LANDASAN TEORI Partisipasi Masyarakat Dalam Program Daur Ulang Sampah Di Kube Iburatu Recycle Perumahan Pancoran Mas Depok

supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak- dampak sosial. c. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka. 5 Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa partisipasi adalah suatu proses keikutsertaan dalam menjalani suatu program yang rancang oleh masyarakat yang terlibat di dalamnya untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama. 2. Tujuan Partisipasi Menurut Henry Sanoff mengatakan bahwa tujuan utama dari partisipasi masyarakat adalah: a. Melibatkan masyarakat dalam mendisain proses pengambilan keputusan dan sebagai hasilnya meningkatkan kepercayaan mereka. b. Menyalurkan dan memfasilitasi masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan guna meningkatkan mutu atau kualitas dari perencanaan keputusannya; meningkatkan rasa kebersamaan sense of community dengan mengajak masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. 6 5 Britha Mikkelsen, “Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001,h. 64. 6 Tantan H, dkk., “Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam”, h.48. 3. Tingkatan Partisipasi Untuk menumbuhkan kegiatan partisipasi diperlukan suatu keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai tingkatannya, dan untuk itu selalu dapat ditemukan titik tolaknya untuk mengawalinya. Maka pada dasarnya nampak adanya tingkatan, yaitu: a. Tingkat saling mengerti, tujuannya adalah untuk membantu para anggota kelompok agar memahami masing-masing fungsi dan sikap, sehingga dapat mengembangkan kerjasama yang lebih baik. b. Tingkat penasihatinsugesti, yang dibangun atas dasar saling mengerti, oleh karena para anggota kelompok pada hakekatnya sudah cenderung siap untuk memberikan suatu usulsaran kalau telah memahami masalah dan ataupun situasi yang dihadapkan kepada masyarakat. c. Tingkat otoritas, Otoritas pada dasarnya memberikan kepada kelompok suatu wewenang untuk memantapkan keputusannya. 7 Sedangkan menurut Hoofsteede seperti dikutip Khairuddin membagi partisipasi menjadi tiga tingkatan, yaitu: a. Partisipasi inisiasi inisiation participation adalah partisipasi yang mengandung inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun informal, ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat. 7 Sastropoetro, “Partisipasi Komunikasi, persuasif dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional”,h. 49. b. Partisipasi legimitasi legimitation participation adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek tersebut. c. Partisipasi eksekusi execution participation adalah partisipasi pada tingkat pelaksanaan. 8 Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa dari ketiga tingkatan partisipasi tersebut, partisipasi inisiasi mempunyai kadar yang lebih tinggi dalam penelitian ini dibandingkan partisipasi legitimasi dan eksekusi. Dimaksudkan, masyarakat tidak hanya sekedar menjadi obyek pembangunan saja, tetapi bisa menentukan dan mengusulkan segala sesuatu rencana yang akan dilaksanakan. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Menurut Jim Ife dan Frank Tesoriero, kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi adalah sebagai berikut: a. Orang yang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. b. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. c. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. d. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. e. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. 8 Huraerah, “Pengorganisasian Pengembangan Masyarakat”,h. 115. f. Adanya kemampuan untuk menggunakan keputusan, kemampuan dalam suatu kegiatan akan mempengaruhi tingkat partisipasi yang akan dilakukan dan biasanya terkait dengan jabatan yang diduduki. g. