Interaksi Masyarakat dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasan pelestarian alam yang ditujukan untuk koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, spesies asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (P.10/Menhut-II/2009). Indonesia saat ini memiliki 22 kawasan Tahura, salah satunya adalah Tahura Pancoran Mas yang merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Kota Depok. Kawasan ini pada awalnya merupakan Cagar Alam tertua di Indonesia yang diresmikan pada tahun 1913 oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga secara historis memiliki nilai yang sangat penting dalam sejarah kawasan konservasi di Indonesia.

Tahura Pancoran Mas merupakan salah satu aset keanekaragaman hayati seluas ±6 ha yang terletak diantara padatnya perumahan warga di Kelurahan Pancoran Mas, Depok. Hasil penelitian Saragih (2007) menyebutkan bahwa 29,17% dari responden yang tinggal di sekitar kawasan menganggap keberadaan Tahura tidak perlu dipertahankan dengan alasan tidak bermanfaat dan akan lebih bermanfaat jika dijadikan lahan perumahan atau pertokoan. Hal tersebut mengindikasikan kurangnya interaksi masyarakat dan pengetahuan tentang Tahura serta keanekaragaman hayati di dalamnya.

Secara umum Tahura dapat dimanfaatkan untuk beberapa jenis kegiatan antara lain penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi, serta pelestarian budaya. Selain itu, Tahura juga dapat berfungsi sebagai penyedia oksigen, daerah penyerap air hujan, dan penyimpan cadangan karbon seperti fungsi Ruang Terbuka Hijau pada umumnya. Fungsi inilah yang saat ini paling menonjol di Tahura Pancoran Mas bagi masyarakat sekitarnya. Pengetahuan mengenai manfaat dan fungsi kawasan oleh masyarakat disekitar akan mempengaruhi sikap terhadap kawasan. Semakin banyak pengetahuan tentang fungsi dan manfaat kawasan maka sikap yang diberikan akan semakin baik (Wiratno et al. 2004).


(2)

Manfaat lain yang dimiliki oleh Tahura Pancoran Mas namun belum diketahui secara luas adalah keanekaragaman hayati berupa berbagai spesies tumbuhan berguna. Tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti bahan penghasil pangan, sandang, obat-obatan dan kosmetika, papan dan peralatan rumah tangga, tali-temali dan anyaman, pewarna dan pelengkap upacara adat atau ritual serta kegiatan sosial (Soekarman & Riswan 1992). Penelitian mengenai interaksi masyarakat dan potensi tumbuhan berguna di Tahura Pancoran Mas sangat penting bagi pengelola serta masyarakat di sekitar kawasan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi:

1. Interaksi antara masyarakat sekitar dengan tumbuhan di Tahura Pancoran Mas. 2. Komposisi vegetasi di kawasan Tahura Pancoran Mas.

3. Potensi spesies tumbuhan berguna yang terdapat di Tahura Pancoran Mas.

1.3 Manfaat

Data mengenai interaksi masyarakat dan potensi tumbuhan berguna di Tahura Pancoran Mas diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kawasan serta menjadi sumber pengetahuan dan informasi tentang manfaat berbagai spesies tumbuhan di dalam Tahura Pancoran Mas bagi masyarakat di sekitarnya.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Hutan Raya

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi (P.10/Menhut-II/2009). Beberapa kriteria penunjukan dan penetapan kawasan Taman Hutan Raya adalah (PP No.68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam):

1. Memiliki ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah; 2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam;

3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya menyebutkan bahwa pemerintah atau kota dapat melakukan pengelolaan terhadap Tahura yang terdapat di dalam wilayah administratif kota bersangkutan. Saat ini Taman Hutan Raya Pancoran Mas sudah sepenuhnya dikelola oleh Pemerintah Kota Depok dibawah Badan Lingkungan Hidup Kota Depok. Suatu kawasan Taman Hutan Raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek ekologis, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Rencana pengelolaan Tahura setidaknya memuat tujuan pengelolaan dan garis kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam bentuk (Ditjen PHKA 2011):

1. Perlindungan dan pengamanan 2. Inventarisasi potensi kawasan


(4)

4. Pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa. Pembinaan pengembangan bertujuan koleksi.

2.2 Interaksi Masyarakat dengan Lingkungan

Menurut Soemarwoto (1997) diacu dalam Kamakaula (2004), lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati makhluk hidup bersama dengan benda-benda hidup dan tak hidup di dalamnya. Knowies dan Wareing (1976) diacu dalam Kamakaula (2004) menyatakan bahwa manusia selain berinteraksi dengan lingkungannya, juga menjadikan lingkungan sebagai sumber aspirasinya. Dengan demikian jika manusia menempati suatu tempat dalam jangka waktu yang lama, maka akan menjadi bagian/komponen dari ekosistem yang sama. Perubahan yang dilakukannya pada lingkungan alam juga akan mengubah ekosistemnya.

Interaksi antara masyarakat dan kawasan dibutuhkan agar masyarakat mengetahui dan merasakan secara langsung manfaat dari kawasan. Salah satu yang menjadi penyebab kesadaran masyarakat yang rendah terhadap perlindungan kawasan konservasi adalah keterbatasan pengetahuan mengenai berbagai manfaat jangka panjang kawasan dan sumberdayanya (Wiratno et al. 2004). Interaksi manusia dengan lingkungan alamnya termasuk kawasan hutan dapat dikaji berdasarkan persepsi dari masyarakat tersebut yang ditunjukan melalui perilaku dan tindakan dalam pemanfaatan kawasan hutan sesuai dengan daya dukungnya. Semakin intensif suatu masyarakat memanfaatkan kawasan hutan tersebut maka interaksinya semakin tinggi (Kamakaula 2004).

2.3 Tumbuhan Berguna

Menurut Soekarman dan Riswan (1992), berdasarkan pemanfaatannya tumbuhan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa kegunaan antara lain sebagai bahan pangan, sandang, obat-obatan dan kosmetika, papan dan peralatan rumah tangga, tali-temali dan anyaman, pewarna dan pelengkap upacara adat atau ritual serta kegiatan sosial.


(5)

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia (UU No. 7 Tahun 1996). Siswoyo et al. (2004) menyebutkan bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai sumber pangan antara lain adalah buah, daun, umbut, batang, bunga, biji, getah, dan tubuh buah (jamur).

Salah satu bahan pangan adalah rempah sebagai bumbu. hasil penelitian Hasairin (1994) menyebutkan bahwa terdapat 29 jenis rempah yang digunakan oleh Suku Batak Angkola dan Mandailing sebagai bumbu masakan adatnya. Beberapa spesies tumbuhan yang digunakan diantaranya aren (Arenga pinnata), asam galugur (Garcinia macrophylla), bawang merah (Allium cepa), bawang daun (Allium odorum), dan cabe merah (Capsicum annura).

2.3.2 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat dapat berupa tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional, sebagai bahan baku obat (prokusor), dan diekstraksi sebagai obat (SK Menteri Kesehatan No.194/SK/Menkes/IV/1978). Dalam pemanfaatannya, tumbuhan obat terbagi dalam beberapa kelompok (Zuhud

et al. 1994), yaitu:

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.

Obat bahan alam Indonesia terdiri atas tiga kelompok yaitu jamu, obat herbal, dan fitofarmaka. Jamu merupakan obat bahan alam yang belum teruji secara preklinis; obat herbal merupakan obat alam yang telah teruji secara


(6)

preklinis; dan fitofarmaka merupakan obat bahan alam yang telah teruji secara preklinis dan klinis (SK. Kepala BPOM No.HK.00.05.4.2411/2004).

2.3.3 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan penghasil aroma atau wangi-wangian yang juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri-ciri berbau dan aroma karena fungsi utamanya adalah sebagai pengharum baik parfum, kosmetik, penyegar ruangan, sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah lainnya (Kartikawati 2004).

Heyne (1987) menyebutkan tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak atsiri diantaranya spesies tumbuhan yang berasal dari beberapa famili seperti akar wangi (Andropogon zizinoides) dari famili Graminae, kayu manis (Cinnamomum burmanii) dari famili Lauraceae, jahe (Zingiber officinale) dari famili Zingiberaceae, sirih (Piper betle) dari famili Piperaceae, cendana (Santalum album) dari famili Santalaceae, dan lainnya.

2.3.4 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias menurut Arafah (2005) merupakan tumbuhan yang memiliki nilai estetika keindahan yang menjadi komoditas holtikultura non-pangan yang dalam kehidupan sehari-hari dibudidayakan untuk hiasan. Tumbuhan hias banyak dibudidayakan yang kemudian disebut dengan tanaman hias. Departemen Pertanian mendefinisikan tanaman hias adalah tanaman yang mempunyai nilai keindahan baik karena bentuk, warna daun, tajuk maupun bunganya, sering digunakan sebagai penghias pekarangan atau ruangan di rumah-rumah atau gedung perkantoran. Heyne (1987) menyebutkan beberapa spesies tumbuhan dari famili Palmae, Graminae, Leguminosae, Sapindaceae, dan lainnya dapat dimanfaatkan bagian biji atau buahnya untuk keperluan hiasan.

2.3.5 Tumbuhan penghasil bahan pewarna

Menurut Lemmens dan Soetjipto (1999), pewarna nabati adalah bahan pewarna yang berasal dari tumbuhan, bahan-bahan ini diekstrak dengan cara fermentasi, direbus, atau secara kimiawi. PROSEA dalam situs jejaring resminya


(7)

menyebutkan bahwa tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna baik untuk tekstil maupun batik.

Katz (2004) menyebutkan bagian tumbuhan yang dapat digunakan untuk bahan baku pewarna adalah akar, kulit batang, daun, arbei, biji, ranting, cabang pohon, dan umbi akar. Masing-masing bagian tersebut dapat menghasilkan berbagai warna dengan ketajaman. Penggunaan yang tepat pada pewarna nabati tahan terhadap sengatan matahari.

2.3.6 Tumbuhan tali-temali dan anyaman

Kepandaian anyam mengayam tidak hanya menciptakan motif tetapi yang lebih penting adalah penciptaan barang atau alat baik untuk pembawa atau pun wadah. Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali anyaman, maupun kerajinan (Waluyo 1992). Hasil kerajinan anyaman yang terbuat dari rotan banyak ditemukan di daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi sedangkan kerajinan anyaman yang terbuat dari bambu umumnya berasal dari daerah Bali, Jawa, dan Sulawesi (Widjaja et al. 1989). Suku Melayu Tradisional memanfaatkan 21 spesies tumbuhan sebagai bahan baku penghasil tali, anyaman, dan kerajinan. Bagian yang dimanfaatkan antara lain rotan, daun, batang, kulit, dan isi batang. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagian besar dari famili pandan-pandanan dan rotan (Fakhrozi 2009).

