Studi Karakteristik Kitosanase Dari Isolat Bacillus Licheniformis Mb-2
SKRIPSI
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
EVANDA PUSPITA. F24103051. Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Maggy T. Suhartono
RINGKASAN
Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi kitin. Kitosanase merupakan enzim yang mendegradasi kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil. Enzim kitosanase dapat dihasilkan oleh bakteri, fungi, dan tanaman. Pada penelitian ini, Bacillus licheniformis MB-2 yang diperoleh dari Tompaso (Manado) digunakan sebagai mikroba penghasil enzim kitosanase. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian kitosanase dari isolat Bacillus lecheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair yang terdiri dari koloidal kitosan, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak kamir, bacto agar, dan casiton untuk mendapatkan kultur starter. Selanjutnya untuk produksi enzim kitosanase, kultur starter yang diperoleh diinokulasikan kedalam media yang sama dan difermentasi pada shaker waterbath selama 7 hari pada suhu 55°C dengan kecepatan 120 rpm. Supernatan bebas sel dari kitosanase diperoleh dengan cara sentrifugasi dingin selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya presipitasi dengan amonium sulfat 80% dilakukan terhadap supernatan bebas sel untuk mendapatkan crude enzyme (endapan protein). Enzim yang telah diendapkan selanjutnya dikarakterisasi suhu dan pH untuk mendapatkan suhu dan pH optimum crude enzyme. Sebelum dilakukan kromatografi, crude enzyme didialisis menggunakan kantong selofan yang dapat menahan molekul lebih dari 10.000 dalton sehingga garam-garam dan ion penggangu lainnya yang dapat menggangu kestabilan enzim dapat bermigrasi keluar membran.
Kromatografi filtrasi gel diawali dengan tahap pengembangan matriks (swelling) dengan melarutkan Sephadex G-100 kedalam air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirrer perlahan selama 30 menit dan didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin. Selanjutnya supernatan diganti dengan bufer fosfat 0.05 M pH 6. Matriks yang telah dikembangkan diaplikasikan kedalam kolom kemudian kolom diekuilibrasi dengan bufer yang sama dan sebanyak 2 ml endapan protein hasil presipitasi dimasukkan kedalam kolom diikuti dengan perhitungan laju aliran setiap 100 drop. Filtrasi gel dilakukan selama 25 jam dengan kecepatan elusi 0.22 ml/menit. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan enzim dan soluble kitosan sebagai substrat menggunakan teknik spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm dan pengukuran protein dengan metode bradford pada panjang gelombang 595 nm. Fraksi enzim hasil kromatografi yang menunjukkan adanya peak pada grafik kromatografi selanjutnya dikarakterisasi dan dilakukan analisis SDS-PAGE. Karakterisasi yang dilakukan yaitu penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Sedangkan analisis SDS-PAGE dilakukan untuk menentukkan berat molekul enzim.
(3)
diendapkan dengan amonium sulfat aktivitas enzim meningkat menjadi 1.087 U/ml, namun menurunkan aktivitas spesifik enzim menjadi 1.433 U/mg. Dialisis menurunkan aktivitas enzim menjadi 1.086 U/ml namun meningkatkan aktivitas spesifiknya menjadi 2.045 U/mg. Selanjutnya setelah melewati tahap kromatografi terjadi penurunan aktivitas enzim menjadi 1.049 U/ml dan peningkatan aktivitas spesifik yang cukup besar menjadi 32.284 U/mg. Peningkatan aktivitas spesifik setelah tahap kromatografi menyebabkan tingkat kemurnian enzim meningkat. Adapaun tingkat kemurnian enzim berturut-turut dari hasil presipitasi, dialisat dan hasil kromatografi filtrasi gel adalah 0.32, 0.45, dan 7.11 kali.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa crude enzyme optimum pada suhu 60 – 70oC dan optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 – 7. Sedangkan enzim hasil kromatografi optimum pada suhu 70 – 80oC dan optimum pada pH 6. Uji stabilitas enzim hasil kromatografi dilakukan pada suhu 80oC dan 90oC. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas relatif (sisa) enzim cukup stabil, dimana setelah melalui pemanasan selama 120 menit masih terdapat aktivitas relatif sebesar 59.61% (suhu 80oC) dan 58.53% (suhu 90oC). Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, stabilitas enzim pun dinyatakan dengan nilai k (konstanta deaktifasi), t1/2 (waktu paruh) dan energi aktifasi (Ea). Adapun nilai k untuk suhu 80oC dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1, sedangkan waktu paruhnya adalah 169.06 menit (suhu 80oC) dan 154.03 menit (suhu 90oC). Sehingga didapatkan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK). Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim hasil kromatografi cenderung lebih stabil. Aktivitas relatif setelah pemanasan selama 120 menit masih tersisa sebesar 91.94%, nilai k yang diperoleh adalah 0.0007 min-1 dan waktu paruhnya sebesar 990.21 menit.
Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan terdapat lima pita protein pada crude enzyme dan diperkirakan memiliki berat molekul 61.48, 48.53, 40.64, 28.49, dan 19.99 kDa. Sedangkan pada enzim murni terdapat dua pita protein dengan perkiraan berat molekul yaitu 24.15 dan 17.85 kDa.
(4)
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
(5)
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1985 Di Jakarta
Tanggal lulus: 08 Agustus 2007
Bogor, 15 Agustus 2007 Menyetuji,
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember
198 1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pas Cah pasangan Cahyan Sofyadi dan Evi Syofia. Penulis
memili memiliki dua orang adik perempuan yang bernama Deviani Deviani Prima Dewi dan Citra Diani Putri.
Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1991 - 1997 di SDN Catihan, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di STPN I Pdg-Banten hingga tahun 2000. Pada tahun 2003
penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMUN I Pdg-Banten. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama periode 2005 – 2006. Disamping itu pada tahun 2007, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pangan. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point), seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and Milk Product.
(7)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PAU dengan judul Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Juni 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.
2. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan Dr. Sukarno, MSc selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing dan memberi saran kepada penulis.
3. Mamah, papah, dan adik penulis (Ima dan Citra) yang selalu memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), kasih sayang kepada penulis selama menjalani pendidikan di IPB dari awal hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
4. My Big Family Bandung atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan, dan doanya. Specially for enyunk, mamih, dan enin.
5. My best friends forever (Dian, Rucit, Ocha, Anis, Bohay, Iin, Abdy, Wate, Ikoq, DinY, dan Indach) atas dukungannya, keceriannya, kasih sayang, doa dan telah menjadi teman terbaik dan tempat curhat terbaik bagi penulis. Terimakasih telah memberi kenangan indah bagi penulis.
6. Yuda Ganda Putera (terimakasi atas dukungan, perhatian dan doanya) serta Jeniar, uwa, Indri, Didik, Jelita, dan yanti (terimakasih tetap menjadi teman terbaik bagi penulis).
(8)
7. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Dian, Rika, Prasna dan Usman). Terimakasih atas bantuannya dan dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian.
8. Tatan, Ican, Denang, Danang, dan Ari (terimakasih atas dukungan dan bantuannya terutama disaat ujian sidang penulis). Widhi dan Acha (terimakasih atas dukungannya).
9. Warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Bu Sri, Mbak Rika, Bu Indah, Bu Emma, Bu Ika, Bu Eni, Bu Dewi, Mbak Pepi, dan Mbak Ida) yang telah banyak membantu, mengajari, dan membimbing penulis selama melaksanakan penelitian.
10.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Jenab, Mas Aga, Rucit, Ocha, Anis, Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu Warteg) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Teman-teman TPG 40. Terimakasih atas dukungan, kasih sayang, dan kenangan indah selama di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2003-2007) serta terimakasih atas kebaikan dan keceriaan dihari-hari praktikum, penelitian, perkuliahan, dan di Lab komputernya. Specially for Golongan B (Erik sebagai ketua golongan B, Tya, Aan, Ina, Tuti, Jeng Ye, Andin, Anis, Hanifah, Novi, Ola, Idham, Kemal, Nunu, Marto, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu).
12.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ……….. iii
DAFTAR TABEL ………. v
DAFTAR GAMBAR ………. vi
DAFTAR LAMPIRAN ………. viii I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………...
B. TUJUAN ………...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KITOSAN ... B. ENZIM KITOSANASE ... C. MIKROBA TERMOFILIK ... D. PEMURNIAN ENZIM
1. Pemurnian kitosanase ... (a). Umum ... (b). Kromatografi filtrasi gel ... 2. Pemurnian kitosanase yang telah dilakukan ... E. SDS-PAGE ... III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN
1. Tahap Penyegaran dan Pembuatan
kultur Starter ... 2. Produksi Enzim ... 3. Pengendapan dengan amonium sulfat ... 4. Dialisis ... 5. Kromatografi filtrasi gel... 6. Analisa aktivitas enzim kitosanase ... 7. Pengukuran Kadar Protein ...
