PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL APPROUCH FOR TEMATHICS LEARNING IN IVA CLASS

AT SD NEGERI 05 METRO TIMUR 2013/2014th

By

RIMBAWATI HESTI HARDIYANTO

The research was based on observation result in class IVA at SD Negeri 05 Metro Timur that showed thematics learning was not implemented optimally yet and the exhaustiveness of study result was 32,14%. The aims of research were to increase activity and study result by implementation of contextual approach.

The method of research was Classroom Action Research that consisted of planning, implementing, observing, and reflecting. The instrument of data collection used observation sheet and test. The technique of data analyze used qualitative and quantitative analyze.

The result of research showed that percentage of active student in first cycle was 53,6% and in second cycle was 89,3%. Percentage of cognitive result in first cycle was 57,14% and in second cycle was 82,14%. Percentage of affective result with “Good” category in first cycle was 57,14% and in second cycle was 75,00%. Percentage of psychomotor result in first cycle was 35,71% and in second cycle was 75,00%. Implementation of contextual approach can improve the activity of thematics learning and study result of cognitive, affective, and psychomotor.


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA

SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN

2013/2014

Oleh

RIMBAWATI HESTI HARDIYANTO

Penelitian dilatarbelakangi dari hasil observasi pembelajaran tematik di kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur, yang menunjukkan bahwa pembelajaran tematik belum dilaksanakan secara optimal, dan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 32,14%. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan pendekatan kontekstual.

Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan tahapan setiap siklus, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data penelitian adalah lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase siswa yang aktif pada siklus I sebesar 53,6% dan pada siklus II sebesar 89,3%. Persentase ketuntasan hasil belajar kognitif siklus I sebesar 57,14% dan pada siklus II sebesar 82,14%. Persentase siswa dengan kategori “Baik” pada hasil belajar afektif siklus I sebesar 57,14% dan siklus II sebesar 75,00%. Persentase ketuntasan hasil belajar psikomotor pada siklus I sebesar 35,71% dan pada siklus II sebesar 75,00%. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran tematik dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Gaya Baru, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 29 Januari 1993. Peneliti adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Harmiyanto dan Ibu Sujati. Pendidikan formal dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) Al-Qur’an Metro dan diselesaikan pada tahun 1998. Peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Dasar di SD Negeri 02 Metro Timur pada tahun 1998-2004. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 4 Metro dan selesai pada tahun 2007. Program pendidikan berlanjut hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Metro dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun 2010, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(8)

MOTO

Bacalah

…”

(Q.S. 96: 1)

“…

maka, nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

(Q.S. 55: 13 )

Wahai Allah, perbaikilah agamaku yang ia adalah penjaga perkaraku,

dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya kehidupanku, dan

perbaikilah akhiratku yang di dalamnya tempat kembaliku, dan jadikanlah

kehidupan ini sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, dan

jadikanlah kematian ini sebagai istirahat untukku dari setiap keburukan.

(HR. Muslim)

Lakukanlah segala sesuatu hanya untuk Yang Maha Satu

(Rimbawati Hesti Hardiyanto)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Alhamdulillahirobbil’alamin,

berhimpun syukur kepada Sang Maha, dengan

segala kerendahan hati, ku persembahkan karya sederhana ini kepada:

Ayahanda Harmiyanto dan Ibunda Sujati tercinta, yang telah ikhlas

memberikan segala pengorbanan bagi kebaikan ananda. Terimakasih telah

memberikan cinta dan kasih sayang tanpa batas, serta segala untaian doa yang

senantiasa dimohonkan pada Illahi untuk kebaikan ananda.

Kakakku Hendri Trio Hardiyanto dan Dyna Haryati, Adikku Rimbawati Gita

Hardiyanto, terimakasih atas doa, dukungan, dan motivasi untuk

keberhasilanku.

Kedua keponakanku Nayzilla Airra Zahwa dan Kinara Assyifa Putri, yang

telah menghadirkan keceriaan dan semangat di sela-sela kepenatan. Semoga

kelak menjadi anak-anak sholehah dan bermanfaat bagi umat.


(10)

ii SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridha-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si, selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. BapakDrs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD FKIP Universitas Lampung dan selaku penguji skripsi. Terimakasih atas kritik dan saran yang berharga, mulai dari seminar proposal hingga ujian skripsi.

4. Ibu Dra. Asmaul Khair M.Pd., selaku Ketua Unit Pelaksanaan Program PGSD Metro.

5. Bapak Dr. Alben Ambarita, M. Pd., selaku Pembimbing Utama atas kesediaan untuk memberikan keleluasaan waktu dalam membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Dra. Hj. Yulina H., M. Pd.I., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan waktu untuk membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(11)

iii 7. Ibu Yuliana, S.Pd., selaku kepala SD Negeri 05 Metro Timur yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian, terimakasih atas kerja sama selama ini.

8. Ibu Fitri Avirianti H., S.Pd.I., selaku guru kelas IVA yang berperan sebagai observer I peneliti dalam melakukan penelitian. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk mempelajari keadaan yang sesungguhnya dalam mendidik.

9. Saudari Putu Ayu Dahliawati, selaku teman sejawat yang berperan sebagai observer II peneliti dalam penelitian. Terima kasih atas waktu dan keikhlasannya dalam membantu penelitian ini.

10. Anak-anakku kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur, semoga kalian menjadi anak yang taqwa, cerdas, dan berprestasi.

11. Sahabat-sahabatku angkatan 2010, khususnya Gester_B yang selalu menghadirkan semangat dan kebersamaan yang tak terlupakan.

12. Seseorang yang telah menghadirkan semangat tersendiri untuk peneliti. Terimakasih atas doa, bantuan, dan motivasi yang diberikan.

