Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Tahun 2013

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN PASIEN TB PARU DALAM MENJALANI PENGOBATAN STRATEGI

DOTS Di PUSKESMAS TIGA DOLOK TAHUN 2013

SKRIPSI Oleh

Oloria K Pakpahan 121121071

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat, bimbingan, dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Tahun 2013”.

Skripsi ini tidak akan terlaksana penulisannya tanpa ada dukungan, doa, kasih sayang, semangat dan motivasi setiap saat oleh kedua orang tua tercinta Bapak J. Pakpahan dan Ibu S. Situmorang yang telah merawat, mendidik, menyayangi, memperhatikan dan memberikan dukungan penuh baik secara material dan non material. Penulis juga telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, SKp., MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, SKp,.MNS selaku pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp,. MNS selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Bapak Ikram, S.Kep. Ns, M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

6. Ibu Rika Endah Nurhidayah,S.Kp, M.Pd selaku penguji I 7. Ibu Nunung F Sitepu, SKep, MNS selaku penguji II

8. Teristimewa buat Hendry Purba dan Rafael pakpahan terimakasih buat dukungannya yang luar biasa.

9. Buat Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini : Exsafrida, Fransiska, Desy Natalia, Yanti Nova, Nuri Siska, Gohana, Ayu,Merry, Hijrah, Azzahra, verawaty, eko, terimakasih buat kebersamaannya.

10.Buat teman-teman satu angkatan 2012 yang memberikan masukan, dan semangat selama proses pengerjaan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Medan, Februari 2014 Penulis,

NIM : 121121071


(6)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SKEMA ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ………... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan ... 7

2.1.1 Defenisi Pendidikan Kesehatan... 7

2.1.2 Prinsip – Prinsip Pendidikan Kesehatan ... 8

2.1.3 Peranan Pendidikan Kesehatan ... 8

2.1.4 Konsep Pendidikan Kesehatan... 9

2.1.5 Tujuan Pendidikan Kesehatan... 9

2.1.6 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan... 11

2.1.7 Manfaat Pendidikan Kesehatan... 11

2.1.8 Sasaran Pendidikan Kesehatan... 12

2.1.9 Media Pendidikan Kesehatan... ... 12

2.1.10 Pendidikan Kesehatan Tentang TB Paru……….. 13

2.2 Konsep Pengetahuan ... 14

2.2.1 Pengertian Pengetahuan ... 14


(7)

2.3.1 Pengertian TB Paru... 18

2.3.2 Penyebab TB Paru... ... 18

2.3.3 Gejala dan tanda- tanda TB Paru ... 19

2.3.4 Klasifikasi TB Paru... ... 20

2.3.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi TB Paru ... 20

2.3.6 Penularan TB Paru... ... 21

2.3.7 Komplikasi TB Paru... 22

2.3.8 Penatalaksanaan TB Paru... 23

2.3.9 Pencegahan TB Paru pada orang dewasa... 23

2.3.10 Pengobatan TB Paru... 24

2.3.10.1 Pengobatan DOTS di Indonesia ... 25

2.3.10.2 Kategori Pengobatan TB Paru ... 26

2.3.11 Pemeriksaan TB Paru... 27

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 29

3.1 Kerangka Konseptual ... 29

3.2 Defenisi Operasional ... 30

3.3 Hipotesis ... 30

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 31

4.1 Desain Penelitian ... 31

4.2 Populasi dan Sampel ... 31

4.2.1 Populasi penelitian... 31

4.2.2 Sampel penelitian ... 32

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.4 Pertimbangan Etik ... 33

4.5 Instrumen penelitian ... 33

4.6 Validitas dan Reabilitas ... 35

4.7 Pengumpulan Data ... 36

4.8 Analisa data ... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40


(8)

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 41

5.1.2 Pengetahuan pasien yang tidak diberikan pendidikan kesehatan dan yang diberikan pendidikan kesehatan ... 43

5.1.3 Pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ... 45

5.2 Pembahasan ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 51

6.1. Kesimpulan ... 51

6.2. Rekomendasi ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Penelitian dari Pendidikan

Lampiran 3 : Surat Balasan Penelitian dari Puskesmas Tiga Dolok Lampiran 4 : Transfering dan hasil penelitian

Lampiran 5 : Jadwal Kegiatan Lampiran 6 : Lembar Konsultasi Lampiran 7 : Taksasi Dana


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013 ……….. 29


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Defenisi Operasional ... 30 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 41 3. Tingkat Pengetahuan pasien yang tidak diberikan pendidikan kesehatan dan yang diberikan pendidikan kesehatan ... 44 4. Tingkat Odd ratio pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pada kelompok control dan kelompok intervensi ... 46


(11)

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

Nama : Oloria K Pakpahan

Program Studi : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penyakit TB Paru yang merupakan penyakit ketiga dari seluruh penyebab kematian setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernafasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013. Jenis penelitian ini bersifat Deskriptif analitik dengan desain case control. Metode pengambilan sampel dengan tehnik

Purposive Sampling, sampel yang diteliti sebanyak 48 orang yaitu 24 kelompok intervensi dan 24 kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Dari hasil penelitian pada kelompok intervensi, responden yang diberikan pendidikan kesehatan yaitu tahu sebanyak 91,7% dan tidak tahu sebanyak 8,3% dan responden kelompok kontrol yaitu tahu sebanyak 37,5% dan tidak tahu sebanyak 62,5%. Dari hasil uji statistik dengan tingkat kemaknaan 95% didapakan nilai p=0,01 yang mana lebih kecil dari p<0,05 yang artinya terdapat pengaruh secara bermakna antara pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan dan dari analisis pengaruh dengan

odd ratio didapatkan nilai OR 18.333, dimana kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan beresiko sebanyak 18 kali lebih besar mengalami peningkatan pengetahuan.


(12)

Title : Influence of Health Education on Knowledge Of Pulmonary TB In Patients Undergoing Treatment In Clinics Three DOTS Strategy Dolok 2013

Student Name : Oloria K. Pakpahan Student Number : 121121071

Major : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2014

ABSTRACT

The study of pulmonary TB disease is distributed by a third of all disease is the cause of death after cardiovascular disease and respiratory tract. New Pulmonary TB disease can be detected by examination of the sputum (phlegm). This research aims to know the influence of health education on knowledge level of pulmonary TB patients are undergoing treatment in Clinics Three DOTS strategy Dolok by 2013. Type of this research is descriptive analytic case control design. Sample-taking methods with techniques of sampling, purposive sampling that examined as many as 48 people, 24 the intervention group and the control group 24. Data collection using a questionnaire. From the results of research on group intervention, respondents provided health education i.e. 91,7% and as much as I know do not know as much as 8.3% and respondent groups control which is known as much as 37.5% and did not know as much as 62.5%. From the results of the test statistic with 95% significance level obtained by the p-value of 0.01, which is smaller than p<0.05 to mean there is influence by means of health education to the level of knowledge and analysis of the influence of the odd ratio obtained value OR 18.333, where groups provided health education at risk by as much as 18 times more likely experience increased knowledge.