1 2 4 6 8 9 9 10 13 14 18 20 21 21 21 22 23 25
(10)
8. SDS-PAGE ... 9. Karakterisasi Enzim ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PRODUKSI ENZIM ... B. EKSTRAKSI
1. Presipitasi ... 2. Dialisis ... C. PEMURNIAN (Kromatografi filtrasi gel) ... D. KARAKTERISASI ENZIM KITOSANASE
1. Karakterisasi enzim kasar (crude enzyme)
(a). Suhu optimum ... (b). pH Optimum ... 2. Karakterisasi enzim murni (pure enzyme)
(a). Suhu optimum ... (b). pH optimum ... (c). Stabilitas panas ... E. SDS-PAGE ... V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
25 27
30
34 36 39
43 45
47 48 49 55
62 62 63 67
(11)
SKRIPSI
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(12)
EVANDA PUSPITA. F24103051. Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Maggy T. Suhartono
RINGKASAN
Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi kitin. Kitosanase merupakan enzim yang mendegradasi kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil. Enzim kitosanase dapat dihasilkan oleh bakteri, fungi, dan tanaman. Pada penelitian ini, Bacillus licheniformis MB-2 yang diperoleh dari Tompaso (Manado) digunakan sebagai mikroba penghasil enzim kitosanase. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian kitosanase dari isolat Bacillus lecheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair yang terdiri dari koloidal kitosan, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak kamir, bacto agar, dan casiton untuk mendapatkan kultur starter. Selanjutnya untuk produksi enzim kitosanase, kultur starter yang diperoleh diinokulasikan kedalam media yang sama dan difermentasi pada shaker waterbath selama 7 hari pada suhu 55°C dengan kecepatan 120 rpm. Supernatan bebas sel dari kitosanase diperoleh dengan cara sentrifugasi dingin selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya presipitasi dengan amonium sulfat 80% dilakukan terhadap supernatan bebas sel untuk mendapatkan crude enzyme (endapan protein). Enzim yang telah diendapkan selanjutnya dikarakterisasi suhu dan pH untuk mendapatkan suhu dan pH optimum crude enzyme. Sebelum dilakukan kromatografi, crude enzyme didialisis menggunakan kantong selofan yang dapat menahan molekul lebih dari 10.000 dalton sehingga garam-garam dan ion penggangu lainnya yang dapat menggangu kestabilan enzim dapat bermigrasi keluar membran.
Kromatografi filtrasi gel diawali dengan tahap pengembangan matriks (swelling) dengan melarutkan Sephadex G-100 kedalam air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirrer perlahan selama 30 menit dan didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin. Selanjutnya supernatan diganti dengan bufer fosfat 0.05 M pH 6. Matriks yang telah dikembangkan diaplikasikan kedalam kolom kemudian kolom diekuilibrasi dengan bufer yang sama dan sebanyak 2 ml endapan protein hasil presipitasi dimasukkan kedalam kolom diikuti dengan perhitungan laju aliran setiap 100 drop. Filtrasi gel dilakukan selama 25 jam dengan kecepatan elusi 0.22 ml/menit. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan enzim dan soluble kitosan sebagai substrat menggunakan teknik spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm dan pengukuran protein dengan metode bradford pada panjang gelombang 595 nm. Fraksi enzim hasil kromatografi yang menunjukkan adanya peak pada grafik kromatografi selanjutnya dikarakterisasi dan dilakukan analisis SDS-PAGE. Karakterisasi yang dilakukan yaitu penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Sedangkan analisis SDS-PAGE dilakukan untuk menentukkan berat molekul enzim.
(13)
diendapkan dengan amonium sulfat aktivitas enzim meningkat menjadi 1.087 U/ml, namun menurunkan aktivitas spesifik enzim menjadi 1.433 U/mg. Dialisis menurunkan aktivitas enzim menjadi 1.086 U/ml namun meningkatkan aktivitas spesifiknya menjadi 2.045 U/mg. Selanjutnya setelah melewati tahap kromatografi terjadi penurunan aktivitas enzim menjadi 1.049 U/ml dan peningkatan aktivitas spesifik yang cukup besar menjadi 32.284 U/mg. Peningkatan aktivitas spesifik setelah tahap kromatografi menyebabkan tingkat kemurnian enzim meningkat. Adapaun tingkat kemurnian enzim berturut-turut dari hasil presipitasi, dialisat dan hasil kromatografi filtrasi gel adalah 0.32, 0.45, dan 7.11 kali.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa crude enzyme optimum pada suhu 60 – 70oC dan optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 – 7. Sedangkan enzim hasil kromatografi optimum pada suhu 70 – 80oC dan optimum pada pH 6. Uji stabilitas enzim hasil kromatografi dilakukan pada suhu 80oC dan 90oC. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas relatif (sisa) enzim cukup stabil, dimana setelah melalui pemanasan selama 120 menit masih terdapat aktivitas relatif sebesar 59.61% (suhu 80oC) dan 58.53% (suhu 90oC). Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, stabilitas enzim pun dinyatakan dengan nilai k (konstanta deaktifasi), t1/2 (waktu paruh) dan energi aktifasi (Ea). Adapun nilai k untuk suhu 80oC dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1, sedangkan waktu paruhnya adalah 169.06 menit (suhu 80oC) dan 154.03 menit (suhu 90oC). Sehingga didapatkan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK). Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim hasil kromatografi cenderung lebih stabil. Aktivitas relatif setelah pemanasan selama 120 menit masih tersisa sebesar 91.94%, nilai k yang diperoleh adalah 0.0007 min-1 dan waktu paruhnya sebesar 990.21 menit.
Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan terdapat lima pita protein pada crude enzyme dan diperkirakan memiliki berat molekul 61.48, 48.53, 40.64, 28.49, dan 19.99 kDa. Sedangkan pada enzim murni terdapat dua pita protein dengan perkiraan berat molekul yaitu 24.15 dan 17.85 kDa.
(14)
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
(15)
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
EVANDA PUSPITA F24103051
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1985 Di Jakarta
Tanggal lulus: 08 Agustus 2007
Bogor, 15 Agustus 2007 Menyetuji,
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
(16)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember
198 1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pas Cah pasangan Cahyan Sofyadi dan Evi Syofia. Penulis
memili memiliki dua orang adik perempuan yang bernama Deviani Deviani Prima Dewi dan Citra Diani Putri.
Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1991 - 1997 di SDN Catihan, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di STPN I Pdg-Banten hingga tahun 2000. Pada tahun 2003
penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMUN I Pdg-Banten. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama periode 2005 – 2006. Disamping itu pada tahun 2007, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pangan. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point), seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and Milk Product.
(17)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PAU dengan judul Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Juni 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.
2. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan Dr. Sukarno, MSc selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing dan memberi saran kepada penulis.
3. Mamah, papah, dan adik penulis (Ima dan Citra) yang selalu memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), kasih sayang kepada penulis selama menjalani pendidikan di IPB dari awal hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
4. My Big Family Bandung atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan, dan doanya. Specially for enyunk, mamih, dan enin.
5. My best friends forever (Dian, Rucit, Ocha, Anis, Bohay, Iin, Abdy, Wate, Ikoq, DinY, dan Indach) atas dukungannya, keceriannya, kasih sayang, doa dan telah menjadi teman terbaik dan tempat curhat terbaik bagi penulis. Terimakasih telah memberi kenangan indah bagi penulis.
6. Yuda Ganda Putera (terimakasi atas dukungan, perhatian dan doanya) serta Jeniar, uwa, Indri, Didik, Jelita, dan yanti (terimakasih tetap menjadi teman terbaik bagi penulis).
(18)
7. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Dian, Rika, Prasna dan Usman). Terimakasih atas bantuannya dan dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian.
8. Tatan, Ican, Denang, Danang, dan Ari (terimakasih atas dukungan dan bantuannya terutama disaat ujian sidang penulis). Widhi dan Acha (terimakasih atas dukungannya).
9. Warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Bu Sri, Mbak Rika, Bu Indah, Bu Emma, Bu Ika, Bu Eni, Bu Dewi, Mbak Pepi, dan Mbak Ida) yang telah banyak membantu, mengajari, dan membimbing penulis selama melaksanakan penelitian.
10.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Jenab, Mas Aga, Rucit, Ocha, Anis, Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu Warteg) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Teman-teman TPG 40. Terimakasih atas dukungan, kasih sayang, dan kenangan indah selama di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2003-2007) serta terimakasih atas kebaikan dan keceriaan dihari-hari praktikum, penelitian, perkuliahan, dan di Lab komputernya. Specially for Golongan B (Erik sebagai ketua golongan B, Tya, Aan, Ina, Tuti, Jeng Ye, Andin, Anis, Hanifah, Novi, Ola, Idham, Kemal, Nunu, Marto, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu).
12.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ……….. iii
DAFTAR TABEL ………. v
DAFTAR GAMBAR ………. vi
DAFTAR LAMPIRAN ………. viii I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………...
B. TUJUAN ………...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KITOSAN ... B. ENZIM KITOSANASE ... C. MIKROBA TERMOFILIK ... D. PEMURNIAN ENZIM
1. Pemurnian kitosanase ... (a). Umum ... (b). Kromatografi filtrasi gel ... 2. Pemurnian kitosanase yang telah dilakukan ... E. SDS-PAGE ... III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN
1. Tahap Penyegaran dan Pembuatan
kultur Starter ... 2. Produksi Enzim ... 3. Pengendapan dengan amonium sulfat ... 4. Dialisis ... 5. Kromatografi filtrasi gel... 6. Analisa aktivitas enzim kitosanase ... 7. Pengukuran Kadar Protein ...
1 2 4 6 8 9 9 10 13 14 18 20 21 21 21 22 23 25
(20)
8. SDS-PAGE ... 9. Karakterisasi Enzim ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PRODUKSI ENZIM ... B. EKSTRAKSI
1. Presipitasi ... 2. Dialisis ... C. PEMURNIAN (Kromatografi filtrasi gel) ... D. KARAKTERISASI ENZIM KITOSANASE
1. Karakterisasi enzim kasar (crude enzyme)
(a). Suhu optimum ... (b). pH Optimum ... 2. Karakterisasi enzim murni (pure enzyme)
(a). Suhu optimum ... (b). pH optimum ... (c). Stabilitas panas ... E. SDS-PAGE ... V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
25 27
30
34 36 39
43 45
47 48 49 55
62 62 63 67
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Aplikasi kitosan ... 5
Tabel 2. Jenis enzim termostabil lain ... 6
Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu ... 8
Tabel 4. Beberapa tipe dari gel sephadex ... 12
Tabel 5. Tahap pemurnian enzim kitosanase ... 13
Tabel 6. Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase ... 16
Tabel 7. Prosedur analisis aktivitas enzim kitosanase ... 24
Tabel 8. Komposisi gel SDS-PAGE ... 26
Tabel 9. Komposisi komponen tipikal mikroorganisme ... 32
Tabel 10. Perbandingan aktivitas enzim dengan kitosanase lain ... 38
Tabel 11. Produksi enzim kitosanase dari isolat Bacllus licheniformis MB-2 ... 41 Tabel 12. Perbandingan tingkat kemurnian dengan kitosanase lain ... 42
Tabel 13 Kisaran pemisahan gel akrilamida pada berbagai konsentrasi.... 56
(22)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses deasetilasi kitin ... 4 Gambar 2. Lintasan degradasi kitin ... 5 Gambar 3. Mekanisme pemisahan molekul pada kromatografi
filtrasi gel ... 11 Gambar 4. Struktur sephadex ... 12 Gambar 5. Pembentukan gel poliakrilamida ... 15 Gambar 6. Skema riset penelitian ... 20 Gambar 7. Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang
ditumbuhkan pada media thermus padat ... 30 Gambar 8 Aktivitas enzim kitosanase hasil ekstraksi ... 36 Gambar 9. Prinsip dialisis ... 37 Gambar 10.
