Lingkungan sosial-ekonomi Pendidikan Lingkungan sekitar Iklim dan topografi

25 sampai menjadi dewasa yang dapat menghasilkan telur sekitar 5 sampai 9 minggu. 5 Cacing A.duodenale dewasa betina menghasilkan 30 000 telur per hari, cacing N.americanus dewasa menghasilkan kurang dari 10 000 telur per hari. Cacing tambang ini merupakan jenis yang paling sulit dieliminasi di daerah yang miskin dan sanitasi buruk. 20

2.2. Faktor risiko infeksi kecacingan

Menurut teori H.L. Blum 1981, status kesehatan manusia ditentukan oleh 4 faktor utama yaitu lingkungan, gaya hidup, genetik dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor ini saling terkait dalam mempengaruhi status kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. 21

2.2.1. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor terpenting dalam menentukan status kesehatan manusia. 21

2.2.1.1. Lingkungan sosial-ekonomi

Faktor sosial-ekonomi memiliki pengaruh kuat terhadap status kesehatan. Kondisi sosial ekonomi berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan yang layak untuk tiap anggota keluarga. Sebuah studi di kabupaten Karo, Sumatera Utara melaporkan bahwa di daerah pegunungan, faktor sosial ekonomi berhubungan dengan terjadinya infeksi STH, namun berbeda dengan hasil studi yang didapat di daerah pantai, dimana tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara keluarga Universitas Sumatera Utara 26 pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus dengan infeksi STH. 22 Sebuah studi yang dilakukan pada Orang Asli di Malaysia melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antar pendapatan yang rendah dan yang tinggi dengan infeksi STH yang mana kemungkinan hal ini disebabkan karena mayoritas penduduknya lebih suka menggunakan sungai sebagai tempat defekasi. 23

2.2.1.2. Pendidikan

Pencegahan terhadap infeksi kecacingan ini membutuhkan pengetahuan dan pemahaman akan cara-cara penularan cacing. Pengetahuan ini bisa didapat melalui pendidikan di sekolah atau penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Peran orangtua sebagai pendidik pertama dalam kehidupan anak dianggap berperan dalam menentukan derajat kesehatan anak. Di kabupaten Karo, hanya pendidikan ayah yang berhubungan secara signifikan dengan prevalensi infeksi STH pada anak sekolah dasar, sementara di Cina pendidikan ibu yang memiliki hubungan dengan infeksi STH pada anak mereka. 9,22

2.2.1.3. Lingkungan sekitar

Sanitasi rumah dan sekolah memegang peran penting dalam transmisi cacing. Lantai rumah atau sekolah yang terbuat dari tanah atau bahan yang lembab mempermudah transmisi cacing. Lingkungan tercemar atau tidak sehat dapat diakibatkan kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan dan BAB tidak pada tempatnya. 23 Universitas Sumatera Utara 27

2.2.1.4. Iklim dan topografi

Iklim dan topografi merupakan penentu krusial dalam distribusi infeksi cacing. Kelembaban yang cukup, temperatur yang hangat, ketinggian area, jenis tanah, dan curah hujan esensial bagi perkembangan larva di tanah. Itu sebabnya STH terdistribusi luas di daerah tropis dan sub tropis, seperti Indonesia. 6 Daerah dengan curah hujan tinggi mempermudah transmisi ketiga STH. 24 Telur askaris berkembang baik di tanah liat yang pekat dan semakin dalam tanahnya, cacing akan semakin dapat bertahan hidup. Di tanah dengan suhu 20° sampai 30°C, telur menjadi matang dan infektif serta mengandung larva. Telur cacing askaris ini sedikit rentan terhadap cahaya matahari langsung. Telur askaris dan trikuris lebih keras dan lebih tahan terhadap cuaca kering. Sementara telur cacing tambang ditetaskan di tanah dan perkembangannnya baik pada suhu 23° sampai 33° C, kelembaban dan keteduhan yang cukup, telur menetas dalam waktu 24 sampai 48 jam dan mengeluarkan larva rhabditiform yang selanjutnya menjadi larva filariform. Tanah berpasir cocok untuk perkembangan telur dan larva serta migrasi larva tersebut. 19 Sebuah studi di Sumatera Utara mendapati bahwa tidak ada perbedaan intensitas infeksi STH antara anak yang tinggal di daerah pegunungan dan daerah pantai di Sumatera Utara. 25 Universitas Sumatera Utara 28

2.2.1.5. Air dan sanitasi