HUBUNGAN ASUPAN MAKAN (SERAT DAN LEMAK) DENGAN KEJADIAN KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(1)

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN (SERAT DAN LEMAK) DENGAN KEJADIAN KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUD Dr. H. ABDUL

MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANNI M. NAJIYAH ZIHA UL HAQ

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN FOOD INTAKE (FIBER AND FAT) AND THE OCCURRENCE OF COLORECTAL CARCINOMA AT RSUD. Dr. H. ABDUL

MOELOEK BANDAR LAMPUNG

By

ANNI M. NAJIYAH ZIHA UL HAQ

Colorectal carcinoma is one type of most malignant cancer and ranks fourth of the leading causes of cancer-related death. One of the most significant triggering factors of this cancer is eating habit. This research is to study the correlation between the adequacy level of fiber and fat and the occurrence of colorectal carcinoma.

This research is observational-analytical in nature with case control as its design research. It was conducted from November 2013 to January 2014, involving 40 samples, half of which were case group and half others were control group. The data collection methods combine questionnaire on food frequency and interview. The collected data was then analyzed with chi square analysis.

The finding reveals that there is a meaningful correlation between fiber from food intake and colorectal carcinoma, with p=0.026 and OR=11.00, while the figures for meaningful correlation between fat from food intake and colorectal carcinoma are as follow: p=0.006 and OR=0.22. It is therefore recommended that people pay more attention to balanced nutrients, especially fiber and fat in their diet, with the amounts of fiber and fat 25-30 grams and 27-68 respectively.

Keywords: colorectal carcinoma, fiber, fat


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN (SERAT DAN LEMAK) DENGAN KEJADIAN KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUD Dr. H. ABDUL

MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANNI M. NAJIYAH ZIHA UL HAQ

Karsinoma kolorektal termasuk jenis kanker dengan tingkat keganasan tertinggi dan penyebab kematian keempat terbanyak. Faktor yang berkaitan dengan peningkatan resiko kanker jenis ini antara lain kebiasaan makan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan serat dan lemak dengan kejadian karsinoma kolorektal.

Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian case control. Penelitian dilakukan pada November 2013 hingga Januari 2014 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 40 orang dengan perincian, kelompok kasus sebanyak 20 orang dan kelompok kontrol sebanyak 20 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar kuesioner food frequency dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis chi square.

Didapatkan hubungan bermakna antara asupan serat dengan karsinoma kolorektal dengan nilai p=0,026 dan OR=11,00. Hubungan bermakna antara asupan lemak dengan karsinoma kolorektal didapatkan nilai p=0,006 dan OR=0,22. Sehingga disarankan untuk masyarakat dapat lebih memperhatikan keseimbangan asupan zat gizi, terutama serat dan lemak dalam menu sehari-hari, yaitu sekitar 25-30 gram/hari untuk serat dan 27-68 gram/hari untuk lemak.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi……….. i

Daftar Tabel……….... ii

Daftar Gambar……….... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Kerangka Pemikiran... 6

F. Hipotesis... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolon... 8

1. Anatomi... 8

2. Fisiologi... 9

3. Histologi... 10

B. Epidemiologi Karsinoma Kolorektal... 11

C. Lokalisasi... 12

D. Etiologi dan Faktor Predisposisi... 13

1. Usia... 13

2. Polip Kolon... 13

3. Inflammatory Bowel Disease... 15

a. Ulseratif Kolitis... 15

b. Penyakit Crohn’s... 16

4. Genetik (Riwayat Keluarga) ... 16

5. Diabetes Tipe 2... 17

6. Pola Makan (Kebiasaan Makan) ... 17

7. Kurang Aktivitas Fisik... 17

8. Obesitas... 17

9. Merokok... 18

10.Konsumsi Alkohol... 18

E. Patologi... 18

1. Makroskopis... 18


(7)

F. Diagnosis... 22

1. Anamnesis... 22

2. Pemeriksaan Fisik... 23

3. Pemeriksaan Penunjang... 23

G. Penatalaksanaan... 25

H. Prognosis... 27

I. Skrining... 27

J. Pencegahan... 27

K. Asupan Makan (Serat dan Lemak)... 29

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 32

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 32

C. Populasi dan Sampel... 32

D. Identifikasi Variabel... 34

E. Definisi Operasional... 34

F. Alat dan Metode Penelitian... 35

G. Alur Penelitian... 36

H. Pengolahan Data... 36

I. Analisis Data... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden... 39

B. Analisis Univariat... 41

C. Analisis Bivariat... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 51

B. Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori... 6

2. Kerangka konsep... 7

3. 10 besar kanker tersering di RS Kanker Dharmais tahun 2010... 12

4. Rangkaian adenoma-karsinoma... 15

5. Stadium pada karsinoma kolorektal... 21


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Polip Kolon... 13

2. Klasifikasi Karsinoma Kolorektal (Dukes)... 21

3. Definisi Stadium... 22

4. Diagnosis Pasti Karsinoma Kolorektal... 25

5. Klasifikasi Lemak... 31

6. Definisi Operasional... 34

7. Karakteristik responden yang menderita karsinoma kolorektal menurut usia dan jenis kelamin... 39

8. Karakteristik responden yang tidak menderita karsinoma kolorektal menurut usia dan jenis kelamin... 40

9. Gambaran asupan serat pada pasien dan bukan pasien karsinoma kolorektal.... 41

10. Gambaran asupan lemak pada pasien dan bukan pasien karsinoma kolorektal.. 42

11. Hubungan asupan serat dengan kejadian karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek bandar Lampung... 43

12. Nilai Odds Ratio Asupan Serat... 44

13. Hubungan Asupan lemak dengan kejadian karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung... 47


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Dari tahun ke tahun peringkat penyakit kanker sebagai penyebab kematian semakin mengkhawatirkan. Diperkirakan sekitar 7,6 juta (atau 13% dari penyebab kematian) orang meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia karena penyakit kanker. Jika kanker tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Data tersebut semakin mengkhawatirkan, karena kejadian kanker akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (WHO, 2008).

Kanker dapat terjadi pada seluruh tubuh, termasuk usus besar (Siegel, 2013). Kanker usus besar dan rektum atau yang dikenal sebagai kanker kolorektal (karsinoma kolorektal) termasuk dalam tiga jenis keganasan terbanyak di dunia dan penyebab kematian keempat terbanyak untuk saat ini (Haggar, 2009). Karsinoma kolorektal tersebar di seluruh dunia dengan angka insidensi tertinggi di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Denmark, Swedia, dan negara maju lainnya (Robbins, 2012).


(11)

Di Amerika Serikat, karsinoma kolorektal merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker, baik pada pria maupun wanita (Haggar, 2009). Dengan perkiraan 134.000 kasus baru per tahun dan sekitar 55.000 kematian, penyakit ini merupakan penyebab hampir 15% kematian disebabkan kanker di Amerika Serikat (Robbins, 2012).