Gambar 11a. Gambar 11b.
Profil elusi aktif kitosanase pada filtrasi gel
(sephadex G-100) ... Aktivitas crude kitosanase pada berbagai suhu ... Aktivitas spesifik crude kitosanase pada berbagai suhu ...
42 44 44 Gambar 12a.
Gambar 12b.
Aktivitas crude kitosanase pada berbagai pH ... Aktivitas spesifik crude kitosanase pada bebagai pH ...
46 46 Gambar 13a.
Gambar 13b.
Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi
suhu ………. Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi suhu ……….
48
48 Gambar 14a.
Gambar 14b.
Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH ... Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH ...
49 49 Gambar 15. Pengaruhu suhu terhadap stabilitas kitosanase Bacillus
licheniformis MB-2 ... 51
Gambar 16. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan ... 52
Gambar 17. Kurva hubungan ln k kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap suhu pemanasan ... 53
(23)
Gambar 18. Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 pada suhu 80oC ... 54
Gambar 19. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis
MB-2 terhadap waktu pemanasan pada suhu 80oC ... 55 Gambar 20. Mekanisme pembentukan kompleks SDS-Protein ... 57 Gambar 21. Hasil Analisa SDS-PAGE ... 60
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pembuatan tepung kitosan ... 67 Lampiran 2. Pembuatan koloidal kitosan ... 68 Lampiran 3. Pembuatan soluble chitosan ... 69 Lampiran 4. Pembuatan kurva standar glukosamin ... 70 Lampiran 5. Pembuatan kurva standar protein (BSA) ... 71 Lampiran 6. Komposisi larutan bufer ... 72 Lampiran 7. Pembuatan pereaksi schales, pereaksi Bradford, dan pereaksi
untuk SDS-PAGE ... 74 Lampiran 8. Aktivitas dan kadar protein crude enzyme ... 76 Lampiran 9. Hasil Kromatografi filtrasi gel kitosanase dari isolat Bacillus
licheniformis MB-2 ... 77 Lampiran 10. Karakterisasi suhu Crude enzyme ………... 82 Lampiran 11. Karakterisasi pH crude enzyme ……….. 83 Lampiran 12. Karakterisasi suhu fraksi 9 (pure enzyme) ... 85 Lampiran 13. Karakterisasi pH fraksi 9 (pure enzyme) ... 86 Lampiran 14. Pengaruh suhu pemanasan fraksi 9 (pure enzyme) terhadap
stabilitas enzim ………... 87
Lampiran 15. Pengaruh pH fraksi 9 (pure enzyme) terhadap terhadap stabilitas enzim ……….. 88 Lampiran 16. Kurva standar SDS-PAGE ………. 89
(25)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kitosan merupakan produk terdeasetilasi (penghilangan gugus – COCH3) dari kitin. Kitin merupakan polimer alami kedua terbanyak di alam
setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kutikula serangga, crustacea, klorofil alga (chlorella sp) dan dinding sel fungi (terutama kelas zygomycetes). Selain itu kitosan bersifat larut asam dan tidak larut dalam media netral dan campuran alkali serta merupakan polikation alami (Choi et al., 2004). Piza et al., (1999) melaporkan kitosan merupakan suatu polisakarida linear yang mempunyai ikatan β-(1,4) glukosamin.
Kitosanase adalah enzim yang menghidrolisis kitosan menjadi oligomer kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil (enzim yang masih dapat aktif diatas suhu optimal pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkannya). Sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati tinggi, Indonesia merupakan salah satu habitat bagi mikroorganisme penghasil enzim kitosanase. Kawasan sumber air panas, kawah gunung berapi, dan
sumur hydrothermal dimana suhunya dapat mencapai 100°C merupakan
wilayah Indonesia yang belum banyak digali potensinya. Kawasan ini adalah habitat bagi mikroorganisme termofilik, dimana mikroorganisme ini merupakan mikroorganisme penghasil enzim termostabil. Oleh karena itu peluang untuk mendapatkan mikroorganisme penghasil enzim kitosanase termostabil sangat tinggi.
Isolasi bakteri penghasil enzim kitosanase termostabil dari bakteri termofilik telah berhasil dilakukan oleh Chasanah (2004). Hasil isolasi yaitu isolat Bacillus licheniformis MB-2 dari sumber air panas Tompaso- Manado digunakan untuk produksi, pemurnian, elektroforesis, dan karakterisasi enzim kitosanase. Selain itu isolat Bacillus coagulans LH 28.38 asal Lahendong-Sulawesi Utara pun telah berhasil diisolasi dan diaplikasikan untuk menghasilkan enzim kitosanase (Haliza, 2003).
Pada beberapa dekade terakhir, enzim yang stabil pada kondisi ekstrim (terutama pada suhu tinggi) makin banyak diminati oleh kalangan
(26)
industri. Maka dari itu pencarian terhadap mikroorganisme termofil yang menghasilkan enzim termostabil pun terus dilakukan karena memberikan banyak keuntungan, seperti enzim termostabil sangat berguna sebagai biokatalis dalam penelitian dan proses industri. Selain itu menyebabkan peningkatan reaksi karena adanya peningkatan suhu, yang tentunya hal ini akan berdampak pada penghematan waktu, tenaga, dan biaya operasi. Enzim termostabil pun dapat meminimalkan kontaminasi dan lebih tahan terhadap berbagai senyawa atau keadaan penyebab denaturasi sehingga lebih tahan untuk disimpan serta dapat menekan kehilangan aktivitas selama produksi dan penyimpanan (Suwanto, 1991).
Usaha untuk memurnikan enzim dan menentukkan berat molekul dari enzim telah banyak dilakukan terutama secara analitik. Dimana pemurnian enzim merupakan proses pemisahan protein enzim dari protein non enzim dan elektroforesis merupakan suatu cara yang digunakan untuk menentukkan berat molekul protein enzim. Adapun teknik pemurnian yang umum dilakukan untuk enzim adalah metode kromatografi filtrasi gel menggunakan matriks tertentu sehingga terjadi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekulnya, kromatografi ion exchange, kromatografi afinitas, dan kromatografi interaksi hidrofobik. Tahap kromatografi dilakukan setelah melalui beberapa tahap ekstraksi enzim yang meliputi tahap pengendapan dengan amonium sulfat (presipitasi) dan dialisis.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian enzim kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.
(27)
C. MANFAAT PENELITIAN
Informasi beberapa karakteristik enzim termostabil kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 bermanfaat untuk penggunaan enzim secara optimal dan tepat untuk produksi oligomer kitosan.
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KITOSAN
Kitosan merupakan polimer yang tersusun atas monomer D-glukosamin melalui ikatan glikosidik β-1,4 dan diperoleh dari hasil deasetilasi kitin (penghilangan gugus –COCH3) (Piza et al., 1999). Kitin merupakan
polimer yang disusun dari monomer N-asetil glukosamin (2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa). Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan terdapat pada gambar 1.
Gambar 1. Proses Deasetilasi Kitin (Piza et al., 1999)
Selain menghilangkan gugus asetil, proses deasetilasi kitin menjadi kitosan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga kitosan bersifat polikationik. Proses desetilasi kitin menjadi kitosan dibagi menjadi dua proses yaitu secara kimiawi dan enzimatis (Emmawati, 2005). Proses deasetilasi secara kimiawi dilakukan dengan perlakuan alkali NaOH 50% dengan pemanasan. Sedangkan proses deasetilasi secara enzimatis terjadi karena aktivitas katalitik CDA (gambar 2).
n
n
(Kitin)
n
n
(29)
CDA (EC 3.5.1.41)
kitinase kitosanase (EC 3.2.1.14) (EC 3.2.1.132)
N-Asetil glukosaminidase glukosaminidase
Gambar 2. Lintasan degradasi kitin dan kitosan (Rochima, 2005)
Tabel 1. Aplikasi Kitosan
Aplikasi Contoh
Pangan • Edible film pada produk sayur dan buah
• Pengawet alami produk pangan
Kedokteran • Agen pengurang kolesterol, lemak, dan pelangsing
tubuh
Kosmetik • Skin care (moisturizer), lipstics, foundation, lotion, dan
shampo
Tekstil • Bermanfaat pada pembuatan underwear, bantal, dan
sarung tangan
Lainnya • Penanggulangan limbah (kitosan bisa mengkelat
tembaga, timah, mercury, dan uranium)
• Digunakan untuk pelapisan benih sehingga bisa
menghambat patogen dan membuat tanaman jadi resistan terhadap penyakit
(http://www.uspto.gov) Kitin
N-Asetil glukosamin
Kitosan oligosakarida Kitosan
Kitin oligosakarida
(30)
B. ENZIM KITOSANASE
Kitosanase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan GIcN-GIcN, GIcN-GIcNAc dan GIcN-GIcN, bukan pada ikatan GIcNAc-GIcNAc (Piza et al., 1999). Beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil, yaitu enzim yang masih stabil dan masih dapat aktif pada suhu diatas suhu pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkannya selama waktu tertentu. Enzim termostabil pada umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik yang hidup pada lingkungan dengan temperatur lebih besar dari 50°C, misalnya perairan air panas, kawah, dan sedimen geotermal lainnya. Dimana stabilitas dari enzim termostabil disebabkan oleh interaksi van der wals, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan jembatan disulfida di antara asam amino penyusun protein.