13. Teman-teman yang memotivasi dan menemani perjuangan untuk menyelesaikan skripsi ini, terimakasih Tante Rizky, Tsany, Mbak Putu, Mbak Mega, Mbak Rani, Deasy, Furi, Ratih, dan Melsa.

14. Seluruh pihak yang tak dapat peneliti sebutkan namanya, terimakasih atas doa dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Metro, Juni 2014 Peneliti


(12)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Rumusan Masalah ... 7

D.Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

II. KAJIAN PUSTAKA ... 10

A.Pendekatan Kontekstual ... 10

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 10

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual... 12

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual ... 14

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 17

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ... 18

B.Pendekatan Scientific ... 20

C.Belajar ... 23

1. Pengertian Belajar ... 23

2. Pengertian Aktivitas Belajar ... 25

3. Pengertian Hasil Belajar ... 27

D.Penilaian Autentik ... 29

E. Pembelajaran Tematik ... 31

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

G.Kerangka Pikir ... 34

H.Hipotesis Tindakan ... 36

III. METODE PENELITIAN ... 37

A.Rancangan Penelitian ... 37

B.Setting Penelitian ... 37

1. Lokasi Penelitian ... 38

2. Waktu Penelitian ... 38

3. Rancangan Penelitian ... 38

C.Subjek Penelitian ... 38


(13)

v

1. Teknik Pengumpulan Data ... 39

2. Alat Pengumpulan Data ... 39

E. Teknik Analisis Data ... 42

1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 42

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 45

F. Prosedur Penelitian ... 46

G.Indikator Keberhasilan ... 53

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A.Hasil Penelitian ... 54

1. Profil SD Negeri 05 Metro Timur ... 54

2. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 56

3. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I ... 57

4. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus II ... 84

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

1. Kinerja Guru dalam Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 109

2. Aktivitas Siswa ... 111

3. Hasil Belajar Afektif ... 114

4. Hasil Belajar Psikomotor ... 116

5. Hasil Belajar Kognitif ... 118

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

A.Kesimpulan ... 121

B.Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 125


(14)

vi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase Ketuntasan Siswa Kelas IVA Semester Ganjil T.P.

2013/2014 ... 5

2. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru ... 40

3. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Siswa ... 40

4. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Afektif Siswa ... 41

5. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Psikomotor Siswa ... 41

6. Kategori Keberhasilan Kinerja Guru ... 42

7. Kategori Nilai Aktivitas Siswa ... 43

8. Kategori Nilai Aktivitas Siswa Secara Klasikal ... 43

9. Kategori Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa ... 44

10. Kriteria Persentase Hasil Belajar Afektif Secara Klasikal ... 44

11. Predikat Nilai Psikomotor Siswa ... 45

12. Kriteria Persentase Hasil Belajar Psikomotor Secara Klasikal ... 45

13. Predikat Nilai Kognitif Siswa ... 46

14. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 56

15. Nilai Kinerja Guru Siklus I ... 75

16. Nilai Rata-rata Indikator Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 76

17. Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Aktivitas Siklus I ... 78

18. Nilai Rata-rata Afektif Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 78

19. Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Afektif pada Siklus I ... 79

20. Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa Siklus I ... 79

21. Nilai Kinerja Guru Siklus II ... 103

22. Nilai Rata-rata Indikator Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 103

23. Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Aktivitas Siklus II ... 105

24. Nilai Rata-rata Afektif Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 105

25. Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Afektif Siklus II ... 106

26. Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 106

27. Rekapitulasi Kinerja Guru dalam Penerapan Pendekatan Kontekstual .. 110

28. Rekapitulasi Aktivitas Siswa Tiap Siklus ... 113

29. Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa Tiap Siklus ... 114

30. Rekapitulasi Hasil Belajar Psikomotor Siswa Tiap Siklus ... 116


(15)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 34 2. Alur siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 38 3. Diagram Kinerja Guru dalam Menerapkan Pendekatan Kontekstual .. 110 4. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa Melalui Penerapan

Pendekatan Kontekstual ... 112 5. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa Melalui

Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 115 6. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor Siswa Melalui

Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 117 7. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Melalui


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman berkesinambungan yang berorientasi pada pendidikan sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1), yang menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Salah satu bentuk perwujudan proses tersebut ialah melalui pembelajaran.

Penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan amanat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, diharapkan dapat mewujudkan proses humanisasi ke arah positif melalui pembentukan kualitas pribadi generasi masa depan, yang notabene menjadi tolak ukur kemajuan sebuah bangsa. Pernyataan lebih jelas tertulis dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, terutama pasal 19 ayat 1. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,


(17)

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Berdasarkan landasan tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah melalui dinas pendidikan berupaya melakukan inovasi pendidikan guna tercapainya tujuan pendidikan Nasional. Salah satu bentuk inovasi pendidikan adalah perubahan kurikulum, hal ini merupakan bentuk usaha dalam memajukan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya. Perubahan kurikulum dianggap urgent manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum) dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan dengan tuntutan dan konsekuensi kehidupan yang dinamis, sehingga perubahan kurikulum dipilih sebagai alternatif solusi dalam memperbaiki dan menyelaraskan dinamika dunia pendidikan dengan tuntutan dunia yang tidak statis.

Kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Kemendikbud. 2013: 71)

Peran pendidikan dalam upaya pembentukan generasi di masa mendatang menuntut guru sebagai bagian dari elemen pendidikan untuk proaktif dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang mengarah pada tujuan pendidikan. Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling fundamental dalam pemberian konsep pengetahuan. Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar


(18)

menggunakan pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013: 117) pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna. Berdasarkan pernyataan tersebut, pembelajaran tematik dipandang sebagai pembelajaran berbasis tema yang dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar yang bermakna.