Di Asia, karsinoma kolorektal juga merupakan masalah yang penting (Yee, 2009). Insidensi di Jepang, yang dahulu rendah, sekarang meningkat hingga level pertengahan seperti di Inggris (Robbins, 2012). Di Indonesia, berdasarkan data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010 karsinoma kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk dan hingga saat ini karsinoma kolorektal tetap termasuk dalam 10 besar kanker yang sering terjadi. Observasi dari bagian patologi Anatomi RSCM, Jakarta menunjukan bahwa pada tahun 1986-1990, penderita kanker kolorektal berjumlah 275 orang, dan terus meningkat menjadi 368 orang pada tahun 1991-1995, sementara data pada tahun 1999-2003 bahkan angkanya mencapai 584 orang. Ini membuktikan terjadi peningkatan kejadian karsinoma kolorektal di Indonesia.

Di Lampung, khususnya kota Bandar Lampung juga telah dilakukan penelitian bertempat di RSUD Abdul Moeloek yang menunjukkan peningkatan kejadian karsinoma kolorektal setiap tahunnya. Disebutkan bahwa terdapat 31 kasus pada tahun 2004-2005 dan meningkat menjadi 86 kasus pada tahun 2007-2009.


(12)

Menurut Sjamsuhidajat, terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan peningkatan resiko kanker jenis ini, yaitu faktor umur, riwayat polip kolon, riwayat penyakit inflammatory bowel disease, riwayat keluarga, diabetes tipe 2, asupan makan (kebiasaan makan), kurang aktivitas fisik, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol. Faktor asupan makan (kebiasaan makan) yang saat ini paling banyak mendapat perhatian adalah rendahnya kandungan serat sayuran yang tidak dapat diserap dan tingginya kandungan lemak dari daging (Robbins, 2012). Menurut analisis data survei tingkat konsumsi serat yang dikumpulkan Puslitbang Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI, konsumsi serat harian rata-rata penduduk Indonesia baru sekitar 10 gram/hari, ini masih jauh dari kebutuhan serat yang dianjurkan dari WHO yaitu 25-30 gram/hari (Joseph, 2003).

Sejumlah penelitian telah menunjukkan diet rendah lemak dan tinggi serat bisa mengurangi resiko kanker ini. Namun, hasil penelitian tidak semuanya menyatakan demikian atau tidak konklusif. Pada tahun 2003, terdapat dua penelitian besar yang dipublikasikan di Lancet dan mempunyai hasil yang saling berhadapan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ulrike Peters menunjukkan bahwa asupan tinggi serat secara bermakna menurunkan insiden terjadinya kanker kolorektal, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sheila A. Bingham tidak menunjukkan bahwa asupan tinggi serat dapat menurunkan insiden terjadinya kanker kolorektal (Barclay, 2003). Penelitian lainnya mengenai


(13)

hal ini dipublikasikan di New England Journal of Medicine, 1999, dan melibatkan 89.000 perawat di Amerika Serikat. Hasilnya, asupan serat tidak bermakna menurunkan insiden jenis kanker ini. Ketidakkonsistenan hasil penelitian besar tersebut kemudian berlanjut hingga pada tahun 2005 dipublikasikan kembali hasil penelitian analisis terhadap 13 penelitian kohort prospektif dengan tujuan yang sama. Dipublikasikan di Journal of the American Medical Association (JAMA) dengan total subjek 752.628 orang, penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan serat yang tinggi mengurangi insiden kanker kolorektal. Namun, setelah disesuaikan (adjusted) dengan faktor risiko lain, hubungan tersebut menjadi tidak bermakna secara statistik (Lubis et al., 2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang karsinoma kolorektal dalam kaitannya dengan asupan makan pada pasien karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang masalah bahwa karsinoma kolorektal termasuk jenis kanker dengan tingkat keganasan tertinggi dan penyebab kematian keempat terbanyak. Faktor yang berkaitan dengan peningkatan resiko kanker jenis ini antara lain kebiasaan makan. Asupan makan yang kurang baik antara lain kandungan serat sayuran yang rendah dan tingginya kandungan lemak. Pada satu sisi, hasil penelitian menyebutkan bahwa asupan serat yang tinggi bisa mengurangi resiko


(14)

karsinoma kolorektal, pada sisi yang lain, asupan serat yang tinggi tidak mengurangi insiden karsinoma kolorektal. Sehingga rumusan masalah yang akan dikaji adalah: Apakah terdapat hubungan antara asupan makan (serat dan lemak) dengan kejadian karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara asupan makan terhadap terjadinya karsinoma kolorektal.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecukupan serat pada pasien yang terdiagnosis karsinoma kolorektal.

b. Mengetahui tingkat kecukupan lemak pada pasien yang terdiagnosis karsinoma kolorektal.

c. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan serat dan lemak dengan kejadian karsinoma kolorektal.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti, untuk memperdalam ilmu pengetahuan, terutama bidang bedah, gizi, dan patologi anatomi dan sebagai syarat kelulusan dari Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung.


(15)

2. Bagi masyarakat, Rumah Sakit Umum, dan layanan kesehatan lainnya yaitu sebagai data yang akurat dan informasi rinci mengenai hubungan asupan makan terhadap kejadian karsinoma kolorektal.

3. Bagi institusi kedokteran, yaitu dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat dipakai sebagai masukan data awal untuk bahan penelitian selanjutnya bagi mahasiswa atau dosen mengenai karsinoma kolorektal di Bandar Lampung.

E. Kerangka Pemikiran Kerangka Teori

(Sumber: Sjamsuhidajat, 2004)

Gambar 1. Kerangka Teori

Karsinoma Kolorektal Faktor resiko:

a. Umur

b. Riwayat polip kolon

c. Riwayat penyakit inflammatory bowel disease (IBD)

d. Riwayat keluarga e. Diabetes tipe 2 f. Asupan Makan g. Kurang aktivitas

fisik h. Obesitas i. Merokok


(16)

Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori dan judul skripsi yang diajukan oleh penyusun, maka gambaran kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independent (Bebas) Variabel Dependent ( Terikat)

Gambar 2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan makan terhadap kejadian karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Asupan Makan (Serat dan Lemak)


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kolon 1. Anatomi

Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix vermiformiis, colon , rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon ascendens (Moore, 2002). Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale (Widjaja, 2009).

Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal (Moore, 2002). Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi colon transversum (Widjaja, 2009). Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika superior, mengalirkan balik darah dari colon ascendens (Moore, 2002).