2.3.7 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai penghasil kayu bakar pada dasarnya adalah semua jenis tumbuhan berkayu yang berbentuk pohon. Beberapa kriteria tumbuhan yang dapat dijadikan bahan kayu bakar menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005) adalah:

1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim.

2. Pertumbuhan tajuk baik setiap tumbuh pertunasan yang baru.

3. Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat.


(8)

5. Menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar. 6. Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar.

2.3.8 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Menurut Manetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004), pakan ternak adalah tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Hidayat (2009) menyebutkan bahwa masyarakat di Kampung Adat Dukuh memanfaatkan 33 spesies sebagai pakan ternak. Pakan ternak di Kampung Adat Dukuh tumbuh liar di ladang, kebun dan sawah serta beberapa spesies sengaja ditanam sebagai cadangan. Beberapa contoh spesies pakan ternak yang dimanfaatkan diantaranya kaliandra (Caliandra haematochepala), bandotan (Ageratum conyzoides), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan gamal (Gliricidia maculata). Bagian yang dimanfaatkan untuk pakan ternak antara lain daun, ranting, batang, dan buah muda.

2.3.9 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Pohon-pohon di hutan merupakan sumber bahan bangunan yang dapat digunakan secara berkesinambungan. Pemanfaatan kayu oleh masyarakat Dayak Meratus biasanya dilakukan apabila ingin membuat rumah. Pemilihan jenis-jenis kayu tersebut biasanya berdasarkan pertimbangan kekuatan kayu dan ketahanan terhadap rayap (Kartikawati 2004).

2.3.10 Tumbuhan untuk ritual adat dan keagamaan

Tumbuhan yang bersifat spiritual, magis, dan ritual merupakan salah satu pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat. Indonesia memiliki kurang lebih 350 etnis budaya yang memiliki pengetahuan etnobotani dalam pemanfaatan maupun penggunaannya di masing-masing daerah khususnya yang dipakai untuk upacara adat. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan daur hidup, tumbuhan banyak digunakan untuk keperluan tersebut (Kartiwa & Martowikrido 1992).


(9)

2.3.11 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati menggunakan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan bakunya, beberapa senyawa sekunder tersebut diantaranya eugenol, azadirachtin, geraniol, sitronelol, dan tannin. Senyawa-senyawa tersebut dapat mengendalikan berbagai jenis hama dan penyakit tanaman. Bahan aktif pada pestisida nabati kurang toksik terhadap mamalia dan organisme bukan sasaran seperti parasit, predator, dan polinator sehingga relatif aman untuk kelestarian lingkungan. Pestisida nabati juga mudah terurai oleh cahaya matahari sehingga residunya yang terbawa pada produk pertanian dapat diabaikan dan tidak menyebabkan resistensi hama karena bahan aktifnya tersusun atas beberapa senyawa kimia (Wiratno 2010).


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2011 di Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas, Depok.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tallysheet, kuesioner, kertas koran, label, alkohol 70%, kantong plastik besar, dan sampel bagian tumbuhan untuk pembuatan herbarium. Sedangkan alat yang digunakan antara lain kompas, tambang plastik 100 m, pita meter, golok, kamera, dan alat tulis.

3.3 Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan sekunder.

1. Data primer didapatkan melalui hasil observasi lapang yang meliputi data spesies, diameter dan jumlah individu tingkat pohon dan tiang, spesies dan jumlah individu tingkat pancang dan semai, serta jumlah dan habitus tumbuhan bawah (herba, semak, perdu), liana dan epifit. Data primer juga didapatkan melalui wawancara masyarakat yang tinggal di sekitar Tahura.

2. Data sekunder didapatkan melalui studi pustaka sejumlah literatur dan dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini.


(11)

Gambar 1 Denah lokasi penelitian Tahura Pancoran Mas. (Foto udara sumber: www.wikimapia.org)


(12)

3.4 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari tiga tahapan utama, yakni tahap kajian pustaka, observasi lapang, dan tahap pengolahan dan analisis data. Setiap tahapan memiliki aspek kajian, sumber data, dan metode yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 1 Tahapan kegiatan, aspek kajian, sumber data, dan metode dalam pengambilan data

No Tahapan kegiatan

Aspek kajian Sumber data Metode

1 Kajian pustaka  Kondisi umum lokasi penelitian

 Kondisi demografi masyarakat Kecamatan Pancoran Mas, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Depok

Studi literatur dan dokumen lainnya

2 Observasi lapang

Interaksi masyarakat

Komposisi vegetasi

Kegunaan tumbuhan

Tahura Pancoran Mas dan

masyarakat sekitar

Wawancara

Analisis vegetasi

Studi literatur 3 Pengolahan dan

Analisis data

Pengolahan data

Analisis data

Data primer dan data sekunder yang terkumpul selama penelitian Pengolahan secara kuantitatif dan analisis secara deskriptif melalui penjabaran secara tabulasi

3.5 Metode Pengambilan Data 3.5.1 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai interaksi dan pengetahuan masyarakat terhadap Tahura Pancoran Mas terutama keanekaragaman hayati di dalamnya. Penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan responden berdasarkan kriteria tertentu. Beberapa kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dengan jarak terdekat di sekeliling Tahura, lama tinggal, dan kerelaan untuk diwawancara. Wawancara dilakukan mengacu pada kuesioner yang telah dibuat. Responden dalam wawancara diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 responden wanita dan 15 responden pria.


(13)

3.5.2 Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dalam plot pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi jalur garis berpetak. Penetapan jalur pengamatan ditentukan menggunakan metode systematic sampling yaitu penetapan jalur secara berurutan dengan jarak antar jalur ditetapkan sebesar 30 meter. Metode analisis vegetasi dilakukan dengan pengamatan pada suatu petak yang dibagi-bagi kedalam petak-petak berukuran 20x20 m2, 10x10 m2, 5x5 m2, dan 2x2 m2.

Petak berukuran 20x20 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi liana, epifit, dan tingkat pohon dengan diameter setinggi dada (130 cm) dari

permukaan tanah sebesar ≥20 cm; petak berukuran 10x10 m2 untuk pengambilan

data vegetasi tingkat tiang dengan diameter 10-20 cm; petak berukuran 5x5 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pancang dengan diameter <10 cm, tinggi > 1.5 m; dan 2x2 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat semai (anakan pohon yang baru tumbuh hingga anakan pohon yang mempunyai tinggi hingga 1,5 m) dan tumbuhan bawah. Bentuk unit contoh

pengamatan vegetasi seperti disajikan pada Gambar 3.

B C D

A

Transek

Gambar 2 Skema petak-petak pengukuran analisis vegetasi.

Keterangan:

A = Petak pengukuran untuk pohon, epifit, liana dan parasit (20 x 20 m2) B = Petak pengukuran untuk tiang (10 x 10 m2)

C = Petak pengukuran untuk pancang (5 x 5 m2)

D = Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (2 x 2 m2)

3.6 Pembuatan Herbarium

Herbarium digunakan sebagai dokumentasi dan mempermudah referensi dalam penelitian botani. Herbarium terbagi atas dua jenis yaitu awetan basah dan


(14)

kering. Penelitian ini menggunakan metode herbarium awetan kering dengan langkah-langkah pembuatan sebagai berikut:

1. Sampel herbarium yang lengkap terdiri dari ranting, daun, bunga dan buah jika ada serta diusahakan memilih sampel yang kondisinya masih sangat baik dan utuh.

2. Sampel dipotong dengan panjang 40 cm atau lebih bergantung ukuran sampel. 3. Sampel diberi label gantung berukuran 3x5 cm dengan keterangan mengenai

nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal, dan lokasi pengembilan spesimen

4. Sampel disisipkan ke dalam lipatan kertas koran kemudian dimasukkan ke dalam plastik

5. Sampel disusun dalam sasak lalu siram sampel dengan alkohol 70% secara merata

6. Sampel dijemur herbarium dalam sasak di bawah panas matahari hingga kering atau dapat juga disusun dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 55⁰C selama 5 hari (sesuai kebutuhan, jika sudah kering proses pengeringan dapat dihentikan)

7. Spesimen yang sudah kering kemudian diidentifikasi untuk diketahui nama ilmiahnya.

3.7 Analisis Data

Data hasil analisis vegetasi dikelompokkan berdasarkan kelompok kegunaan yang terdiri dari nama ilmiah, nama lokal, famili dan kegunaan. Analisis data untuk analisis vegetasi dan hasil wawancara dilakukan secara deskriptif dan data dijabarkan secara tabulasi.

3.7.1 Klasifikasi pemanfaatan

Data spesies tumbuhan yang didapatkan melalui wawancara dan identifikasi diklasifikasikan berdasarkan pemanfaatannya yang meliputi 10 kelompok kegunaan (Tabel 2). Identifikasi spesies tumbuhan berguna dilakukan melalui dua tahap kegiatan, yaitu (a) identifikasi spesies tumbuhan secara umum dan (b) identifikasi spesies tumbuhan berguna. Identifikasi spesies tumbuhan berguna dikerjakan dengan studi berbagai buku/literatur dan sumber-sumber


(15)

lainnya tentang tumbuhan berguna yang ada. Penyajian data dilakukan dengan pengelompokkan berdasarkan kelompok kegunaan dengan menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan.

Tabel 2Klasifikasi Kelompok Kegunaan Tumbuhan No Kelompok Kegunaan

1 Tumbuhan obat 2 Tumbuhan hias

3 Tumbuhan penghasil pangan 4 Tumbuhan pakan ternak 5 Tumbuhan bahan pewarna alami 6 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

7 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan 8 Tumbuhan penghasil kayu bakar

9 Tumbuhan penghasil pestisida alami 10 Lainnya

3.7.2 Indeks Nilai Penting

Dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain dalam suatu tegakan dapat dinyatakan berdasarkan besaran-besaran seperti banyaknya individu, persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar (basal area), volume, biomasa, dan Indeks Nilai Penting. Indeks Nilai Penting (INP) dapat menggambarkan kedudukan suatu spesies di dalam komunitas tegakannya, semakin tinggi nilai INP yang dimiliki suatu spesies maka semakin dominan keberadaan spesies tersebut di suatu habitat. Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi untuk setiap spesies tumbuhan (Soerianegara & Indrawan 1998).