Pembelajaran dapat menjadi bermakna karena berbagai faktor, salah satunya adalah penerapan pendekatan pembelajaran yang dipandang mampu menunjang proses belajar. Kurikulum 2013 sebagai inovasi baru dalam dunia pendidikan di Indonesia menjadikan pendekatan scientific sebagai elemen penting dalam proses pembelajaran tematik. Kemendikbud (2013: 208), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran adalah mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).

Pendekatan scientific mengarahkan proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran ini dimaksudkan agar memberikan pengetahuan dan pengalaman bermakna bagi siswa, sebab siswa dituntut berperan aktif dalam membangun konsep pengetahuan melalui langkah-langkah yang sistematis dan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Selain itu, pendekatan scientific memberikan relevansi materi ajar dengan konteks dunia nyata siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal bagi kehidupan nyata siswa.


(19)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV A SD Negeri 05 Metro Timur pada tanggal 22 - 23 Januari 2014, diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran tematik belum dilaksanakan secara optimal dan belum merujuk pada tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013. Dalam proses pembelajaran, guru masih mendominasi sebagai sumber utama (teacher centered). Cara penyampaian materi ajar masih terpaku pada buku pelajaran yang digunakan, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan belum menampakkan adanya proses konstruktivis yang optimal dan bermakna bagi siswa. Guru masih mengutamakan pemberian materi ajar secara formal, mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real, dan berkaitan dengan konteks dunia nyata, sehingga dalam pelaksanaannya siswa hanya belajar secara terstruktur sesuai dengan prosedur yang tertulis dalam buku pelajaran.

Selain itu, prosedur pembelajaran tematik kurang bervariasi, penerapan pendekatan scientific yang dituntut dalam pelaksanaan pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 belum optimal dilaksanakan, sehingga suasana pembelajaran cenderung membosankan dan stagnan dalam setiap pertemuan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru bertolak belakang dengan tuntutan kurikulum 2013 yang sebenarnya, sehingga berdampak pada rendahnya motivasi siswa untuk mempelajari materi ajar yang disampaikan.

Rendahnya motivasi tersebut mempengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran


(20)

yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang belum maksimal. Hal ini dibuktikan dari data hasil ulangan semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Tabel 1. Persentase Ketuntasan Siswa Kelas IVA Semester Ganjil T.P. 2013/2014

KKM Jumlah siswa Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan (%) Jumlah siswa yang tidak tuntas Persentase ketidaktuntasan (%)

≥66 28 9 32,14 19 67,86

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu ≥66, hanya 9 siswa yang tuntas dari 28 siswa yang ada di kelas IV A. Melihat fakta-fakta yang telah dipaparkan, perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya perbaikan pembelajaran sebaiknya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Mengingat kembali teori kognitif yang dipaparkan oleh Jean Piaget (Sumantri dan Nana, 2007: 1.15), bahwa siswa pada usia 7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, sehingga dalam pembelajaran siswa harus dihadapkan dengan permasalahan yang konkret dan relevan dengan kehidupannya.

Berdasarkan masalah tersebut, pendekatan kontekstual merupakan alternatif perbaikan yang tepat. Hal ini didukung oleh pendapat Komalasari (2010: 7) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,


(21)

masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Selaras dengan pendapat tersebut, Depdiknas (Supinah, 2008: 9) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah pembelajaran kontekstual.

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual akan membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka. Prinsip pendekatan kontekstual ini selaras dengan prinsip pendekatan scientific yang menjadi elemen tak terpisahkan dalam pembelajaran tematik pada kurikulum 2013. Oleh sebab itu, penerapan konsep pembelajaran scientific dapat mengarahkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan komprehensif, bila dipadukan dengan pendekatan kontekstual.

Berdasarkan paparan masalah di atas, maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas, dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, dalam pembelajaran tematik siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered).


(22)

2. Guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran, sehingga penerapan proses konstruktivis belum optimal.

3. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata.

4. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya dan mengajukan pendapat, sehingga proses pembelajaran menjadi kurang komunikatif. 5. Rendahnya hasil belajar tematik yang dibuktikan dengan persentase siswa

yang mencapai KKM, yaitu 32,14%.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran tematik siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.


(23)

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran tematik siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan kependidikan tentang pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Selain itu, dapat memberikan kontribusi informasi bagi dunia pendidikan.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

Melalui pendekatan kontekstual, diharapkan siswa dapat memperoleh pembelajaran bermakna yang berkaitan dengan situasi dunia nyata, dan mampu mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan pengalaman belajar yang dialami.

b. Bagi guru

Pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melakukan inovasi pembelajaran tematik, sehingga dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman melaksanakan pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

c. Bagi sekolah

Menjadi referensi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 05 Metro Timur, khususnya pengalaman pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran tematik. Sehingga, diharapkan sekolah akan lebih meningkatkan mutu


(24)

pendidikan, berupaya untuk beradaptasi, dan selektif terhadap perubahan serta pembaharuan dalam dunia pendidikan.

d. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memotivasi peneliti untuk terus belajar, dan menggali pengetahuan mengenai perkembangan dalam dunia pendidikan yang dinamis, guna menambah wawasan dan pengalaman kontekstual. Sehingga, diharapkan memiliki kredibilitas tinggi dalam dunia pendidikan.


(25)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti

“hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga,

pembelajaran kontekstual diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Menurut Suprijono (2009: 79), pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contexstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari, dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Sehingga, proses belajar tidak hanya berpengaruh pada hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran, namun memberikan kebermaknaan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam konteks dunia nyata peserta didik.


(26)

Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini berarti, bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Sanjaya (2006: 109) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh, untuk dapat memahami materi yang dipelajari, dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Muchith (2008: 86), bahwa pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang bermakna dan menganggap tujuan pembelajaran adalah situasi yang ada dalam konteks tersebut, konteks itu membantu siswa dalam belajar bermakna dan juga untuk menyatakan hal-hal yang abstrak.

