Telah disadari bahwa kapasitas lembaga rehabilitasi dengan inisiatif pemerintah tidak cukup untuk menangani tingkat kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu, pendekatan rehabilitasi hutan
dan lahan harus bergeser dari pendekatan terdahulu, yaitu menjadi lebih bersifat strategis, komprehensif, sesuai dengan keadaan setempat, melibatkan seluruh para pihak, mampu
memberdayakan ekonomi rakyat, serta menjamin keseimbangan lingkungan dan hidrologi daerah aliran sungai.
6.4. Strategi
1. Memaksimumkan dukungan dan komitmen politik terhadap rehabilitasi hutan dan lahan. 2. Membangun kembali dan meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui sosialisasi,
penyiapan mekanisme dan tata hubungan kerja, perumusan pedoman, penyiapan sumber dana, serta penyiapan sumber daya manusia.
3. Mengembangkan kemampuan penyediaan benih untuk setiap jenis pohon unggulan setempat yang memiliki nilai pasar atau manfaat yang baik.
4. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatif yang didasarkan atas prinsip-prinsip 1 masyarakat sebagai pelaku utama dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan manfaat, 2 masyarakat sebagai pengambil keputusan, 3 pemerintah sebagai pendamping, 4 kepastian hak dan
kewajiban semua pihak, 5 pendekatan didasarkan atas kelestarian fungsi dan manfaat hutan.
7. PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN HUTAN LINDUNG
7.1. Visi
Terwujudnya daya dukung yang optimal dari ekosistem DAS, yang mampu menyangga sistem kehidupan yang layak bagi para pemukimnya, baik di bagian hulu maupun di bagian hilirnya
7.2. Misi
Meningkatkan koordinasi antar-instansi yang menerapkan pendekatan DAS sebagai unit manajemen, dan menggalang komitmen agar pengelolaan sumberdaya alam lahan di masing-
masing wilayah administratif mengacu kepada perencanaan sumberdaya alam dengan satuan DAS, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan, perlindungan, dan
pengendalian lahan DAS.
7.3. Keadaan Saat Ini
Di Indonesia terdapat 472 daerah aliran sungai DAS utama yang seluruhnya bersifat lintas kabupaten dan 20 di antaranya bersifat lintas propinsi. Dengan sifatnya tersebut maka dalam
pengelolaan DAS diperlukan sistem yang arif dan bijaksana sehingga antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta antara wilayah hulu dan wilayah hilir, terdapat sinergi hak dan
kewajiban yang proporsional dan berkeadilan. Daerah aliran sungai yang secara alamiah merupakan satuan hidrologi dapat digunakan sebagai satuan pengelolaan sumberdaya alam
yang lestari dan berkeadilan, dan untuk itu diperlukan konsistensi satuan DAS baik dalam perencanaan, implementasi, maupun dalam pemantauan dan evaluasi.
Potensi konflik antara hulu dan hilir suatu DAS yang lintas kabupaten atau lintas propinsi merupakan hal yang penting untuk disikapi oleh para pihak berdasarkan penilaian yang obyektif,
terutama penilaian asas manfaat untung-rugi yang dilakukan secara bersama-sama terhadap daya dukung sumberdaya alam lahan, penggunaan lahan saat ini, dan rencana
penggunaannya. Mekanisme pengaturan kepentingan hulu dan hilir dalam suatu DAS perlu segera ditetapkan, dan demikian pula mekanisme sharing biaya pengelolaan DAS dari setiap
stakeholders.
7.4. Strategi
1. Mengembangkan komitmen dan koordinasi antar-instansi dan antar-pemerintah daerah untuk secara konsisten mengacu pada satuan DAS sebagai satuan dan
basispengelolaan lahan. 2. Mengembangkan kelembagaan termasuk mekanisme pengaturan kewenangan
pengelolaan DAS antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara kepentingan daerah hulu dan daerah hilir, dan penerapan sistem insentif-disinsentif.
3. Mengembangkan peran aktif masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya lahan secara bertanggung jawab dengan memperhatikan kepentingan publik; dalam hal ini,
pemerintah berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan regulator.
8.1. Visi