merupakan area pemikiran para mujtahid adalah permasalahan yang terkait dengan kewajiban manusia terhadap jenazah dan perawatannya, yaitu memandikan, mengafankan, mensalatkan, mengiring atau mengantarkan jenazah hingga kepemakaman serta memakamkan jenazah.3

Hal-hal yang berkaitan dengan jenazah memang sangat penting untuk diperhatikan, dimengerti dan dipahami, sebab setiap manusia hidup di dunia ini tidaklah kekal abadi, pasti ia akan terbujur kaku menjadi jenazah ketika ajal telah tiba menjemputnya. Manusia tidak akan mampu menghindarinya, kemanapun mereka sembunyi walau berada dalam benteng yang kokoh dan tinggi sekalipun, niscaya ajal akan menghampirinya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ankabut ayat 57 :

ﱡ ﻞﹸﻛ ﹴ

ﺲ ﹾﻔﻧ ﹸ

ﺔﹶﻘﺋﺍﹶﺫ 

ﺕ ﻮﻤﹾﻟﺍ 

ﻢﹸﺛ ﺎﻨﻴﹶﻟﹺﺇ ﹶ

ﻥﻮﻌﺟﺮﺗ

.

) ﺕ ﻮﺒﻜﻨﻌﻟﺍ :

٥٧ (

Artinya:"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati kemudian hanyalah kepada kami dikembalikan" (Q.s. Al-Ankabut : 57)

Surat Al-Jumu’ah ayat 8 :

3

Taqiudin al-Huseini, Kifayat Al-Akhyar fi Halli Ghayat Al-Ikhtishar, (Beirut; Dar Al-Fikr, Tth), Juz ke-1, h.164.


(12)

3

öö

è

%

¨

β

Î)

θϑ

ø

9

#

Ï ©

#

χρ

”Ï

?

ç ÷

Ζ

Ï

Β

ç ‾

Ρ

Î*ù

ö

Ν

à

6‹

É

)≈=

ã

Β

(

¢

Ο

èO

βρ

–Šè?

’<

Î)

É

Ο

Î

=≈

ã

É=ø

óø

9

#

Í

ο

≈γ

¤±

9

#

ρ

Ν

ä

3

ã Îm7

ã

ù

$

ϑ

Î/

÷

Λ

ä

Ζ

ä

.

βθ

è

֏?

)

ا

:

٨

(

Artinya:"Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada ( Allah) yang maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata lalu dia berkata kepadamu apa yang telah kamu kerjakan"

(Q.s. Al-Jumu’ah : 8)

Manusia telah diciptakan Allah SWT dan akan kembali keasalnya yaitu tanah. Sementara itu tanah yang kita pijak, selain menjadi tempat berkumpulnya manusia yang hidup, tanah juga merupakan tempat bagi mereka yang telah meninggal dunia. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Mursalat ayat 25-26 :

ó

Ο9

&

È

èøg

Υ

Úö‘

{

#

$—?$

Ï

.

∩⊄∈∪

[

$

ôm&

$Y?

≡θ

ø

Β

&

ρ

∩⊄∉∪

)

ﺳﺮﳌﺍ

ﺕ ﻼ

:

٢٥

٢٦

(

Artinya:"Bukankah kami telah jadikan bumi (tempat) berkumpul orang-orang yang hidup dan orang-orang yang telah meninggal" (Q.s. Al-Mursalat : 25-26)

Bumi adalah tempat berpijak, berkumpul dan bernaungnya manusia yang masih hidup, sementara didalam bumi tersebut adalah tempat bagi mereka yang telah meninggal dunia. Ayat al-qur’an diatas juga dijadikan salah satu dalil oleh para ulama bahwa hukum pemakaman jenazah adalah fardlu kifayah4 yaitu bahwa kewajiban melaksanakan pemakaman akan gugur jika minimal salah satu

4


(13)

orang yang hidup dimana jenazah itu berada, melakasanakan pemakaman tersebut.

Permasalahan yang berkaitan dengan pemakaman ini juga mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Pemerintah setempat membuat suatu peraturan yang mengatur tentang pelayanan masyarakat di bidang pemakaman dan pengabuan jenazah. Diantaranya yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 1992 tentang pemakaman umum dalam wilayah DKI Jakarta Nomor 1891 Tahun 1993, tentang prosedur pelayanan pemakaman dan pengabuan di wilayah DKI Jakarta serta keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1580 Tahun 1977 tentang petunjuk pelaksanaan pelayanan pemakaman umum di DKI Jakarta.

Atas kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah setempat tersebut, berarti juga telah membuka peluang bisnis bagi para pengusaha untuk menjalankan bisnis yang berhubungan dengan pemakaman dan pengabuan jenazah seperti pelayanan jasa pengurusan pemakaman, pelayanan rumah duka, pengabuan jenazah (kremasi) dan penyimpanan abu jenazah, pelayanan jasa perawatan jenazah, usaha angkutan jenazah dan sebagainya.

Tinjauan hukum Islam yang berkaitan dengan bisnis pemakaman ini sangat menarik untuk dikaji dan diteliti karena pada dasarnya pemakaman merupakan salah satu hal yang disakralkan oleh manusia karena didalamnya terdapat nilai sosial yang tinggi. Toleransi, tolong menolong, dan saling membantu dapat dilihat ketika hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman sedang


(14)

5

berlangsung disekitar kita. Oleh karenanya kaum muslim khususnya para pemuka agamanya harus mengerti benar ajaran-ajaran Islam yang mengatur hal tersebut, termasuk di dalamnya mengenai hukum yang terkandung dalam bisnis pemakaman dan permasalahan yang terkait dengan bisnis tersebut.

Dalam masyarakat pedesaan perihal pelaksanaan pemakaman biasanya telah diatur oleh aparat desa. Yaitu dengan menyediakan lahan atau tanah wakaf untuk dijadikan areal pemakaman bagi penduduknya. Ibadah wakaf ini adalah sebagai suatu amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Nabi SAW bersabda :

 ﻦﻋ  ﻲﹺﺑﹶﺃ ﹶ

ﺓﺮﻳﺮﻫ 

ﻲﺿ ﺭ ﷲﺍ  ﻪﻨﻋُ ﱠ ﻥﹶﺍ ﹶ

ﻝﻮﺳﺭ ِ

ﷲﺍ ﻲﹶﻠﺻ ﷲﺍ 

ﻪﻴﹶﻠﻋُ 

ﻢﹶﻠﺳﻭ

:

ﹶ ﻝﹶﺎﻗ ﺍﹶﺫﺍ

 ﺕ ﺎﻣ ﹸ

ﻥﺎﺴﻧﻻﹾﺍ 

ﻊﹶﻄﹶﻘﻧﺍ 

ﻪﹸﻠﻤﻋ ﱠ ﻻﺍ  ﻦﻣ 

ﺙ ﹶﻼﹶﺛ 

ﺔﹶﻗﺪﺻ 

ﺔﻳﹺﺭﺎﺟ  ﻭﹶﺍ ﹴ ﻢﹾﻠﻋ 

ﻊﹶﻔﺘﻨﻳ  ﻪﹺﺑ  ﻭﹶﺍ

 ﺪﹶﻟﻭ ﹴ

ﺢﻟﺎﺻ 

ﻪﹶﻠﻋﺪﻳ

)

 ﻩﺍﻭﺭ ﹾ ﺍ 

ﻱ ﹺﺭﺎﺨﺒﻟ

(

Artinya:"Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Apabila manusia meninggal dunia, putuslah semua amalnya, kecuali tiga macam amal yaitu : amal jariyah (waqaf), ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang selalu mendo’akan. (H.R. Bukhari)5

Dalam terjemahan kitab Nailul Authar dalam No. 3259 disebutkan :

 ﻲﻓﻭ 

ﺔﻳﺍﻭﹺﺭ

:

ﱠ ﺎﹶﳌ  ﺖ ﹶﻟﺰﻧ 

ﻩﺬﻫ 

ﺔﻳﹶﻻﹾﺍ

"

 ﻦﹶﻟ ﻮﹸﻠﻨﺗ  ﺮﹺﺒﹾﻟﺍ ﻰﺘﺣ ﺍﻮﹸﻘﻔﻨﺗ ﺎﻤﻣ ﹶ

ﻥﻮﺒﺤﺗ

"

ﹶ ﻝﺎﹶﻗ

 ﻮﺑﹶﺍ ﹾ

ﺔﺤﹾﻠﹶﻃ

:

