PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN MEDIA GRAFIS PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN MEDIA GRAFIS PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

KELAS I B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh : DWI FITRIANI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan metode problem solving dengan media grafis.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus dengan tahap: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa: instrumen aktivitas belajar siswa, sikap dan keterampilan siswa, instrumen penilaian kinerja guru dan test. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif dan analisis kuantitatif

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan metode pembelajaran

problem solving dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase aktivitas siswa pada siklus I (70%) dan siklus II (81,04%). Sementara itu rata-rata hasil belajar siswa pada aspek sikap pada siklus I (63,37) dan siklus II (76,66), untuk ketuntasan klasikal sikap pada siklus I (66,67%) dan siklus II (83,33%). Selain itu, rata-rata keterampilan siswa pada siklus I (69,01) dan siklus II (79,98), untuk ketuntasan klasikal keterampilan siklus I (70,83%) dan siklus II (79,17%). Rata-rata hasil belajar kognitif siklus I (71,78) dan siklus II (80,57), ketuntasan klasikal kognitif siklus I (62,5%) dan siklus II (83,33%).

Kata kunci : aktivitas belajar, media grafis, metode problem solving, hasil belajar.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sribasuki, Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 23 April 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Sugiana dan Ibu Umsiyah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) PGRI 5 Batanghari Lampung Timur diselesikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Sribasuki Kecamatan Batanghari pada tahun Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Batanghari pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Metro pada tahun 2010.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sribasuki, Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 23 April 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Sugiana dan Ibu Umsiyah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) PGRI 5 Batanghari Lampung Timur diselesikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Sribasuki Kecamatan Batanghari pada tahun Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Batanghari pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Metro pada tahun 2010.


(8)

MOTO

“Dan bahwasannya seseorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”

(QS. An-Najm: 39)

“Sebuah impian akan terwujud bila kita mau untuk mengucapkannya dalam setiap doa, mengusahakannya dalam setiap langkah, dan

menyerahkannya kepada Allah S.W.T.” (Penulis)


(9)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrokhmanirrokhim

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukurku kepada Allah

S.W.T dan ucapan terima kasih kepada:

Bapak dan Ibuku tercinta Bapak Sugiana dan Ibu Umsiyah

Yang telah mendidik dan membesarkanku dengan penuh kasih

sayang dan senantiasa memberikan doa dan motivasi dengan tulus

dalam menyelesaikan studi ini.

Kakakku tersayang Rostalina dan Ekwanto

Yang selalu memberi dukungan, saran dan pengalaman guna

membangkitkan semangatku dalam menyelesaikan studi ini.

Aa

’ku Amiril Mu’minin,

Teman-teman dan Para Sahabat

Seperjuangan


(10)

ii

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penerapan Metode Problem Solving dengan Media Grafis pada Pembelajaran

Tematik Kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014” sebagai

salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan, petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Hariyanto, M. S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di lingkup nasional.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk memajukan prgram studi PGSD dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat-surat sebagai syarat skripsi.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan


(11)

iii 4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Universitas Lampung sekaligus sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus tercinta PGSD serta memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku Ketua UPP PGSD Metro yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa kuliah dan memberikan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Bapak. Dr. Hi. Suwarjo, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Drs. Hi. A. Sudirman, M. H., selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah bersedia memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu. Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah bersedia memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Tri Sulistyowati, S. Pd., selaku Kepala SD Negeri 7 Metro Pusat yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di SD Negeri 7 Metro Pusat.

10. Ibu Galuh Anggraini, A. M., selaku Guru Kelas serta siswa-siswi kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat yang telah bersedia untuk bekerjasama dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.