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kerapatan suatu spesies (K)

Kerapatan relatif suatu spesies (KR)

Frekuensi suatu spesies (F)

Frekuensi relatif suatu spesies (FR)

Dominansi suatu spesies (D)


(16)

Dominansi relatif suatu spesies (DR)

Setelah dilakukan tahapan perhitungan diatas dapat dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) sebagai berikut:

Untuk tingkat semai dan pancang: INP = KR + FR Untuk tingkat tiang dan pohon: INP = KR + FR + DR

Total Indeks Nilai Penting (INP) untuk setiap tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan tumbuhan bawah dihitung untuk menggambarkan kondisi vegetasi.

3.7.3 Persen Habitus

Perhitungan persen habitus perlu untuk mengetahui kelompok habitus yang paling dominan ditemui di suatu habitat. Kelompok habitus diantaranya adalah pohon, perdu, semak, liana, herba, palem dan epifit. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

3.7.4 Persen Tumbuhan Berguna

Persen tumbuhan berguna tertentu dihitung untuk mengetahui kelompok tumbuhan berguna yang paling dominan di habitat tertentu. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:


(17)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas

Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas secara administratif terletak di Kota Depok, Jawa Barat. Luas Tahura Pancoran Mas berdasarkan hasil pengukuran kasar pada tahun 1997 yaitu seluas 7,26 ha meskipun pada SK Menteri Kehutanan tahun 1999 ditetapkan seluas 6 ha. Taman Hutan Raya Pancoran Mas terletak diantara perumahan warga di Jalan Cagar Alam Pancoran Mas, Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Depok. Letak kawasan ini hanya berjarak 300 meter dari Stasiun Kereta Api Depok Lama.

Kelurahan Pancoran Mas memiliki luasan sebesar 473,55 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Mampang dan Kelurahan Depok Jaya Sebelah Selatan : Kelurahan Cipayung dan Kelurahan Ratujaya Sebelah Timur : Kelurahan Depok

Sebelah Barat : Kelurahan Rangkapan Jaya

4.2 Sejarah Pengelolaan Kawasan

Cagar Alam Pancoran Mas merupakan lahan hibah dari seorang ahli tanaman obat dan tuan tanah di Depok bernama Cornelis Chastelein kepada para pekerjanya. Dalam wasiatnya tertanggal 13 Maret 1714 dituliskan bahwa lahan tersebut tidak boleh dipindahtangankan dan dikelola sebagai Cagar Alam karena kealamiannya yang tidak dapat tergantikan. Pada tanggal 31 Maret 1913 lahan tersebut diserahkan kepada pemerintahan Hindia Belanda yang terhimpun dalam perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsh Indische Vereeniging tot Natuurbescheming). Kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No.7 Tanggal 13 Mei 1926 dan merupakan cagar alam pertama di Indonesia dengan luasan 6 ha.

Kawasan ini pada awalnya merupakan inti dari kawasan hutan Depok dan habitat flora dan fauna endemik Pulau Jawa, namun pada saat ini telah terjadi perubahan mendasar dan dinilai sudah tidak layak sebagai kawasan cagar alam.


(18)

Melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.276/KPTS-II/1999, fungsi Cagar Alam Depok dirubah menjadi Taman Hutan Raya.

Perubahan fungsi kawasan juga berakibat pada pengelolaan. Pada awalnya di tahun 1960, Cagar Alam Depok berada di dalam pengawasan Kebun Raya Bogor. Tahun 1971 pengelolaan berpindah ke wilayah kerja sub BKSDA DKI Jakarta hingga pada tahun 1999 pengawasan secara langsung dibawah Departemen Kehutanan RI dan pengelolaan diserahkan pada Pemda Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003 Tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya oleh Gubernur atau Bupati/Walikota maka tugas pembantuan pengelolaan Tahura Pancoran Mas diserahkan kepada Walikota Depok. Saat ini, dikelola oleh Pemerintah Kota Depok khususnya Balai Lingkungan Hidup Kota Depok.

4.3 Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju kawasan ini cukup mudah karena hanya berjarak ± 3 Km dari pusat Kota Depok. Perjalanan menuju Tahura Pancoran Mas dapat ditempuh dengan beberapa rute, yaitu:

1. Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan jasa angkutan kota dari stasiun Depok maupun terminal Depok ke arah Pitara dan turun di Jalan Cagar Alam yang merupakan akses utama menuju kawasan, kemudian dapat dilanjutkan dengan berjalan kaki maupun menggunakan alat transportasi becak dan ojek menuju Tahura.

2. Perjalanan menggunakan transportasi kereta api berhenti di stasiun kereta api Depok, kemudian berjalan kaki maupun dengan jasa becak atau ojek ke arah Tahura.

3. Perjalanan menggunakan jasa angkutan kota dari terminal Depok dapat menggunakan angkutan umum kemudian turun di stasiun Depok dan dilanjutkan dengan berjalan kaki, naik becak, atau pun ojek menuju lokasi.

4.4 Topografi dan Geologi

Kondisi topografi Kota Depok berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari


(19)

selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas. Kawasan Tahura Pancoran Mas berada pada ketinggian 95 mdpl dan memiliki topografi relatif datar hingga landai dengan kelerengan antara 0-8%. Jenis tanah di kawasan ini adalah Latosol, sedangkan bebatuan didominasi batuan Vulkanik Kwarter.

4.5 Iklim

Iklim secara umum di Taman Hutan Raya Pancoran Mas secara umum sama dengan iklim di daerah Kota Depok yaitu memiliki iklim Tipe A menurut Schmidt & Fergusson. Curah hujan rata-rata 2.629 mm/tahun dengan suhu udara berkisar antara 22,5⁰C - 33⁰C. Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober-Maret.

4.6 Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Masyarakat sekitar Tahura Pancoran Mas adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Pancoran Mas. Sebagian besar masyarakat merupakan pendatang dari berbagai suku di Indonesia. Pada tahun 2009, jumlah penduduk Kelurahan Pancoran Mas berjumlah sekitar 50.015 jiwa yang terdiri dari 25.844 laki-laki dan 24.171 perempuan.

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Kelurahan Pancoran Mas adalah pekerja jasa yaitu sebanyak 26,4%. Buruh industri dan tenaga penjualan masing-masing sebanyak 13,4% dan 10,1%. Selain bidang pekerjaan tersebut, masyarakat Kelurahan Pancoran Mas juga ada yang berprofesi sebagai profesional tatalaksana (PNS dan ABRI) 4,5%, Pekerja angkutan (0,06%), Petani (3,4%), Buruh tani (6,4%), Usaha industri (0,2%), dan Pekerja bangunan (9,4%) seperti tersaji dalam Tabel 3.


(20)

Tabel 3 Matapencaharian masyarakat Pancoran Mas tahun 2009

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 Petani 1.717 3,4

2 Buruh tani 3.216 6,4

3 Usaha industry 101 0,2

4 Buruh industry 6.706 13,4

5 Pekerja bangunan 4.710 9,4

6 Pekerja angkutan 28 0,06

7 Tenaga penjualan 5.075 10,1

8 Pekerja jasa 13.213 26,4

9 PNS, ABRI 2.273 4,5

Sumber: Profil kelurahan Pancoran Mas 2009.

Tingkat pendidikan masyarakat cukup beragam. Masyarakat dengan tingkat pendidikan akhir SLTP sederajat mendominasi yaitu sebanyak 33%, selanjutnya tamat SD sebanyak 29,2% dan SLTA sederajat sebanyak 23,7% (Tabel 4).Sarana pendidikan di Kelurahan ini cukup lengkap dari tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga Perguruan Tinggi. Aksesibilitas menuju sekolah pun terbilang cukup mudah dengan berbagai alternatif alat transportasi umum yang tersedia. Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Pancoran Mas tahun 2009

No Jenjang pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 Belum sekolah 695 1,4

2 Buta aksara 137 0,3

3 Tidak tamat SD 4.510 9,0

4 Tamat SD 14.580 29,2

5 Tamat SLTP sederajat 16.512 33,0

6 Tamat SLTA sederajat 11.870 23,7

7 D1/D2/D3/D4 908 1,8

8 Sarjana 803 1,6

Sumber: Profil kelurahan Pancoran Mas 2009.

4.7 Flora dan Fauna

Kawasan Tahura Pancoran Mas termasuk ke dalam tipe hutan dataran rendah. Dalam Laporan Draft Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Pancoran Mas-Depok tahun 2006 disebutkan beberapa jenis flora di kawasan Tahura yaitu waru (Hibiscus tiliaceus), kopo (Eugenia cymosa), laban (Vitex pubescen), randu (Ceiba pentandra), nangka (Artocarpus heterophyllus) dan Rengas (Gluta renghas). Sedangkan fauna yang dapat ditemui antara lain cerucuk (Pycnonotus goiavier), kipasan (Rhipidura javanica), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), burung kacamata jawa (Zosterops flavus), tupai (Dendrogale sp), Musang (paradoxurus hermaphrodistus), dan ular welang (Bungarus fasciatus).


(21)

Dinas Lingkungan Hidup Kota Depok pada tahun 2006 memulai kegiatan penanaman di kawasan Tahura Pancoran Mas sebanyak 1.250 bibit. Beberapa spesies yang ditanam antara lain mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla), eboni (Diospyros selebica), matoa (Pometia pinnata), akasia (Acacia mangium), rasamala (Altingia excelsa), dan tanjung (Mimusops elengi).


(22)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tahura Pancoran Mas

Taman Hutan Raya Pancoran Mas pada awalnya merupakan kawasan Cagar Alam, kini dikelilingi oleh padatnya perumahan warga. Letak kawasan tepat di pinggir jalan raya yang dinamai karena keberadaan kawasan ini yaitu Jalan Cagar Alam, Pitara, Depok. Kawasan Cagar Alam Pancoran Mas yang telah dilestarikan sejak tahun 1714 dan ditetapkan pada tahun 1913 menjadikan kawasan ini sebagai cagar alam tertua di Indonesia. Keberadaannya yang bernilai penting dalam sejarah kawasan konservasi di Indonesia tidak membuat kawasan ini menjadi terpelihara bahkan hampir terlupakan.

Gambar 3 Kondisi Tahura Pancoran Mas: (a) Pintu masuk Taman Hutan Raya di utara kawasan; (b) Pagar yang dibangun disekeliling kawasan; dan (c) Kondisi vegetasi yang terlihat dari luar kawasan.

Kondisi vegetasi Tahura mencerminkan bahwa kondisi hutan di dalamnya cukup terganggu. Hal ini terlihat dari dominansi tumbuhan merambat dan semak belukar yang tumbuh subur diakibatkan kondisi tegakan yang jarang dan cukup terbuka (Gambar 3c). Selain itu, kadang terdapat pakaian yang dijemur di

(a) (b)


(23)

sekeliling pagar dan masih ditemukan kumpulan-kumpulan sampah yang sengaja dibuang oleh warga ke dalam kawasan (Gambar 4a dan 4b).