(18)

Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm (Widjaja, 2009). Pendarahan colon transversum terutama terjadi melalui arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior, tetapi memperoleh juga darah melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Penyaluran balik darah dari colon transversum terjadi melalui vena mesenterica superior (Moore, 2002).

Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm (Widjaja, 2009). Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi colon sigmoideum (Moore, 2002).

Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum (Moore, 1992). Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. (Widjaja, 2009). Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis analis (Moore, 2002).

2. Fisiologi

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan (Guyton, 2008), kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL (Ganong, 2008).


(19)

Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh (Guyton, 2008).

3. Histologi

Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa (Eroschenko, 2003). Usus besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata daripada yang ada pada usus kecil (Sudoyo, 2006). Submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Tampak kedua lapisan otot di muskulus eksterna. Baik kolon tranversum maupun kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena itu, serosa menjadi lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, pembuluh darah dan saraf (Eroschenko, 2003).


(20)

B. Epidemiologi Karsinoma Kolorektal

Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian. Secara umum didaptkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun (Sudoyo, 2006). Insidensi puncaknya pada usia 60 dan 70 tahun. Laki-laki terkena sekitar 20% lebih sering daripada perempuan (Robbins, 2012).

Di Amerika, karsinoma kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker dengan angka kematian mendekati 60.000 (Sudoyo, 2006). Di Amerika Serikat, umumnya rata-rata pasien karsinoma kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun. Di Indonesia, menurut data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010 karsinoma kolorektal tetap masuk dalam 10 besar kanker tersering.


(21)

Gambar 3. 10 Besar Kanker Tersering di RSKD (Kasus Baru) Tahun 2010.(Sumber: Bidang Rekam Medik RSKD)

C. Lokalisasi

Menurut laporan MUIR (1947) yang mengumpulkan 714 karsinoma dari kolon, ternyata bahwa 15% terdapat di kolon ascendens, 10% di kolon desendens, 16% di transversum, sedang 58% terdapat di rektum atau regtosigmoid (Sujono, 2013).


(22)

D. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum diketahui, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi (Price &Wilson, 2006). Beberapa faktor predisposisi tersebut adalah:

1. Usia

Individu dengan usia dewasa muda dapat terkena karsinoma kolorektal, tetapi kemungkinan meningkat tajam setelah usia 50 tahun, sekitar 9 dari 10 orang didiagnosis dengan karsinoma kolorektal berusia minimal 50 tahun (Alteri, 2011).

2. Polip Kolon

Polip adalah suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus. Polip dapat terbentuk akibat pematangan, peradangan atau arsitektur mukosa yang abnormal. Polip ini bersifat nonneoplatik dan tidak memiliki potensi keganasan. Polip yang terbentuk akibat proliferasi dan displasia epitel disebut polip adenomatosa atau adenoma (Robbins, 2012).

Tabel 1. Klasifikasi Polip Kolon

Polip Nonneoplastik Polip Neoplastik Polip hiperplastik

Polip Hamartomatosa Polip juvenilis Polip Peutz-Jeghers Polip inflamatorik

Adenoma


(23)

Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3mm dan berasal dari epitel mukosa yang hiperplastikdan metaplastik. Umumnya, polip ini tidak bergejala tetapi harus dibiopsi untuk menegakkan diagnosa histologik (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Polip juvenilis pada dasarnya adalah proliferasi hamartomatosa, terutama di lammina propia, yang membungkus kelenjar kistik yang terletak berjauhan. Polip ini paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Polip ini tidak memiliki potensi keganasan (Robbins, 2012).

Polip adenomatosa adalah polip asli yang bertangkai dan jarang ditemukan pada usia dibawah 21 tahun. Insidensinya meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Polip adenomatosa dibagi menjadi tiga subtipe berdasarkan struktur epitelnya:

- Adenoma tubular : merupakan yang tersering

- Adenoma vilosa : tonjolan-tonjolan seperti vilus (1% adenoma) - Adenoma tubulovilosa : campuran dari yang di atas (1-10%

adenoma) (Robbins, 2012).

Karena polip adenomatosa dapat berkembang menjadi kelainan pramaligna dan kemudian menjadi karsinoma, maka setiap adenoma yang ditemukan harus dikeluarkan (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).


(24)

Timbulnya karsinoma dari lesi adenomatosa disebut sebagai sekuensi/urutan adenoma-karsinoma.

Sindrom poliposis atau poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang ditemukan. Gejala pertamanya timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanita. Polip yang tersebar di seluruh kolon dan rektum ini umumnya tidak bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau diare disertai perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Risiko keganasannya 60% dan sering multipel (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

Gambar 4.Rangkaian adenoma-karsinoma. Perkembangan karsinoma dari lesi adenomatosa disebut sebagai rangkaian adenoma-karsinoma.

(Sumber: Kendal & Tao)

3. Inflammatory Bowel Disease a. Ulseratif Kolitis

Ialah penyakit ulserasi dan inflamasi akut atau kronis dari rektum dan kolon dengan tanda-tanda yang khas yaitu adanya diare,


(25)

perdarahan per rektal, nyeri di perut, anoreksia dan penurunan berat badan. Kolitis ulserative sering juga menyebabkan terjadinya karsinoma dari kolon dan paling banyak terdapat di segmen proksimal kolon (Sujono, 2013).

b. Penyakit Crohn’s

Penyakit ini sering disebut kolitis granulomatosis atau kolitis transmural, merupakan radang granulomatois di seluruh dinding, sedangkan kolitis ulseratif secara primer merupakan inflamasi yang terbatas pada selaput lendir kolon. Resiko kejadian karsinoma kolon pada Crohn’s lebih besar (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

4. Genetik (Riwayat Keluarga)

Menurut Gordan B. Mills and Paula Trahan Rieger, Genetic predisposition to Cancer, menyatakan bahwa kanker adalah penyakit genetic. 5 dari 10 persen dari semua pasien yang terkena kanker adalah karena pewarisan gen. Individu dengan riwayat keluarga memiliki resiko menderita karsinoma kolorektal 5 kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat penyakit tersebut. Terdapat dua kelompok pada individu dengan keluarga penderita karsinoma kolorektal, yaitu:

- Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC).


(26)

- Individu yang didiagnosis secara klinis menderita Familial Adenomatous Polyposis (FAP).

(Sjamsuhidajat, 2004). 5. Diabetes Tipe 2

Individu dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko yang tinggi dalam perkembangan karsinoma kolorektal. Diabetes tipe 2 dan karsinoma kolorektal menunjukkan beberapa faktor resiko yang sama seperti kelebihan berat badan (Siegel & Jemal, 2013).

6. Pola Makan (Kebiasaan Makan)

Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

7. Kurang Aktivitas Fisik

Jika individu tidak aktif secara fisik, maka individu tersebut memilki kesempatan lebih besar terkena karsinoma kolorektal. Meningkatkan aktivitas fisik adalah salah satu upaya untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker ini (Siegel & Jemal, 2013).