(12)

iv 12. Seluruh rekan-rekan mahasiswa PGSD angkatan 2010 yang telah

bersama-sama berusaha dari awal hingga akhir.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi calon guru khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Metro, Juni 2014 Penulis

Dwi Fitriani NPM 1013053049


(13)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

II. KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 10

1. Pengertian Belajar ... 10

2. Teori Belajar ... 11

3. Pengertian Aktivitas Belajar ... 12

4. Pengertian Hasil Belajar ... 14

B. Metode Pembelajaran... 15

1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 15

2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran ... 16

3. Metode Problem Solving ... 17

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving ... 18

5. Langkah-langkah Metode Problem Solving ... 19

C. Media Pembelajaran... 21

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 21

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ... 22

3. Jenis-jenis Media Pembelajaran ... 24

4. Media Grafis ... 25

5. Fungsi Media Grafis ... 25

6. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis ... 26

D. Pembelajaran Tematik ... 27

1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 27

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 28


(14)

vi

F. Hipotesis Tindakan ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Setting Penelitian ... 36

1. Subjek Penelitian ... 36

2. Tempat Penelitian ... 37

3. Waktu Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

1. Teknik Non-tes ... 37

2. Teknik Tes ... 37

E. Alat Pengumpul Data... 38

1. Lembar Observasi ... 38

2. Tes Hasil Belajar ... 38

3. Dokumentasi ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 38

1. Analisis Kualitatif ... 39

2. Analisis Kuantitatif ... 44

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas ... 46

1. Siklus I ... 46

2. Siklus II... 50

H. Indikator Keberhasilan ... 53

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Penelitian ... 54

1. Deskripsi Awal ... 54

2. Refleksi Awal ... 54

B. Hasil Penelitian ... 55

1. Siklus I ... 55

2. Siklus II... 79

C. Pembahasan ... 100

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 100

2. Kinerja Guru ... 102

3. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Sikap ... 104

4. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Keterampilan ... 107

5. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Kognitif ... 110

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 116 DAFTAR PUSTAKA


(15)

(16)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa pada Tema 4 ... 4

1.2 Frekuensi Penggunaan Media Pembelajaran pada Tema 4 ... 5

3.1 Rentang Nilai Aktivitas Siswa ... 39

3.2 Rentang Nilai Kinerja Guru ... 40

3.3 Rentang Nilai Sikap Siswa ... 41

3.4 Kriteria Tingkat Keberhasilan Siswa pada Aspek Sikap dalam (%) ... 42

3.5 Rentang Nilai Keterampilan Siswa ... 43

3.6 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa pada Aspek Keterampilan dalam (%) ... 44

1.7 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa pada Aspek Kognitif dalam (%)... 45

4.1 Nilai Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ... 70

4.2 Nilai Kinerja Guru pada Siklus I ... 71

4.3 Nilai Sikap Siswa pada Siklus I ... 73

4.4 Nilai Keterampilan Siswa pada Siklus I ... 74

4.5 Nilai Hasil Belajar Siswa pada Aspek Kognitif Siklus I ... 75

4.6 Nilai Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II ... 92

4.7 Nilai Kinerja Guru pada Siklus II ... 93


(17)

viii 4.11 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa ... 100 4.12 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kinerja Guru ... 102 4.13 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Sikap Siswa ... 104 4.14 Rekapitulasi Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Aspek

Sikap ... 105 4.15 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Keterampilan Siswa ... 107 4.16 Rekapitulasi Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Aspek

Keterampilan... 109 4.17 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa... 111 4.18 Rekapitulasi Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Aspek


(18)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian Tindakan Kelas ... 34

3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 36

4.1 Grafik Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar Siswa ... 101

4.2 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Kinerja Guru ... 103

4.3 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Sikap Siswa ... 105

4.4 Grafik Peningkatan Ketuntasan Sikap Siswa Secara Klasikal ... 106

4.5 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Keterampilan Siswa ... 108

4.6 Grafik Peningkatan Ketuntasan Keterampilan Siswa Secara Klasikal ... 110

4.7 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Kognitif Siswa ... 111


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Undang-undang Sikdiknas RI No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sesuai dengan pernyataan di atas, Ki Hajar Dewantara (dalam Ihsan, 2008: 5) menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan segala aspek yang ada pada diri seseorang tersebut baik dari segi kecerdasan, keagamaan, maupun kepribadian.

Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari penerapan sebuah kurikulum. Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum pun mengalami perubahan dan perkembangan. Mendikbud (dalam Mulyasa, 2013:


(20)

60) mengungkapkan bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan zaman. Bentuk pengembangan kurikulum terbaru saat ini yang sedang ramai menjadi topik pembicaraan publik adalah kurikulum 2013 sebagai wujud pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal yang mendasari perlunya pengembangan kurikulum 2013 menurut Mulyasa (2013: 60-61) adalah disebabkan karena adanya kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 yaitu diantaranya: 1) isi dan pesan kurikulum masih terlalu padat, 2) kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, 3) kompetensi yang dikembangkan lebih dominan ke aspek pengetahuan saja, 4) berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat belum terakomodasi di dalam kurikulum, 5) kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan kurikulum, 6) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci, dan 7) penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi.

Menurut Mulyasa (2013: 65) melalui pengembangan kurikulum 2013 maka akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Pengembangan kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa pada pengembangan kurikulum 2013 ini diperlukan adanya keterkaitan antar sikap,


(21)

pengetahuan dan keterampilan dalam satu kesatuan yang menjurus kepada diterapkannya pembelajaran tematik. Dalam implementasi kurikulum 2013, siswa sekolah dasar tidak lagi mempelajari masing-masing mata pelajaran secara terpisah namun sudah menggunakan pembelajaran berbasis tematik yang materi pembelajarannya disuguhkan berdasarkan tema tertentu dan dikombinasikan dengan mata pelajaran yang lain. Sesuai dengan pendapat tersebut, Depdiknas (dalam Trianto, 2010: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dalam pembelajaran tematik ini penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik karena penilaian autentik dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek seperti sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.

Berdasarkan hasil prasurvei dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas I A dan 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat pada tanggal 3 januari 2014, didapatkan data bahwa kelas I B cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelas I A baik dari segi aktivitas maupun hasil belajar siswa sehingga peneliti menindaklanjuti dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran di kelas I B. Pada kelas I B pembelajaran yang dilakukan masih menitikberatkan guru sebagai peran utama dalam pembelajaran konvensional yang bersifat komunikasi satu arah, artinya guru lebih banyak menjelaskan dan siswa hanya sebagai pendengar sehingga siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut


(22)

memberikan dampak terhadap hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa pada Tema 4 KKM yang Ditetapkan Jumlah Seluruh Siswa Jumlah Siswa yang Tuntas Jumlah Siswa yang Tidak Tuntas Persentase Siswa yang Tuntas Persentase Siswa yang Tidak Tuntas

66 24

siswa

10 siswa 14 siswa 41% 59%

Dari data di atas diketahui bahwa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 66, hanya 10 siswa yang tuntas dari 24 siswa kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik di kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat dikatakan masih rendah karena sebagian besar siswa mendapat nilai di bawah KKM.

Keadaan ini juga terjadi akibat penggunaan metode dan media pembelajaran yang kurang bervariasi. Pemilihan metode dan media yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan kemampuan siswa merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Sedangkan untuk metode pembelajaran yang digunakan cenderung menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) sehingga suasana belajar menjadi membosankan. Sehubungan dengan permasalahan yang telah diungkapkan mengenai metode di atas, dibutuhkan metode yang mampu menempatkan siswa pada keadaaan yang lebih aktif, kreatif dan dapat mendorong siswa untuk meningkatkan keberanian dalam berpendapat serta kemampuan untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Salah satu metode yang sesuai untuk diterapkan di Sekolah


(23)

Dasar (SD) adalah metode problem solving. Menurut Majid (2007: 142) metode pemecahan masalah (problem solving) merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulus siswa untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Dengan metode ini, siswa akan terlatih untuk dapat lebih mandiri.

Begitu pula dengan penggunaan media pembelajaran, media masih jarang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Prihatin (2008: 50) media pembelajaran adalah media yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami dan memperoleh informasi yang dapat didengar ataupun dilihat oleh panca indera sehingga pembelajaran dapat berhasil guna dan berdaya guna. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran dalam setiap kegiatan pembelajaran dianggap sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Berikut ini adalah data mengenai frekuensi penggunaan media pembelajaran pada kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat.