Pernyataan selaras juga diungkapkan oleh Komalasari (2010: 7), bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.


(27)

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas, yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Karakteristik pendekatan kontekstual menurut Depdiknas (2011: 11) adalah:

(a) kerjasama, (b) saling menunjang, (c) menyenangkan, (d) tidak membosankan, (e) belajar dengan gairah, (f) pembelajaran terintegrasi, (g) siswa aktif, (h) sharing dengan teman, (i) menggunakan berbagai sumber, (j) siswa kritis dan guru kreatif, (k) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, dan (l) laporan kepada orang tua bukan rapor, melainkan hasil karya siswa.

Sementara itu, Jhonson (2006: 15) mengidentifikasi delapan karakteristik pendekatan kontekstual, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna) b. Doing significant work (melakukan kerja signifikan)

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri) d. Collaborating (kerjasama)

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif) f. Nurturing the individual (memelihara pribadi)


(28)

h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian autentik)

Sounders (Komalasari, 2010: 8) bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru). Trianto (2011: 101) menambahkan bahwa karaketristik pendekatan kontekstual, yaitu (1) kerjasama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasyikkan; (4) tidak membosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Komalasari (2010: 13) bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experiencing), konsep aplikasi (applying), konsep kerjasama (cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assessment).

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memiliki ciri khusus, yakni pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata, mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dengan melakukan eksplorasi terhadap konsep dan informasi yang dipelajari,


(29)

serta adanya penerapan penilaian autentik untuk menilai pembelajaran secara holistik.

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Muslich (2012: 44) pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis pendekatan pembelajaran kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit melalui sebuah proses. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut pandangan konstruktivisme, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.


(30)

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya dimaksudkan untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya adalah proses dinamis, aktif, dan produktif serta merupakan fondasi dari interaksi belajar mengajar.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok-kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya.

e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa


(31)

ditunjuk dengan memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahui.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan ketika pembelajaran. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru dipelajari. Nilai hakiki dari komponen ini adalah semangat instropeksi untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya.

g. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran.

Selaras dengan paparan tersebut, Depdiknas (2003: 4-8) mengemukakan bahwa pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut.

a. Belajar berbasis masalah (problem-based learning) b. Pengajaran autentik (authentic instruction)

c. Belajar berbasis inkuiri (inquiry-based learning) d. Belajar berbasis proyek (project-based learning) e. Belajar berbasis kerja (work-based learning) f. Belajar jasa layanan (service learning) g. Belajar kooperatif (cooperative learning)


(32)

Berdasarkan uraian pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran memiliki komponen yang komprehensif. Komponen-komponen tersebut mencakup proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual

Setiap pendekatan, model, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitupun dengan pendekatan kontekstual, berikut ini langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto (2010: 111), yaitu:

a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar.

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) dengan berbagai cara.

Pendapat selaras dikemukakan oleh Mulyasa (2013: 111), bahwa terdapat lima elemen yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendekatan kontekstual, yakni:


(33)

a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.

b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).

c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: 1) menyusun konsep sementara

2) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain

3) merevisi dan mengembangkan konsep.

d. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.

e. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

Berdasarkan paparan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan pengonstruksian pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan dikaitkan dengan konteks dunia nyata. Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan bertanya. Adanya model sebagai alat bantu penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa dengan guru, maupun sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan.

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 111) kelebihan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:


(34)

a. Menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

b. Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dalam kelompok, kerjasama, diskusi, saling menerima dan memberi.

c. Berkaitan secara riil dengan dunia nyata. d. Kemampuan berdasarkan pengalaman.

e. Dalam pembelajaran kontekstual perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.

f. Pengetahuan siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

g. Pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kebutuhan.

h. Pembelajaran kontekstual dapat diukur melalui beberapa cara, misalnya evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, observasi, rekaman, wawancara, dll.

Selanjutnya, kelemahan pendekatan kontekstual menurut Komalasari (2010: 15), yaitu (a) jika guru tidak pandai mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa, maka pembelajaran akan menjadi monoton, (b) jika guru tidak membimbing dan memberikan perhatian yang ekstra, siswa sulit untuk melakukan kegiatan inkuiri, dan membangun pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

Komponen dalam kontekstual meliputi proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk


(35)

membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

Adapun langkah-langkah dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan pengonstruksian pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan dikaitkan dengan konteks dunia nyata. Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan bertanya. Adanya model sebagai alat bantu penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa dengan guru, maupun sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian keseluruhan kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan penilaian autentik.

B. Pendekatan Scientific

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu, kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah (scientific) dalam pembelajaran. Kemendikbud (2013: 209) menyatakan bahwa kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud, meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Pendekatan ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru atau mengoreksi, dan memadukan


(36)

pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.

Kemendikbud (2013: 207) menambahkan bahwa proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran ilmiah, jika memenuhi kriteria-kriteria berikut ini.

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.


(37)

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.

Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Kemendikbud (2013: 208-209), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran adalah mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendekatan scientific merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berfikir siswa dalam memperoleh pengetahuan bermakna melalui pembelajaran berbasis kaidah ilmiah. Pendekatan ini mencakup tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor melalui langkah-langkah sistematis yang meliputi kegiatan


(38)

mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).

Adapun langkah-langkah perbaikan dalam pembelajaran berkenaan dengan penerapan pendekatan kontekstual dan scientific, yakni (1) memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati, (2) mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar, (3) melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung, (4) mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan, (5) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi, (6) melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa, dan (7) melakukan penilaian secara autentik.

C. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar bukanlah istilah baru. Pengertian belajar terkadang diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan setelah mengalami belajar. Perubahan itu bersifat intensional, positif-aktif, dan efektif-fungsional. Sifat intensional berarti perubahan itu terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan pelajar dengan sengaja dan disadari, bukan kebetulan. Sifat positif berarti perubahan itu bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, di samping menghasilkan sesuatu yang baru yang lebih baik, dibanding yang telah ada sebelumnya. Sifat aktif berarti perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan


(39)

sendirinya seperti karena proses kematangan. Sifat efektif berarti perubahan itu memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun sifat fungsional berarti perubahan itu relatif tetap, serta dapat direproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan. (Suparta dan Aly, 2008: 27).

Untuk memahami konsep belajar secara utuh, perlu digali terlebih dahulu bagaimana para pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Sebab, perilaku belajar merupakan bidang telaah dari kedua bidang keilmuan tersebut. Pakar psikologis memandang belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan memandang belajar sebagai proses psikologis pedagogis yang ditandai adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Jadi, terdapat penekanan yang berbeda mengenai pengertian belajar, yaitu suatu aktivitas yang akan menghasilkan perubahan (Winataputra, 2008: 1.4 – 1.5). Perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui proses yang sengaja diciptakan. Pendapat Winataputra sejalan dengan pendapat Hamalik (2005: 27), bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Berdasarkan uraian tersebut, teori belajar yang sesuai dengan konsep belajar tersebut adalah teori belajar konstruktivisme.

Menurut Budiningsih (2005: 59), konstruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa


(40)

dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, menekankan pada belajar autentik, dan proses sosial. Belajar operatif merupakan prinsip belajar yang tidak hanya menekankan pada pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang apa), namun pengetahuan struktural (pengetahuan tentang mengapa), serta pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana). Sedangkan, belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar operatif dan belajar autentik dapat berlangsung dalam proses sosial melalui belajar kolaboratif dan kooperatif (Suprijono, 2009: 39 – 40).

Teori belajar konstruktivisme merupakan teori yang tepat untuk melandasi penelitian ini. Sebab, prinsip belajar operatif, kolaboratif, dan autentik terdapat dalam penerapan pendekatan kontekstual. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar ialah proses perubahan melalui interaksi individu dengan lingkungan yang terjadi dalam suatu aktivitas. Aktivitas ini dapat bersifat psiko, fisik, dan sosio. Proses belajar tidak hanya menekankan pada pengetahuan deklaratif, namun lebih luas hingga pengetahuan struktural dan prosedural yang diperoleh melalui proses sosial.

2. Pengertian Aktivitas Belajar

Proses belajar erat kaitannya dengan aktivitas, sebab aktivitas berlangsung dalam proses belajar. Keterkaitan tersebut dikemukakan oleh Poerwanti (2008: 7.4) bahwa selama proses belajar berlangsung dapat terlihat aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, seperti aktif


(41)

bekerjasama dalam kelompok, memiliki keberanian untuk bertanya, atau mengungkapkan pendapat.

Menurut Sardiman (2010: 100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Sejalan dengan pendapat Sardiman, Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran, guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Paul D. Dierich (Hamalik, 2011: 90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, yaitu: 1) kegiatan visual, 2) kegiatan lisan (oral), 3) kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan menulis, 5) kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metrik, 7) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan emosional.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka yang dimaksud dengan aktivitas belajar dalam penelitian ini ialah seluruh rangkaian kegiatan secara sadar yang dilakukan siswa, untuk memperoleh berbagai konsep sebagai hasil belajar siswa, baik secara fisik maupun mental. Adapun indikator aktivitas yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah (1) siswa memperhatikan penjelasan guru atau teman, (2) mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan dikaitkan dengan situasi dunia nyata, (3) mengajukan pertanyaan kepada teman atau guru untuk memperoleh konsep pengetahuan yang dibutuhkan, (4) berdiskusi kelompok untuk


(42)

memperoleh berbagai pendapat teman dalam menyelesaikan soal, (5) menanggapi pendapat yang dikemukakan oleh kelompok lain, (6) menyampaikan hasil diskusi berdasarkan konstruksi berpikir dalam kelompok, (7) menyimpulkan hasil pembelajaran melalui diskusi aktif antara guru dan siswa, dan (8) merefleksikan pembelajaran yang dilakukan melalui proses komunikatif.

3. Pengertian Hasil Belajar

Proses belajar secara tidak langsung akan memberikan perubahan bagi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa belajar tidak hanya berkaitan dengan aktivitas belajar, melainkan juga dengan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran, umumnya hasil belajar berupa nilai, baik berupa nilai mentah ataupun nilai yang sudah diakumulasikan. Namun, tidak menutup kemungkinan hasil belajar ini bukan hanya berupa nilai, melainkan perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sukmadinata (2007: 103) bahwa hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik.

Permendikbud No. 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan menyebutkan bahwa kualifikasi kemampuan pada dimensi sikap adalah memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggungjawab dalam


(43)

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Kualifikasi kemampuan dalam dimensi pengetahuan adalah memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Kualifikasi kemampuan dalam dimensi keterampilan adalah memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

Gagne (Yulmaiyer, 2007: 5) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh seseorang setelah belajar berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Sejalan dengan pendapat Gagne, Bloom (Sudjana, 2011: 22) menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Terdapat enam tingkatan ranah kognitif, yaitu dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Pada afektif, terdapat lima tingkatan ranah, yaitu menerima, menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati, sedangkan pada ranah psikomotor, terdapat empat tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Hamalik (2005: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur


(44)

subjektif dan motoris. Unsur subjektif adalah rohaniah, sedangkan motoris adalah jasmaniah. Hasil belajar akan tampak pada pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apersepsi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran secara keseluruhan. Perubahan ini tidak dilihat secara parsial, melainkan terhubung secara komprehensif, baik dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan atau responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

D. Penilaian Autentik

Penilaian merupakan elemen tak terpisahkan dalam pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran yang mencakup keberhasilan proses dan hasil belajar dapat diukur melalui penilaian. Sehingga, untuk memperoleh data belajar secara utuh dan proporsional dibutuhkan penilaian yang bersifat holistik dan faktual. Kemendikbud (2013: 240) mengemukakan bahwa asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Pernyataan lebih lanjut juga dikemukakan oleh Jhonson (2002: 165) bahwa penilaian autentik memberikan kesempatan bagi siswa untuk


(45)

menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Penilaian autentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah, yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, assessment autentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalalm bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata.