(13)

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

Nama : Oloria K Pakpahan

Program Studi : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penyakit TB Paru yang merupakan penyakit ketiga dari seluruh penyebab kematian setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernafasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013. Jenis penelitian ini bersifat Deskriptif analitik dengan desain case control. Metode pengambilan sampel dengan tehnik

Purposive Sampling, sampel yang diteliti sebanyak 48 orang yaitu 24 kelompok intervensi dan 24 kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Dari hasil penelitian pada kelompok intervensi, responden yang diberikan pendidikan kesehatan yaitu tahu sebanyak 91,7% dan tidak tahu sebanyak 8,3% dan responden kelompok kontrol yaitu tahu sebanyak 37,5% dan tidak tahu sebanyak 62,5%. Dari hasil uji statistik dengan tingkat kemaknaan 95% didapakan nilai p=0,01 yang mana lebih kecil dari p<0,05 yang artinya terdapat pengaruh secara bermakna antara pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan dan dari analisis pengaruh dengan

odd ratio didapatkan nilai OR 18.333, dimana kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan beresiko sebanyak 18 kali lebih besar mengalami peningkatan pengetahuan.


(14)

Title : Influence of Health Education on Knowledge Of Pulmonary TB In Patients Undergoing Treatment In Clinics Three DOTS Strategy Dolok 2013

Student Name : Oloria K. Pakpahan Student Number : 121121071

Major : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2014

ABSTRACT

The study of pulmonary TB disease is distributed by a third of all disease is the cause of death after cardiovascular disease and respiratory tract. New Pulmonary TB disease can be detected by examination of the sputum (phlegm). This research aims to know the influence of health education on knowledge level of pulmonary TB patients are undergoing treatment in Clinics Three DOTS strategy Dolok by 2013. Type of this research is descriptive analytic case control design. Sample-taking methods with techniques of sampling, purposive sampling that examined as many as 48 people, 24 the intervention group and the control group 24. Data collection using a questionnaire. From the results of research on group intervention, respondents provided health education i.e. 91,7% and as much as I know do not know as much as 8.3% and respondent groups control which is known as much as 37.5% and did not know as much as 62.5%. From the results of the test statistic with 95% significance level obtained by the p-value of 0.01, which is smaller than p<0.05 to mean there is influence by means of health education to the level of knowledge and analysis of the influence of the odd ratio obtained value OR 18.333, where groups provided health education at risk by as much as 18 times more likely experience increased knowledge.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru-paru (TB) adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Laban, 2008).

Di perkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 2000, diperkirakan ada 9 juta pasien TB paru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Penyakit ini merupakan pembunuh sekitar 2 juta orang setiap tahunnya, 1 juta diantaranya perempuan dan juga terdapat 100 ribu anak-anak. WHO menyatakan bahwa sekitar 1,9 milyard manusia, sepertiga penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman tuberculosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis di dunia. Dan dalam decade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi oleh tuberculosis (Aditama, 2006).

Di Indonesia penyakit TB paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Di perkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru terjadi, dimana sekitar 1/3 penderita terdapat di sekitar puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swata, praktek swasta,


(16)

dan sisanya belum terjangkau oleh unit pelayanan kesehatan. Kematian karena TB paru di perkirakan 175.000 per tahun, di mana penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif dan sebagian besar sosial ekonomi lemah (Ditjen PPM & PLP, 1999). Dengan makin memburuk nya keadaan ekonomi indonesia belakangan ini, kelompok penduduk miskin bertambah banyak, daya beli makin menurun, kemampuan memenuhi kebutuhan pokok makin berkurang dan dikhawatirkan keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khusus nya penderita TB paru. Disamping program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, penderita TB paru juga perlu di sembuhkan.

Dalam penelitian sebelumnya oleh Sukana (2008) menyatakan bahwa upaya penurunan angka penderita TB paru yang telah dilaksanakan oleh pihak program hingga tahun 2010 berupa pemberian obat yang intensif melalui puskesmas ternyata kurang berhasil. Hal ini terjadi karena belum adanya keseragaman dalam pengobatan dan sistim pencatatan pelaporan disemua unit pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta sehingga monitoring pengobatan yang dilakukan oleh pihak program terhadap penderita tidak berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari proporsi kematian oleh sebab TB paru telah terjadi peningkatan dari tahun 2009, 2010, 2011, berturut-turut 8,4%, 8,6% dan 9,9% dari seluruh kematian (SKRT, 2009, 2010, 2011). Hasil SKRT tahun 2008 menunjukkan bahwa TB paru merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan usia dan nomor 1 dari golongan infeksi (SKRT, 2008).

Dinas kesehatan kabupaten simalungun merupakan salah satu dinas kesehatan kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang telah melaksanakan program


(17)

pemberantasan penyakit TB paru demikinan pula dengan salah satu puskesmas yang dibawahinya adalah Puskesmas Tiga dolok. Ditinjau dari segi komitmen politis dari pengambil keputusan dan masyarakat dinilai sudah cukup baik, dimana hal ini terlihat adanya pihak masyarakat yang membantu dalam penyediaan obat. Paket obat yang selalu tersedia di puskesmas, kemampuan petugas kesehatan dalam mendiagnosa secara dini penderita TB paru yang cukup baik, namun kasus TB paru setiap tahun tetap menunjukkan peningkatan.

Pendidikan kesehatan dilakukan oleh tim peneliti dan petugas kesehatan daerah tentang cara penularan TB Paru, penyebab TB Paru, gejala TB Paru, pencegahan TB Paru. Dengan pemberian informasi ini diharapkan adanya penigkatan keteraturan/ketaatan minum obat yang berdampak pada meningkatnya angka kesembuhan yang di ukur secara dini dengan konversi dahak pada akhir pengobatan >80%.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 maret 2013 di Puskesmas Tiga Dolok, jumlah pasien yang mengalami TB Paru pada tahun 2012 (dari bulan januari sampai desember) adalah sebanyak 320 orang, dan pada bulan januari-maret 2013 sebanyak lebih kurang 80 orang. Hal tersebut menunjukkan penyakit TB Paru merupakan masalah yang masih disoroti.

Menurut penelitian sebelumnya oleh Taufan (2008) bahwa pengobatan pada penderita penyakit TB Paru dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : pengetahuan, motivasi, ketersediaan pengawas minum obat, keteraturan berobat dan status gizi. Pengobatan TB Paru bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, namun juga


(18)

diperlukan kesadaran dan keaktifan dari penderita untuk turut memberantas kasus TB paru.

WHO telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Depkes, 2007).

Istilah DOTS dapat diartikan pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh Pengawas Minum Obat (PMO) selama 6 bulan. (WHO, 2007). Tetapi penanggulangan dan pemberantasan penyakit TB sampai saat ini masih belum memuaskan.

Keberhasilan pengobatan TB paru strategi DOTS sangat ditentukan oleh adanya keteraturan minum obat anti tuberkulosis. Hal ini dapat dicapai dengan adanya kesadaran penderita TB paru untuk meminum obat secara teratur melalui upaya peningkatan pengetahuan penderita TB paru tentang pencegahan dan pengobatan TB paru melalui pendidikan kesehatan.

Dengan demikian dalam mencapai pengobatan TB Paru, maka penderita harus mengetahui tentang pengobatannya. Dari latar belakang ini penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1. Bagaimana pengetahuan pasien TB Paru sebelum diberikan pendidikan kesehatan.

1.3.2. Bagaimana pengetahuan pasien TB Paru sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

1.3.3. Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1.5.1 Bagi peneliti sebagai pengalaman pertama dan menambah pangetahuan serta wawasan dalam hal melakukan penelitian tentang pengaruh


(20)

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS.