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi. 9 Ada bermacam-macam faktor yang mendorong kerelaan untuk terlibat ini, bisa karena kepentingan bisa karena solidaritas, bisa karena memang mempunyai tujuan yang sama, bisa juga karena ingin melakukan langkah bersama walaupun tujuannya berbeda. Partisipasi akhirnya harus membuahkan kesepakatan tentang tujuan yang hendak dicapai dan ditindak yang akan dilakukan bersama. Artinya, apa yang semula bersifat individual harus sukarela diubah dan diolah menjadi tujuan dan kepentingan kolektif. 10 5. Prinsip Partisipasi dalam Pemberdayaan Masyarakat Prinsip partisipasi penting diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, agar seluruh stakeholder yang terlibat dalam kegiatan dapat berkontribusi dan memiliki tanggung jawab bersama untuk menyukseskannya. 11 Tahapan partisipasi dapat dimulai dari tahap menentukan mana yang akan dituju dan apa yang akan dihasilkan, biasanya yang disebut dengan tahapan 9 Ife dan Tesoriero, “alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development”, h.310-312. 10 Sumarto Sj Hetifah, “Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001,h. 188. 11 Tantan H, “Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam”,h. 47. rumusan kebijakan dan rencana. Selanjutnya diikuti dengan partisipasi pada tahap menentukan cara untuk mencapai tujuan dan mempertaruhkan sumber daya agar tujuan dapat dicapai. Partisipasi dapat dilakukan mulai dari tahap implementasi sampai pada tahap pemantauan dan evaluasi. 12 Program pemberdayaan masyarakat itu aklan sukses dalam memandirikan masyarakat disegala bidangnya bila didukung oleh partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Partisipasi ini merupakan faktor esensial dalam mendorong dan bergeraknya peran masyarakat tersebut. Partisipasi akan terwujud menjadi baik bila masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan program tersebut memiliki peran dan kewenangan yang lebih baik. 13 a. Tahap Perencanaan, Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan dalam program pengembangan atau pembangunan masyrakat, indikatornya dapat dilihat, pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam musyawarah penentuan program, identifikasi dan masalah, ataupun pembuatan formula kegiatan atau program kemasyarakatan tersebut. b. Tahap Pelaksanaan, Partisipasi pada tahap ini, anggota masyarakat adalah ikut serta dalam pelaksanaan program yang telah direncanakan sebelumnya. Rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan diikuti secara seksama dan cermat. Warga masyarakat aktif sebagai pelaksana maupun pemanfaat program, masyarakat sebagai pelaksana, mereka misalnya 12 Hetifah, “inovasi, Partisipasi dan Good Governance, 20 Prakasa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia”,h. 187. 13 Tantan H, “Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam”,h. 65. berpartisipasi dalam perumusan prosedur, aturan main dan mekanisme pelaksanaan program serta aktif dalam pelaksanaan itu sendiri. Masyarakat sebagai pemanfaat program, mereka bertanggung jawab penuh terhadap program yang diberikan oleh lembaga pemerintahLSMDunia usaha bagi kemanfaatan dan kemandiriannya. Mereka betul-betul melaksanakan program untuk memberdayakan dirinya dalam aspek lebih luas. c. Tahap Pelembagaan Program, partisipasi pada tahap ini, anggota masyarakat ikut serta merumuskan keberlanjutan atau pelembagaan program. Langkah partisipasinya, masyarakat ikut serta dalam merumuskan dan membuat model-model pendanaan program, penguatan lembaga-lembaga pengelolaan program dan melakukan pengkaderan anggota masyarakat sebagai penguatan SDM bagi program tersebut. d. Tahap Monitoring dan Evaluasi, Pada tahap ini, masyarakat ikut serta mengawasi pelaksanaan program. Pengawasan ini menjadi penting agar program pemberdayaan tersebut dapat dimiliki kinerja yang baik secara administrative maupun subtantif. 