Gambar 4 Kondisi pengelolaan kawasan Tahura Pancoran Mas: (a) dan (b) Beberapa titik kumpulan sampah; (c) Papan himbauan dari Pemerintah Kota Depok dan (d) Papan informasi mengenai kawasan. Pemasangan beberapa papan himbauan dan papan informasi mengenai kawasan sepertinya tidak cukup untuk memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai pentingnya untuk menjaga kawasan tersebut. Pemerintah Kota Depok bahkan membuat Peraturan Daerah No. 23 Tahun 2003 tentang Ketertiban Umum yang isinya berupa larangan membuang sampah dan menjemur pakaian di kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas (Gambar 4c). Sikap masyarakat seperti ini dapat diakibatkan karena kurangnya rasa menghargai terhadap keberadaan keanekaragaman hayati serta fungsi dari kawasan Tahura.

5.2 Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Tahura Pancoran Mas

Masyarakat yang tinggal di sekeliling Tahura pada umumnya merupakan penduduk yang sudah tinggal lebih dari 10 tahun, bahkan beberapa warga yang berusia lanjut (diatas 50 tahun) sudah menghabiskan sepanjang hidupnya di daerah tersebut.

(a) (b)


(24)

5.2.1 Karakteristik responden 5.2.1.1 Usia dan jenis kelamin

Menurut Hurlock (1980) diacu dalam Anggana (2011), pengklasifikasian kelas umur dibedakan kedalam enam kategori yaitu kelas umur bayi (0-2 tahun), balita (3-5 tahun), anak-anak (6-12 tahun), remaja (13-18 tahun), dewasa (19-59

tahun), dan lansia (≥60 tahun). Pada hasil penelitian hanya didapat dua kelas umur

responden yaitu dewasa dan lansia. Kelas umur dewasa mendominansi jumlah responden yaitu sebanyak 83,34%. Distribusi jenis kelamin pada responden tersebar merata yaitu masing-masing 15 responden pria dan 15 responden wanita.

5.2.1.2 Pekerjaan

Masyarakat yang tinggal dengan jarak terdekat dari Tahura Pancoran Mas hanya terpisah oleh jalan selebar 3-4 meter. Jalan tersebut merupakan akses utama yang dapat dilalui berbagai moda kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Aktivitas masyarakat disekitar Tahura tidak pernah sepi karena terletak di jalan utama tersebut sehingga banyak didirikan toko, bengkel, dan rumah makan.

Gambar 5 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan.

Mata pencaharian masyarakat yang menjadi responden pun dipengaruhi oleh letak tempat tinggal mereka yang berdekatan dengan jalan utama dan keramaian. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai pedagang /wirausaha. Sedangkan responden wanita sebagian besar tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga (Gambar 5).

5.2.1.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan rata-rata responden adalah lulusan SMP dan SMA. Jumlah responden yang merupakan lulusan SMP dan SMA sederajat sebesar

11 10

4

3

2

1 0

2 4 6 8 10 12

wirausaha ibu rumah tangga

buruh jasa swasta pensiun

Ju

m

lah


(25)

36,67% atau masing-masing sebanyak 11 orang (Tabel 5). Selain itu juga terdapat 6 orang responden yang merupakan lulusan SD dan sisanya adalah 1 orang tidak sekolah dan 1 orang lulusan Diploma.

Tabel 5 Tingkat pendidikan responden

No Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Tidak sekolah 1 3,33

2 SD 6 20

3 SMP 11 36,67

4 SMA sederajat 11 36,67

5 Diploma 1 3,33

Daerah Pancoran Mas memiliki akses dan fasilitas sekolah yang cukup baik dari tingkat SD sampai SMA bahkan terdapat cukup banyak perguruan tinggi yang dapat dicapai dari daerah tersebut hanya dengan angkutan perkotaan. Sebagian besar responden menyatakan tidak melanjutkan sekolah ke tingkat pendidikan atas dan perkuliahan disebabkan oleh keadaan ekonomi dan kemauan untuk bekerja setelah lulus sekolah tingkat SMP maupun SMA.

5.2.2 Pengetahuan masyarakat terhadap fungsi kawasan

Pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dari keberadaan kawasan Tahura Pancoran Mas masih sangat terbatas. Fungsi dari keberadaan keanekaragaman hayati terutama flora di kawasan Tahura menurut hampir seluruh responden hanya sebagai daerah resapan air (73,3%), peneduh dan penyedia udara segar (16,7%) dan sisanya sebanyak 10% responden menyatakan tidak ada manfaatnya (Gambar 6).

Gambar 6 Fungsi Tahura berdasarkan pengetahuan responden.

Hal ini berbeda dengan fungsi dari Taman Hutan Raya berdasarkan PP No.68 Tahun 1998 yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan

73,30% 10%

16,70% resapan air

tidak ada manfaatnya

peneduh dan udara segar


(26)

satwa baik spesies asli maupun bukan asli, kegiatan penelitian dan pengembangan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi, serta pelestarian budaya.

Keterbatasan pengetahuan mengenai berbagai manfaat jangka panjang kawasan dan sumberdayanya merupakan salah satu hal yang menjadi penyebab kesadaran masyarakat yang rendah terhadap perlindungan kawasan konservasi (Wiratno et al. 2004). Pengetahuan mengenai fungsi kawasan Tahura juga berpengaruh terhadap pendapat responden saat diwawancara mengenai keberadaan Tahura di wilayah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden berpendapat bahwa keberadaan kawasan perlu dipertahankan terlebih lagi jika responden mengetahui manfaat dari keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan yang ada didalam kawasan. Sebanyak 99,67% responden menyatakan akan lebih menjaga kelestarian Tahura Pancoran Mas untuk mempertahankan fungsinya sebagai daerah resapan air bagi lingkungan sekitar.

Daerah sekitar Tahura Pancoran Mas termasuk wilayah Depok yang tidak pernah tergenang air hujan atau pun kekurangan air bersih. Bagi masyarakat hal itu dapat terjadi karena masih ada kawasan hutan di daerah tersebut. Manfaat Tahura yang dirasakan langsung oleh masyarakat ini juga dapat digunakan dalam penentuan koleksi tanaman di dalam kawasan. Dahlan (2004) menyebutkan persyaratan tumbuhan untuk konservasi tanah dan air adalah: 1) Daya transpirasinya rendah; 2) Memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam sehingga dapat menahan erosi dan meningkatkan resapan air; 3) Serasah yang dihasilkan banyak dan tidak bersifat allelopati. Spesies tumbuhan yang memenuhi kriteria tersebut sangat memungkinkan untuk dipertimbangkan dalam pemilihan spesies tumbuhan untuk dikoleksi di dalam kawasan agar dapat menunjang keberlanjutan manfaat tersebut.

5.2.3 Pengetahuan dan interaksi masyarakat terhadap keanekaragaman tumbuhan di kawasan Tahura Pancoran Mas

Pengetahuan masyarakat tentang keanekaragaman hayati terutama tumbuhan di dalam kawasan masih rendah. Hal ini dapat terjadi karena meskipun hampir seluruh responden telah tinggal lebih dari 10 tahun di sekitar kawasan namun 50% diantaranya tidak pernah sama sekali memasuki kawasan. Beberapa


(27)

alasan responden yang tidak pernah memasuki Tahura diantaranya adalah dikarenakan sebagian besar masyarakat menganggap bahwa memasuki kawasan Tahura adalah perbuatan yang melanggar hukum, adanya satwaliar seperti ular dan biawak, serta mitos-mitos seperti seseorang akan tersasar dan hilang jika memasuki kawasan.

Sebagian besar tumbuhan yang diketahui responden hanya yang terletak di pinggir Tahura karena terlihat oleh warga dari luar kawasan. Sekitar 16,7% dari responden sama sekali tidak mengetahui spesies tumbuhan di dalam kawasan (Gambar 7). Spesies tumbuhan yang diketahui oleh masyarakat diantaranya adalah aren (Arenga pinnata), rotan (Calamus sp.), mangga (Mangifera indica), cabai (Capsicum annum), rambutan (Nephelium lappaceum), jengkol (Archidendron jiringa), jambu air (Syzigium aqueum), bacang (Mangifera foetida), singkong (Manihot utilissima), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), dan alpukat (Persea Americana). Tumbuhan tersebut diketahui oleh responden karena letak tempat tumbuhnya di pinggir kawasan sehingga mudah dilihat dan sebagian dimanfaatkan. Sedangkan keanekaragaman tumbuhan yang terletak di dalam kawasan jarang diketahui spesiesnya oleh responden.

Gambar 7 Pengetahuan terhadap spesies tumbuhan di Tahura.

Responden yang mengetahui spesies tumbuhan tidak seluruhnya mengetahui manfaat dari tumbuhan tersebut. Terdapat 36,7% dari keseluruhan responden tidak mengetahui kegunaan dari spesies tumbuhan yang mereka ketahui. Hal ini dapat terjadi karena responden tidak pernah memanfaatkan tumbuhan tersebut. Sebanyak 36,7 % dari responden berpendapat pernah

19 11

11

19 5

25

0 10 20 30

Tidak pernah Pernah memanfaatkan Tidak tahu Tahu manfaat Tidak tahu Tahu spesies tumbuhan

Jumlah responden

P

en

g

etah

u


(28)

memanfaatkan tumbuhan dari dalam Tahura untuk kegunaan pangan dan obat sedangkan sisanya yaitu 63,3% responden tidak pernah memanfaatkan. Masyarakat yang berpendapat pernah memanfaatkan pada umumnya hanya pernah satu kali atau sesekali selama hidupnya memanfaatkan tumbuhan dari kawasan Tahura. Bagian yang diambil masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai pangan dan obat secara keseluruhan hanya bagian daun atau buah.

Interaksi masyarakat sekitar dengan tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan Tahura Pancoran Mas masih cukup rendah. Hal ini terlihat dari jumlah spesies tumbuhan yang pernah dimanfaatkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah spesies tumbuhan berguna yang teridentifikasi melalui analisis vegetasi (Gambar 8). Spesies tumbuhan yang pernah dimanfaatkan masyarakat adalah mangga (Mangifera indica), cabai (Capsicum annum), rambutan (Nephelium lappaceum), jengkol (Archidendron jiringa), bacang (Mangifera foetida), miana (Coleus atropurpureus), bambu (Gigantochloa apus) dan alpukat (Persea Americana)

Gambar 8 Perbandingan jumlah spesies tumbuhan berguna yang teridentifikasi dengan jumlah spesies yang pernah dimanfaatkan masyarakat.