ﺎﻳ ﹶ

ﻝﻮﺳﺭ ِ

ﷲﺍ ﻯ ﺭﹶﺍ ﻨﺑﺭ ﹶ ﺎ ﺎﻨﹸﻟﹶﺄﺳﹶﺍ 

ﻦﻣ ﺎﻨﻟﻮﻣﹶﺍ 

ﻙﺪﹺﻬﺷﹶﺄﹶﻓ 

ﻲّّﹺﻧﹶﺃ 

ﺖ ﹾﻠﻌﺟ

 ﻲﺿ ﺭﹶﺍ َ

ﺀﺎﺣﺮﻴﺑ ،ﻪﹼﻠﻟ

ﹶ ﻝﺎﹶﻘﹶﻓ ﺎﻬﹾﻠﻌﺟﺍ 

ﻲﻓ ،ﻚ ﺘﺑﺮﹶﻗ ﹶ

ﻝﺎﹶﻗ ﺎﻬﹾﻠﻌﺠﹶﻓ ﹶ

ﻥﺎﺴﺣ ﹺ

ﻦﺑ 

ﺖ ﹺﺑﺎﺛﹶ

 ﻲﺑﹸﺍﻭ  ﻦﺑ ﺐ ﻌﹶﻛ ٍ

)

 ﻩﺍﻭﺭ 

ﺪﻤﺣﹶﺍ 

ﻢﻠﺴﻣﻭ

(

Artinya:"Dan dalam satu riwayat dikatakan: ketika ayat: “kamu tidak akan mendapatkan kebaikan hingga menginfaqkan sebagian dari apa-apa yang

5


(15)

kamu cintai ” itu turun, Abu Talhah lalu berkata: Ya Rasulullah! kami tahu tuhan kami meminta sebagian dari harta-harta kami. Oleh karena itu sekarang aku menjadikan engkau sebagai saksi, bahwa tanahku Bairoha’ itu ku waqafkan untuk Allah maka jawab Rasulullah SAW, “Jadikanlah hartamu itu untuk keluarga dekatmu” Anas berkata: lalu Abu Talhah menjadikan harta itu untuk Hasan bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab. (H.R. Ahmad dan Muslim )6

Masalah perwakafan ini selanjutnya diatur didalam peraturan pemerintah No. 28 tahun 1977, yang menegaskan antara lain, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk keperluan pribadi atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam dan wakaf tersebut sebagai suatu lembaga keagamaan yang dipergunakan sebagai salah satu sarana pengembangan kehidupan keagamaan.7

Didalam pengertian sehari-hari perkataan wakaf ini banyak diartikan hanya untuk keperluan peribadatan saja, misalnya untuk mendirikan masjid diatas tanah yang diwakafkan itu, padahal sebenarnya tanah itu dapat diwakafkan untuk hal-hal yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Pada dasarnya bisnis pemakaman dengan jual beli yang ada didalamnya sangat membantu kepada masyarakat yang membutuhkan khususnya di daerah-daerah, namun beban registrasi yang harus dipenuhi oleh para pengguna jasa

6

Muammal Hamidy dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum Jilid , (Surabaya: PT. Bina Ilmu t.th) h. 2008

7

Soedharyo soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet. Ke-2, h. 65


(16)

7

tersebut sudah sepantasnya ataukah justru malah terlalu membebani. Hal tersebut masih harus diteliti lebih jauh.

Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan suatu perbuatan dimana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara suka rela.8

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikianlah rumusan pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.9

Dari perumusan pasal diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penjual dan pembeli terdapat hak dan kewajiban masing-masing. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual, sedangkan pihak pembeli berkewajiban untuk membayar harga yang dibeli kepada penjual.

Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (sahih), dan jual beli yang dikategorikan tidak sah. Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal.10

8 Ibid, h. 86 9

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-2 h. 7

10


(17)

Kalau suatu ketika benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya atau sudah berkurang manfaatnya kecuali dengan ada perubahan pada benda wakaf tersebut seperti menjual, merubah bentuk / sifat, memindahkan ketempat lain atau menukar dengan benda lain, bolehkah perubahan itu dilakukan terhadap benda wakaf tersebut?

Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk menulis dan meneliti bagaimana pandangan fuqoha (para ahli fiqh) dalam menanggapi masalah jual beli tanah wakaf untuk dipergunakan sebagai lahan pemakaman dengan mengacu kepada pengelola jasa pemakaman umum untuk dituangkan sebagai karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam” (Studi komparatif antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang permasalahan diatas, dapat dikemukakan bahwa permasalahan yang berkaitan dengan bisnis pemakaman ini cukup banyak, seperti jual beli tanah untuk pemakaman, pelayanan jasa pengurusan pemakaman, pelayanan rumah duka, pengabuan jenazah (kremasi), penyimpanan abu jenazah, pelayanan jasa perawatan jenazah, usaha angkutan jenazah, dan lain sebagainya.

Dalam karya ilmiah ini, penulis hanya membatasi pada permasalahan yang berkaitan dengan jual beli tanah khususnya tanah wakaf yang digunakan untuk pemakaman dengan dikaitkan kepada pendapat fuqoha mengenai masalah tersebut. Sedangkan untuk melengkapi data yang diperlukan, penulis mengambil salah satu jasa pemakaman umum yang berada di wilayah Pondok Gede dan


(18)

9

Pondok Rangon sebagai sumber data primer. Adapun alasan penulis memilih TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon sebagai objek penelitian ini adalah untuk mempermudah penulis dalam pengambilan data karena lokasinya yang tidak terlalu jauh sehingga penulis dapat mempergunakan waktu yang terbatas dengan sebaik-baiknya.

Adapun permasalahannya penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur jual beli tanah wakaf untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan Pondok Rangon?

2. Berapa besar retribusi untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan Pondok Rangon?

3. Bagaimana sistem perawatan makam di TPU Pondok Gede dan Pondok Rangon?

4. Bagaimana pandangan fuqoha terhadap jual beli tanah wakaf untuk pemakaman ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur jual beli tanah wakaf untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon

2. Untuk mengetahui berapa besar retribusi untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon


(19)

3. Untuk mengetahui bagaimana sistem perawatan makam di TPU Pondok Gede TPU Pondok Rangon

4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Fuqoha terhadap jual beli tanah wakaf untuk pemakaman.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat bagi beberapa pihak diantaranya :

1. Untuk Fakultas, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur pada fakultas syariah dan hukum.

2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan agar lebih memahami tentang masalah tanah wakaf.

3. Bagi Penulis, penelitian ini untuk menambah wawasan keilmuwan penulis dalam bidang yang ditekuni khususnya bidang hukum.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder yang berbentuk data kualitatif. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui observasi (pengamatan) dan wawancara (interview). Data sekunder adalah data yang bersifat pelengkap guna melengkapi data-data yang sudah didapat berupa literatur-literatur yang dianggap relevan dengan penelitian ini 2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran terhadap lembaga dalam bidang


(20)

11

pengelolaan wakaf, berdasarkan factor-faktor pengelolaan yang nampak dan penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta (ex post de facto).

Dari data-data inilah kemudian melakukan komparasi antara satu data dengan data yang lain yang berkaitan dengan penulisan ini dan akhirnya memberikan analisis terhadap data-data itu dalam hubungannya dengan penulisan, ini merupakan penelitian komparatif, yakni studi yang dilakukan dengan membandingkan antara dua lembaga dan disesuaikan dengan hukum Islam. 3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

a. Observasi (penelitian lapangan) mengadakan pengamatan langsung terhadap objek darimasalah yang akan diteliti.

b. Wawancara, yaitu tanya jawab yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas secara mendalam dengan mengajukan pertanyaan secara lisan terhadap pegawai yang berada di lembaga yang berada di TPU (Tempat Pemakaman Umum) Pondok Gede dan TPU (Tempat pemakaman Umum) Pondok Rangon.

4. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif, analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan agar tercapai proses kesimpulan tertentu terhadap informasi


(21)

yang terdapat di dua lembaga tersebut dengan mempertimbangkan pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal.

5. Teknik Penulisan Data

Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007 dengan beberapa penulisan sebagai berikut:

1. Kutipan ayat-ayat Al-Qur’an tidak diberi catatan kaki (footnote), melainkan dengan menyebut nama dan nomor ayat yang dikutip pada akhir kutipan. 2. Terjemahan ayat Al-Qur’an , Al- Hadits dan lain-lain dikutip satu spasi. 3. Dalam daftar kepustakaan Islam Al-Qur’an ditulis dalam urutan pertama. 4. Ejaan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ialah ejaan yang

disempurnakan (EYD).

F. Review Study Terdahulu

Yeni Handayani, Hukum Perwakafan Prosedur Pengelolaannya Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif (PP. No. 28 / 1977), Fakultas Syariah dan Hukum 2003. Dalam skripsi ini hanya membahas mengenai tata cara perwakafan menurut hukum Islam dan hukum positif, selain itu ada pula masalah mengenai perubahan benda wakaf boleh di jual, dipindahkan, di robah atau di gantiuntuk kemudian di atur kembali mengenai pemanfaatannya, sesuai dengan tujuan wakaf dan kemaslahatan.