8. Obesitas

Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten mendukung bahwa terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan kejadian karsinoma kolorektal. Salah satu penelitian kohort menunjukkan kenaikan resiko 15% karsinoma kolon pada


(27)

orang yang overweight dibanding berat badan normal (Sjamsuhidajat, 2004).

9. Merokok

Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan kejadian karsinoma kolorektal, tetapi penelitian terbaru menunjukkan perokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun) mempunyai risiko relatif 1,5-3 kali (Sjamsuhidajat, 2004).

10.Konsumsi Alkohol

Hubungan karsinoma kolorektal dengan konsumsi alkohol tidak jelas. Meskipun kebanyakan hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara konsumsi alkohol dengan kejadian karsinoma kolorektal (Sjamsuhidajat, 2004).

E. Patologi

1. Makroskopis

Secara makroskopis , terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon


(28)

mengalami ulserasi menjadi tukak maligna (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

2. Mikroskopis

Apapun penampakan makroskopiknya, semua karsinoma kolon secara mikroskopis serupa. Hampir semua adalah adenokarsinoma yang berkisar dari berdiferensiasi baik hingga tidak berdifferensiasi dan jelas anaplastik. Banyak tumor menghasilkan musin, yang disekresikan ke dalam lumen kelenjar atau ke dalam intestisium dinding usus. Karena sekresi ini menyebabkan dinding usus merekah (diseksi), kanker mudah meluas dan memperburuk prognosis. Kanker di daerah anus umumnya berasal dari sel skuamosa (Robbins, 2012). 3. Klasifikasi

Klasifikasi karsinoma kolorektal menurut WHO, adalah sebagai berikut:

a. Adenokarsinoma

Sebagian besar (98%) kanker di usus besar adalah adenokarsinoma. Kanker ini merupakan salah satu tantangan besar bagi profesi kedokteran, karena kanker ini hampir selalu timbul di polip adenomatosa yang secara umum dapat disembuhkan dengan reseksi (Robbins, 2012).


(29)

Adenosquamous karsinoma yaitu suatu karsinoma yang terdiri dari komponen glandular dan squamous. Adenosquamous merupakan jenis tumor yang jarang ditemukan (Hamilton & Aaltonen, 2000). c. Mucinous adenokarsinoma

Istilah “mucinosa” berarti bahwa sesuatu yang memiliki banyak lendir. Diklasifikasikan mucinous adenokarsinoma jika lebih dari 50% lesi terdiri dari musin (Hamilton & Aaltonen, 2000).

d. Signet ring cell carcinoma e. Squamous cell carcinoma f. Undifferentiated carcinoma

Merupakan jenis yang paling ganas memiliki berbagai gambaran histopatologis sehingga tidak dikenali lagi asal selnya (Hamilton & Aaltonen, 2000).

g. Medullary carcinoma

Sel berbentuk bulat dengan inti vesikuler dan anak inti jelas diantaranya sel-sel terdapat sel radang limfosit yang tidak menginfiltrasi tapi mendesak gambarannya seperti ganas namun prognosisnya lebih baik (Hamilton & Aaltonen, 2000).


(30)

4. Stadium

Gambar 5. Stadium pada karsinoma kolorektal (Sumber: Alteri, 2011)

Klasifikasi karsinoma ini pertama kali diajukan oleh Dukes pada tahun 1930 (Sjamsuhidajat, 2004). Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma ke dinding usus (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

Tabel 2. Klasifikasi karsinoma kolorektal (Dukes)

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis

hidup setelah 5 tahun

A Terbatas di dinding usus 97%

B Menembus lapisan muskularis mukosa 80% C

C1 C2

Metastasis kelenjar limf

Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer

Dalam kelenjar limf jauh

65% 35%

D Metastasis jauh <5%


(31)

5. Metastase

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi dua sentimeter. Penyebaran per kontinuitstum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites (De Jong, 1997). F. Diagnosis

1. Anamnesis

Diagnosis dini tergantung dari pemeriksaan rutin. Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan kanan. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya, gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

Kanker kolon sisi kiri (sigmoid):

- gejala dini obstruksi (sisi kiri memiliki lumen yang lebih sempit); - tumor tersebut menimbulkan konstriksi seperti “cincin

serbet/napkin ring” atau “bagian tengah apel/apple core” (pertumbuhan anular yang melingkar); dan


(32)

Kanker kolon sisi kanan:

- anemia, penurunan berat badan dan nyeri abdomen;

- tumor yang menyerupai kembang kol/cauliflower (penampakan polipoid atau fungating); dan

- feses dalam kolon sebelah kanan masih berupa cairan; jadi, gejala obstruksi jarang dijumpai.

Kanker kolon pada kedua sisi:

- perubahan pada feses (melena, hematokezia, tinja yang diameternya kecil seperti pensil);

- rasa tidak nyaman pada perut; dan

- gejala konstitusional seperti penurunan berat badan, keringat pada malam hari dan demam

(Kendall & Tao, 2013). 2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah keadaan tumor dan mobilitas tumor (Sjamsuhidajat, 2004).

3. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang terbukti efektif untuk diagnosis karsinoma kolorektal, yaitu endoskopi, CT Scan, MRI, barium enema, dan CEA (Sjamsuhidajat, 2004).


(33)

a. Endoskopi

Jenis endoskopi yang dapat digunakan adalah sigmoidosskopi rigid, sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Sigmoidoskopi Rigid digunakan untuk visualisasi kolon dan rektum sebenarnya kurang efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi fleksibel (Sjamsuhidajat, 2004). Sigmoidoskopi Fleksibel yaitu visualisasi langsung pada 40 hingga 60 cm terminal rektum dan kolon sigmoid dapat dilakukan dengan persiapan yang minim dan lebih nyaman bagi pasien. Enam puluh persen dari semua tumor usus besar dapat terlihat secara langsung menggunakan alat ini (Price & Wilson, 2006). Kolonoskopi adalah pemeriksaan endoskopi yang sangat efektif dan sensitif dalam mendiagnosis karsinoma kolorektal. Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95% (Sjamsuhidajat, 2004).

b. CT Scan dan MRI

CT Scan dan MRI digunakan untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar. Akurasi pembagian stadium dengan menggunakan CT-Scan adalah 80% dibanding MRI 59%. Untuk menilai metastase kelenjar getah bening akurasi CT-Scan adalah 65%, sedang MRI 39% (Sjamsuhidajat, 2004).


(34)

c. Barium Enema

Merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mendeteksi gangguan kolon. Penambahan kontras-udara dengan radiografi enema barium bersifat akurat hingga 90% pemeriksaan (Price & Wilson, 2006).

d. CEA (Carcinoembrionik Antigen) Screening

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status karsinoma kolorektal dan mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk bisa digunakan sebagai screening karsinoma kolorektal (Kendal & Tao, 2013).