Kamakaula (2004) menyebutkan bahwa semakin intensif suatu masyarakat memanfaatkan hasil dari kawasan hutan sesuai dengan daya dukungnya maka interaksinya semakin tinggi. Interaksi antara masyarakat sekitar Tahura Pancoran Mas dengan tumbuhan yang ada di dalam kawasan tergolong rendah. Masyarakat tidak lagi bergantung pada sumberdaya alam yang ada di hutan dan sekitarnya karena hampir seluruh kebutuhan hidupnya sudah tersedia di pertokoan dan berbagai fasilitas kota yang dapat diakses dengan sangat mudah.

0 20 40 60 80

Jumlah spesies tumbuhan

8

67

Spesies dimanfaatkan masyarakat


(29)

5.2.4 Pemanfaatan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan

Tumbuhan pangan seperti jambu air, singkong, cabai, pepaya, dan pisang memang sengaja ditanam oleh warga di pinggir Tahura. Menurut warga, penanaman singkong dan tanaman pangan lainnya dilakukan di lahan yang memang tidak ada pepohonannya dan menurut warga sangat disayangkan jika lahan tersebut tidak dimanfaatkan. Warga juga meletakkan kandang peliharaan ternak dan kolam-kolam untuk memelihara ikan selain berkebun di dalam kawasan (Gambar 9).

Gambar 9 Pemanfaatan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan Tahura: (a) Jalan setapak yang dibuat warga di kebun singkong dalam kawasan, (b) Kandang ternak unggas milik warga, (c) Kolam ikan milik warga.

Hasil dari kebun dan ternak ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari saja bukan untuk dijual. Letak dari kebun, kandang ternak, dan kolam ikan ini tidak jauh dari pagar kawasan atau di sisi pinggir kawasan tepatnya di sebelah utara-barat Tahura. Aktivitas pemanfaatan lahan di dalam kawasan Tahura perlu diperhatikan oleh pihak pengelola terutama untuk mengantisipasi potensi konflik atau permasalahan terkait penggunaan lahan dan status kawasan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.

(b) (a)


(30)

5.2.5 Harapan masyarakat terhadap pengelolaan Tahura

Harapan masyarakat terhadap pengelolaan Tahura dan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya cukup tinggi. Pada umumnya responden berharap adanya pengelolaan yang lebih intensif dari pemerintah Kota Depok agar kondisi di dalam kawasan lebih rapi dan tertata sehingga dapat menambah nilai estetika mengingat letaknya ditengah-tengah perumahan warga.

Masyarakat juga berharap keberadaan Tahura dapat memberikan manfaat lebih bagi kehidupan masyarakat di sekitar. Usulan untuk menjadikan Tahura sebagai arboretum atau taman botani juga diungkapkan oleh beberapa responden. Selain itu, pembuatan jogging track atau jalan setapak di dalam Tahura juga diusulkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk lebih mengetahui kondisi di dalam Tahura dan menikmati suasana serta keasrian di dalam kawasan.

5.3 Komposisi vegetasi di Tahura Pancoran Mas

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa komposisi vegetasi di Tahura Pancoran Mas teridentifikasi 83 spesies yang termasuk kedalam 43 famili. Terdapat 27 spesies pada tingkat pertumbuhan pohon, 23 spesies tingkat pertumbuhan tiang, 12 spesies tingkat pertumbuhan pancang, dan semai. Sedangkan untuk tumbuhan bawah sebanyak 30 spesies dan liana sebanyak 4 spesies.

Tumbuhan bawah yang teridentifikasi di kawasan Tahura sebanyak 30 spesies. Beberapa spesies yang memiliki INP tertinggi diantaranya adalah

Dioscorea aculeata (19,43%), Selaginella doederleinii (17,51%), dan Leea indica

(17,01%). Lima spesies tumbuhan bawah dengan INP tertinggi selengkapnya pada Tabel 6.

Tabel 6 Rekapitulasi INP tertinggi spesies tumbuhan bawah di Tahura Pancoran Mas

No Habitus Spesies tumbuhan INP (%)

1 Tumbuhan bawah Dioscorea aculeata 19,43

Selaginella doederleinii 17,51

Leea indica 17,01

Ageratum conyzoides 16,36

Jacquemontia panniculata 15,71

Tumbuhan liana didominansi oleh jenis areuy bayur (Spatholobus littoralis) dengan INP sebesar 93,54%. Tumbuhan dengan habitus liana hanya


(31)

ditemukan sebanyak 4 spesies di kawasan Tahura Pancoran Mas seperti yang terdapat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Rekapitulasi INP tertinggi spesies tumbuhan liana di Tahura Pancoran Mas

No Habitus Spesies tumbuhan INP (%)

1 Liana Spatholobus littoralis 93,54

Calamus sp. 74,27

Agelaea macrophylla 22,32

Fibraurea tinctoria 9,88

Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada tingkat pertumbuhan semai dimiliki oleh spesies Melicope lunu-ankeda (56,58%), selanjutnya huru (Macaranga rhizinoides) dan mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) memiliki nilai INP masing-masing 17,32%. Nilai INP tertinggi pada tingkat pertumbuhan pancang dimiliki oleh spesies Grewia acuminata (31,52%) dan untuk tingkat tiang didominansi oleh spesies Macaranga rhizinoides (48,86%). Tabel 8 Rekapitulasi INP tertinggi spesies pada tiap tingkat pertumbuhan pohon

di Tahura Pancoran Mas

No Tingkat pertumbuhan Spesies tumbuhan INP (%)

1 Semai Melicope lunu-ankeda 56,58

Spathodea campanulata 34,51

Macaranga rhizinoides 17,32

Swietenia macrophylla 17,32

Grewia acuminata 14,88

2 Pancang Grewia acuminata 31,52

Swietenia macrophylla 26,97

Mallotus phillipinensis 24,85

Durio zibethinus 22,42

Arthocarpus elastica 15,76

3 Tiang Macaranga rhizinoides 48,86

Spathodea campanulta 29,19

Cecropia peltata 23,28

Grewia acuminata 16,55

Hibiscus tiliaceus 14,94

4 Pohon Arthocarpus elastica 56,52

Cecropia peltata 36,49

Melicope lunu-ankeda 22,68

Mallotus philippinensis 20,40

Spathodea campanulata 17,80

Pada tingkat pertumbuhan pohon terdapat spesies Artocarpus elastica

(benda), spesies ini sangat mendominansi di kawasan Tahura Pancoran Mas. Spesies lainnya yang mendominansi adalah Cecropia peltata yang disebut sebagai tumbuhan walisongo oleh penduduk setempat sebesar 36,94% dan Melicope lunu-ankeda sebesar 22,68%.


(32)

Hampir di tiap tingkat pertumbuhan yang teridentifikasi di kawasan Tahura Pancoran Mas terdapat spesies dari marga Macaranga dan Mallotus. Spesies tersebut diantaranya Macaranga rhizinoides, Macaranga tanarius, dan

Mallotus philippinensis. Menurut Slik et al. (2003), spesies dari marga Macaranga lebih banyak terdapat pada habitat yang lebih terganggu dibandingkan dengan spesies dari marga Mallotus.

Spesies dari kedua marga tersebut dapat dijadikan indikator kerusakan/gangguan yang terjadi dalam suatu habitat. Bahkan beberapa spesies seperti Macaranga trichocarpa, Mallotus macrostachyus, Macaranga tanarius, dan Mallotus paniculatus dapat dikelompokkan sebagai pionir yang hidup di habitat dengan gangguan tinggi di hutan dataran rendah Kalimantan Timur. Hal ini disebutkan dalam penelitian Mirmanto (2011) di Pulau Moti, yang menjelaskan bahwa Mallotus philippinensis dan Macaranga tanarius masih dominan terutama pada daerah terbuka. Keberadaan spesies tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi gangguan atau kerusakan di kawasan Tahura Pancoran Mas. Kondisi vegetasi yang cukup terbuka juga dapat menjadi penyebab tumbuhnya spesies pionir seperti Macaranga tanarius dan Mallotus philippinensis.

Selain keberadaan dari spesies pionir tersebut, gangguan habitat juga ditunjukkan melalui tumbuhan merambat dan tumbuhan bawah yang sangat subur. Persaingan antar spesies bisa saja terjadi seperti pada Gambar 10.

Gambar 10 Dominansi tumbuhan merambat: (a) Tumbuhan merambat yang sangat subur dan (b) Pohon yang tertutupi oleh tumbuhan merambat.

Keadaan tersebut cukup mengkhawatirkan terutama bagi pertumbuhan pepohonan di dalam kawasan Tahura Pancoran Mas. Balai Lingkungan Hidup


(33)

Kota Depok mengantisipasi hal ini dengan cara menugaskan dua orang warga untuk membersihkan tumbuhan bawah dan tumbuhan merambat di dalam kawasan secara rutin. Namun sepertinya cara tersebut masih kurang efektif, karena pada saat penelitian masih ditemukan beberapa pohon yang sudah dirambati hingga bagian tajuknya tidak terlihat lagi.

5.4 Potensi Tumbuhan Berguna di Tahura Pancoran Mas

Berdasarkan hasil analisis vegetasi di kawasan Tahura Pancoran Mas teridentifikasi 67 spesies dan 39 famili tumbuhan berguna. Jika dilihat dari segi presentase, maka spesies tumbuhan berguna sebanyak 80,7% dari keseluruhan spesies yang ditemukan pada petak contoh seluas 2 ha.

5.4.1 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan famili

Keanekaragaman tumbuhan berguna yang terdapat di kawasan Tahura Pancoran Mas terdiri 67 spesies dari 39 famili. Pada Gambar 11, didapat 9 famili yang memiliki jumlah spesies lebih dari 2 spesies.

Gambar 11 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili.

Famili Araceae dan Fabaceae merupakan famili yang memiliki jumlah spesies tumbuhan berguna terbanyak. Sebagian besar spesies dalam famili

Araceae terdapat dalam kelompok kegunaan tumbuhan hias sedangkan famili

Fabaceae menyebar di beberapa kelompok kegunaan.