M. Ishak Zainul M, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pengelolaan Tanah Wakaf di Kecamatan Kembangan Jakarta Barat, Fakultas Syariah dan Hukum


(22)

13

2003. dalam skripsi ini hanya membahas tentang bagaimana pengurusan dan pengawasan tanah wakaf, pengelolaan serta manfaat tanah wakaf seperti wakaf masjid yang ada di daerah tersebut selain untuk salat berjamaah digunakan juga untuk pengajian ibu-ibu, pengajian bapak-bapak, pengajian remaja, pengajian anak-anak. Selain wakaf masjid ada pula wakaf yang digunakan untuk yayasan baik itu berupa lembaga pendidikan dari mulai sekolah dasar Islam (SDI), sekolah menengah pertama (SMP) dan SMU/K Islam adapula yang mengembangkan dalam bentuk pondok pesantren.

Didin Samudin, Optimalisasi Pemberdayaan Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat di Era Modernisasi, Fakultas Syariah dan Hukum 2005. Dalam skripsi ini hanya membahas tetang optimalisasi pemberdayaan wakaf, perubahan status dan penggantian tanah wakaf dan membahas juga tentang wakaf tunai (uang) dapat di pandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip dengan sadaqah, hanya saja keduanya terdapat perbedaan. Dalam sadaqah baik substansi (aset) maupun hasil / manfaatnya diperoleh dari pengelolanya, seluruhnya dipindah tangankan kepada yang berhak menerimanya. Sedangkan dalam wakaf yang dipindahkan hanya hasil / manfaatnya sedangkan substansi / asetnya tetap dipertahankan.

Rinawati, Efektivitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf. Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Fakultas Syariah dan Hukum, 2005. Dalam skripsi ini hanya membahas tentang pengelolaan wakaf dalam ruang lingkup pondok pesantren. Harta wakaf berupa gedung digunakan untuk pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan tersebut


(23)

mulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) al-Hamidiyah, Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) Al-Hamidiyah, MTS dan MA Al-Hamidiyah, dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hamidiyah

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut :

1. Bab pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, review study terdahulu, dan sistematika penulisan.

2. Bab kedua yaitu sekitar masalah pemakaman dalam Islam. Pada bab ini membahas mengenai pengertian makam dan dasar hukumnya, proses terjadinya tanah makam dalam Islam, serta wakaf dalam perspektif Islam. 3. Bab ketiga yaitu gambaran umum TPU Pondok Gede dan TPU Pondok

Rangon dan manajemen pemakaman TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon

4. Bab keempat yaitu analisis penulis tentang pengelolaan wakaf oleh TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon dan tinjauan hukum Islam.


(24)

15 BAB II

PEMAKAMAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Makam dan Dasar Hukumnya

Kata makam berarti kuburan. Kata kuburan berasal dari kata dasar kubur, berasal dari bahasa Arab, yang berarti memendam, memasukkan, melupakan, mengebumikan. Kata makam juga berarti tempat, tempat tinggal, dan kediaman.1 Kubur, dari bahasa Arab adalah kata kerja (verba) yang berarti menanam atau memendam sesuatu, biasanya jenazah seseoramg atau bangkai hewan di dalam tanah.2 Kuburan atau pekuburan adalah tempat di mana jenazah-jenazah dikubur. Juga disebut pemakaman.3

Para ahli fiqih telah sepakat bahwa memakamkan atau menguburkan jenazah hukumnya adalah fardu kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengafani, dan mensalatkan. Kewajiban menguburkan ini ditetapkan berdasarkan Al-qur'anSurat Al-Mursalat ayat 25-26 :

óΟ9

&

È≅

è

ø

g

Υ

Ú

ö

{

#

$

—

?$

Ï.

∩⊄∈∪

[

$

‹ô

m&

$

Y

?

≡θøΒ

&

ρ

∩⊄∉∪

)

ت

ا

:

٢٥

٢٦

(

Artinya:"Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang- orang hidup dan orang-orang mati" (Q.s. Al-Mursalat : 25-26)

1

http://al-amien.ac.id/2008/11/30/makam-atau-maqam/

2

http://wikipedia.org/wiki/kubur:

3

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/03/17/BHS/mbm.20080317.BHS12664


(25)

Selain itu, dalam Surat Abasa ayat 21 dinyatakan:

§Νè

O

…ç

?$

Β

&

…çν

Ž9

ø%

)

:

٢١

(

Artinya:"Kemudian Dia mematikannya dan memasukannya kedalam kubur" (Q.s. Abasa : 21)

Hikmah dari pensyari'atan penguburan mayat itu ialah agar kemuliaan dan kehormatannya sebagai manusia dapat terpelihara dan tidak menyerupai bangkai hewan, karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai makhluk-Nya yang mulia. Selain itu agar manusia yang hidup tidak merasa terganggu oleh bau yang tidak baik yang timbul dari jasadnya.

Menguburkan jenazah hukumnya wajib kifayah meskipun jenazahnya non muslim. Rasulullah saw memerintahkan dan sekaligus sering turun tangan melaksanakan penguburan. Di dalam hadits yang antara lain dari Abu Talhah diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan An-Nasai. Selanjutnya dari Abdullah bin Umar riwayat Ahmad dan Al-Bukhari diriwayatkan:

ﻦﻳﺮﺸﻋﻭ ﺔﻌﺑﺭﺄﺑ ﺭﺪﺑ ﻡﻮﻳ ﺮﻣﺃ

ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ

ﻰﻠﺻ ﷲﺍ

ﻝﻮﺳﺭ ﻥﺃ

ﺀﺍ

ﻮﻃﺍ

ﻦﻣﺍ

ﻮﻃ ﰲ ﺍ

ﻮﻓﺬﻘﻓ ﻢﻬﻠﺟﺭﺄﺑ ﺍ

ﻭ

ﺮﺠﻓ ﺶ ﻳﺮﻗ ﺪﻳﺩﺎﻨﺻ ﻦﻣ

ﺭﺪ

ﺾ ﻌﺑ ﻰﻠﻋ ﻢﻬﻀ ﻌﺑ ﺚ ﺒﳐ ﺚ ﻴﺒﺧ

. . .

Artinya:"Bahwasanya Rasulullah saw pada hari Badar memerintahkan (penguburan) dua puluh empat bangkai-bangkai kafirin Quraisy lalu mereka menggusur kaki-kakinya dan dilemparkan kedalam lembah diantara lembah-lembah Badar yang sangat kotor dan bau, bangkai-bangkai itu saling bertumpukkan..." (H.R. Ahmad, Al-Mausuatul


(26)

17

Haditsiyah, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, XXVI:279, Al-Bukhari:

816)4

Hadits-hadits ini semakna, semuanya menceritakan tentang bangkai-bangkai musyrikin Badar, hanya saja ada perbedaan-perbedaan sedikit lafad. Hadits tentang peristiwa matinya Abu Talib, demikian pula Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abu Talib menguburkannya.

ﻪﻨﻋ ﷲﺍ

ﻲﺿ ﺭ 

ﻲﻠﻋ ﻦﻋ

ﺕ ﺎﻣ ﹼ

ﻞ

ﻀ ﻟ

ﺦﻴﺸﻟ

ﻚ 

ﻤﻋ ﹼ

ﻥﺍ

ﻪﻳﺭﺍ

ﻮﻳ ﻦﻤﻓ

ﻻﻭ ﻙﺎﺑﺃ

ﺭﺍ

ﻮﻓ ﺐ ﻫﺫﺍ

ﻝﺎﻗ

ﻪﺘﻳﺭﺍ

ﻮﻓ ﲏﻴﺗﺄﺗ ﻰ

ﺘﺣ ﺎﺛﺪﺣ 

ﻦﺛﺪﲢ

ﺖ ﺌﺟ

ﻪﻈﻔﺣﺃ

ﱂ ﺀﺎﻋﺩ ﺮﻛﺫﻭ ﱄﺎﻋﺩﻭ ﺖ ﻠﺴﺘﻏﺎﻓ ﱐﺮﻣﺄﻓ

Artinya:"Dari Ali bin Abu Thalib, ia mengatakan, "saya berkata kepada Nabi saw (ketika Abu Thalib meninggal), sesungguhnya uak Anda syekh yang sesat telah meninggal, siapakah yang menguburkannya? Beliau menjawab: "Pergilah kuburkan olehmu dan jangan berkata apapun sebelum datang lagi kepadaku", Maka aku pun menguburkannya lalu aku datang lagi kepada Nabi saw maka beliau memerintahkan aku untuk mandi dan Nabi pun mendoakan aku, lalu ia menerangkan doa yang aku tidak menghafalnya" (H.R. Ahmad)5

B. Proses Terjadinya Tanah Makam Dalam Islam

1. Tinjauan Pelaksanaan dan Tata Cara Pemakaman dalam Islam

Mati adalah perpindahan dari alam ke alam yang lain, bukan hilang semata-mata, tetapi ia adalah perceraian roh dari badan. Seperti terdapat dalam Surat Al-Zumar ayat 42 :

4

Wawan Shofwan Sholehuddin, Risalah Al-Janaiz Ilmu dan Praktik, (Bandung, Humaniora, 2006), Cet. Pertama , h.167

5


(27)

!#

’®

û

θ

G

ƒ

§

à

Ρ{

#

Ï

m

$

γÏ

?