14 6. Jenis Partisipasi 1. Kehadiran, jenis partisipasi ini mudah ditentukan tolak ukurnya, hanya berdasrkan kuantitas kehadiran tanpa banyak berperan dalam pengambilan 14 Tantan H, “Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam”, h.66-70. keputusan terkecuali yang bersifat voting atau pengambilan suara berdasarkan kehadiran. 2. Refresentasi, jenis partisipasi ini mengandung aktifitas tertentu untuk menentukan masalah dan perumusannya, memilih metode serta ikut terlibat dalam membuat keputusan untuk pemecahan masalah. Partisipasi ini setingkat lebih tinggi dari kehadiran karena sudah terbentuk suatu totalitas yang utuh untuk terlibat secara menyeluruh dalam suatu kegiatan. 3. Pemilikan dan Pengendalian, jenis partisipasi ini merupakan varian tertinggi secara kualitatif disertai rasa memiliki terhadap kegiatan ini karena telah terlibat secara mental dan emosional memberikan semangat pada yang lainnya. 15 Menurut Pasaribu dan Simanjuntak mengatakan bahwa sumbangan dalm berpartisipasi dapat dirinci menurut jenis-jenisnya sebagai berikut: a. Partisipasi Buah Pikiran, yang diberikan partisipan dalam pertemuan atau rapat. b. Partisipasi Tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan utuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya. 15 Madrie, Beberapa Faktor Penentu Partisipasi dalam pembangunan Pedesaan,h.40-41. c. Partisipasi Keterampilan dan Kemahiran, yang diberikan orang untu mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri. 16 B. Daur Ulang Sampah. 1. Pengertian Sampah dan Daur Ulang Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses yang telah digunakan. Sampah mengandung berbagai macam zat baik yang dapat berbahaya dan tidak berbahaya. Akan tetapi secara umum, sampah padat yang menumpuk mampu menimbulkan dampak yang cukup serius bagi populasi manusia. 17 Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produkmaterial bekas pakai dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 3R Reduce, Recycle, Reuse. Pada proses daur ulang sampah masyarakat dituntut untuk dapat memunculkan kreativitasnya agar dapat merubah sampah yang pada dasarnya tidak memiliki nilai guna menjadi suatu produk yang memiliki nilai guna. 18 16 Fahrudin. Adi, Pemberdayaan Partisipasi Penguatan Kapasitas Masyarakat,Bandung: Humaniora, 1996, h.39. 17 Y.Eko Budi Susilo. Menuju Keselarasan Lingkungan, Memahami Sikap Teologis Manusia Terhadap Pencemaran Lingkungan. Malang: Averroes Press, 2003,h. 43-44. 18 Johan Silas, Dilema Pengelolaan Sampah, Masalah dan Kejanggalan Pemahaman.Surabaya: Makalah Seminar Nasional Teknik Lingkungan ITATSDirjen Dikti Depdiknas,2003,h.7. Daur ulang telah memainkan peran utama dalam penciptaan kebijakan lingkungan baru dan proaktif, sementara pada saat yang sama, menciptakan pasar untuk bahan yang dapat dibuat menjadi produk baru. Produk daur ulang yang dihasilkan baik oleh masyarakat atau perusahaan daur ulang akan percuma apabila tidak adanya gairah dari pasar untuk dapat tertarik membeli produk tersebut. Kemudian penggunaan ulang reuse, didefinisikan sebagai suatu proses penggunaan kembali benda yang terjadi disaat sebuah produk yang telah digunakan untuk tujuan aslinya kemudian digunakan untuk menyelesaikan tujuan yang sama atau tujuan yang sama sekali baru berdasarkan tingkat kemampuan produk tersebut untuk digunakan kembali. Memang dari definisi tersebut cukup memberikan gambaran dimana penggunaan kembali suatu produk atau suatu barang, untuk tujuan yang vsama dengan aslinya atau ungtuk tujuan yang sama sekali baru, bergantung pula dengan tingkat kemampuan barang tersebut untuk digunakan kembali. Untuk beberapa material, terdapat jenis yang memiliki daya tahan yang cukup baik untuk dapat digunakan kembali pada nilai gunanya yang dari sebelumnya. 19 Franchetti juga menjelaskan mengenai prinsip 3R dan 2E sebagai pendekatan pengelolaan sampah. 