Tabel 5. Diagnosis pasti karsinoma kolorektal

Cara pemeriksaan Persentase

Colok dubur 40%

Rektosigmoidoskopi 75%

Foto kolon dengan barium / kontras ganda

90%

Kolonoskopi 100% (hampir)

(Sumber : Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1997) G. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan


(35)

kelenjar limf regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

2. Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Terdapat 2 cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal (external beam radiation therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel karsinoma. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung menit (American Cancer Society, 2013).

3. Kemoterapi

Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan yang dicapai pada kemoterapi terhadap karsinoma kolorektal. Beberapa dekade ini hanya menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) – disusul oleh kehadiran asam folinat /leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun 1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai pengganti oral koombinasi 5-FU/FA (Sjamsuhidajat, 2004).


(36)

H. Prognosis

Angka ketahanan hidup 5 tahun tergantung dari stadium A:80% , B:60%, C:35%, D:5%. Angka ketahanan hidup 5 tahun setelah reseksi metastasis hati yang sukses adalah sebesar 25% (Grace & Barley, 2006).

I. Skrining

Beberapa organisasi (misal, National Cancer Institute, American Cancer Society, American College of Physicians) memiliki penuntun skrining yang telah disetujui untuk mendeteksi kanker kolorektal pada stadium yang masih dapat disembuhkan. Strategi skrining pada orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan sebagai berikut: (1) laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan digital (rectal toucher) setiap tahun, dan (2) Orang berusia diatas 50 tahun harus menjalani pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi setiap 3 hingga 5 tahun setelah dua kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun. Orang yang berisiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga juga harus menjalani pemeriksaan kolon total dengan enema barium kontras-udara atau kolonoskopi setiap 3-5 tahun (Price&Wilson, 2006).

J. Pencegahan 1. Endoskopi

Sigmoidoskopi atau endoskopi dapat mengidentifikasi dan mengangkat polip dan menurunkan insiden daripada karsinoma


(37)

kolorektal pada pasien yang menjalani kolonoskopi polipektomi (Lippincott Williams & Wilkins, 2004).

2. Diet

Penelitian awal menunjukkan bahwa diet tinggi bahan fitokimia mengandung zat gizi seperti serat, vitamin C, E dan karoten dapat meningkatkan fungsi kolon dan bersifat protektif dari mutagen yang menyebabkan timbulnya kanker (Price & Wilson, 2006).

3. Obat-obatan

Beberapa penelitian epidemiologi terakhir mengisyaratkan bahwa pemakaian aspirin dan NSAID lain memiliki efek protektif terhadap kanker kolon. Dalam Nurses’ Health Study, perempuan yang mengonsumsi empat sampai enam tablet aspirin/hari selama 10 tahun atau lebih, memperlihatkan penurunan insidensi kanker kolon. Dasar kemoprevensi ini belum diketahui. Mekanisme yang mungkin adalah induksi apoptosis pada sel tumor dan inhibisi angiogenesis. Efek yang terakhir tampaknya diperantarai oleh inhibisi siklogenase 2. Enzim dalam jalur sintesis prostaglandin ini tampaknya meningkatkan angiogenesis dengan meningkatkan produksi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Berdasarkan temuan ini, Federal Drug Adminitration menyetujui pemakaian inhibitor siklooksigenase 2 sebagai zat kemopreventif pada pasien dengan sindrom poliposis adenomatosa familial (Robbins, 2012).


(38)

K. Asupan Makan (Serat dan Lemak) 1. Definisi Serat

Menurut The American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001), serat adalah bagian yang dapat di makan dari tanaman atau karbohidrat analog yang memiliki sifat resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus serta mengalami fermentasi lengkap atau partial pada usus besar.

Berdasarkan kelarutannya, serat terdiri atas dua golongan, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air adalah serat yang tidak larut dalam air, tetapi memiliki kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur dan volume tinja (Devi, 2010). Serat tidak larut air tersebut meliputi selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat dalam dedak beras, gandum, sayuran dan buah-buahan (Almatsier, 2005). Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian membentuk gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air (Devi, 2010). Serat larut air tersebut meliputi pektin, gum dan mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang-kacangan, sayur, dan buah-buahan. Serat dapat mencegah kanker kolon dengan mengikat dan mengeluarkan bahan-bahan karsinogen dalam usus (Almatsier, 2005).

WHO menganjurkan asupan serat 25-30 g/hari (Almatsier, 2005). Berbagai negara memberikan rekomendasi yang sedikit berbeda yaitu antara 10-13g/1000kcal per hari atau sekitar 30-40g per hari (BNF,


(39)

1990 dalam Marsono, 2004). Di Indonesia rekomendasi asupan serat pangan baru diusulkan pada Widya karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VII tanggal 17-19 Mei 2004 yaitu sebesar 10-13g/1000kcal (Hardiansyah & Victor Tambunan, 2004 dalam Marsono, 2004). Bahan makanan yang termasuk tinggi serat adalah sebagai berikut: Sumber karbohidrat : beras tumbuk/merah, roti whole wheat. Sumber protein nabati : Kacang-kacangan yang dikonsumsi dengan

kulitnya seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan hasil olah kacang-kacangan, seperti tempe.

Sayuran : daun singkong, daun kacang panjang, daun pepaya, brokoli, jagung muda, oyong, pare, kacang panjang, buncis, dan ketimun.

Buah-buahan : Jeruk yang dimakan dengan selaputnya, nanas, mangga, salak, pisang, pepaya, sirsak serta buah yang dimakan beserta kulitnya, seperti apel, anggur, belimbing, pir dan jambu. (Almatsier, 2005).

2. Definisi Lemak

Lemak adalah sumber energi tinggi yang penting dalam tubuh manusia. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kalori. Lemak dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:


(40)

a. Lemak nabati, yaitu lemak yang berasal dari tumbuhan. Seperti kacang-kacangan, kedelai, kacang tanah, kelapa, minyak kelapa, kenari, santan, wijen, jagung dan lain-lain.

b. Lemak hewani, yaitu lemak yang berasal dari hewan. Seperti susu, daging, telur, mentega, keju, dan lain-lain. (Suprapto, 2009). Lemak 10-25 % dari kebutuhan energi total. Bila kebutuhan energi dalam sehari adalah 2450 kkal, energi yang berasal dari lemak hendaknya sebesar 245-613 kkal atau 27-68 g lemak (Almatsier, 2005).