öθΒ

É

L

©9

#

ρ

óΟ9

ô

M

ßϑ

?

’Î

û

$

γÏΒ

$

ΨΒ

(

Û



Å

¡

ôϑçŠ

ù

É

L

©9

#

Ó

%

$

κöŽ=

æ

N

öθϑø9

#

ã≅Å

ö



ãƒρ



÷

z

{

#

’<Î

)

9≅

_&

‘‡Κ

¡

•Β

4

¨βÎ

)

’Î

û



Ï9≡

Œ

;

M

≈ƒψ

5Θöθ)Ïj9

χρã



©3

G

ƒ

)

ﻡّ! ا

:

٤٢

(

Artinya:"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati diwaktu tidurnya. Maka ditahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir" (Q.s. Al-Zumar : 42)

Setiap orang akan merasakan kematian dan manusia tidak akan bisa lari dari kematian. Karena semua yang ada di dunia akan musnah dan tidak ada yang akan kekal di dunia ini selain Allah s.w.t. Firman Allah s.w.t dalam Surat Ali-Imran ayat 185:

‘≅ä.

<

§

ø

Ρ

èπ)Í←

Ï

N

öθ

R

ù

Q

#

3

$

ϑ‾ΡÎ

)

ρ

χöθ©

ù

θè

?

öΝà2

θã

_

é

&

Πöθƒ

Ïπϑ≈ŠÉ)ø9

#

...

)

نا

لأ

:

١٨٥

(

Artinya:"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu ..." (Q.s. Ali Imron :185)

Dalam sejarah kematian, dalam Al-qur'an pada Surat Al-Maidah ayat 27

-31 yang terjadi pada anak-anak Nabi Adam a.s. Pada saat itu beliau mempunyai 2 putra yang bernama Qabil dan Habil dan 2 orang putri yang bernama Iqlimah dan Labudah. Iqlimah dan Qabil adalah saudara kembar, begitu juga Labudah lahir kembar dengan Habil.


(28)

19

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)".

Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa". "Sesungguhnya kalau kamu mengerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam". "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-oarang yang zalim".

Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini. Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal".

Pada ayat 27 dijelaskan bahwa disinyalir sebab terjadinya perselisihan Qabil dan Habil adalah "kecantikan" Iqlimah yang diperebutkan, sehingga Qabil


(29)

berani melanggar suatu hukum yang telah ditetapkan.6 Hal ini membuat keresahan mendalam dan berlarut-larut bagi Nabi Adam a.s selaku orang tua mereka. Hingga datangnya petunjuk Allah permintaan kurban bagi kedua bersaudara itu dengan ketentuan kurban yang diterima berhak atas Iqlimah. Habil mempersembahkan seekor domba, sedangkan Qabil mempersembahkan gandum karena ia petani dan tanpa peduli apakah diterima atau tidak, sedang Habil seorang peternak yang dengan ternaknya ia persembahkan seekor domba terbaiknya dengan penuh harap dan hati yang rida, bahkan seperti kata Ismail bin Rafi' bahwa satu-satunya harta yang disayanginya adalah domba tersebut.7

Menurut Al-Sadiy bahwa sebelum Qabil bermaksud membunuh Habil, Habil telah berada di puncak sebuah gunung dan pada suatu kesempatan Qabil mendatanginya, sedangkan Habil pada saat itu dalam keadaan tidur, maka ia pun memanfaatkan keadaan tersebut dengan mengangkat sebuah batu (yang cukup berat) lalu ditimpakannya keatas kepala Habil yang membawa kepada kematiannya. Sedangkan menurut Ibnu Juraih, Qabil belum mengetahui cara membunuh saudaranya itu dan dengan bantuan Iblis memperagakan cara itu dan dapatlah ia melakukannya. Cara yang dimaksud melalui visual seekor burung yang kepalanya diletakkan di atas batu yang kemudian ditimpa dengan batu pula sehingga kepalanya hancur.

6

Muhammad Jalli Al-Manla, Qisas Al-qur'an, (T.tp., Darul Fikr, t.th)h.11

7


(30)

21

Lalu Allah SWT mengutus dua ekor burung gagak yang saling membunuh dan salah satunya mati terbunuh dan yang lainnya dengan cakarnya menggaruk-garuk tanah membuat lubang untuk menanam kawannya itu.

Dengan penjelasan dari ayat tersebut bahwa Habil adalah orang yang pertama kali meninggal dunia di muka bumi ini.

Namun setelah Islam datang, terdapat ketentuan-ketentuan yang wajib dilakukan terhadap suatu mayat bagi orang-orang masih hidup. Maka ada beberapa kewajiban yang berhubungan antara yang masih hidup dengan mayat apabila seorang muslim meninggal, maka fardu kifayah atas orang hidup menyelenggarakan 4 perkara yaitu: memandikan mayat, mengafani mayat, mensalatkan mayat, dan menguburkan mayat.8

a. Memandikan Mayat

Syarat memandikan mayat :

1) Mayat tersebut adalah seorang muslim.

2) Mayat tersebut bukan anak yang gugur (lahir dalam keadaan mati) memandikan anak yang gugur itu tidak wajib.

3) Badan mayat itu masih ada sebatas ukuran adanya, sekalipun sedikit.

4) Mayat tersebut bukan seorang yang mati syahid yang terbunuh ketika menegakkan kalimat Allah (perang) sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang orang-orang yang terbunuh ketika perang Uhud:

8


(31)

ﺔ

ﻣﺎ

ﻴ

ﻘﹾ

ﻡ

ﻮ

ﻳ ﺎﹰ

ﻜ

ﺴ

ﻣ 

ﺡ

ﻮﹸ

ﻔ

ﻳ ﹴ

ﻡ

ﺩ ﱡ

ﻞﹸ

ﻛ 

ﻭﹶ

ﺡ

ﺮ

ﺟ ﱡ

ﻞﹸ

ﻛ ﹾ

ﻥﹺ

ﺈﹶ

ﻓ 

ﻢ

ﻫ

ﻮﹸ

ﻠِ

ﺴ

ﻐ

ﺗ ﹶ

ﻢﹺ

ﻬ

ﻴﹶ

ﻠ

ﻋ ّ

ﻞ

ﺼ 

ﻳ 

ﻢﹶ

)

ﺪﲪ ﺃ

ﻩﺍ

ﻭﺭ

(

Artinya:"Janganlah kalian memandikan mereka (orang-orang yang terbunuh dalam perang) karena sesungguhnya setiap luka (pada badannya) atau setiap tetesan darahnya akan berbau semerbak pada hari kiamat laksana semerbak minyak kasturi dan mereka disembahyangkan" (H.R. Imam Ahmad)9

b. Mengafani mayat

Mengafani mayat adalah fardu kifayah atas orang yang hidup setelah memandikan mayat. Batas minimal kain kafan bagi mayat adalah yang dapat menutup badannya. Baik dari mayat tersebut laki-laki maupun perempuan.

c. Mensalatkan mayat10

Dalam mensalatkan jenazah, terdapat beberapa rukun salat jenazah yang harus ditaati yaitu sebagai berikut:11

1. Niat.

2. Takbir-takbir, yaitu empat kali takbir termasuk takbiratul ihram.

3. Berdiri sampai salat jenazah tersebut sempurna.

4. Berdo'a untuk mayat.

5. Salam setelah takbir yang keempat.

9

Abdurrahman Al-Juzairi, Fiqh Empat Madzhab jilid ke-3 (bagian ibadat II), (Darul Ulum Press, 1994), h. 243

10

Ibid., h. 269

11


(32)

23

d. Menguburkan mayat

Para ahli fiqh sependapat mengatakan mengebumikan jenazah adalah fardu kifayah atas yang hidup, karena suatu tindakan meninggalkan mayat di atas bumi adalah merusak kehormatannya dan baunya mengganggu orang ramai.

Asas penguburan mayat terdapat dalam Al-qur'an Surat Al-Mursalat ayat

25-26 :

óΟ9

&

È≅

è

ø

g

Υ

Ú

ö

{

#

$

—

?$

Ï.

∩⊄∈∪

[

$

‹ô

m&

$

Y

?

≡θøΒ

&

ρ

∩⊄∉∪

)

ت

ا

:

٢٥

٢٦

(

Artinya:"Bukankah kami telah menjadikan bumi (sebagai tempat) penampungan dan penghimpun (penduduknya) yang hidup dan yang mati" (Q.s. Almursalat : 25-26)

Firman Allah s.w.t dalam Surat Al-Maidah ayat 31 mengenai pengebumian Habil :

]è7ù

!#

$

\

/#

ä

î

ß

]s

ö

7

ƒ

’Î

û

Ç

Ú

ö

{

#

…ç

ƒÎ

Ž

ãÏ9

#ø‹.