Bakteri penghasil kitosanase diantaranya adalah Bacillus circulans
MH-K1 (Yabuki, 1989), Bacillus licheniformis UTK (Uchida et al., 1992),
Bacillus cereus (Piza et al., 1999), Bacillus megaterium P1 (Pelletier dan Syugsch, 1992), Bacillus sp. Strain KCTC 0377 BP (Choi et al., 2004),
Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al, 1999),dan genus Aspergillus
(Arcidiacono et al., 1989) dilaporkan juga sebagai mikroba penghasil enzim kitosanase. Beberapa enzim termostabil yang telah dimanfaatkan dalam industri dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis Enzim termostabil lain
Mikroba Enzim Termostabil Aplikasi
Bacillus subtilis α-amilase
Protease
Industri gula cair Detergen
Bacillus licheniformis
Protease Detergen
Bacillus
stearothermophilus
Protease Detergen
(31)
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti pH, suhu, pelarut, kekuatan ion dan adanya inhibitor atau aktivator. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat/karakteristik enzim yang meliputi pH optimum, suhu optimum, pengaruh penambahan ion logam, dan ketahanan enzim terhadap panas. Namun dalam penelitian ini hanya ditentukan pH optimum, suhu optimum, dan stabilitas panas (hanya pada enzim murni).
Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena yang kompleks. Pada umumnya semakin tinggu suhu, laju reaksi kimia semakin naik dan inaktifasi enzim semakin naik pula baik yang dikatalis maupun yang tidak dikatalis oleh enzim (Winarno, 1983). Suhu optimum merupakan suhu dimana enzim menunjukkan aktivitas yang maksimum. Meningkatnya aktivitas enzim sampai pada suhu optimum tertentu disebabkan oleh bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi, serta rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk saling berinteraksi. Pada suhu yang tinggi protein akan cepat mengalami kerusakan (denaturasi) (Suhartono, 1989).
Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yaitu enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam dan basanya terutama pada residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Tidak semua enzim menunjukkan pH optimum dengan puncak yang tajam. Beberapa enzim menunjukkan sebuah kisaran pH, dimana kecepatan reaksi tidak berubah. Hal ini disebabkan beberapa asam amino yang merupakan sisi aktif enzim dapat terionisasi pada kisaran pH tertentu. Menurut Lehninger (1993) enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitasnya maksimum. Umumnya enzim optimum pada pH 4.5 – 8 (Winarno, 1983). Nilai pH optimum enzim tidak selalu sama dengan pH lingkungan normalnya (dapat sedikit berada di atas atau di bawah pH lingkungan normalnya).
Kestabilan (ketahanan) enzim dapat diartikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan enzim, selama penggunaan enzim tersebut, dan kestabilan terhadap berbagai senyawa yang bersifat merusak enzim misalnya pelarut-pelarut tertentu (asam, basa), oleh pengaruh luar
(32)
misalnya suhu (panas) dan pH ekstrim. Penentuan daya tahan enzim terhadap panas umumnya dilakukan pada suhu optimum dan pH optimum enzim tersebut (Suhartono, 1989). Adanya perbedaan sumber atau asal enzim dapat menyebabkan perbedaan terhadap daya tahan panas enzim tersebut meskipun jenis enzimnya sama (Winarno, 1983). Tabel 6 menunjukkan beberapa karakteristik dari enzim kitosanase.
C. MIKROBA TERMOFILIK
Mikroba termofilik merupakan mikroba yang mampu tumbuh optimal pada lingkungan ekstrim panas yaitu daerah-daerah geotermal di darat maupun di laut dalam. Mikroba termofil dapat lebih tahan pada suhu tinggi disebabkan oleh keistimewaan yang dimiliki pada membran selnya yang berhubungan dengan lingkungan luar. Diduga asam lemak penyusun komponen membran lebih jenuh sehingga membuat membran ini lebih stabil dan tahan pada suhu tinggi. Mengingat beraneka ragam kehidupan mikroba, maka mikroba diklasifikasikan berdasarkan suhu pertumbuhan optimalnya pada tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu
Klasifikasi Suhu Pertumbuhan
Minimum (°C) Optimum (°C) Maksimum (°C)
Psikrofil 0 – 5 5 – 15 15 – 20
Mesofil 10 – 20 20 – 40 40 – 45
Termofil 25 – 45 45 – 60 60 – 80
(Prescott et al., 2003)
Bacillus licheniformis MB-2 merupakan salah satu jenis mikroba termofil yang menghasilkan enzim kitosanase. Berdasarkan identifikasi mikroba yang telah dilakukan oleh Chasanah (2004), Bacillus licheniformis
MB-2 merupakan jenis bakteri gram positif dan bersifat aerobik atau anaerobik. Spora dari mikroba iniberbentuk oval, bisa memanfaatkan glukosa,
(33)
reaksi katalase serta hasil negatif pada reaksi indole, methyl red, dan voges preusker.
D. PEMURNIAN ENZIM 1. Pemurnian Kitosanase (a). Umum
Pemurnian merupakan suatu usaha untuk mengisolasi enzim tertentu dari ekstrak enzim kasar yang masih mengandung sel mikroorganisme ataupun komponen lainnya (Hooper & Homes, 2000). Walsh (2002) menggolongkan metode kromatografi menjadi empat yaitu
kromatografi ion exchange, kromatografi interaksi hidrofobik,
kromatografi afinitas, dan kromatografi filtrasi gel.
Kromatografi ion exchange adalah pemisahan protein yang
memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa pengisi kolom yang muatannya berlawanan (Harris dan Angal, 1989). Suhartono (1989) berpendapat bahwa ada dua macam bahan penukar ion yaitu bahan penukar kation dan bahan penukar anion. Contoh penukar kation adalah Dowex 50, IRC-150, CM-selulosa, sephadex, dan sulfoetil selulosa. Sedangkan contoh penukar anion adalah aminoetil, DEAE (dietil-aminoetil), dan quartener-aminoetil. Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan pemisahan protein berdasarkan adanya perbedaan interaksi hidrofobik antara larutan protein dan matriks gel sebagai fase diamnya. Jenis matriks yang biasa digunakan adalah turunan dari sepharose seperti fenil sepharose
(Suhartono, 1989).
Kromatografi afinitas merupakan tipe kromatografi adsorpsi (Scouten, 1942). Dalam hal ini molekul yang akan dimurnikan secara khusus dan bersifat reversibel diadsorpsi oleh ikatan komplemen (ligan) yang terikat pada matrik. Sedangkan Kromatografi gel filtrasi merupakan jenis metode pemurnian yang memisahkan larutan protein berdasarkan berat molekul (Walsh, 2002). Pada tabel 5 dapat dilihat
(34)
beberapa tahap pemurnian enzim kitosanase yang dihasilkan dari berbagai sumber (mikroba) yang berbeda.
(b). Kromatografi filtrasi gel
Kromatografi filtrasi gel digunakan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul tinggi dari protein atau molekul lain dengan berat molekul rendah, jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul. Prinsip dari filtrasi gel yaitu digunakanya bahan pengisi berupa gel yang berpori-pori, dimana pori-pori pada permukaan gel ini cukup untuk mencegah molekul-molekul besar masuk kedalamnya tetapi hanya dapat menampung molekul-molekul kecil. Pada filtrasi gel, campuran protein di dalam larutan dialirkan kedalam kolom butiran kecil berpori dari polimer hidrofilik, sehingga molekul besar akan terelusi keluar kolom lebih cepat daripada molekul kecil karena molekul besar tidak dapat berpenetrasi ke dalam granula-granula filtrasi gel tetapi hanya melalui sisi granula saja. Sedangkan molekul kecil dapat berpenetrasi ke dalam granula-granula filtrasi gel sehingga molekul kecil terperangkap didalamnya, menyebabkan molekul kecil terelusi keluar lebih lambat daripada molekul besar. Akan tetapi protein yang memiliki berat molekul menengah akan mengalir kebawah dengan kecepatan antara tergantung pada tingkat kemampuan menembus butiran (Lehninger, 1993). Filtrasi gel merupakan metoda pemurnian yang dipilih pada penelitian ini. Mekanisme pemisahan molekul di dalam kolom filtrasi gel dapat dilihat pada gambar 3.
(35)
Gambar 3. Mekanisme pemisahan molekul pada kolom gel filtrasi (http://www.imb-jena.de/.../proteins_purification.html)
Menurut Darwis dan Sukara (1989) beberapa jenis gel yang dapat dipakai dalam filtrasi gel antara lain dekstran, poliakrilamida, polistirena, agarosa, selulosa, silikat, serta pore glass. Jenis gel yang paling umum digunakan adalah dekstran yang secara komersial dikenal dengan nama sephadex. Sephadex merupakan polisakarida dekstran yang berikatan silang dengan epiklorohidrin yang mengandung sejumlah besar gugus hidroksil. Gel ini mempunyai sifat tahan terhadap garam atau basa, namun rusak oleh asam (di bawah pH 2) dan oksidator kuat (Suhartono, 1989). Tipe dari sephadex menentukkan kisaran ukuran yang dapat dipisahkan. Beberapa tipe gel sephadex dan ukuran molekul yang dapat dipisahkan dapat dilihat pada tabel 4.
(250 kDa) 125 kDa 75 kDa Campuran protein
Volume elusi Pori matriks
(36)
Tabel 4. Beberapa tipe dari gel sephadex Tipe
Gel
Nilai pengikatan air g/g sephadex
kering
Batas pengeluaran / BM
(Dalton)
Kisaran fraksinasi
(Dalton)
G-10 1.0 700 - 700
G-25 2.5 5000 100 – 5000
G-50 5.0 10.000 500 – 10.000
G-75 7.5 50.000 1000 – 50.000
G-100 10.0 100.000 5000 – 100.000
G-200 20.0 200.000 5000 – 200.000
Mangunwidjaja (1988)
Huruf G dibelakang nama sephadex menunjukkan bahwa sephadex tersebut dikembangkan dengan air. Sedangkan nomor dibelakangnya menunjukkan besarnya pengembangan tersebut. Misalnya, 25 kali, 50 kali, dan sebagainya (Suhartono, 1989). Gambar 4 menunjukkan struktur dari sephadex.