Tabel 1.2 Frekuensi Penggunaan Media Pembelajaran pada Tema 4 Pembelajaran

Ke

Subtema 1 Subtema 2 Subtema 3 Subtema 4

1 - √ - √

2 √ - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - √ -

6 - √ - √

Keterangan:

√ : Guru menggunakan media pembelajaran - : Guru tidak menggunakan media pembelajaran


(24)

Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan media pembelajaran masih rendah. Dalam suatu subtema, guru hanya menggunakan media pembelajaran sebanyak 1-2 kali sehingga siswa tidak terlalu tertarik dengan materi yang disampaikan, siswa jarang bertanya, berpendapat atau memberikan ide.

Menurut Piaget (Budiningsih, 2005: 37-40) perkembangan kognitif individu terbagi menjadi empat tahapan yaitu: 1) tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun); 0-2) tahap preoperasional (umur 0-2-7 tahun); 3) tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun); 4) tahap operasional formal (umur 11-18 tahun). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek utama adalah siswa kelas 1 SD yang pola berpikirnya berada pada tahap operasional konkret sehingga membutuhkan media pembelajaran guna membantu dalam penyampaian materi agar siswa dapat memperoleh gambaran nyata mengenai apa yang mereka pelajari.

Salah satu media yang sesuai untuk membantu penerapan metode

problem solving dalam pelaksanaan pembelajaran tematik adalah media grafis. Menurut Safei (2007: 119) media grafis merupakan media visual yang berfungsi untuk menarik perhatian, sajian ide, mengilustrasikan fakta yang memperjelas, dengan asumsi bahwa mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Dengan media grafis, siswa akan lebih tertarik terhadap apa yang sedang mereka pelajari, sehingga antusias siswa akan lebih tinggi dan akan semakin mempermudah siswa dalam menangkap materi yang sedang mereka pelajari. Dengan demikian peneliti akan


(25)

melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode problem solving

dengan media grafis.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, peneliti melakukan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan metode problem solving dengan media grafis yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu,

peneliti mengangkat judul “Penerapan Metode Problem Solving dengan

Media Grafis pada Pembelajaran Tematik Kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut:

1. Pada saat proses pembelajaran, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dan siswa cenderung pasif.

2. Pembelajaran masih bersifat komunikasi satu arah sehingga pembelajaran terkesan membosankan.

3. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru belum bervariasi dan belum menggunakan metode problem solving sehingga kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

4. Penggunaan media pembelajaran belum maksimal.

5. Masih rendahnya aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat.

6. Masih rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat.


(26)

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji, maka peneliti merumuskan batasan masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode problem solving

dengan menggunakan media grafis.

3. Tema yang diteliti adalah tema 6 “Lingkungan Bersih, Sehat dan Asri”.

4. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan metode problem solving dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah penerapan metode problem solving dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?


(27)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014 melalui penerapan metode problem solving dengan media grafis.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014 melalui penerapan metode problem solving dengan media grafis.

F. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi siswa, yaitu dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan metode problem solving dengan media grafis pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014.

2. Bagi guru, yaitu dapat memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dan meningkatkan kinerja guru dalam mengajar.

3. Bagi sekolah, yaitu sebagai acuan untuk memaksimalkan pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di SD Negeri 7 Metro Pusat.

4. Bagi peneliti, yaitu dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode problem solving


(28)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, karena dengan belajar seseorang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki. Menurut Djamarah & Zain (2006: 11) belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Berkaitan dengan hal tersebut, Witherington (dalam Hanafiah & Suhana, 2009: 7) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Hal ini diperkuat Sadiman (2006: 2) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak seseorang masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Sejalan dengan pendapat di atas, Winkel (dalam Suprihatiningrum, 2013: 15) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan sikap-sikap.


(29)

Dari beberapa pengertian tentang belajar yang telah dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan segala aspek yang ada pada diri seseorang tersebut dan dilaksanakan seumur hidupnya.

2. Teori Belajar

Dalam dunia pendidikan, belajar memiliki berbagai macam teori. Menurut Budiningsih (2005: 20-34) berdasarkan teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Lain halnya dengan teori kognitif yang lebih menekankan pada proses dari pada hasil belajarnya. Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori kognitif adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya.

Sukardjo (2010: 55-56) menyatakan bahwa menurut teori kontruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif


(30)

membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.