Komalasari (2010: 148) menambahkan bahwa dalam suatu proses pembelajaran, penilaian autentik mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor, baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Mulyasa (2013: 137) mengemukakan bahwa penilaian pembelajaran harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh dan proporsional, sesuai dengan kompetensi inti yang telah ditentukan. Penilaian proses pembelajan dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan.

Selaras dengan pendapat-pendapat tersebut, Hernawan dan Resmini (2009: 169) menyatakan bahwa objek dalam penilaian pembelajaran tematik mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang


(46)

dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil pembelajaran tersebut pada dasarnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, serta nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Berdasarkan paparan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang tepat untuk mengetahui keberhasilan dan ketercapaian tujuan pembelajaran. Sebab, penilaian dilakukan secara utuh dan holistik yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor melalui penilaian proses dan hasil pembelajaran.

E. Pembelajaran Tematik

Istilah tematik dan terpadu sering digunakan secara bersamaan, bahkan sering bermakna secara tumpang tindih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1.429), “tematik” artinya “berkenaan dengan tema”,

sedangkan “terpadu” artinya “sudah lebur”. Maka, tematik dan terpadu meski

tampak berbeda namun memiliki orientasi pada proses penyatuan. Kalau

“tematik” berorientasi pada wujud penyesuaian dengan tema, sedangkan

“terpadu” membuat wujud baru dengan cara meleburkan berbagai wujud yang berbeda.

Menurut Mamat, dkk (2005: 5) pembelajaran tematik merupakan proses pembelajaran yang penuh makna dan berwawasan multikurikulum, yaitu pembelajaran yang berwawasan penguasaan dua hal pokok yang terdiri atas penguasaan bahan (materi) ajar yang lebih bermakna bagi kehidupan siswa,


(47)

serta pengembangan kemampuan berpikir matang dan bersikap dewasa agar dapat mandiri dalam memecahkan masalah kehidupan. Pengemasan pembelajaran harus dirancang secara tepat, karena akan berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman belajar anak. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual, baik di dalam maupun antarmatapelajaran, akan memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna.

Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Trianto (2010: 112), bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa. Melalui pembelajaran tematik, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif.

Iru dan La Ode (2012: 137) berpendapat bahwa pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif, sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengaitkan beberapa mata


(48)

pelajaran melalui tema sebagai pusat pembelajaran. Selain itu, pembelajaran tematik dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bermakna bagi siswa.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas ini.

1. Komalasari (2010) dalam disertasinya membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa SMP di Jawa Barat pada mata pelajaran PKn.

2. Septiyani (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas VA SDN 8 Metro Barat”, membuktikan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

3. Widiyawati (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VA SD Negeri 02 Metro Selatan T.P. 2011/2012”, membuktikan bahwa melalui pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan menulis karangan narasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

4. Astuti (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Pendekatan

Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V SDN 2


(49)

Purwodadi Tahun Pelajaran 2011/2012”, membuktikan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika.

G. Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik berbasis pendekatan scientific

.

Observasi yang dilakukan peneliti menghasilkan data fakta yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, peneliti melakukan identifikasi masalah untuk menemukan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan. Sehingga, upaya perbaikan yang dilakukan dapat mengubah kondisi pembelajaran lebih baik dari sebelum dilakukan perbaikan. Adapun kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kurikulum 2013

dan landasan empiris

Pendekatan kontekstual dan

scientific

Aktivitas dan hasil belajar memenuhi

indikator

Konstruktivis dan mengamati Inkuiri dan menalar Pemodelan dan mencoba

Bertanya

Diskusi dan membentuk jaringan Refleksi


(50)

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, diperoleh hasil observasi, yakni guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered), guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata. Proses pembelajaran kurang bervariasi, sehingga suasana pembelajaran terkesan membosankan bagi siswa. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Rendahnya hasil belajar matematika yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM, yaitu 32,14%.

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata. Sedangkan pendekatan scientific merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berfikir siswa dalam memperoleh pengetahuan bermakna melalui pembelajaran berbasis kaidah ilmiah. Pendekatan ini mencakup tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor melalui langkah-langkah sistematis yang meliputi kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Oleh karena itu, penerapan pendekatan kontekstual dan scientific secara kolaboratif dapat memperbaiki proses dan hasil


(51)

pembelajaran, sebab penerapan kedua pendekatan tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran yang bermakna bagi siswa serta pencapaian kompetensi dalam tiga domain.

Hasil yang diharapkan melalui penerapan pendekatan kontekstual dan scientific dalam pembelajaran tematik adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan, atau responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah keterampilan menganalisis.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah “Apabila dalam proses pembelajaran tematik menerapkan pendekatan kontekstual sesuai konsep dan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau yang lebih familiar disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Agung (2012: 63) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan jenis penelitian untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas secara cermat dan sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar (Arikunto, 2007: 60).