Gambar 4. Struktur sephadex
(37)
2. Pemurnian Kitosanase yang telah dilakukan
Tahapan pemurnian kitosanase yang telah berhasil dilakukan tertera pada tabel 5.
Tabel 5. Tahap pemurnian enzim kitosanase
Sumber Tahapan Acuan
Bacillus cereus 1. Presipitasi PEG 22%
2. Cation exchange (s-sepharose)
Piza et al., 1999
Bacillus sp. Strain KCTC 0377 BP
1. Dialisis (PEG)
2. Anion exchange (CM-Toyopearl)
Choi et al., 2004
Bacillus coagulans
LH 28.38
1. Presipitasi amonium
sulfat (80%)
2. Filtrasi gel (sephadex G-100)
Haliza, 2003
Bacillus circulans
MH-K1
1. Presipitasi amonium
sulfat (70 - 90%)
2. Dialisis (Bufer Tris
Malat 0.02 M pH 6.2) 3. Anion exchange
(CM-selulosa) dan HPLC
Yabuki, 1989
Bacillus licheniformis
UTK
1. Presipitasi amonium
sulfat (60 – 90%) 2. Filtrasi gel (sephadex
G-50 dan sephadex G-100)
Uchida, 1992
Mucor rouxi 1. Presipitasi amonium
sulfat 85%
2. Ion exchange
(CM-Sephadex dan DEAE Sephadex)
Arcidiacono et al., 1989
Matsuebacter chitosanotabidus
1. Presipitasi amonium sulfat (70%)
(38)
3001 2. Dialisis (Bufer Tris-HCl 20 mM pH 8.0)
3. Kromatografi isoelectric
(LKB-Produkter)
Aspergilus fumigatus
KB-1
1. Dialisis (Bufer sodium asetat 10 mM pH 5.0) 2. Kromatografi anion
exchange
Eom dan Kang, 2003
E. SDS-PAGE (PAGE dengan Sodium dodesil sulfat)
Teknik SDS-PAGE merupakan metode yang sudah lama digunakan secara luas untuk menentukkan berat molekul. Selain itu SDS-PAGE pun digunakan untuk memonitor pemurnian protein dan mendeteksi penggunanaan pemalsuan bahan-bahan (Nur dan Adijuwana, 1987). SDS-PAGE adalah metoda yang murah, mudah dibuat, dan cepat untuk menentukkan, membandingkan, dan mengkarakterisasi protein (Bollag dan Edelstein, 1991).
SDS-PAGE merupakan pemisahkan fraksi-fraksi suatu zat berdasarkan migrasi partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul dibawah pengaruh medan listrik, dimana migrasi partikel bermuatan dapat terjadi karena perbedaan ukuran, bentuk, dan muatan (Harris & Angal, 1989).
SDS (CH3-(CH2)10-CH2OSO3-Na+) merupakan detergen anionik
dan merupakan grup ion sulfat. Disamping itu SDS pun sebagai bahan pendenaturasi protein bila dipanaskan bersama dengan β-merkaptoetanol selama 100°C selama 3 menit. Pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi protein menjadi konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan oleh terpecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfihidril. Gel poliakrilamida diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah cross linking agent metilena bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai inisiator. Radikal-radikal bebas yang terbentuk dari
(39)
akan terjadi penyimpanan radikal bebas di dalam molekul akrilamid sehingga terbentuk akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini dapat bereaksi dengan cara yang sama dengan molekul akrilamid yang lain sehingga dihasilkan suatu rantai polimer yang panjang. Larutan dari rantai polimer ini meskipun kental (viscous), tapi tidak membentuk gel. Untuk membentuk gel diperlukan N, N’-metilen-bis-akrilamida yang bertindak sebagai cross linking agent. Polimerisasi menyebabkan jala dari rantai akrilamida. Ukuran pori jala tersebut ditentukkan oleh jumlah akrilamida yang dipergunakan per unit volume medium reaksi (%T) dan derajat ikatan silangnya (%C) (Nur dan Adijuwana, 1988). Adapun mekanisme dari pembentukan gel poliakrilamida dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Pembentukan gel poliakrilamida
(http://www.davidson.edu/.../Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html)
Analisa hasil elektroforesis SDS-PAGE pada umumnya didasarkan pada elektroforetik protein. Mobilitas suatu partikel adalah kecepatan yang dicapai oleh partikel tersebut pada suatu medan listrik dan mobilitas relatif suatu protein merupakan perbandingan jarak antara titik awal ke pita protein dengan titik awal ke titik akhir elektroforesis (Suhartono, 1989 dan Nur &
(40)
dengan membuat hubungan antara log berat molekul dan mobilitasnya (Nur dan Adijuwana, 1988).
Tabel 6. Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase Sumber Suhu Optimum (°C) pH Optimum Berat Molekul (kda) Acuan
Bacillus cereus 54 5.8 47
(SDS-PAGE)
Piza et al., 1999
Bacillus sp.
strain KCTC 0377 BP
60 4 – 6 45
(SDS-PAGE)
Choi et al., 2004
Bacillus
circulans MH-K1
50 6.5 * 32 (SDS-
PAGE) * 27
(HPLC-gel filtrasi)
Yabuki, 1989
Bacillus licheniformis
UTK
45 6.9 * 31
(SDS-PAGE) * 26 (Filtrasi gel-sephadex
G-100)
Uchida, 1992
Bacillus
coagulans LH 28.38
60 - 70 8 – 11 74 – 87
(SDS-PAGE)
Haliza, 2003
Matsuebacter chitosanotabidus
3001
30 - 40 4.0 34
(SDS-PAGE)
Park et al., 1999
Bacillus subtilis
168 csn
60 5 – 7 29
(SDS-PAGE)
Rivas et al., 1999
Bacillus megaterium P1
45 4.5 – 6.5 43, 39.5, dan
22 (SDS-PAGE)
Pelletier dan Sygusch,
(41)
Bacillus sp. Strain CK4
60 6.5 29
(SDS-PAGE)
Yoon et al., 2000
Aspergillus fumigatus KB-1
60 dan 70 5.5 – 6.5 25.5
(SDS-PAGE)
Eom dan Kang, 2003
(42)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : (1)
isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang merupakan koleksi
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian Bogor. (2) Tepung kitin Rajungan dan substrat terdiri dari : kitosan dan koloidal kitosan (Haliza, 2003) (lampiran 1 dan 2), soluble kitosan disiapkan dari metoda Chasanah (2004) (lampiran 3). (3) Bahan-bahan kimia untuk media padat (Chasanah, 2004) dan thermus media cair yang disiapkan dari metoda Park et al., (1999) yaitu K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak khamir, casiton, bacto
agar, dan gelrite (4) Reagen terdiri dari larutan schales dan larutan bradford (lampiran 7) (5) Bahan kimia untuk pembuatan kurva standar adalah glukosamin, BSA (Bovine serum Albumin) (6) Amonium sulfat, Na-karbonat, dan EDTA digunakan untuk tahap presipitasi dan dialisis (7) Sephadex G-100 digunakan untuk kolom kromatografi metode filtrasi gel (8) Bufer terdiri dari bufer asetat, bufer fosfat, bufer universal, bufer sitrat, bufer fosfat sitrat, bufer tris (lampiran 6), bufer elektroforesis dan bufer sampel (lampiran 7) (9) Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk SDS-PAGE terdiri dari larutan A, larutan B, larutan C, larutan fiksasi, silver nitrat, Na2CO3, APS (amonium
persulfat), TEMED (N,N,N’,N’-tetrametil diamin), aquabidestilata, etanol (30% dan 50%), formaldehida, larutan enhancer, marker (pharmacia) (lampiran 7). (semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berspesifikasi pro-analisis (p.a).
2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan yang berada di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian Bogor antara lain: neraca analitik, ruang dingin (cool room), bunsen, oven, autoklaf, mesin pengering beku, spektrofotometer, kantong dialisis dari selofan berukuran 10.000 dalton, kolom kromatografi (pharmacia) panjang
(43)
46,5 cm dengan diameter 1 cm, AC 26 adaptor (pharmacia), redifrac fraction collector (pharmacia), mini Vertical Electrophoresis (Bio-rad), hamilton syinges, pH meter, shaker waterbath suhu 55oC, kapas, glass wool, magnetic stirrer, alumunium foil, sudip, jarum ose, eppendorf, kertas lakmus, kertas tisu, petridis, pipet mikro, peralatan gelas, dan sarung tangan karet.
(44)
B. METODA
Skema riset penelitian dapat dilihat pada gambar 6 :
Gambar 6. Skema Riset Penelitian
1. Tahap penyegaran dan pembuatan kultur starter (Rianti, 2003)
Isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang disimpan dalam
freezer, didiamkan selama lima menit pada suhu ruang. Sebanyak satu ose Tahap penyegaran dan
pembuatan kultur starter
Produksi enzim : 1. Aktivitas enzim 2. Kadar protein
Tahap pemurnian enzim : 1. Presipitasi
2. Dialisis
3. Kromatografi teknik filtrasi gel
Elektroforesis SDS-PAGE
Karakterisasi enzim (Crude enzyme dan Pure enzyme) :
1. Suhu Optimum
2. pH Optimum
3. Stabilitas panas Fraksi positif
(45)
hari pada suhu pertumbuhan 55oC. Setelah itu dilihat areal bening/zona bening. Hasil goresan (zona bening) diambil satu ose kemudian ditumbuhkan pada 150 ml media cair dan diinkubasi dalam shaker waterbath suhu 55oC selama 24 jam dengan kecepatan 120 rpm. Media padat yang digunakan adalah 1.0% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4,
0.25% yeast extract, 0.25% casiton, 1.5% bacto agar, dan 0.4% gelrite dengan pH media 6.0 (Chasanah, 2004). Sedangkan media yang digunakan untuk pembuatan kultur starter adalah 0.4% koloidal kitosan, 0.5% MgSO4, 0.3%
KH2PO4, 0.7% K2HPO4, 0.25% yeast extract, dan 0.25% casiton dengan pH
media 7.0 (Park et al., 1999).