1.5.2 Bagi pasien sebagai masukan akan pentingnya pengetahuan dalam menjalani terapi pengobatan yang telah ditetapkan oleh profesi kesehatan. 1.5.3 Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan tentang program pengobatan TB strategi DOTS dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan program pengobatan TB strategi DOTS yang sesuai.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan 2.1.1 Defenisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit. Bagi negara berkembang pendidikan kesehatan penting dilakukan dalam upaya pencegahan dan menjaga kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan tentang kesehatan diberikan dengan harapan berpengaruh terhadap perilaku.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Selain itu, pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang dapat menerima atau menolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoatmodjo, 2003). Menurut Nyswander pendidikan kesehatan adalah proses pada perubahan diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perseorangan dan masyarakat.

Berdasarkan berbagai defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah prilaku manusia yang meliputi pengetahuan, sikap, ataupun


(22)

praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan.

2.1.2 Prinsip-prinsip pendidikan kesehatan

Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi, pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataannya. Artinya, dalam program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu telah melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hasil investasi pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan (Notoatmodjo, 2011) 2.1.3 Peranan Pendidikan Kesehatan

Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi (faktor yang mendukung dan faktor yang memperkuat atau mendorong atau penguat. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai upaya intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga faktor tersebut. Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan


(23)

nilai-nilai kesehatan. Dengan kata lain, pendiidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk memotivasi atau mengoordinasikan sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo, 2011)

2.1.4 Konsep Pendidikan Kesehatann

Konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2011).

2.1.5 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan suatu komunikasi untuk mencapai tujuan kesehatan yang positif dan mencegah atau meminimalkan sakit sehat baik dalam individu maupun kelompok yang dipengaruhi oleh kepercayaan, tingkah laku dan kebiasaan yang dapat dijadikan kekuatan untuk komunitas yang lebih besar (Smith, 1979)

Tujuan pendidikan kesehatan yang utama adalah tercapainya perubahan prilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan


(24)

aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum dan operasional pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadi kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Herawani, 2001). Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat (Effendy, 1995).

Menurut Azwar (1983) dalam (Machfoedz & Suryani, 2008) bahwa perilaku kesehatan sebagai pendidikan kesehatan menjadi 3 macam, yaitu :

1. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai yang bernilai di masyarakat. Dengan demikian kader masyarakat mempunyai tanggung jawab di dalam penyuluhannya mengarahkan kepada keadaan bahwa cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.

2. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok. Itulah sebabnya dalam hal ini pelayanan kesehatan dasar diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk yang nyata misalnya posyandu. Seterusnya dalam kegiatan ini diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya penyakit.

3. Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan yang ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.


(25)

2.1.6 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Effendy (1995) yang menjadi ruang lingkup pendidikan kesehatan meliputi tiga aspek yaitu: materi/pesan, dan metode yang digunakan.

Menurut (Machfoedz & Suryani, 2008) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: 1. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu.

2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. 2.1.7 Manfaat Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat merupakan suatu upaya meningkatkan kesejahteraan anak di dalam keluarga. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses dan tanggung jawab secara bersama antara individu, keluarga dan komunitas serta memiliki manfaat untuk meningkatkan kontrol kesehatan dan kesakitan terhadap diri sendiri (Ramsay, 2008)

Pendidikan kesehatan memiliki manfaat untuk merubah tingkah laku atau kebiasaan yang ada di dalam masyarakat. Pendidikan kesehatan dapat melalui wawancara secara intensif (face to face). Dengan face to face pendidikan kesehatan dapat disampaikan secara langsung oleh perawat kepada klien yang membutuhkan. Pendidikan kesehatan yang dilakukan secara tatap muka akan mudah diterima klien.


(26)

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku terhadap kesehatan adalah status sosial, usia tingkat pendidikan dan jenis kelamin (Jo et, 2003)

2.1.8 Sasaran Pendidikan Kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan Indonesia adalah masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan, masyarakat dengan kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri, sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual. (Machfoedz & Suryani, 2008).

2.1.9 Media Pendidikan Kesehatan

Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan sebenarnya nama lain dari alat bantu pendidikan AVA. Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran untuk menyampaikan informasi-informasi kesehatan. Alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Terminologi media sebenarnya ditunjang dari istilah komunikasi. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan media, media ini dibagi menjadi tiga, yakni: media cetak, media elektronik, media papan. (Notoatmodjo, 2011).


(27)

2.1.10 Pendidikan Kesehatan Tentang TB Paru

Menurut Murniasih, 2010 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan sangat penting untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai TBC. Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam program penyuluhan penderita TB yaitu : 1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara

berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah, dan media massa yang tersedia di wilayahnya tentang cara pencegahan TB.

2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.

3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.

4. Menganjurkan perubahan sikap masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat.

5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila di antara warganya ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit TBC.

6. Berusaha menghilangkan rasa malu penderita karena penyakit TB paru bukan penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti sama halnya penyakit lain.

7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuia formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.


(28)

2.2 Konsep Pengetahuan 2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Soekanto dalam Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation).

Wahit dalam Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontrak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2011)

Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (syntesis), evaluasi (evaluation).

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang


(29)

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh: dapat menyesuaikan, merencanakan, meringkaskan.


(30)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria ketentuan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Contoh: dapat membandingkan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat – tingkat tersebut di atas. ( Notoatmodjo, 2011)

Menurut Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikan rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.


(31)

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan menpunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan


(32)

lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

g. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.3 Konsep TB Paru

2.3.1 Pengertian TB Paru

Menurut Arif Mansjoer (2001), tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, dan menurut Djojodibroto (2003), tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman mycobacterium tuberculosis.

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri itu merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri tersebut lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. ( Murniasih, 2010)

2.3.2 Penyebab Penyakit TB Paru

Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis,lurus atau agak bengkok, bergranula atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna


(33)

dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis uga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis. (Seomantri, 2008)

2.3.3 Gejala dan Tanda-tanda Penyakit TB Paru

Menurut Danusantoso (2012), gejala dan tanda-tanda penyakit tuberkulosis adalah demam tingkat rendah, batuk berdahak lebih dari 3 minggu, keletihan, anoreksia, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, sesak nafas dan batuk menetap

Tentu tidak semua pasien TB punya semua gejala di atas, kadang-kadang hanya satu atau dua gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga amat bervariasi. ( Adiatma, 2006)


(34)

2.3.4 Klasifikasi TB Paru

Menurut Danusantoso (2012), klasifikasi TB Paru adalah sebagai berikut: 1. TB primer

Pada seseorang yang belum pernah kemasukan basil TB, tes tuberculin akan negative karena system imunitas seluler belum mengenal basil TB. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TB, walaupun segera difagositosis oleh makrofad, basil TB tidak akan mati, bahkan mikrofagnya dapat mati. Dengan demikian, basil TB ini lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di alveolus paru, dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga pada infeksi oleh 1 basil saja, setelah 2 minggu akan bertambah menjadi 100.000 basil.

2. TB Sekunder

Yang dimaksud dengan TB sekunder ialah penyakit TP yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer. Dengan demikian, mulai sekarang apa yang disebut TB post-primer, secara internasional diberi nama baru TB sekunder.