Penjelasan lebih lanjut diungkapkan oleh Muslich (2012: 9) yang mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai penelitian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh guru secara kolaboratif dan partisipatif untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya subjektivitas dalam pelaksanaan penelitian.

PTK ini dilaksanakan melalui dua siklus, dengan 4 tahapan dalam setiap siklusnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual.


(53)

Gambar 2. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas Adopsi dari Arikunto (2007: 16)

B. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 05 Metro Timur, tepatnya di Jalan Tongkol No. 18 Yosodadi Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap, dengan lama penelitian 6 bulan terhitung dari bulan Januari 2014 sampai Juni 2014.

C. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas IVA SD Negeri 05 Metro Timur. Jumlah siswa dalam kelas tersebut adalah 28 siswa, yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.

Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi

Observasi SIKLUS I

SIKLUS II Perencanaan

Observasi

Pelaksanaan Refleksi


(54)

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik non tes

Teknik non tes digunakan untuk mengukur variabel berupa aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor melalui lembar observasi.

b. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa melalui tes formatif.

2. Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2007: 101) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya untuk mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap, valid, serta reliabel yang dapat mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut:

a) Lembar observasi

Instrumen ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan psikomotor selama pembelajaran sedang berlangsung. Setiap data yang diamati selama berlangsungnya proses pembelajaran dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan.


(55)

Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data kinerja guru dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru

No. Indikator Kinerja Guru Berkenaan dengan Pendekatan Kontekstual dan Scientific

1 Memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati

2 Mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar

3 Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung

4 Mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan

5 Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi

6 Melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa 7 Melakukan penilaian secara autentik

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data aktivitas siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Siswa

No. Indikator

1 Memperhatikan penjelasan guru atau teman

2 Mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan dikaitkan dengan situasi dunia nyata

3 Mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman untuk memperoleh konsep pengetahuan yang dibutuhkan

4 Berdiskusi kelompok untuk memperoleh berbagai pendapat teman dalam menyelesaikan soal

5 Menanggapi pendapat yang dikemukakan oleh kelompok lain

6 Menyampaikan hasil diskusi berdasarkan hasil konstruksi berpikir dalam kelompok

7 Menyimpulkan hasil pembelajaran melalui diskusi aktif antara guru dan siswa

8 Merefleksikan pembelajaran yang dilakukan melalui proses komunikatif


(56)

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar afektif siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Afektif Siswa Aspek yang

diamati

Indikator Percaya diri 1. Berani mengemukakan pendapat

2. Berani mengajukan pertanyaan

3. Berani memadukan berbagai pendapat menjadi kesimpulan suatu konsep

Saling menghargai

1. Menanggapi perbedaan pendapat dengan mengemukakan alasan yang tepat

2. Menerima kekurangan dan kelebihan orang lain dengan tidak memberikan kritik negatif

3. Membangun pendapat berdasarkan diskusi kelompok

Jujur 1. Mengemukakan pendapat apa adanya berdasarkan hasil pemikiran sendiri

2. Menunjukkan fakta yang sebenarnya

3. Tidak mencontek pada saat mengerjakan ujian/ulangan/latihan

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar psikomotor adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Psikomotor Siswa

No. Indikator

1 Membangun pengetahuan awal melalui kegiatan bertanya 2 Memilah berbagai pendapat yang sesuai dengan konsep 3 Membuat kesimpulan berdasarkan berbagai pendapat dalam

diskusi kelompok b) Tes hasil belajar

Instrumen tes hasil belajar digunakan untuk memperoleh data mengenai peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Melalui tes ini, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, dan ketercapaian indikator pembelajaran dapat diketahui. Untuk mengetahui validitas


(57)

tes, peneliti membuat kisi-kisi soal sebagai pedoman dalam membuat soal tanpa melakukan uji soal sebelum pelaksanaan tes.

E. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh melalui alat pengumpul data tersebut, perlu dianalisis sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Analisis data dilakukan dengan menyeleksi dan mengelompokkan data, memaparkan atau mendeskripsikan data dalam bentuk narasi, tabel, dan atau grafik (Aqib, 2009: 11).

1. Teknik Analisis Data Kualitatif a. Kinerja guru

Tingkat pencapaian kinerja guru dapat diperoleh dengan rumus: Nilai =

Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori keberhasilan guru sebagai berikut.

Tabel 6. Kategori Keberhasilan Kinerja Guru

Nilai Kategori

80 ≤ nilai ≤ 100 Amat Baik 60 ≤ nilai < 80 Baik 40 ≤ nilai < 60 Cukup 20 ≤ nilai < 40 Kurang

nilai < 20 Sangat kurang (sumber: Adaptasi Kemendikbud, 2013: 313) b. Aktivitas siswa

1) Nilai aktivitas belajar tiap siswa diperoleh dengan rumus:

x

SM R


(58)

Keterangan: N = Nilai

R = Jumlah skor yang diperoleh SM = Skor maksimum

(sumber: modifikasi Purwanto, 2008:102)

Tabel 7. Kategori Nilai Aktivitas Siswa Skor Kategori N>80 Sangat aktif 60<N≤80 Aktif 40<N≤60 Cukup aktif 20<N≤40 Kurang aktif

N≤20 Pasif

(sumber: modifikasi Poerwanti, 2008: 7.8)

2) Persentase siswa aktif secara klasikal diperoleh dengan rumus:

P =

(sumber: modifikasi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 8. Kategori Keaktifan Siswa Secara Klasikal Siswa aktif

(%) Kriteria

≥80 Sangat aktif

60-79 Aktif

40-59 Cukup aktif

20-39 Kurang aktif

<20 Pasif

(sumber: adaptasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) c. Hasil belajar afektif siswa

1) Untuk menentukan nilai hasil belajar afektif tiap siswa, menggunakan rumus:

Nilai =

Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori nilai hasil belajar afektif siswa sebagai berikut.