2. Produksi enzim (Chasanah, 2004)
Sebanyak 15 ml kultur starter dari media starter diinokulasikan ke dalam 85 ml media cair. Kemudian diinkubasikan ke dalam shaker waterbath
pada suhu 55oC dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari. Media yang
digunakan untuk produksi enzim sama dengan media yang digunakan untuk membuat kultur starter. Pemisahan biomassa dilakukan dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 20 menit, selanjutnya filtrat yang berisi enzim diukur aktivitas dan kadar proteinnya.
3. Pengendapan protein dengan amonium sulfat (Rianti, 2003)
Pada tahap ini, enzim yang telah diproduksi diendapkan semalam pada suhu 4°C dengan amonium sulfat jenuh 80%. Kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Endapan yang dihasilkan diambil dengan melarutkannya pada bufer fosfat 0.05 M pH 6, dengan perbandingan 1 : 1. Presipitat yang dihasilkan diukur aktivitasnya dan kadar proteinnya.
4. Dialisis (Rianti, 2003)
Kantong dialisis dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Kemudian direndam dengan larutan 2% (b/v) Na-Karbonat dan 0.05% (b/v) EDTA dan direbus selama 10 menit. Larutan diganti dengan akuades dan
(46)
kembali direbus selama 10 menit (hal ini dilakukan dua kali). Kantong dibiarkan terendam dalam larutan bufer yang akan digunakan dalam proses dan disimpan dalam ruang dingin.
Salah satu ujung kantong diikat dengan benang jahit, lalu sebanyak 4 ml enzim hasil presipitasi dimasukkan ke dalam kantong. Karena selama dialisis volume larutan dapat meningkat, maka pengisian kantong tidak boleh terlalu penuh. Udara dikeluarkan dari kantong dan ujung yang lain diikat erat. Kantong berisi enzim ini kemudian dimasukkan dalam larutan bufer fosfat 0.025 M pH 6 dengan volume 100x volume filtrat. Dialisis dilakukan diruang dingin selama semalam dan dilengkapi dengan stirrer. Selanjutnya hasil dialisis diukur aktivitas dan kadar proteinnya.
5. Kromatografi filtrasi gel (Haliza, 2003) a. Persiapan bahan pengepak
Tahapan awal dalam kromatografi filtrasi gel adalah melakukan persiapan gel matriks dan kolom yang akan digunakan. Agar memperoleh gel yang bagus maka semua peralatan harus bersih dan kering, bufer dan air yang digunakan harus disaring terlebih dahulu. Matriks yang digunakan dalam filtrasi gel adalah sephadex G-100. Matriks terlebih dahulu harus dikembangkan (swelling) sebelum digunakan. Tahap pengembangan adalah dengan menimbang sebanyak 2,5 gram sephadex G-100 dilarutkan dalam 300 ml air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirer perlahan selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin atau selama 3 jam pada suhu 90°C. Kemudian matriks dicuci dengan bufer enzim dan diagitasi sampai gelembung udara hilang.
b. Pembuatan kolom
Pembuatan kolom dilakukan dengan cara menuangkan matriks gel sephadex G-100 secara perlahan tapi kontinyu. Jika terbentuk rongga udara, bagian luar kolom diketuk sehingga rongga udara tersebut hilang. Jika tinggi kolom gel yang diinginkan telah tercapai, bahan pengepak dibiarkan mengendap. Setelah kolom terbentuk kemudian dilakukan ekuilibrasi kolom
(47)
dengan mengalirkan sejumlah bufer fosfat 0.05 M pH 6 untuk mencuci kolom. Semua kegiatan pengepakan kolom dilakukan di ruang dingin.
c. Separasi contoh
Sebelum diaplikasikan ke dalam kolom, sampel enzim hasil dialisis dipekatkan terlebih dahulu. Selanjutnya 2 ml sampel enzim diaplikasikan di bagian atas kolom, kemudian didiamkan beberapa saat agar contoh mempunyai kesempatan untuk memasuki kolom. Kemudian secara perlahan bufer elusi yang berupa bufer fosfat 0.05 M pH 6 ditambahkan sampai memenuhi atas kolom dan diikuti dengan perhitungan laju elusi. Fraksi-fraksi yang keluar ditampung ke dalam 100 buah tabung reaksi dengan volume 3 ml dengan menggunakan fraction collector.
d. Analisa fraksi
Fraksi-fraksi yang telah ditampung, kemudian dianalisis
kandungan protein dan aktivitas enzimnya. Kemudian fraksi yang memiliki aktivitas tinggi dikumpulkan dan dianalisa karakteristiknya, yaitu suhu optimum, pH optimum, dan stabilitas panas. Selain itu fraksi dengan aktivitas relatif tinggi dipersiapkan untuk tahap SDS-PAGE.
6. Analisa aktivitas enzim kitosanase (Meidina, 2003)
Analisis aktivitas enzim kitosanase didasarkan pada perhitungan gula reduksi yang diproduksi selama hidrolisis soluble kitosan. Campuran reaksi yang terdiri dari 100 µl soluble chitosan 1%, 100 µl 0.05 M bufer fosfat pH 6.0 dan 100 µl larutan enzim diinkubasi selama 30 menit pada suhu 70oC. Reaksi enzimatis dihentikan dengan membekukan campuran reaksi pada suhu -20oC selama 15 menit. Sebanyak 200 µl dari campuran diatas direaksikan dengan 1 ml pereaksi schales dan 800 µl air bebas ion dalam tabung reaksi. Tabung ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah didinginkan , larutan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm. Prosedur analisis aktifitas kitosanase dapat dilihat pada tabel 7.
(48)
Tabel 7. Prosedur analisa aktivitas enzim kitosanase
Bahan Substrat (µl) Kontrol (µl) Blanko (µl)
Bufer fosfat 0.05 M pH 6.0
100 100 -
Soluble chitosan
1%
100 100 -
Enzim kitosanase 100 - -
Inkubasi 30 menit 70oC
Freeze -20oC selama 15 menit
Campuran 200 133 -
Enzim - 67 -
Air bebas ion 800 800 1000
Pereaksi schales 1000 1000 1000
Dididihkan 15 menit
Sentrifugasi 8000 rpm selama 10 menit pada 4oC Ukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm
Untuk pengukuran kontrol dilakukan dengan prosedur yang sama seperti diatas, hanya saja penambahan 67 µl enzim dilakukan setelah reaksi enzimatis dihentikan, dan campuran reaksi yang diambil adalah sebanyak 133 µl. Sebagai blanko digunakan 1 ml air bebas ion direaksikan dengan 1 ml pereaksi schales. Untuk standar digunakan larutan standar glukosamin dengan konsentrasi 0 – 275 µg/ml dan dilakukan dengan prosedur yang sama seperti pada pengukuran sampel. Nilai absorbansi dari sampel, kontrol, dan blanko dimasukan ke dalam kurva standar sehingga dapat ditentukan jumlah glukosamin yang terkandung didalam sampel. Selanjutnya nilai glukosamin tersebut dimasukan ke dalam rumus untuk menentukkan unit aktivitas enzim, sedangkan penentuan aktivitas spesifik enzim dilakukan dengan cara membagi unit aktivitas dengan konsentrasi protein. Satu unit aktivitas kitosanase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1µmol gula reduksi glukosamin tiap menit pada kondisi tertentu.
(49)
Unit aktivitas = 300 x Glc x 1 x 1000 x 1 (Unit/ml) 200 BM 100 30
GIc = [(Absorbansi (B-S) – Absorbansi (B-K)) – b]/a Unit/mg kitosan = Unit aktivitas
[Protein] Keterangan :
300 : Volume sampel hasil reaksi enzimatis (µl) 200 : Volume sampel untuk reaksi schales (µl)
GIc : Jumlah glukosamin sampel (µg)
BM : Berat molekul glukosamin, yaitu 215,6 (gram/mol) 1000 : Faktor konversi dari µl ke ml
100 : Volume larutan enzim/volume larutan soluble chitosan (µl) 1/100 : Konsentrasi soluble chitosan (mg/µl)
30 : Waktu inkubasi (menit)
a : Slope dari persamaan kurva standar glukosamin
b : Intercept dari persamaan kurva standar glukosamin
7. Pengukuran konsentrasi protein (Bradford, 1976)
Sebanyak 100 µl sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan bradford, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama lima menit. Protein akan diikat oleh Coomassie Brilliant Blue G-250 yang terdapat pada pereaksi bradford membentuk kompleks warna biru. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein sampel dihitung berdasarkan kurva standar yang dibuat dari Bovine Serum Albumin (BSA).