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya TB Paru

Berhubung daya tahan tubuh terhadap penyakit TB terutama ditentukan oleh ampuhnya sistem imunitas seluler, setiap faktor yang menggangu akan meningkatkan kerentanan terhadap TB, seperti AIDS, pemakaian kortikosteroid sistemik jangka lama, diabetes melitus, kekurangan gizi, dsb (Danusantoso, 2012)


(35)

Orang yang mempunyai bekas penyakit TB, walaupun termasuk klasifikasi tenang, bila belum pernah menerima pengobatan spesifik lengkap, kemungkinan akan menderita TB jauh lebih besar dibandingkan dengan normal. Akhir-akhir ini, juga diketahui bahwa mereka yang tinggi dan kurus lebih besar kemungkinannya mendapat TB bila dibandingkan dengan mereka yang tidak kurus. (Danusantoso, 2012)

2.3.6 Cara Penularan TB Paru

Crofton dalam Danusantoso (2012) menyatakan bilamana hinggap di saluran yang agak besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir saluran pernapasan ini. Namun, bilamana hasil masuk sampai ke dalam alveolus maupun menempel ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkeolus, droplet nuclei akan menetap dan basil-basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak setempat. Oleh karena itu infeksi TB berhasil.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi misi-misi ini. Pertama-tama ialah jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa makin banyak basil di dalam dahak seorang penderita, maka makin besarlah bahaya penularan. Dengan demikian, para penderita dengan dahak yang sudah positif pada pemeriksaan langsung dengan mikroskop akan jauh lebih berbahaya dari mereka yang baru positif pada pembenihan, yang jumlah basilnya di dalam dahak jauh lebih sedikit. (Danusantoso, 2012)


(36)

Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau pada saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue. Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB akan tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. (Danusantoso, 2012)

Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, dapat juga mengurangi bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari kurang/tidak dapat masuk. (Danusantoso, 2012)

Pada waktu berbicara, meludah, bersin, ataupun batuk, penderita TBC akan mnengeluarkan kuman TBC yang ada di paru-parunya ke udara dalam bentuk percikan dahak. Kemudian, tanpa sadar dan tanpa sengaja, orang lain akan menghirup udara yang mengandung kuman TBC itu hingga masuk ke paru-paru dan kemudian menyebar ke bgaian tuuh lainnya. Begitulah penularan penyakit TBC itu terjadi. (Yoannes, 2008)

2.3.7 Komplikasi Penyakit TB Paru

Menurut Danusantoso (2012) komplikasi TB adalah pleuritis eksudatif, hemoptysis (batuk darah), TB laring, empiema, abses paru, cor pulmonale, bronchitis kronis, hipokalemia, anemia, pneumotoraks.


(37)

2.3.8 Penatalaksanaan Penyakit TB Paru

Menurut Widoyono (2008), pengobatan Tuberkulosis paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan metode Directly Observed Treatmend Shortcourse

(DOTS).

a. kategori I (2 HRZES/H3R3) untuk pasien TB baru

b. Kategori II (2HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan

c. Kategori III (2HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA(-), RO(+) d. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir

tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan pagi.

Menurut Soemantri (2008) penatalaksanaan terhadap pasien TB paru adalah penyuluhan kesehatan, pencegahan, pemberian obat-obatan yaitu dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis), bronkodilator, OBH (Obat Batuk Hitam), vitamin, fisioterapi dan rehabilitasi, konsultasi secara teratur.

2.3.9 Pencegahan TB Pada Orang Dewasa

Hendaknya kita selalu ingat bahwa TB pada orang dewasa lebih sering ditimbulkan oleh reinfeksi endogen (80%) daripada eksogen (20%). Bagi mereka yang tergolong dalam high risk group (seperti penderita diabetes melitus, morbus Hansen, orang yang mendapatkan pengobatan rutin dengan kortikosteroid, penderita AIDS, dsb), pemberian profilaksis dengan INH dapat dipertimbangkan. Pada mereka yang menginap kelainan bekas TB dan belum pernah menerima pengobatan spesifik


(38)

lengkap sebelumnya, pemberian profilaksis perlu demi mencegah kekambuhan di kemudian hari. Untuk tujuan profilaksis ini, dapat dipakai INH dengan dosis 300-400 mg / hari selama 12 bulan. (Danusantoso, 2012)

Usaha pencegahan penularan penyakit TBC dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularan yaitu mengobati penderita TBC sampai benar-benar sembuh serta melaksanakan pola hidup bersih dan sehat. Pada anak balita pencegahan diberikan dengan memberikan isoniazin selama 6 bulan. Bila belum mendapat vaksinasi BCG setelah pemberian isoniazid selesai. (Yoannes, 2008)

2.3.10 Pengobatan TB Paru

Menurut Taufan (2008), pengobatan bagi penderita penyakit TB Paru akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 8 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TB Paru dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.

Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Pada saat sekarang ini seharusnya pengobatan penyakit TB Paru sudah tidak menjadi masalah lagi, karena :

a. Penyebab penyakit sudah diketahui dengan pasti, yaitu infeksi oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis

b. Obat-obatannya yang ampuh sudah tersedia diantaranya streptomisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid, rifampisin.


(39)

c. Sarana pelayanan kesehatan tersedia mulai dari Puskesmas pembantu, puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus TB Paru. Demikian juga sarana pelayanan kesehatan swasta.

d. Tenaga medis tersedia di berbagai sarana pelayanan kesehatan mulai dari dokter umum sampai dokter spesialis paru.

2.3.10.1 Pengobatan DOTS di Indonesia

Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan World Health Organization (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO- Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, “perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru pembrantasan TB di Indonesia (Depkes,1999).

Lima kunci strategi DOTS yaitu : (1) Komitmen, (2) Diagnosis yang benar dan baik, (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat , (4) Pengawasan penderita minum obat, (5) Pencatatan dan pelaporan penderita dengan system kohort (WHO,2006).

Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Angka penemuan kasus TB menular yang ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%)


(40)

pada tahun 2005. Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7 % pada kelompok penderita yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8 % pada tahun 2004 (Depkes 2004).

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treament) oleh seorang pengawas minum obat (PMO).

2.3.10.2 Kategori Pengobatan TB Paru a. Kategori 1

Obat diberikan setiap hari selama 2 bulan yang terdiri dari H,R,Z,E (2HRZE) pada tahap intensif yang kemudian diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan yang terdiri dari H dan R (4H3R3) pada tahap lanjutan.

2HRZE/4H3R3, Untuk :

- Penderita baru TBC paru BTA positif

- Penderita TBC paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat dan, - Penderita TBC Ekstra paru berat

b. Kategori 2

2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap intensif selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES (2HRZES) dan 1 bulan HRZE (HRZE), kemudian dilanjutkan dengan tahap lanjutan 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu (5H3R3E3).


(41)

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita kambuh (relaps)

- Penderita gagal (failure)

- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). c. Kategori 3

2HRZ/4H3R3

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.

- Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),

pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

d. OAT Sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HR2E) setiap hari selama 1 bulan. (Depkes RI, 2007)

2.3.11 Pemeriksaan TB Paru Menurut (Murniasih, 2010) adalah : 1. Uji tuberkulin


(42)

Uji tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil protein TB di bawah permukaan kulit bagian dalam lengan bawah. Hasil dikatakan positif jika timbul benjolan merah dengan ukuran cukup besar (lebih dari 5 -15 mm) dalam dua hari. Uji tuberkulin tidak dapat menentukan apakah infeksi TB masih berlangsung atau sudah tidak aktif.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pada orang dewasa, bakteri TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas sehingga pada hasil foto rontgennya akan terlihat adanya bakteri yang menyusup (infiltrat) pada bagian tersebut.

3. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, dan tidak spesifik. Pada saat TB paru baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju pengendapan darah mulai meningkat.

4. Pemeriksaan sputum (dahak)

Pemeriksaan sputum (dahak) sangat penting karena dengan ditemukannya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang termasuk kelompok bakteri tahan asam, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah jika sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sendian.


(43)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan dan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan.

Skema 3.1. Kerangka konsep dalam penelitian pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS.

Pasien TB Paru yang menjalani pengobatan

Pendidikan Kesehatan

Pengetahuan: - Baik - Cukup - Kurang


(44)

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 1: Variabel berdasarkan defenisi operasional

Variabel Defenisi Parameter Alat Ukur Skala Skor Variabel Independen: Pendidikan Kesehatan Memberikan informasi kesehatan kepada klien untuk tercapainya perubahan pengetahuan klien untuk mengubah pengetahuan menjadi lebih baik. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien setelah dilakukan pre-test sebanyak satu kali, dengan curah pendapat dan diskusi. Variabel Dependen: Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden tentang penyakit TB paru.

Kuesioner Ordinal Baik: 18-24 butir

Cukup: 9-17 butir

Kurang: 0-8 butir

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas peneliti dapat mengambil / mendirikan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB paru dalam menjalani pengobatan.

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB paru dalam menjalani pengobatan.


(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitaian ini adalah bersifat deskriptif analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada atau untuk mengungkapkan hubungan koreltif antar variabel (Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan pengukuran case control

yaitu merupakan rancangan penelitian yang melakukan pengukuran dengan satu kelompok dilakukan tindakan (kelompok intervensi) dan satu kelompok lagi tidak dilakukan tindakan (kelompok kontrol).

Tabel 1. Gambaran rancangan penelitian

I x I’

K K’

Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok intervensi (I) yang diberi intervensi/perlakuan (I) dan kelompok kontrol (K) yang tidak diberi intervensi. 4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan suatu objek atau subjek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. (Alimul, 2003)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita TB paru dengan jumlah dalam setahun sebanyak 320 orang dengan rata-rata jumlah


(46)

perbulan 27 orang dan masih berada dalam pengobatan di Puskesmas Tiga Dolok.

4.2.2 Sampel

4.2.2.1 Jumlah Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atas sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. (Alimul, 2003)

Menurut Arikunto (2010) bila total populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel 10%-15% dan 20%-25% dari total populasi, maka besarnya sampel yang digunakan adalah 48 orang. Teknik sampling yang digunanakan peneliti dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria inklusi, yaitu: bersedia menjadi responden penelitian dengan memberikan persetujuan menjadi responden penelitian baik secara lisan maupun tulisan, pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS kurang dari 3 bulan, pasien TB Paru yang mampu membaca, menulis dan berbahasa Indonesia dengan jelas, berusia dewasa >15 tahun.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Tiga Dolok pada bulan September-Oktober 2013. Alasan peneliti memilih puskesmas tersebut karena banyak penderita TB Paru yang datang berobat di puskesmas ini dibandingkan dengan puskesmas lain di Kabupaten Simalungun.


(47)

4. 4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini akan dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian proposal penelitian untuk selanjutnya mendapat persetujuan dari institusi Fakultas Keperawatan USU dan izin dari kepala Puskesmas Tiga Dolok. Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu: peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang informasi esensial dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian ini. Jika responden bersedia untuk di teliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (inform consent) yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh peneliti dengan wawancara terstruktur. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

4.5 Instrumen Penelitian

Data responden diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner ini terbagi atas dua bagian: bagian pertama adalah kuesioner untuk data demografi meliputi umur, jenis kelamin, agama, pendidikan dan pekerjaan. Bagian kedua adalah kuesioner untuk pengetahuan pasien TB Paru.

Kuesioner pengetahuan pasien TB paru terdiri dari 24 butir pertanyaan dikotomi yaitu terdiri atas 18 pertanyaan positif dan 6 pertanyaan negatif. Pertanyaan positif


(48)

(no. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 21, 22, 23) dan pertanyaan negatif (no. 15, 17, 18,19, 20, 24). Jika pasien menjawab ya maka diberi nilai satu (skor=1) pada pertanyaan positif dan diberi nilai nol (skor=0) pada pertanyaan negatif, sedangkan jika pasien menjawab tidak maka diberi nilai nol (skor=0) pada pertanyaan positif dan diberi nilai satu (skor=1) pada pertanyaan negatif. Responden diminta untuk memilih salah satu jawaban dari dua pilihan jawaban yang tersedia yakni benar dan salah. Jadi nilai berkisar antara 0 sampai dengan 24.

Dalam penelitian pengetahuan digunakan rumus menurut Sudjana (2002) yaitu: R

I = --- N Keterangan:

R : nilai tertinggi dikurang nilai terendah N : jumlah yang tersedia

I : interval kelas

Dimana nilai rentang adalah 24 dengan kategori kelas baik, cukup, kurang maka didapatkan panjang kelas sebesar lima. Tingkat pengetahuan pasien TB paru dikategorikan:

0-8 adalah kurang 9-17 adalah cukup 18-24 adalah baik


(49)

4. 6 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat – tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Uji validitas ini dilakukan oleh ahli dalam penelitian ini yaitu dosen bagian Keperawatan Medikal Bedah USU dan dosen bagian Komunitas USU dengan strata pendidikan Master. Dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas kemudian dikoreksi pertanyaan yang tidak valid diganti langsung oleh penguji validitas.

4.6.1 Pengukuran Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya benar sesuai dengan kenyataannya maka berapa kalipun diambil tetap sama. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan dengan menggunakan rumus

Cronbach Alpha, dimana menurut Saryono (2010) jika alpha > 0,70 maka butir-butir pernyataan dikatakan reliabel.

Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi. Besar sampel untuk uji reliabilitas penelitian ini berjumlah 10 orang pasien TB Paru di


(50)

Puskesmas Medan Helvetia. Uji reliabel ini akan dilakukan setelah sidang proposal disetujui oleh para dosen penguji.

Uji coba Instrumen dilakukan pada Oktober 2013 di Puskesmas Medan Helvetia. Uji coba dilakukan terhadap 10 orang pasien di Poli Paru Puskesmas Medan Helvetia. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas pada kuesioner pengetahuan didapatkan nilai 0.728 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen pengetahuan ini telah reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk mengidentifikasi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan.

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dengan cara:

1) Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi Fakultas Keperawatan USU.

2) Mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian di Puskesmas Tiga Dolok.

3) Setelah mendapat izin, kemudian melaksanakan pengumpulan data penelitan di Puskesmas Tiga Dolok bekerja sama dengan petugas kesehatan untuk mengetahui klien yang memenuhi kriteria.

4) Responden yang tidak termasuk kriteria penelitian tidak akan diikutsertakan dalam data penelitian.


(51)

5) Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat penelitian.

6) Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani inform consent.

7) Mengidentifikasi pengetahuan pasien TB paru (pre-test) dengan menggunakan kuesioner selama 15 menit.