”Í

≡θãƒ

οöθ

Ï

‹Å

z&

4

...

)

ة)*+ ا

:

٣١

(

Artinya:"Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana ia harus menguburkan mayat saudaranya" (Q.s. Al Maidah : 31)

Bila tidak memungkinkan untuk dikuburkan seperti halnya apabila ia mati didalam kapal laut yang jauh dari pantai dan sulit untuk mendarat di suatu tempat yang memungkinkan untuk menguburnya di tempat tersebut sebelum baunya berubah, maka hendaklah ia diikat dengan suatu beban yang berat lalu dijatuhkan ke dalam air. Dan ketika memungkinkan untuk dikubur,maka


(33)

hendaklah ia digalikan lubang di tanah. Ukuran minimal dalamnya adalah sebatas dapat mencegah terciumnya bau mayit dan mencegah (kemungkinan) dibongkar oleh binatang buas.12

Setelah memandikan mayat, mengafani, dan mensalatkan, maka kewajiban yang keempat adalah menguburkan yaitu dengan beberapa tahapan:13

1. Penggalian tanah dengan ukuran minimal dalamnya adalah sebatas dapat mencegah terciumnya bau mayat dan mencegah (kemungkinan) dibongkarnya oleh binatang buas.

2. Lalu mayat diletakkan kedalam liang lahat yang telah digali dan hendaknya diberi langit-langit. Mayat wajib dimiringkan kekanan menghadap kiblat.

3. Lalu mayat ditimbun dengan tanah sehingga tanah menutup kuburan. Namun sebelum ditutup lahad tersebut haruslah dibuka tali-tali yang mengikat kepala dan kaki mayat.

Terkait dengan peristiwa pemakaman, dalam hukum fiqih Islam dikenal berbagai sebutan/cara untuk memperoleh hak. Cara itu antara lain melalui: Jual-beli, tukar-menukar, infak, sedekah, hadiah, wasiat, wakaf, warisan, hibah, zakat, dan ihyaul mawat.

Hukum Islam tidak secara khusus membedakan mana titel/cara memperoleh hak yang hanya untuk tanah saja, dan mana yang untuk benda lain non tanah. Namun dari bentuk-bentuk di atas, ihyaul mawat adalah istilah untuk

12

Abdurahman Al-Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta; Darul Umum Press, 1999), h.304

13


(34)

25

membuka tanah baru, jadi satu-satunya cara yang langsung dihubungkan dengan tanah. Sedangkan untuk zakat, kalau dikaitkan dengan tanah, maka lazimnya yang dizakatkan atau dipindahkan haknya bukanlah tanahnya sendiri, tetapi hanya hasil tanah seperti pertanian atau perkebunan. Mengenai wakaf, akan dibicarakan secara khusus dalam sub-bab berikut. Dengan demikian titel lainnya secara umum dapat dilakukan baik untuk tanah maupun benda lainnya non tanah.

Sedekah, hibah dan hadiah adalah merupakan bentuk pemberian secara umum. Sedekah adalah memberikan satu benda atau hak milik semata-mata karena mengharapkan keridhaan dan balasan dari Allah SWT. Sedekah ini merupakan kebajikan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Dalam Al-qur'an, istilah sedekah digunakan juga untuk zakat seperti pada Surat Al-Taubah 60 yang menjelaskan tentang delapan jenis atau golongan yang berhak menerima zakat. Adapun hibah ialah memberikan harta secara suka rela ketika masih hidup kepada seseorang. Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad, hibah baru sah kalau ada ijab, qabul dan penyerahan barang. Sedangkan Imam Malik dan Ahmad dalam riwayat lainnya berpendapat bahwa hibah sudah sah dengan adanya ijab dan qabul tidak perlu diiringi secara riil.

Satu cara lain untuk memperoleh hak milik yang dikenal dalam Islam adalah melalui ganimah atau harta rampasan perang. Semua yang diperoleh pasukan Islam dari orang kafir dalam pertempuran, dijadikan ghanimah atau harta rampasan perang, kecuali tanah. Seperlima dari harta rampasan itu diserahkan kepada Negara, dan yang empat perlima dibagikan kepada para pejuang. Melalui


(35)

bagian yang empat perlima inilah kaum muslimin mendapatkan hak milk walaupun ghanimah itu bukan tujuan.

Kemudian upah (ujrah, ajrun) juga merupakan salah satu cara seseorang untuk mendapatkan hak. Dengan melakukan satu prestasi, seseorang memperoleh imbalan pembayaran, baik berupa uang, maupun benda lainnya termasuk tanah. Mengenai hal ini Rasulullah memberikan petunjuknya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi sebagai berikut: "Berikanlah kepada buruh itu upahnya sebelum keringatnya dan beritahukanlah jumlah pekerjaannya itu".

Dalam pengertian dan bentuknya yang lebih luas pada waktu sekarang, upah ini dapat muncul dengan berbagai istilah seperti gaji, honorarium, insentif, imbalan, dan lain-lain. Imbalan atau gaji dalam hal ini bisa saja dalam bentuk yang paling lazim yaitu uang, tapi bisa juga dalam bentuk barang-barang atau bahkan tanah. Jadi pada dasarnya yang diberikan oleh penerima upah adalah pekerjaan atau jasa dan dengan itu mereka menerima suatu hak. Sehubungan dengan cara memperoleh hak seperti ini, kita mengenal pegawai negeri, pegawai swasta, dokter, pengacara, notaris, konsultan, pengusaha jasa angkutan, tukang, dan profesi lainnya.14

C. Wakaf Dalam Perpspektif Islam dan Jual Beli

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam Al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf

14

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.5, h. 17-20


(36)

27

merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti

kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah s.w.t dalam Surat Al-Hajj ayat 77:

#

θè=

è

ø

ù#

ρ

Ž

ö

ø9

#

öΝà6‾=

è

9

χθß

s

Î=ø è

?

)

-. ا

:

٧٧

(

Artinya:"Dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan" (Q.s. Al-Hajj)15

Taqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan

wakaf. Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan (munâsabau) dengan

firman Allah tentang wasiat.

=

Ï

G

ä.

öΝä3ø‹=

æ

Î

)

ŽØm

ãΝä.

‰n&

ß

N

öθϑø9

#

βÎ

)

8

?

#

—

Ž

ö

z

èπ§‹Ï

¹

θø9

#

Ç÷ƒ

Ï9≡θù=Ï9

Î

ø%{

#

ρ

Å∃ρã



÷

è

ϑø9

$

Î

/

(

$

ˆ)

m

’?

ã

É)−

F

ßϑø9

#

)

ة 0 ا

:

١٨٠

(

Artinya:"Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibubapak dan karib kerabat dengan cara yang ma`ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa" (Q.s. Al-Baqarah : 180)16

Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda.

Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan

ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan manusia agar mengerjakannya.

Ibadah bendawi merupakan kebaikan universal. la dianggap baik oleh semua orang, baik penganut agama maupun orang-orang yang tidak beragama.

15

Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 7

16


(37)

Meskipun demikian, wakaf untuk kepentingan umum secara empiris dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, wakaf yang berguna bagi semua orang (termasuk non-muslim),

seperti wakaf tanah untuk jalan. Kedua, wakaf yang digunakan hanya oleh umat

Islam, seperti wakaf untuk masjid dan taman pemakaman muslim.

Dalam hadis dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariyah

(sadaqah jariyah). Dalam perspektif ini, wakaf dianggap sebagai bagian dari

sedekah. Secara umum, sedekah dapat dibedakan menjadi dua: sedekah yang wajib dan sedekah yang sunah. Sedekah yang sunah pun dapat dibedakan menjadi dua pula: sedekah yang pahalanya tidak senantiasa mengalir, dan sedekah yang pahalanya senantiasa mengalir meskipun pihak yang menyedekahkan hartanya telah meninggal dunia. Sedekah yang terakhir disebut wakaf. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda:

ﻢـ ﹾ

ﻠ

ﻋ 

ﻭﹶ

ﺔ

ﻳﹺ

ﺭﺎ

ﺟ 

ﺔﹶ

ﻗ

ﺪ

ﺻ 

ﺔﹶ

ﺛﹶ

ﻼﹶ

ﺛ 

ﻦ

ﻣ ﹼ

ﻻﺍ

ﻪﹸ

ﻠ

ﻤ

ﻋ 

ﻪ

ﻨ

ﻋ 

ﻊﹶ

ﻄﹶ

ﻘ

ﻧ

ﻥﺎ

ﺴ

ﻧ

ﻻﺍ

ﺕ ﺎ

ﻣ ﺍ

ﺫ

ﻪﹶ

ﻮ

ﻋ

ﺪ

ﻳ ﹴ

ﺢ

ﺎ

ﺻ 

ﺪﹶ

ﻭ 

ﻭﹶ

ﻪﹺ

ﺑ 

ﻊﹶ

ﻔ

ﺘ

ﻨ

Artinya:"(Seluruh pahala) perbuatan manusia terputus apabila telah meninggal kecuali tigaperkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya"17

Imam Muslim menempatkan hadits tersebut tidak dibawah judul bab alwaqf,

tetapi ditempatkan dengan judul Pahala yang Diperoleh Manusia Setelah

Meninggal (mâ yalhiq al-insân min al-tsawâb ba'd wafâtih). Judul bab al-waqf

17


(38)

29

ditempatkan setelah hadits tersebut. Oleh karena itu, terdapat kesan bahwa hadits ini bukan bagian dari hadits tentang wakaf. Meskipun demikian, dalam sejarah dijelaskan bahwa yang membuat judul hadits-hadits dalam kitab Shahih Muslim bukanlah

Imam Muslim, melainkan oleh ulama sesudahnya.