Tabel 6. Klasifikasi Lemak

JENIS LEMAK ASAL SUMBER

Jenuh Terutama berasal dari

hewan, tetapi bisa juga berasal dari minyak kelapa dan minyak sawit, cenderung padat/beku pada suhu kamar

Mentega, lemak, keju, lemak daging

Tak jenuh Terutama berasal dari

sayuran, cenderung cair pada suhu kamar

Minyak ikan, avokad, kacang-kacangan, bunga matahari dan minyak jagung.

Tak jenuh tunggal Ditemukan pada ikan

dan beberapa kacang-kacangan serta biji-bijian

Minyak zaitun, juga beberapa jenis minyak lain dan minyak tak jenuh

Terhidrogenasi Dihasilkan dari proses

kimiawi yang membuat minyak cair menjadi padat, perubahan struktur kimiawi tersebut dapat

mempengaruhi caranya bereaksi terhadap tubuh

Digunakan dalam makan olahan, termasuk margarin, biskuit dan cake

(Sumber: Buku Panduan Mengurangi Risiko Terkena Kanker dengan Mengatur Pola Makan)


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian case control. Yakni efek penyakit atau status kesehatan (karsinoma kolorektal) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko (asupan makan) diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada November 2013-Januari 2014. Dilaksanakan di intalasi rawat jalan (poli) bedah digestif dan instalasi rawat inap bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien karsinoma kolorektal, yaitu yang berobat di instalasi rawat jalan (poli) bedah digestif dan instalasi rawat inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung selama periode November 2013.

Sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel kelompok kasus dalam penelitian ini adalah total sampling, sampel yang diambil adalah seluruh pasien karsinoma kolorektal yang berada di RSUD


(42)

Dr. H. Abdul Moeloek selama periode November 2013 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Kriteria inklusi:

1. Kelompok kasus: semua pasien karsinoma kolorektal yang berobat di instalasi rawat jalan (poli) bedah digestif dan instalasi rawat inap RSUD Abdul Moeloek selama periode November 2013;

2. Kelompok kontrol: bukan pasien karsinoma kolorektal yang berobat di instalasi rawat jalan (poli) bedah digestif dan instalasi rawat inap RSUD Abdul Moeloek selama periode November 2013, mempunyai variabel umur yang sama dengan kelompok kasus serta mempunyai salah satu keluhan atau gejala seperti anemia, bab darah atau terdapat massa.

3. Pasien yang menandatangani informed consent. Kriteria Eksklusi:

1. Pasien yang juga menderita diabetes melitus.

2. Pasien yang mempunyai riwayat genetik dan riwayat IBD (Inflammatory Bowel Disease)

Setelah dilakukan penelitian selama periode November 2013 didapatkan jumlah pasien karsinoma kolorektal yang berkunjung ke instalasi rawat jalan (poli) bedah digestif dan instalasi rawat inap bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung sebanyak 20 orang. Kemudian dillakukan pencarian responden untuk kelompok kontrol (kelompok pembandingnya).


(43)

D. Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas (independet variable) adalah asupan makan 2. Variabel terikat (dependent variable) adalah karsinoma kolorektal E. Definisi Operasional

Tabel 7. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Asupan

Serat Asupan serat adalah rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi dalam sehari oleh individu dalam satuan Gram. Semi Quantittative Food Frequency Questionare (SQFFQ)

Wawancara Rendah= Konsumsi serat <25 Gram/hari Cukup= Konsumsi serat 25-30 Gram/hari Tinggi= Konsumsi serat >30 Gram/hari Angka kecukupan serat 25-30 Gram per hari (WHO)

Ordinal

2 Asupan lemak Asupan lemak adalah rata-rata jumlah lemak yang dikonsumsi dalam sehari oleh individu dalam satuan Gram. Semi Quantittative Food Frequency Questionare (SQFFQ)

Wawancara Rendah= Konsumsi lemak <27 Gram/hari Cukup= Konsumsi lemak 27-68 Gram/hari Tinggi= Konsumsi lemak >68 Gram/hari Angka kecukupan lemak 27-68 Gram per hari (WHO)

Ordinal

3 Karsinoma Kolorektal Pasien yang terdiagnosis karsinoma kolorektal Rekam medik


(44)

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 1. Alat penelitian

a. Alat tulis

Adalah alat tulis yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian, alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer.

b. Kuesioner

Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. 2. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi:

a. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian b. Pengisisan informed consent


(45)

G. Alur Penelitian

Gambar 6. Alur Penelitian

I. Pengolahan Data

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan tipe retrospektif studies yaitu studi yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dala bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program yang kemudian diolah menggunakan alat bantu perangkat komputer.

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pelaksanaan

Pencarian Responden Untuk Kelompok Kontrol dan

Kelompok Kasus Pengisian informed consent

3. Tahap Pengolahan Data

Pembuatan Proposal, Perijinan, Koordinasi

Pengisian Kuesioner Frekuensi Pangan

Analisis dengan program komputer


(46)

Proses pengolahan data menggunakan komputer terdiri dari beberapa langkah , yaitu:

1. Pengeditan (Editing), yaitu pengecekan data apakah semua data pemeriksaan sudah lengkap, jelas, relevan dan kuesioner.

2. Pengkodean (Coding), memberikan kode pada data sehingga mempermudah pengelompokkan data.

3. Pemasukan data (Entry), memasukkan data ke dalam program komputer.

4. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.

J. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan meliputi: 1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel-variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisis univariat terhadap variabel bebas digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan serat dan lemak, sedangkan analisis univariat terhadap variabel terikat digunakan untuk mengetahui jumlah pasien yang terdiagnosis dan tidak terdiagnosis karsinoma kolorektal.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu untuk


(47)

mengetahui ada atau tidaknya hubungan asupan makan dengan kejadian karsinoma kolorektal. Uji analisis menggunakan metode uji chi square, dengan α <0,05, sehingga bila nilai p≤α, Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, bila nilai p≥α, Ho diterima dan Ha ditolak.


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Dari 20 responden yang menderita karsinoma kolorektal terdapat 11 responden (55%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah rendah, 5 responden (25%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah cukup, dan 4 responden (20%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah tinggi.

2. Dari 20 responden yang menderita karsinoma kolorektal terdapat 2 responden (10%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah rendah, 6 responden (30%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah cukup, dan 12 responden (60%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah tinggi.

3. Terdapat hubungan bermakna antara asupan serat dengan kejadian karsinoma kolorektal dengan nilai p=0,026 dan OR=11,00 dan terdapat hubungan yang bermakna pula antara asupan lemak dengan kejadian karsinoma kolorektal dengan nilai p=0,006 dan OR=0,22.

B. Saran

1. Bagi masyarakat umum dan pembaca, untuk dapat lebih memperhatikan keseimbangan asupan zat gizi, terutama serat dan lemak dalam menu sehari-hari. Konsumsi serat dianjurkan sebanyak 25-30 Gram per hari, sedangkan konsumsi lemak dianjurkan sebanyak 27-68 Gram per hari.