(59)

Tabel 9. Kategori Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa

Nilai Kategori

3,20 < Nilai ≤ 4,00 Sangat Baik 2,40 < Nilai ≤ 3,20 Baik 1,60 < Nilai ≤ 2,40 Cukup 0,80 < Nilai ≤ 1,60 Kurang

Nilai ≤ 0,80 Sangat kurang

(sumber: Adaptasi Kemendikbud, 2013: 131)

2) Persentase hasil belajar afektif berkategori “Baik” secara klasikal, diperoleh dengan rumus:

P =

x 100%

(sumber: adaptasi Aqib, 2009: 41)

Persentase tersebut dikategorikan dalam kriteria persentase siswa secara klasikal sebagai berikut.

Tabel 10. Kriteria Persentase Hasil Belajar Afektif Secara Klasikal

Tingkat Keberhasilan

(%) Kategori

≥80 Sangat tinggi

60-79 Tinggi

40-59 Sedang

20-39 Rendah

<20 Sangat rendah (sumber: adopsi dari Aqib, dkk., 2009: 41) d. Hasil belajar psikomotor siswa

1) Untuk menentukan nilai hasil belajar psikomotor tiap siswa menggunakan rumus:

Nilai =

Nilai tersebut dikategorikan dalam predikat nilai psikomotor siswa sebagai berikut.


(1)

soal, dan soal tes), penunjang pelaksanaan pembelajaran (LKS, bahan ajar, dan media), dan pemberian tindak lanjut baik pengulangan terhadap materi yang telah dipelajari, maupun dasar-dasar untuk materi selanjutnya. Selain itu, pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran, hendaknya perlu dioptimalkan oleh guru.

Secara khusus, dalam penerapan pendekatan kontekstual perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu pemilihan masalah kontekstual, perlunya bimbingan bagi siswa untuk mengkonstruksi dan menemukan pengetahuannya sendiri, melakukan pemodelan yang melibatkan siswa secara langsung, mengoptimalkan kegiatan diskusi sebagai bentuk kerjasama memecahkan masalah kontekstual, melakukan refleksi di setiap akhir kegiatan pembelajaran, serta penerapan penilaian autentik dalam kegiatan pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Dinamisasi dunia pendidikan menuntut adanya inovasi, salah satunya adalah inovasi pembelajaran. Bentuk inovasi pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti penggunaan media dan LKS dalam pembelajaran, serta implementasi pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran. Untuk itu, hendaknya sekolah dapat mendukung dan memfasilitasi penyediaan atau pembuatan berbagai perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam menerapkan pendekatan kontekstual, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


(2)

4. Bagi peneliti

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan bagi peneliti lain untuk dapat menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dengan materi yang berbeda. Selain itu, pendekatan kontekstual dapat diterapkan melalui perpaduan dengan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran yang lain, sesuai dengan kebutuhan siswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Bestari Buana Murni. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk,. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru SD, SLB, TK. CV Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta. Astuti, Novita Dwi. 2012. Penggunaan Pembelajaran Kontekstual untuk

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V SDN 2 Purwodadi Tahun Pelajaran 2011/2012 (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Ditjen Dikdasmen. Jakarta.

Djamarah & Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara. Jakarta. . 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Hernawan, Herry Asep dan Novi Resmini. 2009. Pembelajaran Terpadu

(Tematik). Dirjen Pendis Depag RI. Jakarta.

Iru, La dan La Ode Safiun Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Multi Presindo. Bantul.

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It Is Here to Stay. Corwin Press Inc. California USA.


(4)

. 2006. Contextual Teaching and Learning. Mizan Learning Center. Bandung.

Kemendikbud. 2013. Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Tema 6 Indahnya Negeriku. Kemendikbud. Jakarta.

. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. PT Indeks. Jakarta. Mamat, dkk. 2005. Pedoman Pembelajaran Tematik. Departemen Agama RI.

Jakarta.

Muchith, MS. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Media Group. Semarang.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muslich, Masnur. 2012. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bumi Aksara. Jakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. DIVA Press. Jogjakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Prenada Media Group. Jakarta.

Septiyani, Rizky. 2014. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas VA SDN 8 Metro Barat (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Sudrajat. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. Prenada Media Group. Jakarta.


(5)

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya. Jakarta.

Sumantri, Mulyani & Nana Syaodih. 2007. Materi Pokok Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suparta, HM., dan Ali, Herry Noer. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Amissco. Jakarta.

Supinah, dkk. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Depdiknas. Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2009. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

. 2011. Sosialisasi KTSP Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Depdiknas. Jakarta.

. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan. Kemendikbud. Jakarta. . 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64

Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Kemendikbud. Jakarta.

. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses. Kemendikbud. Jakarta.

. 2013. PP No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Kemendiknas. Jakarta.

Tim Penyusun Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Widyawati, Ayu Eka. 2012. Penggunaan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VA SDN 02 Metro Selatan T.P. 2011/2012 (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Winataputra, Udin S. 2008. Materi Pokok Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta.


(6)

Yulmaiyer. 2007. Penggunaan Kamus Bahasa Indonesia untuk Memperkaya Perbendaharaan Kata dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Universitas Lampung. Lampung.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SD NEGERI 4 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 27 83

PENERAPAN STRATEGI PAIKEM PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV C SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 47

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN MEDIA GRAFIS PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 76

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PAIKEM PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS IVA SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 79

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV B SD NEGERI 1 NUNGGALREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 4 71

PENERAPAN TEAM GAME TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVB SD NEGERI 01 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 70

PENERAPAN STRATEGI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA SDN 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 66 71

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 76

PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVA SD NEGERI 1 NUNGGALREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 75

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 77