43 licheniformis
UTK gel
• sephadex G-50 • sephadex G-100
C1 :160 C2 : 242
C1 : 247 C2 : 245
al., 1992
Mucor rouxii Kromatografi ion
exchange • CM-sephadex
• DEAE-sephadex 22
70 Arcidiacono
et al., 1989
D. KARAKTERISASI ENZIM 1. KARAKTERISASI ENZIM KASAR
Karakterisasi enzim bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum aktivitas enzim, sehingga penggunaan enzim dapat disesuaikan dengan
karakteristik enzim tersebut. Dengan penggunaan enzim sesuai dengan kondisi optimumnya, maka enzim akan bekerja secara optimal dan lebih efisien.
Karakteristik enzim kasar yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan suhu optimum dan pH optimum. Dimana enzim kitosanase yang digunakan
untuk karakterisasi adalah enzim hasil presipitasi enzim yang telah diendapkan dengan amonium sulfat 80.
a. Suhu Optimum Dalam reaksi enzimatis, suhu berperan dalam meningkatkan
interaksi antara substrat dengan enzim. Dimana aktivitas enzim akan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai tingkat optimalnya dan
sesudah itu aktivitas enzim akan mengalami penurunan karena enzim mengalami denaturasi protein sebagian atau seluruh aktivitas enzim hilang.
Jika suatu protein terdenaturasi, maka susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur yang acak,
tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen tetapi aktivitas
44 biologinya menjadi rusak karena terjadi koagulasi protein protein tidak larut
lagi. Penentuan suhu optimum enzim kasar kitosanase dilakukan dengan
menganalisa enzim kasar pada berbagai suhu, yaitu suhu 37, 50, 60, 70, 80, dan 90°C selama 30 menit pada pH 6.0. Setelah analisa diperoleh hasil bahwa
enzim kasar kitosanase optimum pada suhu 60 - 70°C gambar 11a dan 11b dengan aktivitas sebesar 1.062 Uml atau 1.399 Umg suhu 60
o
C dan 1.087 Uml atau 1.432 Umg suhu 70
o
C.
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
20 40
60 80
100
S uhu A
k ti
v ita
s U m
l
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
20 40
60 80
100
S uhu Ak
ti v
ita s s
p es
if ik
U m
g
Gambar 11. Aktivitas crude kitosanase pada berbagai kondisi suhu a. Aktivitas Uml
b. Aktivitas spesifik Umg
45 Dari gambar 11 terlihat bahwa peningkatan suhu dari suhu 37°C
sampai 70°C menyebabkan aktivitas enzim meningkat. Tetapi setelah melewati suhu 70°C aktivitas enzim mengalami penurunan dan bisa dikatakan
setelah melewati suhu 70°C, enzim kasar kitosanase mulai mengalami denaturasi. Sebagai perbandingan, penelitian sebelumnya Chasanah, 2004
melaporkan bahwa enzim kasar kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 memiliki suhu optimum 80°C. Dari hasil yang diperoleh ternyata enzim kasar
kitosanase pada penelitian sebelumnya optimum pada suhu yang lebih tinggi sehingga membuat enzim bersifat lebih stabil dibandingkan dengan enzim
kitosanase pada penelitian ini. Adanya perbedaan suhu optimum dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan karena adanya protease endogenous
pada enzim yang dianalisa pada penelitian ini. Sedangkan kitosanase yang dihasilkan dari Bacillus coagulans LH 28.38 optimum pada suhu 70°C
Haliza, 2003. b. pH Optimum
pH medium tempat reaksi mempengaruhi terjadinya reaksi enzim. Oleh sebab itu, pada setiap percobaan dengan enzim diperlukan bufer untuk
mengontrol pH reaksi. Dimana pemilihan pH bufer yang tidak tepat dapat menyebabkan terganggunya interaksi antara substrat dengan enzim. Pada
umumnya enzim aktif pada pH netral yaitu pH cairan mahluk hidup. Penentuan pH optimum enzim kasar kitosanase dilakukan dengan
menganalisa enzim dengan kisaran pH 3 – 8 dengan menggunakan beragam bufer. Dari gambar 12a dan 12b terlihat bahwa enzim kitosanase yang
dihasilkan dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 optimum pada bufer Na- fosfat pH 6 -7. Aktivitas enzim pada bufer Na-fosfat pH 6 adalah 1.087 Uml
atau 1.432 Umg, sedangkan aktivitas enzim pada bufer Na-fosfat pH 7 adalah 1.088 Uml atau 1.433 Umg.