Selain sedekah jariyah, wakaf disebut pula dengan al-habs (al-ahbas,

jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegahan, rintangan,

halangan, "tahanan," dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan

al-mâl (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mâl). Penggunaan kata al-habs dengan

arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Pertama, dalam hadits riwayat Imam

Bukhari dari Ibn Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw bersabda:

ﺎ ﺖ ﻗﺪﺼ ﺗﻭ ﺎﻬﻠﺻ ﺍ

ﺖ ﺴﺒﺣ ﺖ ﺌﺷ ﻥﺍ

Artinya:"Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya (manfaatnya)” (HR. Bukhari)18

Imam Bukhari selanjutnya mengutip penjelasan Ibn Umar yang mengatakan:

ﰱ ﺙ ﺭﻮـ ﻳ ﻻﻭ ﺐ ﻬﻳ ﻻﻭ ﺎﻬﻠﺻ ﺍ

ﻉﺎﺒﻳﻻ ﻪﻧﺍ

ﺮﻤﻋ ﺎ

ﻬﹺ

ﺑ ﻕﺪﺼ ﺘﻓ

ﻞﻴﺒﺴﻟ

ﻦﺑﺍ

ﻭ ﻒ ﻴﻀ ﻟ

ﻭ ﷲﺍ

ﻞﻴﺒﺳ ﰱﻭ ﺏ ﺎﻗﺮﻟ

ﻭ ﰊﺮﻘﻟ

ﻭ ﺀﺍ

ﺮﻘﻔﻟ

ﻰﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟﻻ

ﻞﻛﺄﻳ ﻥﺍ

ﺎﻬﻴﻟ

ﻭ ﻦﻣ

ﺎﻘﻳﺪﺻ ﻢﻌﻄﻳﻭﺍ

ﻑ ﻭﺮﻌﳌﺎﺑ ﺎﻬﻨﻣ

ﻪﻴﻓ ﻝﻮﻤﺘﻣ ﲑﻏ

18


(39)

Artinya:"Umar ra menyedekahkan tanahnya di Khaibar. Tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak pula diwariskan kepada orang-orang fakir, kerabat, hamba, kepentingan umum, tamu, dan Ibn Sabil. Orang yang memeliharanya (nazhir) dibolehkan memakan hasil dari tanah tersebut dengan cara yang ma'ruf atau dengan cara yang baik yang tidak berlebihan" (HR. Bukhari)19

Secara umum, pengelolaan harta dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga: Pertama, pengelolaan harta yang berhubungan dengan ekonomi

masyarakat (kerakyatan) seperti mudarabah, syirkah, dan wadiah. Istilah teknis

yang digunakan dalam ekonomi kemasyarakatan adalah al-mubadalat (pertukaran,

barter). Kedua, pengelolaan harta yang berhubungan dengan ekonomi negara

seperti harta rampasan perang (al-ghanimah), fay', kharaj, zakat, pajak, dan wakaf.

Istilah teknis ekonomi negara adalah al-iqtihadiyyat. Oleh karena itu, konsep wakaf

pada dasarnya berhubungan dengan pengelolaan harta yang menyangkut pemenuhan kepentingan publik (umum) yang dapat diatur oleh negara. Atas dasar pertimbangan tersebut, Mohammad Daud Ali menjelaskan sistem ekonomi Islam dengan hanya menjelaskan dua topik: zakat dan wakaf. Ketiga, pengelolaan harta

yang berhubungan dengan ekonomi keluarga (al-ahwal al-syakhsiyyah).

Bidang-bidang yang termasuk ekonomi keluarga adalah nafkah materi, tirkah (waris), dan hibah.20

Secara umum, wakaf berhubungan dengan tiga kegiatan ekonomi.

Pertama,wakaf berhubungan dengan ekonomi kerakyatan karena benda

19

Ibid., h. 196

20


(40)

31

yang telah diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan. Pembahasan mengenai jual-beli (al-buyu) termasuk al-mubadalat. Kedua, wakaf berhubungan dengan

ekonomi negara karena benda wakaf bukan lagi milik perorangan, melainkan menjadi milik umum (milk allah). Ketiga, wakaf berhubungan dengan ekonomi

keluarga karena wakaf juga dapat dibedakan menjadi: wakaf umum (khayri) dan

wakaf keluarga (ahli). Wakaf yang berhubungan dengan ekonomi keluarga adalah

wakaf ahli.21

Akad lazim adalah akad yang menyebabkan terjadinya perpidahan

kepemilikan (intiqal al-milkiyyah), sementara akad gayr lazim adalah akad

yang tidak menyebabkan terjadinya kepemilikan benda (atau objek) yang diakadkan. Di antara perbuatan hukum yang termasuk akad lazim adalah jual-beli,

sedangkan diantara perbuatan hukum yang termasuk pada akad gayr lazim adalah

pinjam dan sewa.22

Salah satu ikhtilaf ulama dalam bidang perwakafan adalah mengenai

kepemilikan dan hukum menjual benda yang telah diwakafkan. Menurut Abu Hanifah, benda yang telah diwakafkan masih tetap milik pihak yang mewakafkan karena akad (transaksi) wakaf termasuk akad gayr Iazim (tidak menyebabkan

pindahnya kepemilikan benda wakaf), kecuali: (1) wakaf untuk masjid, (2) wakaf yang ditetapkan dengan keputusan hakim, (3)wakaf wasiat, dan (4) wakaf untuk kuburan (makam). Oleh karena itu, benda yang telah diwakafkan selain

21

Ibid., h. 12

22


(41)

empat wakaf tersebut, dapat dijual, diwariskan, dan dihibahkan. la (benda wakaf) berubah menjadi benda waris ketika pihak yang mewakafkan (waqif, wakif)

telah meninggal dunia.23

Dua argumentasi Abu Hanifah mengenai kebolehan menjual benda wakaf adalah: Pertama, argumentasi rasional yang berupa qiyas, yakni Abu Hanifah

menganalogikan wakaf kepada pinjam (al-'ariyah). Akad pinjam termasuk gayr

lazim sehingga bendanya masih tetap milik pihak yang meminjamkan. Kedua,

argumentasi berupa hadis yang kemudian diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw pemah menjual benda wakaf.

Secara umum, wakaf dibedakan menjadi dua: wakaf ahli (khusus) dan wakaf

khayri (umum). Akan tetapi, dalam perjalanannya, wakaf ahli (wakaf khusus

untuk keluarga) tidak pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu topik wakaf yang berhubungan dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun

2004 adalah kelanggengan wakaf. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun

1977 tentang Perwakafan Tanah Milik ditetapkan bahwa wakaf bersifat mu'abbad

(selamanya). Ketentuan yang sama juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Sementara dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004ditetapkan bahwa benda wakaf dimanfaatkan untuk selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, membicarakan kelanggengan dan kesementaraan wakaf penting dilakukan.24

23

Ibid., h. 41

24


(42)

33

Pada prinsipnya, tanah dibedakan menjadi dua: (i) tanah hak milik, clan (2) tanah negara. Dari segi penggunaan, tanah hak milik dapat digunakan langsung oleh pemegang hak, dan dapat juga digunakan oleh pihak lain.

Dalam hal penggunaannya, apabila tanah hak milik digunakan oleh pihak lain akan melahirkan tujuh macam hak: (1) hak guna bangunan (HGB), (2) hak pakai (HP), (3) hak sewa untuk bangunan (HSUB), (4) hak gadai, (5) hak usaha bagi hasil, (6) hak menumpang, dan (7) hak sewa tanah pertanian. Sementara apabila tanah negara digunakan oleh pihak lain akan melahirkan macam hak: (1) hak guna usaha (HGU) dan (2) hak pakai.

Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 ditetapkan bahwa benda yang dapat diwakafkan dibedakan menjadi dua: (1) wakaf benda tidak bergerak , dan (2) wakaf benda bergerak.25

Benda wakaf yang termasuk benda tidak bergerak mencakup: (1) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (2) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah yang diwakafkan; (3) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (4) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (5) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam peraturan pemerintah ditetapkan bahwa secara umum, objek wakaf

25


(43)

dibedakan menjadi tiga: (1) benda tidak bergerak yang berupa tanah, bangunan, tanaman, dan benda lain yang terkait dengan tanah; (2) benda bergerak selain uang; dan (3)benda bergerak berupa uang.

Benda tidak bergerak yang berupa tanah dan bangunan meliputi (1) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (2) bangunan atau bagian dan bangunan yang berdiri di atas tanah; (3) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (4) hak milik atas suatu rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (5) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.

Hak atas tanah yang dapat diwakafkan adalah (1) hak milik atas tanah, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (2) hak guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai di tanah negara; (3) hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik, wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik; dan (4) hak milik atas satuan rumah susun.

Benda wakaf tidak bergerak yang berupa hak atas tanah dapat diwakafkan berikut bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Sementara wakaf hak atas tanah yang diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, atau pemerintahan desa, wajib mendapat izin dari pejabat yang berwenang.


(44)

35

usaha, dan hak pakai di atas tanah negara) adalah bahwa hak-hak tersebut wajib dimiliki dan dikuasai oleh wakaf secara sah, serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan.26

Pada prinsipnya, wakaf tanah hanya dapat dilakukan secara muabbad

(untuk selama-lamanya) sebab dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 ditetapkan bahwa benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya. Akan tetapi, wakaf hak atas tanah yang berupa hak guna bangunan dan hak guna pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik boleh dilakukan dalam jangka waktu tertentu (mu'aqqat).

Pertama,dalam kaitannya dengan wakaf, hak guna bangunan perlu diperhatikan dari segi asalnya. Berdasarkan asal-usul tanah, hak guna bangunan dibedakan menjadi tiga: (1) hak guna bangunan atas tanah negara; (2) hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan, dan (3) hak guna bangunan atas tanah hak milik.

Tiga macam hak guna bangunan dari segi asal-usulnya dapat diwakafkan menurut peraturan perundang-undangan. Hanya saja, wakaf hak guna bangunan di atas tanah negara hanya boleh dilakukan secara muabbad (untuk selama-lamanya).

Sementara wakaf hak guna bangunan di atas hak pengelolaan, dan wakaf hak guna

26


(45)

bangunan di atas hak milik boleh dilakukan secara mu'aqqat (dalam jangka waktu

tertentu).27

Sebelum menjelaskan wakaf hak guna bangunan di atas hak pengelolaan (HPL), kiranya hak pengelolaan yang dimaksud perlu dijelaskan terlebih dahulu. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

Subjek atau pemegang hak pengelolaan dapat berupa: (1) instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, (2) Badan Usaha Milik Negara; Badan Usaha Milik Daerah, (4) PT Persero, (5) badan otoritas, clan, (6) badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Secara umum, status tanah yang dibebani hak pengelolaan adalah tanah negara. Dengan demikian, tanah negara dapat dibebani hak pengelolaan. Hak pengelolaan dapat dibebani hak guna bangunan. Hak guna bangunan di atas hak pengelolaan dapat diwakafkan secara

mu'aqqat.

Dengan demikian, instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, badan otoritas, dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah, dapat mewakafkan — untuk sementara waktu — sebagian hak yang dimilikinya yaitu berupa hak pengelolaan.

Kedua, objek wakaf yang dapat dilakukan secara muaqqat adalah hak,

yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

27


(46)

37

langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Yang memberi wewenang dan kewajiban ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemiliknya yang bukan perjanjian sewa atau pengolahan tanah.

Subjek hak pakai adalah (1) warga negara Indonesia; (2) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; (3) departemen, lembaga pemerintah non-departemen, dan pemerintah daerah; (4) badan-badan kegamaan dan sosial; (5) orang asing yang berkedudukan di Indonesia; (6) badan hukum asing yang memunyai perwakilan di Indonesia; dan (7) perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional. Jangka waktu hak pakai dibedakan menjadi dua: (1) hak pakai di atas tanah arab dan tanah hak pengelolaan, dan (2) hak pakai di atas tanah hak milik.

Jangka waktu hak pakai di atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan adalah 25 tahun, dapat diperpanjang dan juga dapat diperbarui; sedangkan jangka waktu hak pakai di atas hak milik paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Akan tetapi, kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak milik dapat dijadikan dasar untuk memperbarui hak pakai yang baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

Hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan serta dapat dijadikan jaminan. Pengalihan hak pakai atas hak pengelolaan terjadi dengan carat (1) jual-beli, (2) tukar-menukar, (3) penyertaan dalam modal, (4) hibah, dan (5) pewarisan.


(47)

Dari segi pengalihan, hak pakai memang dapat diwakafkan dalam jangka waktu tertentu mengingat hak tersebut merupakan hak ikutan (tabaiyah), bukan

hak pokok (ashliyyah). Jika jangka waktu hak pakai berakhir, hukum wakaf

yang mengikutinya juga berakhir.28

Wakaf adalah akad lazim (harus dilaksanakan) yang tidak boleh dibatalkan, bersifat tetap yang tidak mungkin diubah dan tidak boleh dibatalkan. Sebab, ia termasuk salah satu sedekah yang dikeluarkan karena Allah Ta'ala, sehingga ia tidak boleh diambil kembali, seperti halnya sedekah. Ketika seseorang mengucapkan: "Aku wakafkan rumahku," atau "aku wakafkan mobilku," atau "Aku wakafkan bukuku," maka akad tersebut harus dilaksanakan, tidak ada

khiyâr al-majlis (hak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan ketika

masih di tempat akad), tidak seperti wasiat. Sebab, wasiat adalah akad yang tidak dilaksanakan pada saat pengucapan. Namun, baru dilaksanakan setelah seseorang yang berwasiat itu meninggal.29

Bahwasannya keluarnya harta dengan derma (pemberian) bisa berupa hibah, hadiah dan sedekah. Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan pahala akhirat, maka dinamakan sedekah. Jika dimaksudkan untuk kasih sayang dan mempererat hubungan, maka dinamakan hadiah. Sedangkan jika dimaksudkan agar orang yang diberi, dapat memanfaatkannya, akan dinamakan hibah.30

28

Ibid., h. 76.

29

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Panduan Wakaf Hibah dan Wasiat Menurut Al-Quran dan as-Sunnah, (Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008), h. 84-85.

30


(48)

39

a. AI-Hibah, yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki

zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau dijelaskan oleh Imam Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayat

al-Akhyarlbahwa al-Hibah ialah:

ﺽ ﻮﻋ ﲑﻐﺑ ﻚ ﻠﻤﺘﻟ

Artinya: “Pemilikan tanpa penggantian"

b. Sadaqah, yakni pemberian zat benda dari seseorang kepada yang lain tanpa

mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh ganjaran (pahala) dari Allah Yang Maha Kuasa.

c. Wasiat, yang dimaksud dengan washiat menurut Hasbi AshSiddiqie

ialah:

ﻩﲑﻐﻟ ﻝﺎﻣ ﻦﻣ ﺎﻋﺰﺒﺗ ﻪﺗ ﺎﻴﺣ ﰲ ﻥﺎﺴﻧﻻﺍ

ﻪﺑ ﺐ ﺟﻮﻳ ﺪﻘﻋ

ﺪﻌﺑ

ﻓﻭ

ﻪﺗﺎ

Art inya:"Suatu akad yang dengan akad itu mengharuskan di masa hidupnya mendermakan hartanya untuk orang lain yang diberikan sesudah wafatnya".

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa washiyyat

adalah pemberian seseorang kepada yang lain yang diakadkan ketika hidup dan diberikan setelah yang mewasiatkan meninggal dunia. Sebaga i catatan perlu diketahui bahwa t idak semua wasiat itu termasuk


(49)

d. Hadiah, yang dimaksud dengan hadiah ialah pemberian dar i

seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.31

Tanah wakaf tidak untuk diperjuabelikan. Terutama apabila jual beli dimaknai sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.32

31

Hendi Suhendi, Fiqh Muamallah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.

210-211.

32

R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdana, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004), h. 366.


(50)

BAB III

TINJAUAN UMUM TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK RANGON

A. Gambaran Umum

. TPU Pondok Gede a. Sejarah Singkat

TPU Pondok Gede terletak di Desa Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Dari zaman Belanda keberadaan pemakaman ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tanah kuburan yang terletak di desa Jatimakmur Kecamatan Pondok Gede pada waktu itu masih dalam keadaan hutan jati dan tidak ada yang mengurus. Tanah tersebut adalah tanah yang diwakafkan oleh warga pada zaman dahulu. Pada waktu itu masih zaman mandor, karena tidak ada yang mengurus, maka tanah wakaf tersebut diurus oleh Engkong Ayat dan warga setempat dan dilindungi oleh pihak kelurahan. Dari zaman mandor sampai zaman lurah, belum ada susunan pengurus, mulai dari lurah Damar, lurah Tongo, lurah Mingu, sampai lurah H. Abdul Majid. Lurah H.Abdul Majid adalah lurah yang paling lama menjabat saat itu, sampai tahun lamanya.