5.4.2 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan habitus

Berdasarkan hasil analisis vegetasi didapat 6 kelompok habitus yaitu pohon, herba, perdu, semak, liana, dan bambu. Kelompok habitus pohon, herba,

0 2 4 6

Araceae Fabaceae Arecaceae Euphorbiaceae Moraceae Anacardiaceae Lauraceae Meliaceae Rubiaceae 6 6 5 5 5 4 3 3 3 Jumlah spesies Fam ili


(34)

dan semak merupakan tiga kelompok habitus yang memiliki persen habitus tertinggi yaitu masing-masing 51,8%, 20,5%, dan 12,0% (Gambar 12). Persen habitus menunjukkan kelompok habitus yang paling dominan di suatu habitat.

Gambar 12 Persen habitus tumbuhan berguna.

Jumlah spesies dengan habitus pohon mendominansi, ditemukan 43 spesies pohon dalam analisis vegetasi di Tahura pancoran Mas. Kelompok habitus herba 17 spesies, semak 10 spesies, perdu 8 spesies, liana 4 spesies dan bambu 1 spesies.

5.4.3 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan kelompok kegunaan

Spesies tumbuhan berguna hasil analisis vegetasi dikelompokkan kedalam 10 kelompok kegunaan yakni tumbuhan obat, hias, penghasil pangan, penghasil pakan ternak, pewarna alami, penghasil bahan bangunan, anyaman, kerajinan dan tali, penghasil kayu bakar, penghasil pestisida nabati, dan kegunaan lainnya. Jumlah total spesies tumbuhan berguna yang ditemukan sebanyak 67 spesies dari 39 famili (Tabel 9).

Tabel 9 Jumlah spesies dan famili masing-masing kelompok kegunaan tumbuhan

No Kelompok kegunaan tumbuhan Jumlah Persentase(%) Spesies Famili

1 Obat 43 33 51,8

2 Hias 9 7 10,8

3 Pangan 23 17 27,7

4 Pakan ternak 3 1 3,6

5 Pewarna alami 7 7 8,4

6 Bahan bangunan 14 9 16,8

7 Anyaman, kerajinan tangan dan tali 4 4 4,8

8 Kayu bakar 7 6 8,4

9 Pestisida nabati 1 1 1,2

10 Lainnya 5 5 6,0

Persen tumbuhan berguna menunjukkan dominansi kelompok tumbuhan berguna tertentu dalam suatu habitat. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa

0 20 40 60

Pohon Herba Semak Perdu Liana Bambu 51,8

20,5

12,0 9,6

4,8 1,2

P er sen h ab itu s (%) Habitus


(35)

kelompok kegunaan tumbuhan obat memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 43 spesies tumbuhan dari 33 famili atau sebanyak 51,8%, sedangkan dalam kelompok kegunaan penghasil pestisida nabati hanya ditemukan 1 spesies tumbuhan dengan persentase sebesar 1,2% dari seluruh spesies tumbuhan yang ditemukan.

5.4.3.1 Tumbuhan obat

Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung oleh keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai tipe ekosistem. Salah satu aktivitas tersebut adalah penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku obat (Rahayu et al. 2006). Pemanfaatan secara luas tumbuhan sebagai bahan baku obat mendorong berbagai penelitian mengenai zat yang terkandung di dalam tanaman, khasiat serta cara dan dosis penggunaannya. Di Indonesia, pengobatan dengan menggunakan tumbuhan alami sebagai bahan utamanya sedang berkembang pesat sebagai alternatif dari pengobatan secara medis.

Kelompok kegunaan tumbuhan obat yang teridentifikasi di Tahura Pancoran Mas memiliki jumlah spesies yang paling banyak. Hal ini dapat terjadi dikarenakan sudah banyak dan luasnya penelitian mengenai tumbuhan obat. Selain itu, potensi tumbuhan obat di berbagai wilayah di Indonesia sudah banyak digali dan didokumentasi melalui inventarisasi tumbuhan maupun penelitian etnobotani sehingga memudahkan dalam proses identifikasi dibandingkan dengan kelompok kegunaan lainnya.

Potensi spesies tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Tahura Pancoran Mas ditemukan sebanyak 43 spesies dari 33 famili. Habitus tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan adalah berturut-turut dari kelompok habitus pohon, semak dan herba (Gambar 13).


(36)

Gambar 13 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan habitus.

Berbagai spesies tumbuhan obat yang ditemukan di Tahura Pancoran Mas pada umumnya berkhasiat sebagai obat pencernaan, luka, demam, dan ginjal. Beberapa spesies yang ditemukan diantaranya adalah areuy gember (Fibraurea tinctoria) dan miana (Coleus atropurpureus) pada Tabel 10 dan Gambar 14. Tabel 10 Beberapa khasiat tumbuhan obat di Tahura Pancoran Mas

No Nama ilmiah Nama lokal Famili Khasiat

1 Alstonia scholaris Pulai Apocynaceae Demam, tekanan darah tinggi

2 Coleus atropurpureus Miana Lamiaceae Demam, bisul, kencing manis, keputihan

3 Fibraurea tinctoria Areuy gember Menispermaceae Sakit kuning

4 Hibiscus tiliaceus Waru lengis Malvaceae Diare, batuk, sakit tenggorokan, TBC

5 Persea americana Alpukat Lauraceae Batu ginjal, rematik

Sumber: Zuhud et al. (2003) dan Rudjiman et al. (2003)

Areuy gember memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit kuning dan penyakit dalam, sedangkan miana dikenal luas oleh masyarakat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit demam, bisul, keputihan, dan sebagainya. Khasiat dari berbagai spesies di dalam kawasan Tahura Pancoran Mas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 14 Beberapa spesies tumbuhan obat: (a) Akar areuy gember (Fibraurea tinctoria), dan (b) daun miana (Coleus atropurpureus).

0 5 10 15 20

Pohon Semak Herba Perdu Liana Bambu 17

9

7 6

3

1

Ju

m

lah

Habitus


(37)

Hingga saat ini pengetahuan masyarakat mengenai spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya di kawasan Tahura masih sangat minim. Adanya potensi tumbuhan obat yang cukup besar di Tahura Pancoran Mas dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya baik untuk pengobatan, sumber bibit, maupun ilmu pengetahuan.

5.4.3.2 Tumbuhan hias

Jumlah spesies tumbuhan hias yang ditemukan di kawasan Tahura Pancoran Mas sebanyak 9 spesies yang terdiri dari 6 famili (Tabel 11). Famili

Araceae cukup dominan karena memiliki 3 spesies tumbuhan hias di dalamnya (Gambar 15).

Tabel 11 Daftar famili spesies tumbuhan hias di Tahura Pancoran Mas

No. Nama ilmiah Nama lokal Famili

1 Caladium hortulanum Keladi Araceae

2 Ciccus discolor Irah-irahan Rosaceae

3 Coleus atropurpureus Miana Lamiaceae

4 Colocasia esculenta Talas Araceae

5 Dieffenbachia picta - Araceae

6 Impatiens balsamina Pacar air Balsaminaceae

7 Ixora sp. Kembang soka Rubiaceae

8 Spathodea campanulata Spathodea Bignonaceae 9 Syngonium podophyllum Syngonium Araceae

Secara umum tanaman hias dikelompokkan menjadi dua yaitu tanaman hias daun dan tanaman hias bunga. Tanaman hias daun merupakan tanaman hias yang memiliki bentuk dan warna daun yang unik, sedangkan tanaman hias bunga memiliki daya tarik pada bentuk, warna, dan aroma bunganya (Ratnasari 2007).

Gambar 15 Beberapa spesies tumbuhan hias: (a) Dieffenbachia picta, (b)

Syngonium podophyllum, dan (c) Caladium hortulanum.

Famili Araceae merupakan suku talas-talasan yang beberapa spesiesnya dapat dimanfaatkan umbinya. Keunikan serta corak warna daun beberapa spesies

(b)


(38)

dari famili ini telah banyak dimanfaatkan untuk memperindah taman dan halaman rumah sebagai tanaman hias.

5.4.3.3 Tumbuhan penghasil pangan

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi manusia (PP No.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan). Sumber hayati yang dimaksudkan adalah keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang dapat dijadikan sumber protein, karbohidrat, lemak, mineral dan sebagainya. Sumber pangan dari keanekaragaman hayati sangat banyak ditemukan di dalam hutan, begitu juga di dalam kawasan Tahura Pancoran Mas.

Potensi tumbuhan penghasil pangan melalui analisis vegetasi secara keseluruhan teridentifikasi 23 spesies dari 17 famili (Gambar 16). Famili yang mendominansi tumbuhan penghasil pangan di kawasan ini adalah famili

Moraceae dan Anacardiaceae. Masing-masing famili tersebut memiliki 3 spesies tumbuhan penghasil pangan yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 16 Jumlah spesies tumbuhan penghasil pangan berdasarkan famili.

3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 2

0 2 4

Anacardiaceae Arecaceae Bombacaceae Cacricaceae Cecropiaceae Dioscoreaceae Euphorbiaceae Fabaceae Gnetaceae Lauraceae Malvaceae Meliaceae Moraceae Oxalidaceae Sapindaceae Schizaeaceae Solanaceae Jumlah spesies Fam ili


(39)

Spesies penghasil pangan di Tahura Pancoran Mas pada umumnya berpotensi sebagai penghasil buah seperti misalnya mangga (Mangifera indica), kecapi (Sandoricum koetjape), nangka (Arthocarpus heterophyllus), durian (Durio zibethinus), dan belimbing (Averrhoa carambola). Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan lainnya yang ditemukan diantaranya terdapat dalam Tabel 12. Tabel 12 Daftar spesies tumbuhan penghasil pangan di Tahura Pancoran Mas

No. Nama ilmiah Nama lokal Famili

1 Archidendron jiringa Jengkol Fabaceae

2 Averrhoa carambola Belimbing Oxalidaceae

3 Gnetum gnemon Melinjo Gnetaceae

4 Mangifera similis Mangga Anacardiaceae

5 Solanum torvum Takokak Solanaceae

Salah satu tumbuhan penghasil pangan yang terdapat di dalam kawasan adalah belimbing (Averrhoa carambola) yang juga merupakan buah maskot Kota Depok. Belimbing sudah dibudidayakan di beberapa wilayah di Kota Depok. Spesies belimbing yang menjadi ikon Kota Depok dikenal dengan sebutan belimbing dewa.

5.4.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Menurut Manetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004), pakan ternak adalah tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Tumbuhan penghasil pakan ternak yang ditemukan di Tahura Pancoran Mas seluruhnya berasal dari famili Moraceae.

Spesies yang teridentifikasi dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu

Arthocarpus heterophyllus (nangka), Arthocarpus altilis (sukun) dan Arthocarpus elastica (benda). Bagian yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dari spesies-spesies tumbuhan tersebut adalah bagian daunnya. Daun nangka sudah sangat umum dimanfaatkan sebagai pakan untuk hewan ternak seperti kambing, kerbau, maupun sapi (Gambar 17).