3R disebut sebagai reduce pengurangan, reuse penggunaan kembali dan recycle daur ulang sebagai suatu solusi 19 Johan Silas, Dilema Pengelolaan Sampah, Masalah dan Kejanggalan Pemahaman.Surabaya: Makalah Seminar Nasional Teknik Lingkungan ITATSDirjen Dikti Depdiknas,2003,h.9. penanganan permasalahan sampah berdasarkan hirarki pengelolaan sampah. Sedangkan 2E yaitu environment lingkungan dan economics ekonomi sebagai suatu tujuan dari diadakannya usaha 3R untuk mengurangi dampak lingkungan terhadap organisasi penyelenggara usaha 3R serta meningkatkan ekonomi organisasi tersebut. 20 Secara khusus, Franchetti menjelaskan terdapat dua yang menjadi tujuan diadakannya usaha 3R yaitu lingkungan dan ekonomi akan tetapi ia juga menjelaskan mengenai keuntungan usaha 3R yaitu lingkungan dan ekonomi akan tetapi ia juga menjelaskan mengenai keuntungan usaha 3R tersebut terhadap nama baik perusahaan dalam dunia usaha serta keuntungan secara individu dan sosial. Secara lingkungan, keuntungan yang didapat dari usaha 3R adalah a. Konservasi sumber daya alam seperti : air, hutan, energi dan tanah. b. Lingkungan yang lebih sehat karena berkurangnya sampah masuk ke pembuangan akhir. c. Pengurangan resiko global warming. d. Korservasi habitat. 21 Berdasarkan penjelasan tersebut diatas baik dari proses pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan sistem 3R reduce, reuse dan recycle 20 Totok Noerdianto, PRODUS, upaya alternatif untuk mengurangi sampah dengan Melibatkan Peran Serta Masyarakat Guna Mengahasilkan Keuntungan Ekonomis dan Ekologi. Makalah Seminar Nasional. Surabaya: Teknik Lingkungan ITATS Dirjen Dikti Depdiknas, 2003, h.7. 21 Ibid, hal.8. serta manfaatnya terhadap lingkungan semakin memberi gambaran bagaimana pentingnya partisipasi masyarakat sebagai salah satu peran penimbul sampah dan juga peran yang memiliki dampak langsung dari permasalahan sampah, untuk dapat ikut serta dalam menyelesaikan masalah persampahan. Material yang dapat di daur ulang : 1. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, Koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis minyak atau plastik 2. Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue. 3. Platik bekas wadah air mineral, bekas bungkus kopi, deterjen 4. Sampah basah yang dapat diolah menjadi kompos. Salah satu upaya untuk dapat menyelesaikan permasalahan sampah adalah dengan melakukan pengelolaan sampah. Dan pada tingkat masyarakat, pengelolaan sampah yang bisa dilakukan dengan prinsip 3R reduce, reuse, dan recycle. 3R adalah prinsip utama mengelola sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA Tempat Pembuangan Akhir. Langkah utama adalah pemilahan sejak dari sumber. Setelah melakukan pemilahan, proses selanjutnya adalah pengelolaan sampah melalui prinsip 3R. Masyarakat dapat melakukan pengelolaan dengan berpartisipasi mengelola sampah mulai dari pemilahan sampah antara jenis organik dan anorganik non-organik. Untuk sampah organik, sampah bisa diolah untuk dijadikan kompos melalui proses komposting. Komposting itu sendiri merupakan proses upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Sedangkan untuk sampah anorganik, pengolahannya dapat berupa daur ulang sampah, penggunaan kembali sampah dan dimusnahkan apabila memang sampah tersebut sudah tidak bisa digunakan. 2. Sumber dan Jenis Sampah. Secara umum sumber sampah dapat digolongkan atas tiga kelompok, yaitu sampah berasal dari kegiatan rumah tangga domestic refuse, dari kegiatan perdagangan commercial refuse dan dari kegiatan perindustrian industrial refuse. Domestic refuse biasanya merupakan sisa makanan, bahan dan peralatan yang sudah tidak terpakai lagi dalam rumah tangga, sisa pengolahan makanan, bahan pembungkus, bermacam-macam kertas, kain bekas, kalang dan lain-lain. Comercial refuse adalah sampah yang berasal dari tempat-tempat perdagangan seperti pasar, “supermarket”, pusat pertokoan, warung dan tempat jual beli lainnya. Biasanya sampah berasal dari kegiatan perdagangan ini terdiri dari berbagai jenis, seperti bahan dagangan yang rusak, kertas, plastik, dan daun pembungkus, bagian komoditi yang tidak dapat dimanfaatkan, peralatan yang rusak dan lain-lain. Industrial refuse merupakan sampah yang berasal dari kegiatan industri, jumlah dan jenisnya sangat tergantung pada jenis dan jumlah bahan yang diolah oleh perusahaan perindustrian tersebut. Suatu perindustrian biasanya membuang limbah dan sampahnya di sekitar perusahaan tersebut, sehingga sering mencemari lingkungan disekelilingnya. 