8) Peneliti melakukan pendidikan kesehatan selama satu kali. Wawancara pertama dilakukan sebelum penyuluhan dengan menggunakan kuesioner dan kedua dilakukan setelah penyuluhan dalam kurun waktu satu minggu setelah penyuluhan. Penyuluhan dilakukan dengan rincian pembukaan 5 menit, isi 30 menit, penutup 5 menit

9) Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul kemudian diolah/dianalisa.

4. 8 Analisa Data

Analisis data dilakukan setelah semua data berupa kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, dengan memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu-persatu. Kemudian memberi kode terhadap pernyataan-pernyataan yang telah diajukan, hal ini untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data. Data yang diperoleh merupakan data demografi pasien, data pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS.

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari tiap variabel. Analisis bivariat


(52)

dilakukan untuk melihat hubungan pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB paru dalam menjalani pengobatan.

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiap variabel (Notoatmodjo : 2010). Pada umumnya dalam analisi ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, penghasilan keluarga per bulan.

4.8.2. Analisi Bivariate

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis hubungan dua variabel (Notoatmodjo : 2010). Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa analisis bivariate ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu

1. Analisis proporsi atau persentase, dengan membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan.

2 Analisa bivarait merupakan kelajutan dari analisa univarat dengan cara melakukan tabulasi silang dengan menggunakan uji statistik chi-square (x2) pada taraf kepercayaan 95% untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan.


(53)

Keterangan: X2 = Chi- square

Σ = Jumlah

0i = Nilai observasi dari tiap sel Ei = Nilai yang diharapkan

Apabila p < α (p < 0,005 ) berarti ada pengaruh antara kedua variabel yang diteliti, Ha diterima. Apabila nilai p > α ( p > 0,05 ) berarti tidak ada pengaruh antara kedua variabel yang diteliti, Ha ditolak (Sudjana, 2002). 3. Analisis pengaruh antara dua variabel tersebut, dengan melihat nilai Odd

Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan pengaruh antara dua variabel yang diuji.


(54)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari September 2013 sampai Oktober 2013. Penelitian ini melibatkan 48 responden dengan menggunakan pengukuran case control dengan 24 orang responden kelompok pasien yang menjalani pengobatan tidak diberikan pendidikan kesehatan (Kelompok Kontrol), sedangkan 24 orang responden kelompok pasien yang menjalani pengobatan diberikan pendidikan kesehatan (kelompok Intervensi) kemudian dilakukan analisa pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden, tingkat pengetahuan pada kelompok pasien TB Paru yang menjalani pengobatan tidak diberikan pendidikan kesehatan dan kelompok pasien TB Paru yang menjalani pengobatan diberikan pendidikan kesehatan dan pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.


(55)

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini adalah semua pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok. Data demografi responden yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, penghasilan keluarga per bulan yang melibatkan 48 orang responden dengan 24 orang responden kelompok pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS tidak diberikan pendidikan kesehatan (kelompok kontrol), sedangkan 24 orang responden kelompok pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi). Dapat dilihat dari Tabel 5.1 sebagai berikut:


(56)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden Pada Pasien TB Paru Yang Menjalani Pengobatan Strategi DOTS Di Puskesmas Tiga Dolok 2013.

Karakteristik Demografi Responden

Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 1. Usia :

15-24 Tahun 2 8,3% 7 29,2%

25-34 Tahun 10 41,7% 9 37,5%

35-44 Tahun 45-54 Tahun 10 2 41,7% 8,3% 6 2 25,0% 8,3% 2. Jenis Kelamin :

Laki-Laki 17 70,8% 13 54,2%

Perempuan 7 29,2% 11 45,8%

3. Pekerjaan :

PNS/BUMN 1 4.2% 2 8.3%

Pegawai Swasta 7 29.2% 9 37.5%

Petani/Buruh 5 20.8% 6 25.0%

Wiraswasta IRT 9 1 37.5% 4,2% 6 1 25.0% 4,2% Pensiunan

Swasta 1 4,2% - -

4. Pendidikan :

SD 5 20,8% 3 12,5%

SLTP 1 4,2% 2 8.3%

SMA 8 33,3% 10 41.7%

Diploma 8 33.3% 7 29.2%

Sarjana 2 8,3% 2 8.3%

5. Status

Perkawinan : Belum Menikah 3 12,5% 11 45.8% Sudah Menikah Janda Duda 20 1 83,3% 4,2% 11 1 1 45.8% 4,2% 4,2% 6. Penghasilan

<1000000 11 45,8% 14 58,3%

1000000 – 3000000 8 33,3% 7 29,2%


(57)

Berdasarkan Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden menunjukkan bahwa tingkat usia pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS pada kelompok kontrol adalah rata-rata usia dari 25-34 Tahun dan usia 35-44 tahun masing-masing 41,7% sedangkan pada kelompok intervensi mayoritas berusia 25-34 tahun (37,5%). Berdasarkan Jenis kelamin menunjukkan bahwa mayoritas berjenis kelamin laki-laki baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS, dapat dilihat dari kelompok intervensi sebesar 54,2% dan kelompok kontrol lebih tinggi dari kelompok intervensi yaitu sebesar 70,8%. Berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani pengobatan berprofesi sebagai wiraswata pada pasien kelompok kontrol dan berprofesi sebagai pegawai swasta pada kelompok intervensi masing-masing sebesar 37,5%. Berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa tingkat yang paling tinggi pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS adalah berpendidikan SMA dan Diploma masing-masing sebesar 33,3% pada kelompok kontrol dan berpendidikan SMA sebesar 41,7% pada kelompok intervensi. Berdasarkan status perkawinan menunjukkan bahwa mayoritas sudah menikah pada kelompok kontrol sebesar 83,3% dan kelompok intervensi pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS yaitu belum menikah dan sesudah menikah masing-masing 45,8%. Berdasarkan tingkat penghasilan responden, menunjukkan bahwa tingkat yang paling tinggi pada pasien yang akan menjalani pengobatan strategi DOTS adalah <1000000 dapat dilihat pada pasien kelompok kontrol sebesar (45,8%) dan pada kelompok intervensi sebesar 58,3%.


(58)

5.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Pada Pasien Yang Tidak Diberikan Pendidikan Kesehatan (Kelompok Kontrol) Dan Pada Pasien Yang Diberikan Pendidikan Kesehatan (Kelompok Intervensi) Di Puskesmas Tiga Dolok.

Setelah pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS pada kelompok pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS tidak diberikan pendidikan kesehatan (kelompok kontrol) dan kelompok pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) sebagai dasar untuk membandingkan nilai tingkat pengetahuan pada pasien yang tidak diberikan pendidikan kesehatan dan pada pasien yang diberikan pendidikan kesehatan. Adapun gambaran nilai tingkat pengetahuan pada pasien yang tidak diberikan pendidikan kesehatan dan pada pasien yang diberikan pendidikan kesehatan sebagai berikut:

Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Pada Pasien Yang Tidak Diberikan Pendidikan Kesehatan (Kelompok Kontrol) Dan Pada Pasien Yang Diberikan Pendidikan Kesehatan (Kelompok Intervensi) Di Puskesmas Tiga Dolok.

Variabel Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi

N % N %

1. Tingkat Pengetahuan

Kurang 15 62.5 2 8.3

Cukup 9 37,5 15 62.5

Baik - - 7 29,2


(59)

Berdasarkan tabel 5.2 tingkat pengetahuan pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS tidak diberikan pendidikan kesehatan (Kelompok Kontrol) di Puskesmas Tiga Dolok yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 15 orang (62.5%), pada tingkat pengetahuan cukup 9 orang (37.5%) dan pengetahuan baik tidak ada. Sedangkan tingkat pengetahuan pada kelompok pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) yang mengalami tingkat pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (8,3%), pada tingkat pengetahuan cukup sebanyak 15 orang (62.5%) dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 7 orang (29,2%).

