1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dituntut untuk dapat menumbuhkembangkan segala potensi
yang ada dalam diri guna mencapai kesejahteraan hidup sebagaimana yang didambakannya. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
standar isi satuan pendidikan pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa salah satu di antara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran
matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
2 Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk
membekali siswa agar memiliki kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memberikan keterampilan kepada mereka untuk mampu
menggunakan penalaran dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil tes Programme for International Student Assessment PISA tahun 2006 Kompas, 2007 menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia
dalam memecahkan masalah matematis berada pada level yang rendah. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia berada pada level
skor rata-rata 361 sehingga termasuk dalam kategori di bawah level 1 dari 3 level yang dikategorikan. Siswa yang berada di bawah level 1 ini dikategorikan sebagai
siswa yang lemah dalam pemecahan masalah, yaitu siswa yang secara konsisten gagal untuk memahami permasalahan yang termudah sekalipun dalam penilaian
yang dilakukan. Keadaan di atas sangat bertolak belakang dalam BSNP 2006 yang menyebutkan
bahwa salah satu tujuan dari pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan
masalah. Hal ini jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika. Bell dalam Wardani, 2010: 40
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses yang paling pokok dalam metematika. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bell, menurut Cooney
dalam Lie, 2007 mengatakan bahwa mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu lebih analitis dalam mengambil
keputusan sebab mereka telah mempunyai kemampuan tentang cara mengum-
3 pulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari betapa
perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah matematis yang rendah akan menghambat pola berfikir siswa, dimana hal
ini akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. Selain kemampuan pemecahan masalah, terdapat banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah aktivitas belajar. Aktivitas belajar memegang peran penting dalam proses pembelajaran. Tanpa
adanya aktivitas belajar maka proses pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga berdampak pada hasil yang diperoleh. Dengan demikian,
aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika di kelas, guru dituntut untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa sehingga siswa
memiliki keterampilan, keberanian, serta mempunyai kemampuan dalam belajar matematika. Namun dalam perkembangan pembelajaran matematika selama ini
di sekolah, guru memegang peranan utama dalam penyampaian materi di kelas. Guru aktif bertindak sebagai pemberi informasi, sedangkan siswa hanya aktif
menerima informasi dengan cara mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran matematika
sehingga siswa kurang termotivasi untuk mempelajari matematika. Berdasarkan observasi di kelas serta wawancara dengan guru matematika kelas
VIII SMP Negeri 2 Talangpadang, diperoleh informasi bahwa guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Proses pembela-
4 jarannya dimulai dari guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, diskusi
kelompok, dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah PR. Guru meru- pakan sumber informasi utama dalam kegiatan pembelajaran sehingga terlihat
komunikasi berpusat pada guru, meskipun guru telah menerapkan belajar secara diskusi kelompok namun diskusi yang terjadi hanya melibatkan siswa tertentu saja
sehingga sebagian besar siswa masih kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Talangpadang masih rendah. Hal ini juga terlihat dari pencapaian KKM yang hanya mencapai 28.
Begitu pula dengan aktivitas belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Talangpadang masih tergolong rendah. Dalam proses pembelajaran berlangsung,
ditemukan adanya sebagian besar siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat apa yang ditulis oleh guru di papan tulis, sedangkan aktivitas lain yang
terlihat adalah aktivitas yang tidak berhubungan dengan proses pembelajaran khususnya pada saat diskusi kelompok. Oleh karena itu, diperlukan model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi ini. Salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap
siswa harus saling membantu temannya satu sama lain dalam memahami pelajaran, saling berdiskusi menyelesaikan tugas, dan saling bertanya antar teman
jika belum memahami pelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak variasi, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe
5 Think Pair Share TPS. Trianto 2009: 81 mengemukakan bahwa TPS
merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, merespon, dan saling membantu. Dengan demikian,
pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan berpikir siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TPS untuk meningkatkan aktivitas
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
B. Rumusan Masalah