Berdasarkan teori belajar kontruktivistik, Budiningsih (2005: 57-60) menjelaskan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya. Melalui objek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Teori ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Dalam teori ini, siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional. Berdasarkan uraian di atas, penerapan metode problem solving dengan media grafis relevan dengan teori belajar kontruktivistik.

3. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan seseorang sebagai proses untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Kunandar (2011: 277) aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari


(31)

kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa dapat dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berdiskusi membahas materi pembelajaran, dan siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru. Hal-hal tersebut selanjutnya dapat dikembangkan menjadi indikator peningkatan aktivitas siswa pada instrumen aktivitas belajar siswa.

Hanafiah & Suhana (2010: 23) menyatakan bahwa proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah dan benar baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Menurut Sardiman (2011: 100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik dan mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus saling terkait. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan indikator adanya keinginan siswa belajar.

Dari beberapa pengertian tentang aktivitas belajar yang telah dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik dan pikiran dalam pembelajaran melalui pengalaman sendiri untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru, sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku pada siswa.


(32)

4. Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai hasil belajar. Menurut Suprihatiningrum (2013: 37) hasil belajar sangat erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar. Hasil belajar pada sasarannya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan menurut Suprijono (2013: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Selain itu, Anitah (2011: 2.19) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan prilaku yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari.

Dari beberapa pengertian tentang hasil belajar yang telah dikemukakan, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan seseorang yang didapatkan dari proses belajar yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan yang bersifat menetap, fungsional, positif dan disadari.

Dalam penelitian ini indikator hasil belajar untuk aspek kognitif dan keterampilan disesuaikan dengan indikator dari kompetensi dasar setiap pembelajaran. Sedangkan menurut mulyasa (2013: 147-148) indikator penilaian sikap siswa terdiri dari enam sikap yang masing-masing sikap dikembangkan menjadi lima indikator yaitu tanggung jawab terdiri dari melaksanakan kewajiban, melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan, menaati tata tertib sekolah, menjaga kebersihan


(33)

lingkungan dan menyelesaikan tugas sesuai aturan. Sikap percaya diri terdiri dari pantang menyerah, berani menyatakan pendapat, berani bertanya, mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan dan berpenampilan tenang. Sikap disiplin terdiri dari membiasakan hadir tepat waktu, membiasakan mematuhi aturan, menggunakan pakaian yang sesuai aturan, menjalankan prosedur dalam pembelajaran dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Sikap santun terdiri dari menerima nasihat guru, menghindari permusuhan dengan teman, menjaga perasaan orang lain, menjaga ketertiban, dan berbicara dengan tenang. Sikap peduli terdiri dari berempati kepada sesama teman kelas, memelihara lingkungan kelas, mengingatkan pekerjaan teman yang kurang tepat, membangun kerukunan warga kelas dan memiliki keinginan untuk tahu. Sedangkan indikator sikap jujur terdiri dari mengemukakan apa adanya, berbicara secara terbuka, menunjukkan fakta yang sebenarnya, menghargai data dan mengakui kesalahannya.

B. Metode Pembelajaran

1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Suprihatiningrum (2013: 281) mendefinisikan metode secara harfiah berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti jalan/cara. Metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya kegiatan penyajian materi pembelajaran kepada siswa.


(34)

Menurut Aqib (2013: 102) secara umum metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara khusus, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan. Selain itu, metode juga merupakan berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajar. Surakhmad (dalam Suryosubroto, 2009: 140) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada siswa-siswa di sekolah dasar.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah segala cara yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dalam pelaksanaannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran

Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdapat berbagai jenis metode pembelajaran yang dapat diterapkan. Prihatin (2008: 32-45) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode pembelajaran, yaitu metode ceramah (preaching method), metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah (problem solving), metode demonstrasi, metode resitasi, metode percobaan (experimental method), metode karya wisata (study tour method), metode latihan keterampilan, metode perancangan, dan metode kerja sama. Sesuai dengan pendapat tersebut, Djamarah & Zain (2006: 82-97) berpendapat bahwa terdapat beberapa macam metode pembelajaran, yaitu metode proyek, metode eksperimen, metode tugas