5.1.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat Pengetahuan Pada Pasien Yang Tidak Diberikan Pendidikan Kesehatan (Kelompok Kontrol) Dan Pada Pasien Yang Pendidikan Kesehatan (Kelompok Intervensi) Yang Menjalani Pengobatan Strategi DOTS Di Puskesmas Tiga Dolok.

Berdasarkan tabel 5.3 di bawah, hasil uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien yang tidak diberikan pendidikan kesehatan (kelompok kontrol) dan pada pasien yang diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) yang menjalani pengobatan strategi DOTS Di Puskesmas Tiga Dolok yang dapat diperoleh dari nilai Asymp. Sig (2-Sided) yang menunjukkan nilai p value=0,001 artinya bahwa nilai P-value<0,05 hal ini membuktikan bahwa pendidikan kesehatan berhubungan secara signifikan dengan peningkatan pengetahuan.

Berdasarkan perhitungan odd ratio (OR) terhadap peningkatan pengetahuan pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% (3.462<OR<97.080), maka didapatkan OR


(60)

sebanyak 18, yang artinya penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa 18 kali lebih besar responden mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) dibandingkan dengan responden yang tidak diberikan pendidikan kesehatan (kelompok kontrol).

Tingkat Odd Ratio dan Chi Square pendidikan kesehatan terhadap hubungan peningkatan pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.

Tabel 5.3. Tingkat Odd Ratio Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Pada Pasien Yang Menjalani Pengobatan Strategi DOTS Di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013.

Pendidikan Kesehatan Tingkat Pengetahuan Total CI 95% Tidak

Tahu Tahu

P-Value OR Kelompok

Intervensi (diberikan

Pendidikan Kesehatan) 8,3% 91,7% 100%

0,000 18 Kontrol (tidak diberikan

Pendidikan Kesehatan) 62,5% 37,5% 100%

Total Persentase 50% 50% 100%

5.2 Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana hubungan pendidikan kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS.

5.2.1 Tingkat Pengetahuan Responden Kelompok Kontrol (Tidak diberikan pendidikan kesehatan)

Pada kelompok kontrol (tidak diberikan pendidikan kesehatan) mayoritas responden tidak tahu tentang pengobatannya sebesar (62,5%). Pengetahuan yang


(61)

kurang atau minim dapat menyebabkan salahnya pasien terhadap upaya perawatan dan pencegahan berulangnya penyakit TB Paru (Moules & Ramsay, 2008). Umumnya pasien TB Paru tidak mengetahui pengobatannya karena kurangnya informasi dari pelayanann kesehatan tentang tanda gejala, bahaya, dan pencegahan penyakit TB Paru (Murniasih, 2010)

5.1.4 Tingkat Pengetahuan Responden Kelompok Intervensi ( pendidikan kesehatan)

Pada kelompok intervensi (diberikan pendidikan kesehatan) mayoritas responden memiliki kemampuan cukup yaitu (62,5%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan memiliki hubungan terhadap peningkatan pengetahuan. Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Purwanto (1998) yang menyatakan bahwa sikap negatif seseorang mengenai kesehatan dapat berubah dengan diberikannya informasi yang tepat melalui pendidikan kesehatan. Suliha (2001) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dapat berfungsi pendorong terjadinya perubahan perilaku dan dapat menarik perhatian masyarakat terhadap usaha – usaha menuju hidup sehat. Pernyataan ini didukung oleh Effendi (2005) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap sikap seseorang maupun masyarakat dalam kesehatan. Dalam teori health promotion model (Pender,2002), di dalam proses pendidikan kesehatan akan terjadi perubahan prilaku yang spesifik dari segi kognitif dan afektif seperti dalam penelitian ini pasien akan paham terhadap pengobatannya seperti pentingnya pemeriksaan dahak. Pemberian pendidikan kesehatan yang


(62)

teratur dan regular dengan materi yang sederhana, metoda yang tepat, pemberi materi yang adekuat dan waktu responden akan meningkatkan pengetahuan secara bermakna terhadap sikap dan perilaku pasien di puskesmas sukaramai kecamatan Baiturahman Banda Aceh (Yurika, 2009).

Suryani (2005) berpendapat bahwa memberi tambahan informasi merupakan tindakan pendidikan kesehatan untuk pasien yang sangat membantu dengan mengajarkan atau pendidikan pada pasien tentang aspek-aspek yang sesuai dengan perawatan diri dan penyembuhan, juga dapat memberikan pemahaman tentang masalah yang dihadapi pasien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Jo et al (2003) yang menjelaskan bahwa pemberian pengetahuan yang disampaikan melalui pendidikan kesehatan akan membawa dampak terjadinya peningkatan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu, sehingga dilakukannya pendidikan kesehatan secara tatap muka pendidikan kesehatan akan mudah diterima pasien.

5.1.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan tingkat pengetahuan pada pasien TB Paru yang menjalani pengobatan strategi DOTS.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p<5, hal ini terbukti bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh secara bermakna dengan peningkatan pengetahuan. Dari Analisis keeratan hubungan dengan Uji Statistik odd ratio (OR). Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa 18 kali lebih besar responden mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan dibandingkan dengan responden yang tidak diberikan pendidikan


(63)

kesehatan. Dimana responden kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) terdapat 91,7% responden tahu dan 8,3% responden tidak tahu. Sedangkan pada kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan (kelompok kontrol) terdapat 62,5% responden tidak tahu dan 37,5% responden tahu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan PurnamaSari (2011), bahwa tingkat pengetahuan pasien TB Paru setelah diberikan pendidikan kesehatan menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai hubungan yang signifikan dalam meningkatkan pengetahuan klien hal ini dikarenakan pasien dapat mengetahui dan membaca kembali apa yang dijelaskan.

Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan Sukana (2005) yang mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan penderita tentang pengobatan TB Paru yang di dapat ternyata berpengaruh ketaatan penderita minum obat. Dan menurut Sujudi (1996) dalam pemberantasan TB peran pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada penderita yang berobat sangat penting agar terjadi keteraturan berobat yang BTA pada akhir pengobatan menunjukkan hasil 100%. Ini bisa dilihat dari hasil analisa penelitian di atas yang menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, hal in membuktikan bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh untuk meningkatkan pengetahuan pasien TB dalam menjalani pengobatannya.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada peningkatan pengetahuan pada pasien kelompok kontrol karena pada kelompok ini tidak diberikan pendidikan kesehatan sehingga responden tidak mendapat informasi yang dapat menambah pengetahuannya tentang pengobatan TB Paru strategi DOTS.


(64)

Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang suatu objek akan mempengaruhi sikapnya terhadap objek tersebut. Hananto (2001) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya merupakan upaya memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar masyarakat melakukan tindakan atau perilaku sehat.