(40)

5.4.3.5 Tumbuhan penghasil pewarna alami

Spesies tumbuhan yang bermanfaat sebagai pewarna alami yang ditemukan di Tahura Pancoran Mas terdiri dari 7 spesies yang berasal dari 6 famili berbeda (Tabel 13). Pemanfaatan tumbuhan sebagai pewarna alami sudah lama dilakukan di Indonesia. Heyne (1987) dalam bukunya menyebutkan beberapa jenis tumbuhan seperti Macaranga tanarius dan Terminalia Bellirica dapat digunakan sebagai pewarna alami.

Tabel 13 Daftar spesies tumbuhan pewarna alami di Tahura Pancoran Mas

No Nama ilmiah Nama lokal Manfaat

1 Arenga pinnata Aren Pewarna makanan

2 Archidendron jiringa Jengkol Pewarna hitam bahan anyaman 3 Arthocarpus heterophyllus Nangka Pewarna hijau muda

4 Capsicum anuum Cabai Pewarna makanan

5 Macaranga tanarius Makaranga Pewarna hitam bahan anyaman

6 Mangifera indica Mangga Pewarna kain

7 Terminalia bellirica Jaha kebo Pewarna alami dan penyamak

Sumber: Heyne (1987) dan Lemmens dan Soetjipto (1999).

Daun dari spesies tumbuhan Macaranga tanarius (makaranga) dapat digunakan untuk pewarna hitam pada bahan anyaman (Heyne 1987). Sedangkan spesies Mangifera indica (mangga) dalam Lemmens dan Soetjipto (1999) disebutkan dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam pewarnaan kain.

5.4.3.6 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Potensi tumbuhan penghasil bahan bangunan yang ada di kawasan Tahura Pancoran Mas cukup besar yaitu sebanyak 14 spesies dari 9 famili (Lampiran 7). Beberapa spesies seperti Alstonia scholaris, Macaranga sp.,Sandoricum koetjape, dan Arthocarpus elastica termasuk ke dalam kelompok komersial (Lemmens et al. 2002). Bagian tumbuhan yang umum digunakan sebagai bahan bangunan adalah batang. Batang kayu dapat digunakan untuk konstruksi atap, kerangka bangunan, tiang pondasi, pintu, jendela, dan lainnya. Beberapa spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14 Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan di Tahura Pancoran Mas

No Nama ilmiah Nama lokal Famili

1 Acacia mangium Akasia Fabaceae

2 Sandoricum koetjape Kecapi Meliaceae

3 Swietenia macrophylla Mahoni daun lebar Meliaceae

4 Vitex quinata Kalipapa Verbenaceae


(41)

Satu-satunya cara untuk memanfaatkan potensi ini adalah melalui penebangan. Meskipun pemanenan berupa penebangan di kawasan konservasi seperti Tahura tidak diperbolehkan namun penggalian potensi ini tetap diperlukan baik untuk informasi bagi pendidikan dan penelitian maupun sumber bibit bagi keperluan budidaya tanaman.

5.4.3.7 Tumbuhan penghasil anyaman, tali dan kerajinan tangan

Anyaman dan kerajinan tangan yang berbahan dasar tumbuhan dikenal di berbagai suku di Indonesia. Beberapa spesies yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan anyaman, tali dan kerajinan tangan yang ditemukan di Tahura Pancoran Mas sebanyak empat spesies yaitu langkap (Arenga obtusifolia), paku hata (Lygodium circinatum), bambu tali (Gigantochloa apus) dan Tetracera indica. Bambu tali (Gigantochloa apus) merupakan salah satu spesies yang sudah umum digunakan oleh masyarakat (Gambar 18).

Gambar 18 Bambu tali (Gigantochloa apus).

Bambu tali banyak digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan berbagai anyaman untuk peralatan rumahtangga dan tali. Di wilayah Jawa Barat pemanfaatan bambu khususnya bambu tali sudah sangat umum. Gubuk yang terbuat dari bambu khas Jawa Barat biasa disebut saung sangat mudah ditemukan bahkan di perkotaan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang memanfaatkan bambu tali dengan cara dianyam dan digunakan sebagai dinding rumah atau bilik (Handayani 2010).

5.4.3.8 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Berdasarkan hasil analisis vegetasi didapat sebanyak 7 spesies dari 6 famili yang berpotensi untuk digunakan sebagai kayu bakar (Tabel 15). Seorang


(42)

pengumpul ranting ditemukan saat penelitian di Tahura Pancoran Mas. Ranting yang telah dikumpulkan digunakan untuk keperluan memasak dan sebagian dijual. Tabel 15 Daftar spesies tumbuhan penghasil kayu bakar di Tahura Pancoran Mas

No Nama Ilmiah Nama lokal Famili

1 Acacia mangium Akasia Fabaceae

3 Cinnamomum iners Ki teja Lauraceae

2 Gigantochloa apus Bambu tali Poaceae

4 Gnetum gnemon Melinjo Gnetaceae

5 Hibiscus tiliaceus Waru lengis Malvaceae

6 Litsea umbellata Kayu malau Lauraceae

7 Swietenia macrophylla Mahoni daun lebar Meliaceae

Tidak kurang dari 1.5 milyar manusia di negara berkembang memenuhi 90% kebutuhan energi dengan memanfaatkan kayu dan arang. Di Indonesia, kayu bakar biasa digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak maupun gas untuk keperluan memasak atau pun penghasil energi panas lainnya (National Academy of Sciences 1980). Hal tersebut tidak hanya terjadi di desa-desa atau masyarakat sekitar hutan, di perkotaan pun masih banyak pemanfaatan kayu bakar untuk berbagai keperluan bahkan industri-industri rumahan masih banyak yang memanfaatkan kayu bakar dalam proses produksinya.

5.4.3.9 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati menurut Wiratno (2010) merupakan pestisida yang menggunakan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan bakunya, beberapa senyawa sekunder tersebut diantaranya eugenol, azadirachtin, geraniol, sitronelol, dan tanin. Potensi spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida alami hanya ditemukan satu spesies di Tahura Pancoran Mas, yaitu pepaya (Carica papaya).

Konno et al. (2004) menyebutkan bahwa enzim yang terkandung di dalam getah pepaya adalah kelompok enzim sistein protease seperti papain, ficin, bromelain dan lain sebagainya yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Pada umumnya daun pepaya adalah bagian yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku dalam pembuatan pestisida nabati atau biopestisida.

5.4.3.10 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya

Kegunaan lain yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manfaat tumbuhan berguna selain sebagai tumbuhan obat, tumbuhan pangan, tumbuhan


(43)

hias, penghasil pakan ternak, pewarna alami, penghasil bahan bangunan, penghasil anyaman, tali dan kerajinan tangan, penghasil kayu bakar, aromatik, keperluan adat, ritual keagamaan serta penghasil pestisida nabati. Terdapat sebanyak lima spesies tumbuhan yang memiliki kegunaan lain seperti yang tersaji dalam Tabel 16.

Tabel 16 Daftar spesies tumbuhan kegunaan lainnya

No Nama ilmiah Nama lokal Kegunaan

1 Arthocarpus elastica Benda/Terap Lem perekat burung 2 Elaeis guineensis Sawit Bahan bakar nabati

3 Gnetum gnemon Melinjo Bahan serat

4 Macaranga tanarius Makaranga Lem

5 Persea americana Alpukat Bahan kosmetik

Sumber: www.prosea.org.

Spesies tumbuhan yang bermanfaat untuk kegunaan lainnya ditemukan di Tahura Pancoran Mas. Kegunaan tersebut antara lain sebagai bahan pembuatan lem perekat alami, bahan bakar nabati, bahan serat pakaian, dan bahan kosmetik. Makaranga (Macaranga tanarius) memiliki getah yang cukup baik untuk digunakan sebagai lem perekat terutama untuk alat musik. Pemanfaatan ini sudah umum dilakukan di Indonesia dan Filipina (www.prosea.org).


(44)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Interaksi dan pengetahuan masyarakat terhadap tumbuhan yang ada di Tahura cukup rendah. Sebanyak 63,7% responden tidak pernah memanfaatkan spesies tumbuhan yang ada di kawasan Tahura.

2. Teridentifikasi sebanyak 83 spesies dari 43 famili yang ditemukan di kawasan Tahura Pancoran Mas. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang, dan semai masing-masing dimiliki oleh spesies Arthocarpus elastica (56,52%), Macaranga rhizinoides (48,86%),

Grewia acuminata (31,52%), dan Melicope lunuankeda (56,58%). Tumbuhan bawah didominansi oleh spesies Dioscorea aculeata (19,43%) dan liana didominansi spesies Spatholobus littoralis (93,54%).

3. Teridentifikasi sebanyak 67 spesies dari 39 famili tumbuhan berguna. Kelompok kegunaan tumbuhan obat memiliki spesies terbanyak yaitu 43 spesies dan 33 famili dengan persen tumbuhan berguna sebesar 51,8%.

6.2 Saran

1. Pengenalan fungsi dan manfaat kawasan untuk menambah pengetahuan masyarakat serta himbauan untuk menjaga kebersihan kawasan Tahura Pancoran Mas perlu ditingkatkan.

2. Perlu adanya tindakan pengelolaan untuk mengurangi tumbuhan merambat yang sangat subur dan dikhawatirkan menghambat pertumbuhan pohon beserta permudaannya.

3. Pemantauan terhadap pemanfaatan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan untuk menghindari konflik di masa yang akan datang.

4. Pengembangan kawasan Tahura serta penanaman tumbuhan koleksi perlu segera dilakukan agar keberadaan Tahura Pancoran Mas dapat dinilai penting dan lebih dikenal khususnya oleh masyarakat Depok sehingga dapat menjadi salah satu ikon Kota Depok.


(45)

INTERAKSI MASYARAKAT DAN POTENSI TUMBUHAN

BERGUNA DI TAMAN HUTAN RAYA PANCORAN MAS

DEPOK

DINAR DARA TRI PUSPITA PURBASARI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anggana AF. 2010. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Arafah. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. Diakses dari www.deptan.go.id/tanaman hias

[8 Mei 2011].

Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. 2006. Laporan Draft Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Pancoran Mas-Depok. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

[DITJEN PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Diakses dari www.ditjenphka.go.id [8 Mei 2011].

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh: Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Handayani A. 2010. Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hasairin A. 1994. Etnobotani Rempah dalam Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandailing [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan Yayasan Wana Jaya.