8. SDS-PAGE (Bollag dan Edelstein, 1991)
Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan piranti
elektroforesis (mini vertikal). Tahapan dari elektroforesis SDS-PAGE adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan gel elektroforesis
Cetakan gel berupa dua lempeng kaca berukuran 10,1 x 7,5 cm yang dihimpitkan dengan ketebalan kaca 0,75 mm. Diantaranya diletakan
(50)
pemisah (spacer) pada bagian tepi cetakan. Susunan ini dijepit dengan klip sehingga dapat diberdirikan. Klip tidak boleh melewati batas pemisah. Cetakan ini diletakkan di atas lempeng kaca yang datar. Selanjutnya dibuat larutan gel penahan dan gel pemisah dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 8. Komposisi gel SDS-PAGE
(Bollag dan Edelstein, 1991)
Bahan untuk gel pemisah (separating gel) dicampur satu persatu dengan memasukkan TEMED pada akhir campuran lalu diaduk dan dipipet perlahan kedalam lapisan kaca sambil diusahakan agar tidak terbentuk gelembung udara sampai 1.5 cm dari permukaan kaca lalu dibiarkan memadat sekitar ± 30 menit. Setelah gel memadat, perlahan dimasukkan campuran gel penahan (stacking gel) lalu masukkan sisir (10 sumur) sebagai tempat sampel protein dan dibiarkan selama ± 30 menit hingga memadat. Setelah semua campuran diaplikasikan pada pelat kaca, dilakukan pengecekan apakah pelat kaca bocor atau tidak.
b. Pelarian Sampel
Sebelum diinjeksikan, sampel enzim hasil pemurnian dan crude enzyme dipekatkan kemudian dipanaskan terlebih dahulu selama ± 3 menit, begitu pula dengan larutan marker (standar protein). Bufer sampel 5 μl direaksikan dengan 20μl sampel enzim yang telah dipanaskan, kemudian
Bahan Gel Pemisah/
Separating Gel (8%) (ml)
Gel Penahan /
Stacking Gel(4%) (ml)
Stock akrilamid (larutan A) 2.7 0.67
Larutan B 2.5 -
Larutan C - 1.25
Aquades 4.8 3.0
APS 10% 0.05 0.05
(51)
sumur yang terdapat pada pelat kaca sampel menggunakan hamilton syinges, disertai dengan penginjeksian 10 μl marker (standar protein). Marker yang digunakan adalah LMW (low moleculer weight) yang terdiri dari phosphorilase b (97 kD), albumin (66 kD), ovalbumin (45 KD), carbonic anhydrase (30 kD),
tripsin inhibitor (20.1 kD), dan α-lactalbumin (14.4 kD).
Setelah semua sampel diinjeksikan pada sumur-sumur pelat kaca, rangkailah alat elektroforesis dengan cara meletakkan alat elektroforesis pada wadah yang berisi es batu. Sebelum running masukkan bufer elektroforesis kedalam chamber. Running elektroforesis dilakukan pada 100 volt, 50 mA atau hingga sampel hampir memasuki bagian gel pemisah. Elektroforesis berlangsung sekitar 1,5 jam dan dilakukan sampai warna biru dari bromphenol blue mencapai ± 1 cm dari bagian bawah gel.
c. Fiksasi dan pewarnaan
Setelah elektroforesis selesai, gel dilepaskan dari pelat kaca dan direndam dalam larutan fiksasi (12% asam asetat dan 25% metanol) selama 1 jam, kemudian direndam dalam 50% etanol selama 20 menit dan diganti dengan 30% etanol selama 2 x 20 menit, direndam dalam larutan enhancer selama 1 menit dan dicuci dengan aquabidestilata selama 3 x 20 menit. Setelah dicuci kemudian ditambahkan dengan larutan silver nitrat selama 30 menit kemudian dicuci dengan aquabidestilata selama 2 x 20 detik dan ditambahkan dengan larutan campuran Na2CO3 dan formaldehida sampai terlihat pita-pita
pada gel. Setelah itu untuk menghentikan reaksi pembentukan pita, gel direndam dalam larutan fiksasi.
9. Karakterisasi Kitosanase a. Suhu Optimum (Chasanah, 2004)
Enzim kitosanase (crude dan pure enzyme) dianalisis pada berbagai suhu untuk menentukkan suhu optimum. Aktivitas enzim dianalisis pada suhu inkubasi 37, 60, 70, 80, dan 90°C.
(52)
b. pH Optimum (Chasanah, 2004)
Enzim kitosanase (crude enzyme) dianalisa dengan menggunakan 0.05 M bufer sitrat (pH 3), 0.05 M bufer asetat (pH 4, 5, 6), 0.05 M bufer fosfat sitrat (pH 5), 0.05 M bufer sodium fosfat (pH 6, 7, 8), dan 0.05 M bufer tris (pH 8). Sedangkan enzim kitosanase (pure enzyme) dianalisis pada menggunakan bufer universal 0.05 M pada pH 4 sampai 12. Dimana crude
dan pure enzyme dianalisa pada masing-masing suhu optimumnya.
c. Stabilitas panas (Haliza, 2003)
Stabilitas panas dianalisa pada pure enzyme, berupa pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Pengaruh suhu terhadap stabilitas enzim dilakukan dengan memanaskan enzim (tanpa substrat dan bufer) pada suhu 80oC (selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit) dan pada suhu 90oC (selama 0, 60 dan 120 menit) kemudian dianalisa menggunakan bufer fosfat 0.05 M pH 6. Sedangkan pengaruh pH terhadap stabilitas enzim dilakukan dengan memanaskan enzim dengan bufer universal pH 6.0 (tanpa substrat) pada suhu optimum enzim selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit.
Pengukuran stabilitas enzim dinyatakan dalam nilai k, t1/2, dan Ea.
Nilai k suatu enzim adalah konstanta laju deaktifasi enzim dari model eksponensial perubahan konsentrasi dan merupakan slope dari plot ln [C] terhadap waktu.
ln [C] = -K [t] + ln [Co] ... (1)
[Co] = aktivitas enzim pada awal inkubasi [t] = waktu inkubasi
Nilai t1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu
yang menyebabkan aktivitas enzim tinggal 50% dari aktivitas semula. t1/2 = - ln (0.5) ... (2) k
Energi aktifasi (Ea) dapat ditetapkan secara grafik berdasarkan persamaan Arrhenius. Persamaan ini merupakan hubungan laju reaksi terhadap suhu absolut. Ea merupakan slope dari ln k terhadap suhu absolut (1/T).
(53)
K = Ao [e]-Ea/RT (Persamaan Arrhenius)
ln k = -Ea [1/T] + ln ko ... (3) R
Keterangan :
K : Konstanta laju deaktifasi T : Suhu absolut (oK)
Ea : Energi aktifasi (kkal/(gmol.oK) R : Tetapan gas (1.987 kal/(gmol.oK) Ao : Faktor frekuensi
(54)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PRODUKSI ENZIM
Isolat yang digunakan dalam produksi enzim ekstraseluler kitosanase adalah Bacillus licheniformis MB-2 asal Tompaso-Manado. Tahap awal pada produksi enzim ekstraseluler kitosanase adalah tahap penyegaran terhadap mikroba yang berpotensi untuk menghasilkan enzim kitosanase. Dimana isolat Bacillus licheniformis MB-2 ditumbuhkan pada media thermus
padat (Park et al., 1999) pada waktu optimumnya yaitu selama 5 hari pada suhu 55°C. Waktu inkubasi yang singkat menyebabkan enzim tidak optimum menghidrolisa substrat karena mikroorganisme belum cukup beradaptasi dengan lingkungannya, sedangkan waktu inkubasi yang lama menyebabkan terjadinya penumpukkan produk akibat reaksi enzim dengan substrat. Mikroba yang memproduksi enzim ekstraseluler jika ditumbuhkan pada medium padat yang mengandung substrat yang dapat dihidrolisa, maka enzim tersebut akan dikeluarkan disekeliling koloninya dan akan menghidrolisa substrat disekeliling koloninya (Fardiaz, 1987). Sehingga perubahan disekitar koloni tersebut dilihat dengan terbentuknya areal bening (gambar 7). Areal bening menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi untuk memproduksi enzim kitosanase.
Gambar 7. Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang ditumbuhkan pada media thermus padat
(55)
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair (Park et al., 1999). Tujuannya adalah untuk perbanyakan sel dan menyediakan inokulum yang berada dalam keadaan aktif, sehingga bisa mempersingkat fase adaptasi/lag fase pada saat produksi. Adapun syarat inokulum yang digunakan untuk produksi enzim adalah sehat, bebas kontaminasi, dapat menahan kemampuannya membentuk produk, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, dan tersedia dalam jumlah yang cukup (Rahman, 1987).
Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi enzim, seperti pengaturan kondisi fermentasi (pH, suhu, transfer O2 dan nutrien bagi pertumbuhan), seleksi mikroba, dan
pengenalan siklus pertumbuhan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media fermentasi meliputi media-media tersebut mudah didapat, harganya murah, dan efisiensi penggunaannya. Menurut Rahman (1987) komponen dari media tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk menghasilkan metabolit, serta mampu memberikan energi yang cukup untuk biosintesa dan pemeliharaan sel. Dimana sumber-sumber nutrien yang ada dalam medium fermentasi digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, pemeliharaan, sumber energi bagi mikroorganisme untuk sintesis enzim, asam nukleat, dan senyawa makromolekul lainnya. Komponen yang terdapat pada media fermentasi meliputi senyawa sumber karbon, nitrogen, mineral (Mg, Cu, Fe, Zn, Ni, dan Co), air, serta faktor-faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan asam amino (Darwis dan Sukara, 1989).
Komposisi media yang digunakan untuk memproduksi enzim kitosanase sama dengan media yang digunakan untuk membuat kultur starter yaitu media thermus cair (Park et al., 1999). Hal ini dimaksudkan untuk mempersingkat fase adaptasi dari isolat mikroba. Adapun komposisi media yang dimaksud terdiri dari koloidal kitosan, MgSO4, KH2PO4, K2HPO4,
ekstrak kamir, dan casiton dengan pH media 7. Koloidal kitosan merupakan sumber karbon dan sekaligus sebagai substrat yang berfungsi sebagai inducer, karena sebagian besar mikroba memproduksi enzim secara induktif
(56)
(memproduksi enzim dengan keberadaan substrat). MgSO4, K2HPO4 dan
KH2PO4 berfungsi sebagai kofaktor enzim dan pertumbuhan. Sedangkan
casiton dan ekstrak kamir digunakan sebagai sumber nitrogen. Firdaus (2003) menyatakan bahwa casiton merupakan sumber nitrogen organik untuk memproduksi kitosanase secara optimal. Sedangkan sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen penting dalam media fermentasi karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari senyawa C dan N (Rahman, 1987). Pada tabel 9 dapat dilihat komposisi komponen tipikal sel mikroorganisme. Adapun dasar pemilihan media cair sebagai media fermentasi adalah agar oksigen, pH, dan faktor lingkungan lain dapat tersebar secara merata karena adanya aktivitas pengadukan, penanganan media cair yang lebih mudah, resiko kontaminasi rendah, dan kondisi fermentasi mudah dikontrol (Suhartono, 1989).