(49)

2. Bagi instansi terkait, untuk dapat melengkapi data epidemiologis tentang kejadian karsinoma kolorektal dan asupan makan pasien karsinoma kolorektal.

3. Bagi peneliti selanjutnya, untuk dapat menambah jumlah sampel dan memperpanjang waktu penelitian sehingga dapat meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Peneliti selanjutnya juga dapat meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan karsinoma kolorektal.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Alteri R, Bandi P, Brooks D, Cokkinides V, Doroshenk M, Gansler T. 2011. Colorectal Cancer Facts & Figures 2011-2013. American Cancer Society. Pp. 1-18.

Barclay, L. 2003. Dieteray Fiber Lowers Colon Cancer. pp.1-2. www.medscape.com (12 Oktober 2013).

Chan AT and Giovannucci EL. 2010. Primary Prevention of Colorectal Cancer. Gastroenterology. 138(6): 2029–2043.

Colonic Adenocarcinoma. 12 Oktober 2013. http://www.webpathology.com Dahm CC, Ruth HK, Spencer E, Greenwood, Key TJ, Fentiman I, Brunner EJ.

2010. Dietary Fiber and Colorectal Cancer Risk: A Nested Case–Control Study Using Food Diaries, JNCI, 102 (9): 614-626.

Devi, N. 2010. Nutrition and Food (Gizi Untuk Keluarga). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. hlm. 31.

Devita VT, Hellman S, Rosernberg SA. 2001. Cancer Principles & Practice of Oncology 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins.

Eroschenko, VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hlm.202-204.

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm. 858.

Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Hlm. 928.

Grace and Barley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical Series. Hlm 48-50.


(51)

Hamilton and Aaltonen. 2000. Pathology and Genetics of Tumours of the Digestive System. Lyon: IARC Press.

Ide, P. 2009. Health Secret of Dragon Fruit. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. pp. 7.

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm.

Kanker Kolorektal. http://www.dharmais.co.id /index.php/kanker-kolon.html. (12 September 2013).

Kendall and Tao. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Tangerang: Karisma Publishing Group. hlm. 176

Levia FB, Pascheb, Lucchinia, Vecchia. 2001. Dietary Fibre and The Risk of Colorectal Cancer. European Journal of Cancer 37 (1): 2091–2096. Lubis B, Siregar O, Hartopo B, Samodra E, Julianto I, Raka Janitra Z. Konsumsi

Makanan Berserat dan Risiko Kanker Kolorektal. Cermin Dunia Kedokteran. 180: 530.

Marsono, Y. 2004. Serat Pangan dalam Perspektif Ilmu Gizi. Yogyakarta: UGM. pp. 16.

Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm. 109-111. Nainggolan O, Maria A, Marice. 2009. Faktor-faktor Berhubungan dengan

Tumor/Kanker Saluran Cerna Berdasarkan Survey Kesehatan Nasional. Majalah Kedokteran Indonesia. 59 (11): 510-511.

Norat T, Bingham S, Ferrari P, Slimani N, Jenab M, Mazuir M, Overvad K. 2005. Meat, Fish, and Colorectal Cancer Risk: The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Journal of the National Cancer Institute. 97(12): 906-16.

Nur, FD. 2003. Hubungan Pola Konsumsi Daging Merah, Aktivitas Olahraga dan riwayat keluarga dengan terjadinya Penyakit Kanker Kolon (Studi Kasus Kontrol di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2003). Thesis FKUI. hlm. 1.

Price and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC. hlm. 459-465.

Ramadas, A. 2007. Dietary And Lifestyle Factors Associated With Risk Of Colorectal Adenoma In Patients At Hospital Kuala Lumpur. Thesis Universiti Putra Malaysia. pp. 1-6.


(52)

Indonesia. http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/ (11 Januari 2014). Robbins, Kotran, Kumar. 2012. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta:

EGC. hlm. 653-655.

Robbins and Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC. hlm. 649.

R. Sjamsuhidajat and Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC. hlm. 896.

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi Kesehatan. Klaten: Magistra. (75): 35-36.

Shaw, C. 2005. Panduan Mengurangi Risiko Terkena Kanker dengan Mengatur Pola Makan. Octopus Publishing Group. Hlm. 22-23.

Siegel R and Jemal A. 2013. Colorectal Cancer. American Cancer Society. Pp.5-10. http://www.cancer.org. (12 Oktober 2013)

Sjamsuhidajat & de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. hlm. 353.

Sjamsuhidajat. 2004. Pengelolaan Karsinoma Kolorektal (Suatu Panduan Klinis Nasional). Jakarta: Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Hlm. 366-368.

Sujono, H. 2013. Gastroenterologi. Edisi 1. Bandung: PT Alumni. 500 hlm. Suprapto, A. 2009. Hidup Sehat Cara Vegetarian. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Tala, ZZ. 2009. Manfaat Serat Bagi Kesehatan. Medan: USU. hlm.2.

The American Association of Cereal Chemist. 2001. The Definition of Dietary Fiber. 46(3): 112-13. www.aaccnet.org (1 Januari 2014).

Trout, J. 2002. Big Brands Big Trouble (Pelajaran Berharga dari Merek-Merek Ternama). Jakarta: Erlangga. 220 hlm.

Tambayong, Y.,dkk. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC. 605 hlm. Widjaja, H. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 128 hlm.


(53)

World Health Organization (WHO) Classification Of Colorectal Cancer. http://www.pathologyoutlines.com/topic/colontumorhoclassification.html. (12 Oktober 2013).

Yee YK, Tan YP, Chan P, Hung IF, Pang R, Wong BC. 2009. Epidemiology of Colorectal Cancer in Asia. Journal of Gastroenterologi and Hepatology. 24: 1810-1816.

Youngson, R. 2005. Antioksidan (Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan). Jakarta: Arean. hlm. 44.

Zhu Y, Wu H, Wang PP, Savas S, Woodrow J, Wish T. 2013. Diettary Patterns and Colorectal Cancer Recurrence and Survival. BMJOpen. pp. 3-6.


(1)

51

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Dari 20 responden yang menderita karsinoma kolorektal terdapat 11 responden (55%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah rendah, 5 responden (25%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah cukup, dan 4 responden (20%) yang mengkonsumsi serat dalam jumlah tinggi.

2. Dari 20 responden yang menderita karsinoma kolorektal terdapat 2 responden (10%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah rendah, 6 responden (30%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah cukup, dan 12 responden (60%) yang mengkonsumsi lemak dalam jumlah tinggi.

3. Terdapat hubungan bermakna antara asupan serat dengan kejadian karsinoma kolorektal dengan nilai p=0,026 dan OR=11,00 dan terdapat hubungan yang bermakna pula antara asupan lemak dengan kejadian karsinoma kolorektal dengan nilai p=0,006 dan OR=0,22.