Hidayat S. 2009. Kajian Etnobotani Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi


(1)

Lampiran 16 Daftar Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan bawah di Tahura Pancoran Mas.

No Nama ilmiah Nama lokal Habitus ∑ind ∑petak K KR F FR INP (%)

1 Acalyphae australis L. Anting-anting Herba 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 2 Ageratum conyzoides L. Babadotan Herba 15 9 750 6,58 0,18 9,78 16,36 3 Amorphophallus campanulatus BI. Suweg, ileus Herba 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 4 Ardisia crispa A. DC. Mata ayam Semak 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 5 Caladium hortulanum Birdsey. Keladi Herba 2 1 100 0,88 0,02 1,09 1,96 6 Chasaclia curviflora Thw. - Perdu 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 7 Ciccus discolor Bl. Irah-irahan Herba 20 1 1000 8,77 0,02 1,09 9,86 8 Clerodendrum villosum Blume - Semak 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 9 Coleus atropurpureus Benth. Miana Herba 4 2 200 1,75 0,04 2,17 3,93 10 Colocasia esculenta L.Schott. Talas Herba 9 2 450 3,95 0,04 2,17 6,12 11 Dieffenbachia picta Schott Sri rejeki Herba 2 1 100 0,88 0,02 1,09 1,96 12 Dioscorea aculeata L. Gembili Herba 22 9 1100 9,65 0,18 9,78 19,43 13 Dioscorea bulbifera L. - Herba 11 3 550 4,82 0,06 3,26 8,09 14 Impatiens balsamina L. Pacar air Herba 2 2 100 0,88 0,04 2,17 3,05 15 Ipomea triloba L. - Herba 15 7 750 6,58 0,14 7,61 14,19 16 Ixora coccinea L. Kembang

soka Perdu 3 1 150 1,32 0,02 1,09 2,40

17 Jacquemontia panniculata (Burmf) Hallier F. - Herba 16 8 800 7,02 0,16 8,70 15,71 18 Leea indica (Burm.f.) Merr. Girang Perdu 14 10 700 6,14 0,20 10,87 17,01 19 Lygodium circinatum (Burm.) Sw. Paku hata Semak 14 4 700 6,14 0,08 4,35 10,49 20 Mikania micrantha Kunth. Sembung

rambat Herba 8 1 400 3,51 0,02 1,09 4,60

21 Piper umbellatum L. - Semak 2 2 100 0,88 0,04 2,17 3,05 22 Psychotria viriiflora Reinw.ex Bl. Kadamba Semak 12 5 600 5,26 0,10 5,43 10,70 23 Rhapidophora pinnata (L) Schott. Lolo munding Semak 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 24 Rubus moluccanus L. Hareueus Perdu 7 1 350 3,07 0,02 1,09 4,16 25 Ruellia tuberosa L. Ceplikan Herba 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 26 Selaginella doederleinii Hieron. Cakar ayam Semak 30 4 1500 13,16 0,08 4,35 17,51 27 Solanum torvum Swartz. Takokak Perdu 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53


(2)

28 Stephania hernandifolia (Willd) Walp. Stephania Semak 1 1 50 0,44 0,02 1,09 1,53 29 Syngonium podophyllum Schott. Syngonium Herba 2 1 100 0,88 0,02 1,09 1,96 30 Tetracera indica Merr. Mempelas Perdu 9 9 450 3,95 0,18 9,78 13,73

TOTAL 228 50 11400 100 1,84 100 200

Lampiran 17 Daftar Indeks Nilai Penting (INP) liana di Tahura Pancoran Mas.

No. Nama ilmiah Nama lokal ∑ind ∑petak K KR F FR INP (%)

1 Agelaea macrophylla (Zoll.) Leenh. Areuy kokotokan 3 3 1,5 7,32 0,06 15 22,32 2 Calamus sp. Rotan 12 9 6 29,27 0,18 45 74,27 3 Fibraurea tinctoria Lour. Areuy gember 2 1 1 4,87 0,02 5 9,88 4 Spatholobus littoralis Hassk. Areuy bayur 24 7 12 58,54 0,14 35 93,54


(3)

Lampiran 18 Data responden.

No. Nama Jenis

kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan

Lama tinggal

1 Agus Sudarto L 40 SD Buruh >10 th 2 Ahmad juliansyah L 20 SMP Wirausaha >10 th 3 Ahmad jumari L 67 SMA Wirausaha >10 th 4 Aminah P 63 SMP Wirausaha >10 th 5 Bayu L 30 SMP Wirausaha >10 th 6 Choky L 38 D3 Wirausaha > 10 th 7 Erik L 40 SMP Jasa ojek >10 th 8 Hayati P 53 SD Ibu rumah tangga >10 th 9 Kenawati P 56 SD Ibu rumah tangga >10 th 10 Lin P 40 SMEA Ibu rumah tangga >10 th 11 Lina P 22 SMA Karyawan swasta 5-10 th 12 Miranti P 40 SMEA Wirausaha >10 th 13 Muryati P 31 SMP Ibu rumah tangga 5-10 th 14 Piping Arifin L 78 SMA Buruh >10 th 15 Rahmad Maulana L 21 SMP Jasa ojek >10 th 16 Rahmat L 41 SMP Wirausaha >10 th 17 Ruslan L 42 SMA Karyawan swasta >10 th 18 Salim L 61 STM Pensiun >10 th 19 Solihin L 51 SMEA Wirausaha >10 th 20 Sumarni P 55 SD Ibu rumah tangga >10 th 21 Suryati P 54 SD Ibu rumah tangga >10 th 22 Teguh L 55 STM Wirausaha >10 th 23 Tika P 30 SMA Wirausaha <5 th 24 Tugimin L 60 SD Wirausaha >10 th 25 Vita P 29 SMP Ibu rumah tangga 5-10 th 26 Wati P 30 TS Ibu rumah tangga >10 th 27 Wawantjatja L 59 SMP Buruh >10 th 28 Yani P 19 SMP Pramuniaga >10 th 29 Yulinda P 35 SMP Ibu rumah tangga >10 th 30 Yuni P 36 SMEA Ibu rumah tangga >10 th


(4)

Lampiran 19 Kuesioner wawancara.

LEMBAR KUESIONER INTERAKSI MASYARAKAT TERHADAP TAHURA PANCORAN MAS

A. Data Diri Responden

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Pendidikan : Pekerjaan :

B. Interaksi masyarakat terhadap TAHURA Pancoran Mas:

1. Berapa lama Anda sudah tinggal di daerah ini? a. Kurang dari 5 tahun

b. 5-10 tahun

c. Lebih dari 10 tahun

2. Pernahkah Anda masuk ke dalam kawasan TAHURA Pancoran Mas? a. Pernah (Lanjut ke nomor 3-4)

b. Tidak pernah (Lanjut ke nomor 5)

3. Seberapa sering Anda masuk ke dalam kawasan TAHURA? a. Jarang

b. Cukup sering c. Sering

4. Apa yang Anda lakukan di dalam kawasan TAHURA Pancoran Mas? a. Mengambil tumbuhan

b. Mengambil kayu bakar c. Menebang pohon

d. Lainnya,………

5. Tahukah Anda spesies tumbuhan apa saja yang ada di dalam TAHURA Pancoran Mas?

a. Tahu, sebutkan (jawaban boleh lebih dari satu)

……….. b. Tidak tahu


(5)

6. Tahukah Anda manfaat/kegunaan dari beberapa spesies tumbuhan di dalam TAHURA?

a. Ya, (jawaban boleh lebih dari satu) Nama

tumbuhan:………

Manfaat:………...

b. Tidak

7. Pernahkah Anda memanfaatkan spesies tumbuhan tersebut? a. Ya,

untuk……… b. Tidak

8. Menurut Anda, apakah keberadaan keanekaragaman hayati (tumbuhan dan satwa) di dalam TAHURA memiliki manfaat atau kegunaan tertentu dalam kehidupan sehari-hari?

a. Ya,

sebutkan……… b. Tidak

9. Jika diketahui bahwa tumbuhan di dalam TAHURA memiliki beberapa manfaat/kegunaan apakah Anda akan lebih menjaga kelestarian TAHURA Pancoran Mas?

a. Ya b. Tidak

10. Menurut Anda, apakah keberadaan TAHURA Pancoran Mas perlu dipertahankan?

a. Ya b. Tidak

11. Apakah harapan Anda terhadap pengelolaan tumbuhan di TAHURA Pancoran Mas?

……… ……… ………


(6)

SUMMARY

DINAR DARA TRI PUSPITA PURBASARI. Community Interaction and Potential of Useful Plants in Pancoran Mas Grand Forest Park, Depok. Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

Pancoran Mas Grand Forest Park (Tahura Pancoran Mas) originally was a Natural Reserve area that has been conserved since ± 300 years ago and it was the first Natural Reserve in Indonesia. Although its existence is very important in the history of conservation area in Indonesia, but the attention from the manager and the local community is still low.

This research aims to identify the community interaction in Tahura Pancoran Mas, composition of the vegetation and the potential useful plant species in Tahura Pancoran Mas. This research is expected to be a reference for the manager to the area development and information for people around Tahura. The methods used in this research consist of interview and vegetation analysis. Respondents are selected with purposive sampling method and the total 30 respondents interviewed. Line plot sampling method is used on vegetation analysis with total 2 ha sample area.

Interview result shows a total of 83.34% of respondents know the plant species that exist in Tahura but only 36.7% of those surveyed have ever utilized the plants. Based on vegetation analysis, there are 83 plants species and 43 families that were identified which the composition is 27 species of tree, 23 species of pole, 12 species of sapling, 12 species of seedling, 30 species of ground plants, and 4 species of liana. Important Value Index (Indeks Nilai Penting) analysis is done for every growth level. The highest percentage for tree growth level is Arthocarpus elastica (56.52%), Macaranga rhizinoides (48.86%) for pole,

Grewia acuminata (31.52%) for sapling, and Melicope lunuankeda (56.58%) for

seedling. Ground plants dominated by Dioscorea aculeata (19.43%) and liana dominated by Spatholobus littoralis (93.54%). Existence of tree species of the genus Macaranga and Mallotus in Tahura Pancoran Mas indicates that the habitat has been disturbed. Overall identified 67 species and 39 families of potential useful plants, and the medicinal use plants dominate as many as 43 species.

Conclusion of the research shows that plants utilization in Tahura is still low and there are potential plants in Tahura which can be utilized by community. Some suggestions that can be given are the introduction of function and benefit of Tahura to the community, more intensive management, and development of Tahura Pancoran Mas to improve community’s awareness and the area existence.