22 Disamping sampah yang bersumber dari kegiatan diatas, masih ada sampah jenis lain yaitu sampah yang berasal darti jalanan street sweeping, dari bangkai binatang yang mati dead animal, pembersihan dan pembangunan suatu tempat, sampah dari tempat produksi pertanian dan lain-lain. Secara umum sampah dibagi atas dua golongan, yaitu sampah yang mudah terurai degradable refuse dan sampah yang tidak dapat terurai nondegradable. Degradable refuse yaitu sampah yang mudah terurai secara alami melalui proses fisik, kimiawi maupun biologis. Biasanya sampah golongan ini berasal dari bahan-bahan organic, seperti sampah sayuran dan buah-buahan, sisa makanan, kertas bangkai binatang dan lain-lain. Nondegradable adalah sampah yang tidak dapat diuraikan atau sulit diuraikan secara alami melalui proses fisik, kimiawi, dan biologis menjadi molekul- molekul yang lebih kecil. Nondegradable refuse biasanya berasal dari bahan anorganik, bahan sintetis dan bahan kertas lainnya, seperti kaca, plastic, kayu, keramik. 23 22 Haryoto Kusnopoetranto, Kesehatan Lingkungan.Jakarta:FKM Universitas Indonesia,1986, h.70-74. 23 Departemen Kesehatan, Pembuangan sampah.Jakarta:Pusat Pendidikan Tenaga kesehatan Departemen Kesehatan, 1997,h.3. Berdasarkan jenisnya, sampah dapat pula diklasifikasikan atas beberapa kelompok, antara lain: a. Garbage yaitu sampah yang berasal dari sisa pengolahan, sisa pemasakan atau sisa makanan yang telah membusuk, tetapi masih dapat digunakan sebagai makanan oleh organism lainnya, seperti insekta, binatang pengerat rodentia, dan berbagai “scavenger” sampah jenis ini biasanya bersumber dari “domestic refuse” atau industry pengolahan makanan. b. Rubbish yaitu sampah sisa pengolahan yang tidak mudah membusuk dan dapat pula dibagi atas dua golongan. Pertama sampah yang tidak mudah membusuk tetapi muidah terbakar, seperti kayu, bahan plastic, kain, bahan sintetik. Kedua adalah sampah yang tidak mudah membusuk dan tidak mudah terbakar seperti kaca, keramik, dan tulang hewan. c. “dead animal” yaitu sampah yang berasal dari bangkai hewan, dapat berupa bangkai hewan peliharaan domestic animal maupun hewan liar wild animal. d. “street sweeping” yaitu sampah atau kotoran yang berserakan di sepanjang jalan, seperti sisa-sisa pembungkus dan sisa makanan, kertas, daun kayu dan lain-lain. e. “industrial waste” merupakan sampah yang berasal dari kegiatan industry, sampah jenis ini biasanya lebih homogeny bila dibandingkan dengan sampah jenis lainnya. 24 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sampah Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya, sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain: a. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk. b. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan meningkatkan kegiatan kontruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi pun bertambah, dan produk pertanian, industry dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah. 24 Azrul Aswar, Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta:Mutiara Sumber Widya,1979,h.55. c. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula. 25 C. Kelompok Usaha Bersama KUBE 1. Sejarah Singkat Program KUBE Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan program penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita khususnya Repelita I-IV melalui program sektor dan regional. Keberadaan lembaga koordinasi penanggulangan kemiskinan yang bersifat sektoral seperti Kelompok usaha Bersama atau KUBE dari Kementerian Sosial yang dulu bernama Departemen Sosial, KUBE dimulai sejak tahun 1982. Tahun 2006 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial mencoba menyempurnakan pendekatan penyelenggaraan program Kelompok Usaha Bersama KUBE. 26 Jika pada tahun 2005, penyaluran bantuan kepada KUBE bersifat nature, melalui perantara, top down, terpusat dan tanpa pendampingan, maka mulai tahun 2006 sudah dilakukan perubahan dan penyempurnaan ditahun 2007 perubahan nyata dilakukan langsung kepada KUBE dan melalui mekanisme perbankan bekerjasama dengan PT. BRI Tbk. Bantuan tidak lagi bersifat 25 Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007, cet-7. H. 154. 26 Oetami Dewi, “KUBE Kelompok Usaha bersama Sebagai Model Untuk Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat” artikel diakses tanggal 23 Juni 2011 dari http:inspirasitabloid.wordpress.com20100727kube-kelompok-usaha-bersama-sebagai-model- untuk-pengembangan-pemberdayaan-masyarakat natural yang harus disediakan oleh pemerintah pusat melalui pihak ketiga namun disediakan sendiri oleh anggota KUBE. 27 2. Definisi KUBE Berdasarkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan kelompok Usaha Bersama KUBE Departemen Sosial Republik Indonesia member pengertian KUBE adalah: a. Kelompok Usaha Bersama KUBE adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS program kesejahteraan sosial untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. b. KUBE merupaka metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan proses PROKESOS dalam rangka MPMK memajukan permasalahan kemiskinan. c. KUBE tidak dimaksudkan untuk mengganti keseluruhan prosedur baku PROKESOS kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial fakir 27 Oetami Dewi, “KUBE Kelompok Usaha bersama Sebagai Model Untuk Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat” artikel diakses tanggal 23 Juni 2011 dari http:inspirasitabloid.wordpress.com20100727kube-kelompok-usaha-bersama-sebagai-model- untuk-pengembangan-pemberdayaan-masyarakat Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pebentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan ketrampilan berusaha, bantuan stimulant dan pendampingan. d. Kelompok Usaha Bersama KUBE, yaitu wadah yang menghimpun dan mengelola keluarga binaan sosial yang telah mendapatkan bantuan sarana usaha dari pemerintah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan atau kehidupannya. 28 3. Tujuan KUBE a. Meningkatkan kemampuan anggota kelompok KUBE dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatnya kealitas pangan, sandang, papan, kesehatan, tingkat pendidikan, dapat melaksanakan kegiatan keagamaan, dan meningkatkannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya. b. Meningkatkan kemampuan anggota kelompok KUBE dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dengan lingkungan sosialnya, ditandai dengan adanya kebersamaan dan kesepakatan dalam pengambilan keputusan didalam keluarga, dalam lingkungan sosial, adanya penerimaan terhadap perbedaan pendapat yang mungkin timbul diantara keluarga dan lingkungan, semakin minimnya 28 Kelompok Usaha Bersama KUBE artikel diakses pada tanggal 24 Juni 2011 dari http:suryanto.blog.unair.ac.idfiles201001kubepdf.pdf perselisihan yang mungkin timbul antara suami dan istri atau antara orang tua dan anak. c. Meningkatkan kemampuan anggota kelompok KUBE dalam menampilkan peranan-peranan sosialnya, baik dalam keluarga maupun lingkungan sosialnya, ditandai dengan semakin meningkatnya kepedulian dan rasa tanggung jawab dan keikut sertaan anggota dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial lingkungannya, semakin terbukanya pilihan bagi para anggota kelompok dalam pengembangan usaha yang lebih menguntungkan terbukanya kesempatan memanfaatkan sumber dan potensi kesejahteraan sosial yang tersedia dalam lingkungannya. 29 29 Kelompok Usaha Bersama KUBE artikel diakses pada tanggal 24 Juni 2011 dari http:suryanto.blog.unair.ac.idfiles201001kubepdf.pdf 41