Kenyataan bahwa enzim kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 mempunyai aktivitas optimum pada bufer Na-fosfat pH 6
- 7 mendukung penelitian sebelumnya bahwa kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 Chasanah, 2004.
46 Selain itu Haliza, 2003 pun memperoleh pH optimum kitosanase dari
Bacillus coagulans LH 28.38 adalah pH 6 pada bufer fosfat.
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
2 4
6 8
10
pH A
k ti
v ita
s U
m l
Bufer sitrat Bufer asetat
Bufer fosfat sitrat
Bufer Na fosfat Bufer Tris-Cl
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
2 4
6 8
10
pH A
k ti
v it
a s s
p es
if ik
U m
g
Bufer sitrat Bufer asetat
Bufer fosfat sitrat
Bufer Na fosfat
Bufer Tris-Cl
Gambar 12. Aktivitas crude kitosanase pada berbagai pH a. Aktivitas Uml
b. Aktivitas spesifik Umg
2. KARAKTERISASI ENZIM MURNI
Enzim murni yang dikarakterisasi adalah fraksi enzim yang telah berhasil dipisahkan dari proses kromatografi filtrasi gel yang dicirikan dengan
memiliki aktivitas enzim Uml relatif besar dan memperlihatkan adanya peak pada kurva hasil kromatografi. Dimana karakteristik enzim murni yang
dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan suhu optimum, pH optimum dan pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas panas.
47 a. Suhu Optimum
Penentuan suhu optimum dari enzim murni kitosanase dilakukan dengan menganalisa aktivitas enzim sesuai dengan yang terdapat pada
metodologi penelitian. Kisaran suhu yang dipakai cukup luas yaitu suhu 37, 50, 60, 70, 80, dan 90°, dimana kisaran ini dianggap cukup untuk mewakili kisaran
suhu yang sebenarnya yang biasa dipakai dalam percobaan. Dari hasil pengujian, fraksi 9 optimum pada suhu 70
o
C - 80°C dengan aktivitas enzim 1.049 Uml dan aktivitas spesifik 32.28 Umg suhu 70
o
C. Sedangkan aktivitas enzim pada suhu 80
o
C adalah 1.086 Uml dan aktivitas spesifik sebesar 33.405 Umg gambar 13a dan 13b. Suhu optimum enzim murni pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu optimum enzim kasar, hal ini menyebabkan enzim murni kitosanase bersifat lebih stabil dibandingkan dengan
enzim kasar. Hal ini kemungkinan telah terpisahnya kofaktor-kofaktor enzim yang bersifat inhibitor dengan enzim selama proses kromatografi. Inhibitor
yang dimaksud misalnya ion logam, protein non enzim metabolit primer dan metabolit sekunder, dan sustrat yang tidak terdegradasi. Terpisahnya inhibitor
dari enzim menyebabkan enzim melipat kembali membentuk konformasi yang lebih stabil, sehingga enzim bersifat lebih tahan panas.