B. Saran

1. Bagi masyarakat umum dan pembaca, untuk dapat lebih memperhatikan keseimbangan asupan zat gizi, terutama serat dan lemak dalam menu sehari-hari. Konsumsi serat dianjurkan sebanyak 25-30 Gram per hari, sedangkan konsumsi lemak dianjurkan sebanyak 27-68 Gram per hari.


(2)

52

2. Bagi instansi terkait, untuk dapat melengkapi data epidemiologis tentang kejadian karsinoma kolorektal dan asupan makan pasien karsinoma kolorektal.

3. Bagi peneliti selanjutnya, untuk dapat menambah jumlah sampel dan memperpanjang waktu penelitian sehingga dapat meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Peneliti selanjutnya juga dapat meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan karsinoma kolorektal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Alteri R, Bandi P, Brooks D, Cokkinides V, Doroshenk M, Gansler T. 2011. Colorectal Cancer Facts & Figures 2011-2013. American Cancer Society. Pp. 1-18.

Barclay, L. 2003. Dieteray Fiber Lowers Colon Cancer. pp.1-2. www.medscape.com (12

Oktober 2013).

Chan AT and Giovannucci EL. 2010. Primary Prevention of Colorectal Cancer. Gastroenterology. 138(6): 2029–2043.

Colonic Adenocarcinoma. 12 Oktober 2013. http://www.webpathology.com Dahm CC, Ruth HK, Spencer E, Greenwood, Key TJ, Fentiman I, Brunner EJ.

2010. Dietary Fiber and Colorectal Cancer Risk: A Nested Case–Control Study Using Food Diaries, JNCI, 102 (9): 614-626.

Devi, N. 2010. Nutrition and Food (Gizi Untuk Keluarga). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. hlm. 31.

Devita VT, Hellman S, Rosernberg SA. 2001. Cancer Principles & Practice of Oncology 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins.

Eroschenko, VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hlm.202-204.

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm. 858.

Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Hlm. 928.

Grace and Barley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical Series. Hlm 48-50.


(4)

Haggar FA and Boushey RP. 2009. Colorectal Cancer Epidemiology: Incidence, Mortality, Survival and Risk Factors. Thieme Medical Publishers. 22: 191-97.

Hamilton and Aaltonen. 2000. Pathology and Genetics of Tumours of the Digestive System. Lyon: IARC Press.

Ide, P. 2009. Health Secret of Dragon Fruit. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. pp. 7.

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm.

Kanker Kolorektal. http://www.dharmais.co.id /index.php/kanker-kolon.html. (12 September 2013).

Kendall and Tao. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Tangerang: Karisma Publishing Group. hlm. 176

Levia FB, Pascheb, Lucchinia, Vecchia. 2001. Dietary Fibre and The Risk of Colorectal Cancer. European Journal of Cancer 37 (1): 2091–2096. Lubis B, Siregar O, Hartopo B, Samodra E, Julianto I, Raka Janitra Z. Konsumsi

Makanan Berserat dan Risiko Kanker Kolorektal. Cermin Dunia Kedokteran. 180: 530.

Marsono, Y. 2004. Serat Pangan dalam Perspektif Ilmu Gizi. Yogyakarta: UGM. pp. 16.

Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm. 109-111. Nainggolan O, Maria A, Marice. 2009. Faktor-faktor Berhubungan dengan

Tumor/Kanker Saluran Cerna Berdasarkan Survey Kesehatan Nasional. Majalah Kedokteran Indonesia. 59 (11): 510-511.

Norat T, Bingham S, Ferrari P, Slimani N, Jenab M, Mazuir M, Overvad K. 2005. Meat, Fish, and Colorectal Cancer Risk: The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Journal of the National Cancer Institute. 97(12): 906-16.

Nur, FD. 2003. Hubungan Pola Konsumsi Daging Merah, Aktivitas Olahraga dan riwayat keluarga dengan terjadinya Penyakit Kanker Kolon (Studi Kasus Kontrol di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2003). Thesis FKUI. hlm. 1.

Price and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC. hlm. 459-465.

Ramadas, A. 2007. Dietary And Lifestyle Factors Associated With Risk Of Colorectal Adenoma In Patients At Hospital Kuala Lumpur. Thesis Universiti Putra Malaysia. pp. 1-6.


(5)

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/ (11 Januari 2014). Robbins, Kotran, Kumar. 2012. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta:

EGC. hlm. 653-655.

Robbins and Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC. hlm. 649.

R. Sjamsuhidajat and Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC. hlm. 896.

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi Kesehatan. Klaten: Magistra. (75): 35-36.

Shaw, C. 2005. Panduan Mengurangi Risiko Terkena Kanker dengan Mengatur Pola Makan. Octopus Publishing Group. Hlm. 22-23.

Siegel R and Jemal A. 2013. Colorectal Cancer. American Cancer Society. Pp.5-10. http://www.cancer.org. (12 Oktober 2013)

Sjamsuhidajat & de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. hlm. 353.

Sjamsuhidajat. 2004. Pengelolaan Karsinoma Kolorektal (Suatu Panduan Klinis Nasional). Jakarta: Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Hlm. 366-368.

Sujono, H. 2013. Gastroenterologi. Edisi 1. Bandung: PT Alumni. 500 hlm. Suprapto, A. 2009. Hidup Sehat Cara Vegetarian. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Tala, ZZ. 2009. Manfaat Serat Bagi Kesehatan. Medan: USU. hlm.2.

The American Association of Cereal Chemist. 2001. The Definition of Dietary Fiber. 46(3): 112-13. www.aaccnet.org (1 Januari 2014).

Trout, J. 2002. Big Brands Big Trouble (Pelajaran Berharga dari Merek-Merek Ternama). Jakarta: Erlangga. 220 hlm.

Tambayong, Y.,dkk. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC. 605 hlm. Widjaja, H. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 128 hlm.


(6)

World Health Organization (WHO). 2008. Cancer Mortality and Morbidity. pp. 1-2. www.who.int (12 Oktober 2013).

World Health Organization (WHO) Classification Of Colorectal Cancer. http://www.pathologyoutlines.com/topic/colontumorhoclassification.html. (12 Oktober 2013).

Yee YK, Tan YP, Chan P, Hung IF, Pang R, Wong BC. 2009. Epidemiology of Colorectal Cancer in Asia. Journal of Gastroenterologi and Hepatology. 24: 1810-1816.

Youngson, R. 2005. Antioksidan (Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan). Jakarta: Arean. hlm. 44.

Zhu Y, Wu H, Wang PP, Savas S, Woodrow J, Wish T. 2013. Diettary Patterns and Colorectal Cancer Recurrence and Survival. BMJOpen. pp. 3-6.