(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan tingkat pengetahuan pasien TB Paru pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) lebih dari setengah responden mengalami peningkatan pengetahuan 91,7% termasuk tahu dan 8,3% termasuk tidak tahu. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p<0,05, hal ini terbukti bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh secara bermakna dengan peningkatan pengetahuan. Dari Analisis keeratan hubungan dengan odd ratio, diketahui nilai

lower limit 3.462 dan upper limit 97.080 maka OR didapatkan 18.333 dimana kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan (kelompok intervensi) beresiko sebanyak 18 kali lebih besar mengalami peningkatan pengetahuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan.

Jika nilai OR nya lebih besar dari nilai diatas kemungkinan jumlah peningkatan pengetahuan akan lebih besar mengalami peningkatan pengetahuan dan kemungkinan akan mendekati nilai upper limit.

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa “ Pendidikan Kesehatan berpengaruh dengan peningkatan pengetahuan pasien TB Paru strategi DOTS yang menjalani pengobatan”.


(66)

6.2.1 Rekomendasi terhadap keterbatasan penelitian

Pada penelitian ini,pendidikan kesehatan dilakukan oleh peneliti yang bukan perawat puskesmas, sehingga sebaiknya pendidikan kesehatan pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh perawat puskesmas.

Pendidikan kesehatan hanya dilakukan satu kali oleh penliti maka untuk keperluan penelitian selanjutnya sebaiknya pendidikan kesehatan dilakukan lebih dari satu kali dan dalam jangka waktu yang lama.

6.2.2 Rekomendasi bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini memperoleh bukti bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan pada pasien yang menjalani pengobatan strategi DOTS. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuan pasien TB Paru dalam menjalani pengobatan strategi DOTS perawat puskesmas harus lebih sering dan lebih aktif dalam menginformasikan dan memberikan pendidikan kesehatan tentang pengobatan TB Paru agar angka penderita TB Paru di puskesmas mengalami penurunan.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. (2006). Tuberkulosis, rokok dan perempuan , Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Arikunto, S. (2001). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta: Bina Aksara.

Danusantoso, H. (2012). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: EGC.

Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis cetakan I, Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (2009). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis cetakan II, Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Djojodibroto, D. (2009). Respirologi buku kedokteran, Jakarta: EGC. Eka, R. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Orangtua Terhadap

Pengetahuan dan Kepatuhan Kunjungan Ulang Balita dengan Peneumonia di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Jakarta: Universitas Indonesia.

Laban, Y. (2008). Penyakit dan cara pencegahan TBC, Yogyakarta: Kanisus.

Machfoedz, I. (2009). Pendidikan Bagian dari Promosi Kesehatan. Jakarta: Fitramaya.

Mubarak, W. (2007). Promosi Kesehatan, Jogjakarta: Graha Ilmu.

Muniasih, E. (2010). Mengenal Tuberkulosis, Jakarta: Trias Yoga Kreasindo. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika.

PEMA Fakultas Keperawatan USU. (2010). Buku pedoman penulisan proposal dan skripsi sarjana keperawatan. Medan

Ramsay . (2008). The textbook of children’s dand young people’s nursing. (2nd ed) Jakarta: Blackwell.


(68)

Sujudi . (1996). Pengarahan Materi Kesehatan Pda Kongres VI PPTI. Jakarta. Sukana, B. (1999). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien

TB Paru di Kabupaten Tangerang. Jakarta: Universitas Indonesia.

Suliha, U. (2001). Studi Tentang Perilaku Keteraturan Datang Kontras Penderita TB paru dengan Pengobatan Jangka Pendek dan Faktor – factor Yang Mempengaruhinya Di RS Persahabatan. Tesis Fakultas Pasca Sarjana UI. Depok.

Widoyono . (2008). Penyakit Tropis dan Epidemiologi, Jakarta: Erlangga.

Yurika . (2009). Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap dan pengetahuan ibu dalam pemantauan perkembangan balita di keluarahan sukaramai kecamatan Baiturahman Banda Aceh. Tesis Jurusan Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Depok.


(69)

Lampiran 1

Surat Pernyataan Menjadi Responden

Berdasarkan permintaan dan permohonan serta penjelasan peneliti yang sudah disampaikan kepada saya, bahwa akan dilakukan penelitian tentang : ” Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Tahun 2013”.

Demi membantu dan berpartisipasi dalam penelitian tersebut, maka saya bersedia berperan sebagai responden dalam penelitian ini.

Medan, Oktober 2013

(Responden) Peneliti,

(OLORIA K PAKPAHAN) NIM. 121121071


(1)

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-sided)

Cochran's 15.393 1 .000

Mantel-Haenszel 12.843 1 .000

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 18.333

ln(Estimate) 2.909

Std. Error of ln(Estimate) .850

Asymp. Sig. (2-sided) .001

Asymp. 95% Confidence Interval

Common Odds Ratio Lower Bound 3.462 Upper Bound 97.080 ln(Common Odds Ratio) Lower Bound 1.242

Upper Bound 4.576

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.


(2)

RELIABILITY

/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA.

Reliability

[DataSet0] C:\Users\win7\Documents\SPSS RELIB.sav

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alphaa N of Items

-.728 24

a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.


(3)

(4)

(5)

Lampiran 7

TAKSASI DANA

Keterangan dana yang akan digunakan untuk keperluan pembiayaan kegiatan

penelitian mulai dari proposal sampai skripsi

1.

Proposal

a.

Biaya pengetikan dan print proposal-skripsi

Rp. 400.000

b.

Pencarian literatur internet

Rp. 200.000

c.

Fotocopy sumber literatur

Rp. 100.000

d.

Buku Refrensi

Rp. 300.000

e.

Fotocopy proposal-skripsi

Rp. 300.000

2.

Pengumpulan data

a.

Izin Penelitian

Rp. 200.000

b.

Transpotasi

Rp. 200.000

c.

Fotocopy kuesioner

Rp. 150.000

3.

Analisa data dan penyusunan laporan

a.

Jilid proposal-skripsi

Rp. 400.000

b.

Biaya tak terduga

Rp. 250.000

Jumlah Biaya yang diperlukan

Rp.2.500.000


(6)

Lampiran 8

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Oloria K Pakpahan

Tempat Tanggal Lahir

: Tiga Dolok 02 Februari 1992

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Tiga Dolok

Riwayat Pendidikan

1.

1997 - 2003

: SDN 091442 Dolok Maraja

2.

2003 - 2006

: SMPN 2 Tiga Dolok

3.

2006 - 2009

: SMA Swasta RK Bintang Timur Pematangsiantar

4.

2009 - 2012

: Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Jurusan

Keperawatan Prodi D-III Medan

5.

2012 - Sekarang

: Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara


Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Keanekaragaman Makrozoobentos Di Sungai Bah Bolon Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

7 74 74

Partisipasi Organisasi P3a Dalam Pemeliharaan Dan Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus: Desa Bosar Galugur Kecamatan Tanah Jawa, Desa Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan, Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar)

6 68 97

Inventarisasi Agroforestri Sebagai Pendukung Agropolitan Di Kabupaten Simalungun

8 40 94

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Analisis Pelaksanaan Pengobatan TB Paru Dengan Strategi Dots Di Puskesmas Wilayah Kota Medan

4 54 131

Analisis Pelaksanaan Pengobatan Tb Paru Dengan Strategi DOTS Di Puskesmas Wilayah Kota Medan

0 32 1

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Tahun 2013

0 2 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan 2.1.1 Defenisi Pendidikan Kesehatan - Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabup

0 0 22

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pasien TB Paru Dalam Menjalani Pengobatan Strategi DOTS di Puskesmas Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Tahun 2013

2 3 12