Penelitian sebelumnya Chasanah 2004 melaporkan bahwa kitosanase dari mikroba yang sama Bacillus licheniformis MB-2 optimum
pada suhu 70
o
C, menyebabkan suhu optimum enzim kasar pada penelitian sebelumnya lebih tinggi dibandingkan dengan enzim murni. Hal ini
disebabkan kemungkinan kofaktor enzim yang telah terpisah selama proses kromatografi bersifat aktivator bagi enzim. Sehingga dengan terpisahnya
aktivator dari enzim menyebabkan enzim murni bersifat kurang stabil dibandingkan dengan enzim kasarnya. Disamping itu enzim murni kitosanase
optimum pada suhu 60°C dari isolat Bacillus subtilis 168 csn Rivas et al., 1999 dan kitosanase mempunyai suhu optimum 45°C dari isolat Bacillus
megaterium P1 Pelletier dan Sygusch, 1992. Haliza 2004 pun melaporkan bahwa kitosanase dari isolat Bacillus caogulans LH 28.38 memiliki pH
optimum 60 - 70°C.
48
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
20 40
60 80
100
S uhu A
k ti
v ita
s U
m l
5 10
15 20
25 30
35 40
20 40
60 80
100
S uhu A
k ti
v ita
s U m
g
Gambar 13. Aktivitas pure kitosanase pada berbagai kondisi suhu a. Aktivitas Uml
b. Aktivitas spesifik Umg b. pH Optimum
Penentuan pH optimum enzim murni menggunakan bufer universal dengan kisaran pH yang luas yaitu pH 4 – 12. Hasil pengujian tertera
pada gambar 14a dan 14b. Dari gambar tersebut terlihat bahwa enzim murni kitosanase optimum pada bufer universal pH 6.0 dengan aktivitas enzim 1.089
Uml atau 33.532 Umg. pH optimum kitosanase setelah pemurnian kromatografi filtrasi gel relatif sama dengan pH optimum enzim kitosanase
kasar. Hasil yang diperoleh mendukung penelitian Chasanah 2004 bahwa
49 kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 optimum pada pH 6. Sebagai
bahan perbandingan kitosanase dari Bacillus coagulans LH 28.38 optimum pada pH 8 fraksi A, pH 11 fraksi B, pH 2 – 9 fraksi C Haliza, 2003.
Piza et al., 1999 melaporkan bahwa kitosanase dari Bacillus cereus optimum pada pH 5.8, kitosanase dari Bacillus circulans MH-K1 optimum pada pH 6.5
Yabuki, 1989, dan kitosanase Aspergilus fumigatus KB-1 optimum pada pH5.5 – 6.5 Eom dan Kang, 2003. Selain itu Uchida 1992 pun melaporkan
bahwa kitosanase dari Bacillus licheniformis UTK optimum pada pH 6.5.
1.06 1.065
1.07 1.075
1.08 1.085
1.09 1.095
2 4
6 8
10 12
14
pH A
k ti
v a
s U m
l
32.6 32.7
32.8 32.9
33 33.1
33.2 33.3
33.4 33.5
33.6
2 4
6 8
10 12
14
pH A
k ti
v it
a s U
m g
Gambar 14. Aktivitas pure kitosanase pada berbagai pH a. Aktivitas Uml
b. Aktivitas spesifik Umg
50 c. Stabilitas panas
Uji stabilitas panas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas kitosanase tetap stabil pada pemanasan, mengingat enzim merupakan
protein yang mudah mengalami kerusakan akibat denaturasi. Uji stabilitas enzim dinyatakan dengan aktivitas sisa aktivitas relatif, dimana aktivitas
relatif adalah hasil bagi antara aktivitas enzim yang mengalami pra inkubasi dengan aktivitas enzim yang tidak mengalami pra inkubasi.