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Gambaran Kota Depok Sampah telah menjadi masalah nasional. Pengelolaan sampah yang tidak komprehensif dan tidak mempertimbangkan aspek masyarakat dan lingkungan seringkali memunculkan permasalahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Sistem yang kurang tepat, metode dan teknik pengelolaan sampah yang belum berwawasan lingkungan, seringkali berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pengelolaan sampah saat ini menjadi permasalahan yang cukup pelik. Jika tidak dilakukan penanganan yang baik, dikhawatirkan mempengaruhi keseimbangan yang merugikan yang akan mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air, maupun udara. Pengelolaan sampah di Indonesia sangat mengandalkan sistem end of pipe solution yang menitikberatkan pada pengolahan sampah, ketika sampah tersebut telah dihasilkan. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir sampah TPA. Proses pembuangan akhir sampah di Indonesia pada umumnya cenderung pada sistem open dumping , yaitu melakukan pembuangan sampah dengan menimbun secara terbuka. Salah satu akibatnya, jumlah timbulan sampah sangat tinggi. Sebagai contoh, menurut standar spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 – 3,25 ltorghari. Di Kota Depok saja, dari hasil kajian pada 2007, dengan asumsi produksi sampah per hari per orang 2,65 liter skala kota , maka pada tahun 2006 dengan jumlah penduduk 1.420.480 jiwa, timbulan sampah perhari rata-rata 3.764 m 3 hari. Dari timbulan sampah tersebut, sampah yang terangkut hanya 1281 m 3 hari dan sampah yang tidak terangkut 2.483 m 3 hari. Meski pelayanan pengelolaan sampah belum optimal, beban tempat pembuangan akhir sampah TPA semakin berat. Dari kajian analisis dampak lingkungan Amdal TPA Cipayung, Depok, volume sampah harian yang dibuang bervariasi awalnya 69,6 m3hari. TPA Cipayung dioperasikan sejak tahun 1992 itu kini memiliki luas 11,2 ha dengan kapasitas dan direncanakan sekitar 1.200.000 m 3 atau setara dengan 4 juta m 3 timbunan sampah. Jika program pengelolaan yang semula open dumping pembuangan terbuka tidak ditingkatkan hingga menjadi sanitary landfill memperhatikan aspek kesehatan dan kelestarian lingkungan umur operasional TPA diperkirakan akan penuh pada tahun 2010. Pada aspek lain, secara hukum, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak itu tercantum dalam Pasal 28H ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka memenuhi hak masyarakat tersebut, kemudian lahir Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai payung hukum pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat untuk memperoleh layanan pengelolaan sampah yang baik, di samping mengatur kejelasan hak dan tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Undang- undang tersebut mengatur paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah sebelumnya lebih banyak menerapkan sistem kumpul → angkut → buang. Sampah yang berasal dari masyarakat maupun kawasan hanya dikumpulkan di suatu tempat, lalu diangkut dan langsung dibuang di tempat pembuangan akhir sampah TPA. Sampah dibuang di TPA tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengubah paradigma tersebut dengan menilai sampah sebagai sumber daya dan dapat dikendalikan untuk mengurangi atau menghilangkan pencemaran. Sampah dikelola dengan paradigma baru pengelolaan sampah, yaitu mengurangi Reduce, menggunakan kembali Reuse, mendaur ulang Recycle, melibatkan masyarakat Participation. Sampah dibatasi sejak dari sumbernya dan di tiap proses penanganan dilakukan proses pemilahan, penggunaan kembali dan pendaurlangan hingga memiliki manfaat ekonomis dan ekologis. Permasalahanya, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan sekaligus. Ada beberapa hal dalam pengelolaan sampah yang masih memerlukan sejumlah aturan pelaksanaan di bawahnya. Daerah-daerah, termasuk Pemerintah Kota Depok memerlukan