Tabel 9 . Komposisi komponen tipikal mikroorganisme
Komponen Persen sel (d. b)
Karbon 50
Nitrogen 7 – 12
Senyawa fosfor 1 – 3
Sulfur 0.5 – 1
Magnesium 0.5 Wang et al., (1979)
Produksi kitosanase dilakukan dengan menginokulasikan kultur starter ke dalam media cair. Menurut Darwis dan Sukara (1989) penambahan kultur starter dari bakteri umumnya berkisar antara 0.1 – 30% dari volume media. Pada penelitian ini kultur starter yang ditambahkan adalah 17.6% dari volume media cair. Wadah yang digunakan selama produksi enzim adalah erlenmeyer berukuran 250 ml, dimana tujuan penggunaan erlenmeyer 250 ml adalah agar proses aerasi dapat berlangsung dengan baik yaitu memungkinkan pemasokan O2 memadai, mempertahankan kondisi aerobik, dan membuang
(57)
sebagai penutup pada labu erlenmeyer untuk penyaringan udara. Menurut Rahman (1987) perpindahan O2 dari udara ke sel mikroba selama fermentasi
terjadi melalui tiga tahap yaitu perpindahan O2 dari gelembung udara ke dalam
larutan media, perpindahan O2 terlarut dari medium ke sel mikroba, dan
pengambilan O2 terlarut dari sel. Untuk mempertahankan keseragaman
suspensi sel mikroba dalam kultur, maka fermentasi dilakukan pada shaker waterbath yang berputar dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Selain itu tujuan penggunaan shaker waterbath yang berputar adalah untuk mempercepat pertumbuhan bakteri, karena dengan adanya putaran tersebut maka akan meningkatkan absorbsi O2 pada media dan menigkatkan aktivitas bakteri.
Produksi enzim dilakukan pada suhu 55°C selama 7 hari. Waktu fermentasi lebih lama dibandingkan waktu saat perbanyakan inokulum, agar sel bisa mencapai akhir fase log dimana enzim disintesa atau mendekati fase stationer. Chasanah (2004) melaporkan bahwa Bacillus licheniformis MB-2
yang ditumbuhkan pada media thermus cair yang disuplementasi 0.4%
koloidal kitosan memiliki waktu produksi maksimum pada hari ke-7. Sedangkan suhu fermentasi dipilih 55°C karena sesuai denga suhu optimal pertumbuhan dari isolat Bacillus licheniformis MB-2. Menurut Suhartono (1989) bila suhu fermentasi lebih tinggi dibandingkan suhu optimal pertumbuhan mikroba maka akan terjadi kerusakan struktur protein yang memegang peranan kunci dalam menentukkan metabolisme dan pertumbuhan sel. Sedangkan bila suhu fermentasi lebih rendah maka aktivitas metabolisme sel menurun dengan cepat sehingga produk metabolit yang dihasilkan pun menurun.
Untuk mendapatkan supernatan enzim yang telah bebas dari sel bakteri dan sisa media yang tidak larut, maka dilakukan sentrifugasi dingin untuk mencegah terjadinya denaturasi akibat panas yang ditimbulkan dari proses sentrifugasi. Saat sentrifugasi sel akan mengendap karena adanya gaya gravitasi, sedangkan enzim akan tetap ada pada supernatan. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas kitosanase (tabel 6) untuk mengetahui aktivitas supernatan bebas sel dari enzim kitosanase. Adapun prinsip yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim kitosanase adalah pengukuran jumlah gula
(1)
Lampiran 12. Karakterisasi suhu fraksi 9 (
pure enzyme
)
Suhu
Abs. Blanko
Abs. Sampel
Abs. kontrol
Rata-rata blanko
Rata-rata sampel
Rata-rata kontrol
Aktv .(U/ml)
[Protein] (mg/ml)
Aktv. spesifik (U/mg) 37 0.610 0.199 0.603 0.6115 0.199 0.604 0.4206 0.0325 12.9411
0.609 0.190 0.60
0.613 0.199 0.605
50 0.618 0.364 0.599 0.6185 0.364 0.60 0.7005 0.0325 21.5549
0.619 0.364 0.610
0.610 0.363 0.630
60 0.575 0.564 0.610 0.621 0.565 0.612 1.0136 0.0325 31.1882
0.622 0.566 0.614
0.620 0.560 0.619
70 0.630 0.515 0.574 0.6195 0.549 0.5745 1.0492 0.0325 32.2840
0.621 0.560 0.583
0.618 0.538 0.575
80 0.613 0.612 0.601 0.6215 0.617 0.6205 1.0857 0.0325 33.4054
0.621 0.637 0.621
0.622 0.622 0.620
90 0.60 0.60 0.617 0.6305 0.602 0.646 1.0186 0.0325 31.3411
0.623 0.66 0.633
(2)
Lampiran 13. Karakterisasi pH fraksi 9 (
pure enzyme
)
pH
Abs. blanko
Abs. sampel
Abs. kontrol
Rata-rata blanko
Rata-rata sampel
Rata-rata kontrol
Aktv. (U/ml)
[Protein] (mg/ml)
Aktv. spesifik (U/mg) 4 0.640 0.626 0.638 0.640 0.626 0.639 1.0699 0.0325 32.9211
0.640 0.626 0.64
0.650 0.621 0.635
5 0.660 0.646 0.654 0.660 0.647 0.654 1.0799 0.0325 33.2269
0.660 0.648 0.654
0.660 0.710 0.655
6 0.650 0.641 0.643 0.655 0.642 0.643 1.0898 0.0325 33.5328
0.660 0.639 0.645
0.670 0.643 0.647
7 0.667 0.656 0.664 0.667 0.656 0.662 1.0815 0.0325 33.2779
0.667 0.65 0.662
0.665 0.656 0.662
8 0.664 0.655 0.661 0.665 0.654 0.662 1.0782 0.0325 33.1760
0.666 0.653 0.668
0.667 0.650 0.663
9 0.660 0.644 0.65 0.660 0.643 0.653 1.0749 0.0325 33.0740
0.660 0.648 0.652
0.661 0.642 0.654
10 0.665 0.650 0.660 0.665 0.65 0.661 1.0732 0.0325 33.0231
0.665 0.650 0.662
0.664 0.670 0.666
11 0.670 0.645 0.663 0.670 0.646 0.663 1.0633 0.0325 32.7173
0.670 0.647 0.664
0.660 0.640 0.663
12 0.640 0.623 0.637 0.640 0.620 0.638 1.0616 0.0325 32.6663
(3)
Lampiran 14. Pengaruh suhu pemanasan fraksi 9 (
pure enzyme
) terhadap stabilitas enzim
Suhu
Waktu
(menit)
Abs.
blanko
Abs.
sampel
Abs.
kontrol
Rata-rata
blanko
Rata-rata
sampel
Rata-rata
kontrol
Aktv.
(U/ml)
Aktv.
Relatif
(%)
ln Aktv
(U/ml)
80
0 0.613 0.612 0.601 0.6215 0.617 0.6205
1.0856 100 6.9899
0.621
0.637
0.621
0.622
0.622
0.62
30 0.623 0.624 0.667 0.624 0.554 0.586 1.0385
95.6515
6.9455
0.625
0.637
0.674
0.62
0.639
0.659
60 0.582 0.549 0.6 0.5885 0.549 0.595 1.0152
93.5154
6.9229
0.59
0.548
0.59
0.587
0.549
0.57
90 0.632 0.505 0.622 0.632 0.506 0.623 0.8509
78.3719
6.7463
0.632
0.507
0.624
0.631
0.503
0.62
120 0.588 0.536 0.537 0.66 0.362 0.63 0.6472
59.6155
6.4727
0.588
0.552
0.554
0.587
0.555
0.54
90
0 0.648 0.6 0.617 0.648 0.602 0.646 1.0186 100 6.9261
0.648
0.66
0.633
0.649
0.604
0.659
60 0.622 0.555 0.62 0.623 0.556 0.6205
0.9846
96.6661
6.5288
0.623
0.557
0.621
0.623
0.578
0.615
120 0.648 0.345 0.645 0.647 0.346 0.645 0.5961
58.5298
6.3905
0.647
0.347
0.644
(4)
Lampiran 15. Pengaruh pH fraksi 9 (
pure enzyme
) terhadap terhadap stabilitas enzim
Waktu
Abs.
blanko
Abs.
sampel
Abs.
kontrol
Rata-rata
blanko
Rata-rata
sampel
Rata-rata
kontrol
Aktv
(U/ml)
Aktv.
Relatif
(%)
ln Aktv
(U/L)
0
0.606 0.641 0.643 0.6050
0.6420 0.643 1.0898 100 6.9938
0.604
0.639
0.645
0.631
0.643
0.647
30
0.623 0.515 0.519 0.6215
0.5095
0.5205
1.0733
98.4800
6.9784
0.625
0.51
0.479
0.620
0.509
0.522
60 0.588 0.545
0.5 0.5880 0.5695 0.5845 1.0666 97.8720 6.9722
0.588
0.569
0.574
0.587
0.57
0.595
90
0.620 0.509 0.572 0.6205
0.5310
0.5645
1.0359
95.0600
6.9431
0.621 0.532 0.561
0.180
0.53
0.568
120
0.601 0.513 0.567 0.6010
0.5140 0.568 1.0019
91.9398
6.9097
0.601
0.512
0.569
(5)
Lampiran 16. Kurva standar SDS-PAGE
Marker
BM
(dalton) log
BM
Jbb (Jarak
batas bawah)
Jba (Jarak
batas atas)
Rf
(Jba/Jbb)
Phosphorilase
97000
4.987
4.5
1
0.2222
Albumin 66000
4.819
4.5 2
0.4444
ovalbumin 45000
4.653
4.5
2.9
0.6444
Carbonic
anhydrase 30000
4.477
4.5 3.2
0.7111
Tripsin inhibitor
20100
4.303
4.5
3.9
0.8667
α
-laktalbumin 14400
4.158 4.5
4.2 0.9333
y = -1.1559x + 5.3025 R2 = 0.9639
0 1 2 3 4 5 6
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Jarak Rf
(6)