Alasan enzim tersebut stabil terhadap pemanasan karena kemampuan enzim untuk mempertahankan diri dari denaturasi protein oleh
pengaruh panas. Stabilitas enzim dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen, ikatan van der wals, interaksi hidrofobik, jembatan disulfida dan gaya
elektrostatik dari muatan-muatan yang dimiliki oleh molekul protein itu sendiri. Meskipun demikian kestabilan panas kitosanase terhadap suhu
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Penurunan aktivitas enzim akibat penambahan waktu pemanasan merupakan akibat dari
perubahan konformasi sisi aktif enzim, karena molekul enzim memiliki struktrur yang lembut dan mudah rusak. Jika molekul enzim menyerap energi
terlalu besar akibat naiknya suhu dan dengan bertambahnya waktu inkubasi maka jumlah panas yang diterima enzim bertambah sehingga struktur tersier
enzim mungkin mengalami perubahan. Akibat dari perubahan struktur tersier enzim ini, sisi aktif enzim kemungkinan tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sehingga sulit untuk mengikat substrat. Apabila lama pemanasan diperpanjang maka kestabilan enzim akan menurun yang berakibat
meningkatnya laju inaktifasi Winarno, 1983. Uji stabilitas enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2
terhadap suhu 80
o
C dan 90
o
C tertera pada gambar 15. Pada pemanasan 80
o
C selama 30 menit menunjukkan aktivitas relatif kitosanase Bacillus
licheniformis MB-2 tidak banyak berkurang masih tersisa 95.65. Pada pemanasan selama 60 dan 90 menit pun aktivitas relatif kitosanase tidak
banyak berkurang masih tersisa 93.51 pemanasan 60 menit dan 78.37 pemanasan 90 menit. Penurunan aktivitas relatif kitosanase yang lebih besar
terjadi pada pemanasan selama 120 menit, dimana aktivitas relatif mengalami
51 penurunan hampir setengahnya tinggal tersisa 59.61. Sedangkan pada
pemanasan 90
o
C hanya dilakukan selama 60 dan 120 menit, hal ini disebabkan karena ketersediaan enzim kitosanase yang terbatas. Pemanasan selama 60
menit menunjukkan aktivitas relatif kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 yang tidak banyak berkurang masih tersisa 96.66. Namun pada pemanasan
selama 120 menit terjadi pengurangan aktivitas relatif yang cukup besar sampai setengahnya menjadi 58.53.
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100 120
140
Waktu pemanasan menit A
k ti
v it
a s r
e la
ti f
80 C 90 C
Gambar 15. Pengaruh suhu terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2
Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, pengukuran stabilitas enzim terhadap panas dinyatakan dalam nilai k konstanta deaktifasi, t
12
, dan Ea. Konstanta laju deaktifasi dapat ditentukkan dari hubungan ln aktivitas
enzim UL terhadap waktu pemanasan gambar 16. Slope persamaan regresi hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu pemanasan dinyatakan sebagai
nilai k. Nilai k yang diperoleh pada uji stabilitas enzim terhadap suhu 80
o
C dan 90
o
C adalah 0.0041 min
-1
dan 0.0045 min
-1
persamaan 4 dan 5. Sedangkan waktu paruh dari enzim kitosanase dapat diperoleh dari persamaan
2. Dimana waktu paruh pada suhu 80
o
C dan 90
o
C adalah 169.06 menit dan 154.03 menit, sehingga enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 lebih
stabil pada suhu 80
o
C dibandingkan pada suhu 90
o
C. Hal ini terlihat dari waktu paruh yang lebih besar pada suhu 80
o
C. Penentuan energi aktifasi Ea
52 melibatkan persamaan Arrhenius persamaan 3, dimana slope persamaan
regresi dari hubungan ln k terhadap suhu pemanasan 1T dinyatakan sebagai nilai Ea berbanding R konstanta gas gambar 17 dan persamaan 6. Menurut
Pelczar dan Chan 1986 energi aktifasi merupakan energi yang dibutuhkan untuk membawa suatu substansi ke status reaktifnya. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh energi aktifasi kitosanase adalah 2371.48 kalgmol.
o
K.
6.3 6.4
6.5 6.6
6.7 6.8
6.9 7
7.1
20 40
60 80
100 120
140
W ak tu pe man asan m e n i t ln
A k
ti vi
ta s U
L
Linear 80 C Linear 90 C
Gambar 16. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan.