Pada masa jabatan lurah H. Abdul Majid dibuat kepengurusan pemakaman dengan mengadakan rapat satu kelurahan dengan mengundang perwakilan warga melalui RT/RW di masing-masing tempat dan tokoh-tokoh agama setempat. Rapat tersebut bertempat di Kantor Kelurahan, dipimpin oleh lurah H. Abdul


(51)

Majid dan lurah H. Kusnadi. Rapat memutuskan susunan pengurus pemakaman sebagai berikut :

Ketua I : H. Maan

Sekretaris : H. Hamzah S.Ag Bendahara : H. Ardi

Ketua Pengurus Lapangan : Bapak Niin

b. Kondisi Geografis

Tanah pemakaman TPU Pondok Gede mempunyai luas hektar atau m dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan tanah H. Mukhtar dan H. Ardiman, Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Ibu Nanen, Bapak Muhid dan Yayasan Iqro, Sebelah Utara berbatasan dengan tanah KH. Abdullah Syafi'i, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah Ibu Nani dan Bapak Wawan.

c. Pelayanan Pemakaman

Seperti TPU-TPU pada umumnya, TPU Pondok Gede juga memberikan pelayanan publik kepada masyarakat setempat, yang dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu untuk pendatang dan pribumi.

Persyaratan pemakaman untuk masyarakat pendatang antara lain: surat pindah, KTP Jatimakmur, dan membayar biaya administrasi sebesar Rp ,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah) dengan rincian: Rp ,- (satu


(1)

HASIL WAWANCARA Narasumber : Tatang. S, SE

Hari/tgl : Rabu Juni Pukul : –

Tempat : TPU Pondok Rangon

T : Bagaimana sejarah/ latar belakang terbentuknya TPU secara umum di Indonesia?

J : Pada awalnya pemakaman diatur oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan masih mengacu kepada peraturannya yaitu Bataviasche Begraafllatsen Reglement dan

Bataviasche Graafrechten Verordening , kemudian terjadi perubahan-perubahan dari masa Orde Baru sampai sekarang. Untuk lebih jelasnya dapat anda lihat sendiri dalam tulisan kami tentang efisiensi dan penataan lahan pemakamn di DKI Jakarta. Dalam tulisan itu juga tertera berbagai dasar hukum yang dipakai dalam prosedur pendirian TPU secara umum

T : Apakah ada ketentuan khusus mengenai lahan yang akan dipergunakan untuk mendirikan TPU?

J : Ya. Diantaranya lahan tersebut bukan merupakan lahan yang masih aktif dan juga bebeas dari jalur penghijauan kota

T : Ada berapa macam TPU itu?

J : Untuk TPU itu ada yang melayani lebih dari satu unit agama seperti di Pondok Rangon ini, disebut dengan TPU-p, ada juga TPU-I yang melayani satu unit agama saja, kemudian TPU-s yang berskala kecil yaitu berasal dari pemakaman desa dan wakaf

T : Bagaimana adminstrasi TPU secara umum?

J : Untuk administrasi itu tergantung pelayanannya, seperti pelayanan makam baru, pelayanan makam tumpangan dan pelayanan perpanjangan makam. Kesemuanya itu mengacu pada Peraturan Daerah nomor tahun Retribusi Daerah. Selainitu ada juga jenis pelayanan lainnya yang masih berhubungan dengan perawatan dan pengabuan jenazah yang semuanya itu telah ada dan diatur dalam peraturan perundang-undangan Pemerintah Daerah

T : Dalam Undang-Undang Retribusi, tertera didalamnya mengenai macam-macam blok dan biaya retribusinya, menurut bapak, apa yang membedakan Perbedaan masing-masing blok tersebut?

J : Untuk perbedaan blok itu Perda yang menentukan, tapi berdasarkan pengamatan kami di lapangan, perbedaan blok itu lebih kepada kualitas tanahnya yang lebih tinggi atau lebih rendah dan juga karena keberadaan tanah itu sendiri agak ke dalam atau lebih dekat ke luar


(2)

T : Berapa luas area keseluruhan TPU Pondok Rangon?

J : Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor tahun , luas area penguasaan pemakaman di Pondok Rangon ini seluas Ha. Sudah terpakai Ha.

T : Mulai kapan TPU Pondok Rangon ini berdiri dan membuka pelayanan di bidang pemakaman?

J : TPU Pondok Rangon dibangun dan diresmikan pada tanggal Juni oleh Kepala Dinas Pemakaman DKI Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh DRS. H. Achmad Warsono dan mulai dipergunakan sejak tanggal April

T : Untuk pengguna jasa, siapa saja warga yang dapat dimakamkan di TPU Pndok Rangon ini?

J : Sesuai dengan namanya, taman pemakaman umum, berarti siapa saja dapat dimakamkan di sini asal masih tersedia lahannya dan seluruh peersyaratan administrasinya telah diurus

T : Apakah TPU Pondok Rangon juga melayani pemesanan makam?

J : Dalam hal ini jelas Perdanya melarang, jika ada yang memesan makam sementara ia belum meninggal maka seluruh area pasti akan habis dipesan

T : Untuk biaya administrasi, dapatkah dibayar sekaligus, misalnya untuk jangka waktu enam tahun?

J : Tentu tidak, kami masih mengacu kepada retribusi yang diatur oleh undang-undang yaitu hanya berlaku untuk tiga tahun kemudian baru dapat diperpanjang untuk setiap tiga tahun berikutnya

T : Apakah TPU Pondok Rangon ini juga melayani warga yang tidak mampu?

J : Kami siap melayaninya asalkan warga tersebut membawa Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan setempat, hal itu juga telah diatur dalam perundang-undangan


(3)

HASIL WAWANCARA Narasumber : Bapak Udin

Hari/tgl : Kamis Juni Pukul : –

Tempat : TPU Pondok Gede T : Sejak kapan anda bekerja disini?

J : Saya bekerja kurang lebih sudah sepuluh tahun T : Bagaimana awalnya anda bekerja disini?

J : Awalnya saya hanya membantu saja jika ada penggalian makam, menyirami rumput atau memotong rumput kurang lebih lima tahun

T : Apa saja tugas Anda?

J : Tugas utamanya adalah merawat makam yang telah dipercayakan kepada oleh ahli waris untuk merawatnya seperti memotong dan menyirami rumput selain itu kami juga menggali lubang jika ada ahli waris yang hendak memakamkan keluarganya T : Untuk menggali lubang biasanya dikerjakan oleh berapa orang?

J : Biasanya satu lubang kami kerjakan enam orang, tergantung ramai atau tidaknya pengguna jasa pada tiap harinya

T : Kawan Anda Seluruhnya ada berapa?

J : kurang lebih orang dengan dibagi dua grup artinya masing-masing grup terdiri dari orang

T : Apakah Anda mendapatkan gaji tiap bulannya? J : Tentu tidak, kami bukan pegawai negeri

T : Lalu dari mana Anda memperoleh hasil setiap bulannya?

J : kami mendapatkan hasil dan uang tips dari ahli waris yang menggunakan jasa kami untuk perawatan makam

T : Berapa makam yang sudah dipercayai kepada Anda untuk dirawat? J : Kurang lebih enam puluh makam

T : Siapa saja dan apa saja persyaratan bagi warga yang hendak memakamkan di TPU Pondok Gede ini?

J : TPU Pondok Gede ini juga memberikan pelayanan publik kepada masyarakat setempat, yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu untuk pendatang dan pribumi. Persyaratan pemakaman untuk masyarakat pendatang antara lain: surat pindah, KTP Jatimakmur, dan membayar biaya administrasi sebesar Rp ,-(satu juta tujuh ratus ribu). Sementara untuk masyarakat pribumi tidak ada persyaratan. Tapi untuk penggalian meskipun tidak ada ketentuan pungutan, diperbolehkan apabila ada masyarakat yang mau memberikan uang lelah secara sukarela


(4)

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke tulisan Latin.

a. ketentuan alih aksara Arab kedalam aksara Latin ialah :

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب

b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h ha dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah


(5)

ix

ع ' koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

ه h ha

و w we

ء ` apostrop

ي y ye

b. ketentuan alih aksara untuk vokal tunggal atau monoftong ialah sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ

a fathah

ِ

i kasrah


(6)

x

Adapun untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan $ْ&َا

ai a dan i

ْوَا

au a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَ

â a dengan topi di atas

ْىِ

î i dengan topi di atas

ُ ْو

û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf (لا) dialih-aksarakan menjadi huruf "l" (el), baik diikuti huruf syamsyiah maupun huruf qamariyyah. Misalnya :

ﺎﺤﺘﺟﻻﺍ

= al-ijtihâd