Persamaan garis pada gambar 16 : 80
o
C : ln [C] = -0.0041 [t] + 7.0622 ……………………………… 4
90
o
C : ln [C] = -0.0045 [t] + 6.883 ……………………………… 5
[C] : aktivitas kitosanase dalam UL
[t] : waktu inkubasi dalam menit
Waktu paruh dari enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terbilang cukup besar sehingga kestabilan enzim kitosanase dari isolat Bacillus
licheniformis MB-2 cenderung lebih stabil dibandingkan dengan kitosanase lainnya, namun energi aktifasinya cenderung rendah. Hal ini bisa terlihat dari
penelitian sebelumnya oleh Chasanah 2004, dimana enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 dengan suhu pemanasan 70
o
C, 80
o
C, dan 90
o
C memiliki waktu paruh 25.56, 18.44, dan 16.74 menit dengan energi aktifasi
53 sebesar 5.720 kkalgmol.
o
K. Adanya perbedaan nilai waktu paruh dengan penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan karena saat proses
kromatografi pada penelitian sebelumnya, aktivator enzim telah terpisah dari enzim. Hal ini menyebabkan enzim bersifat kurang stabil dan waktu paruhnya
pun bernilai lebih rendah dibandingkan dengan waktu paruh pada penelitian ini. Disamping itu Haliza 2003 pun melaporkan enzim kitosanase dari isolat
Bacillus coagulans LH 28.38 dengan suhu pemanasan 60
o
C, 70
o
C, dan 80
o
C memiliki waktu paruh 57.28, 13.08, dan 7.81 menit fraksi A dengan energi
aktivasi sebesar 23.37 kkalgmol.
o
K. Waktu paruh pada fraksi B dengan suhu yang sama adalah 150.68, 10.09, dan 10.81 menit dengan energi aktifasi
31.07 kkalgmol.
o
K, sedangkan waktu paruh pada fraksi C pada suhu yang sama adalah 0.0067, 0.0467, dan 0.0995 menit dengan energi aktifasi 31.64
kkalgmol.
o
K. Choi et al., 2004 pun melaporkan bahwa kitosanase dari Bacillus sp. Strain KCTC 0377BP memiliki waktu paruh 10 menit dan 5 menit
pada suhu 55
o
C, dan 60
o
C.
-5.52 -5.5
-5.48 -5.46
-5.44 -5.42
-5.4 -5.38
0.00274 0.00276
0.00278 0.0028
0.00282 0.00284
S uhu pemanasan K ln
k m
in -
1
Gambar 17. Kurva hubungan ln k kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap suhu pemanasan
Persamaaan garis pada gambar 17 : ln k
= -1193.5 [1T] – 2.1159 ........................................................ 6
54 Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis
MB-2 terlihat cenderung cukup stabil karena penurunan aktivitas relatifnya pun cenderung tidak begitu besar gambar 18. Pada pemanasan 30 menit,
menunjukkan aktifitas relatif mengalami penurunan yang sangat sedikit masih tersisa 98.48. Hal serupa pun terjadi pada pemanasan selama 60 dan 90
menit dengan aktivitas sisa sebesar 97.87 pemanasan 60 menit dan 95.06 pemanasan 90 menit. Sedangkan pada pemanasan 120 menit, penurunan
aktivitas relatif pun hanya sedikit masih tersisa 91.94. Nilai k pada uji stabilitas enzim terhadap pH adalah 0.0007 min
-1
gambar 19 dan persamaan 7 dengan waktu paruh 990.21 menit.
20 40
60 80
100 120
50 100
150
Waktu menit A
k ti
vi tas
r el
ati f
Gambar 18. Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 pada suhu 80
o
C
55
2 4
6 8
20 40
60 80
100 120
140
Waktu menit ln
A k
ti v
ita s U
L
Gambar 19. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan pada suhu 80
o
C Persamaan gambar 19 :
80
o
C : ln [C] = -0.0007 [t] + 7.0001 ………………………… 7
[C] : aktivitas kitosanase dalam UL
[t] : waktu inkubasi dalam menit
E. SDS-PAGE