(35)

dan resitasi, metode diskusi, metode sosiodrama, metode demonstrasi, metode problem solving, metode karya wisata, metode tanya jawab, metode latihan dan metode ceramah. Menurut Trianto (2010: 133-139) metode pembelajaran terdiri dari metode diskusi, metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode ceramah plus, metode percobaan dan metode simulasi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran terdapat beberapa metode pembelajaran yaitu metode proyek, metode eksperimen, metode tugas dan resitasi, metode diskusi, metode sosiodrama, metode demonstrasi, metode

problem solving, metode karya wisata, metode tanya jawab, metode latihan dan metode ceramah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode problem solving dengan bantuan media grafis dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

3. Metode Problem Solving

Metode pembelajaran problem solving atau pemecahan masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang rasional, logis dan tepat. Metode ini biasa digunakan dengan cara mencari jalan keluar dari berbagai masalah yang disajikan. Menurut Hamdani (2011: 84) metode

problem solving adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Prihatin (2008: 38) menerangkan bahwa metode problem solving merupakan cara memberikan pengertian dalam menstimulasi anak didik untuk


(36)

memperhatikan, menelaah dan perpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Menurut Djamarah & Zain (2006: 103) metode

problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa metode problem solving adalah cara yang digunakan untuk menganalisis masalah yang dihadapi untuk menemukan cara pemecahannya. Metode ini menekankan pada pemecahan masalah, sehingga siswa dituntut untuk lebih mandiri dan secara langsung akan membantu aktivitas siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar dan meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving

Setiap metode pembelajaran tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Begitu pula dengan metode problem solving

yang juga memiliki kelebihan maupun kekurangan. Menurut Djamarah & Zain (2006: 104-105) metode problem solving memilliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

a. Kelebihan Metode Problem Solving

1) Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.

2) Proses belajar mengajar melalui problem solving dapat membiasakan siswa menghadapi atau memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi masalah di


(37)

dalam keluarga, bermasyarakat dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakana bagi kehidupan manusia.

3) Metode ini merancang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental, dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.

b. Kelemahan Metode Problem Solving

1) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.

2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.

3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa metode problem solving tidak semata-mata memiliki kelebihan, tetapi juga memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, agar metode problem solving

dapat digunakan secara efektif, maka peneliti harus benar-benar mendalami pengetahuan tentang metode ini.

5. Langkah-langkah Metode Problem Solving

Dalam pelaksanaannya, metode problemsolving memiliki beberapa langkah yang harus diterapkan. Menurut Prihatin (2008: 38) langkah-langkah metode problem solving adalah sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.

b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.

e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tersebut.


(38)

Selain itu, Djamarah & Zain (2007: 103-104) mengemukakan bahwa terdapat beberapa langkah metode problem solving, yaitu sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain.

c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang tanggung jawab dari masalah tadi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan metode problem solving dengan media grafis yang dipadukan dengan langkah-langkah pendekatan

scientific antara lain:

a. Guru menyajikan masalah yang akan dipecahkan melalui media grafis yang dapat berupa gambar, kartun maupun grafik.

b. Siswa mengamati masalah pada media grafis yang disajikan guru. c. Guru bertanya kepada siswa mengenai masalah apa yang disajikan

guru melalui media grafis tersebut, dan bagaimana cara memecahkan atau menyelesaikan masalah tersebut.

d. Guru memfasilitasi siswa dengan sumber data yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan berupa LKS dan buku siswa.


(39)

e. Siswa menalar masalah yang disajikan guru lalu memberikan jawaban sementara.

f. Siswa mengolah data dengan mengerjakan tugas terkait dengan materi yang dipelajari untuk membuktikan kebenaran jawaban semetara melalui metode pembelajaran lainnya seperti percobaan/praktik, diskusi, ceramah dll.

g. Setiap perwakilan kelompok menyajikan jawaban kelompoknya di depan kelas dengan membacakan jawaban tersebut.

h. Membuat kesimpulan.

i. Guru meluruskan, dan memperjelas dari setiap jawaban kelompok.

C. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan peralatan yang digunakan oleh guru untuk membantu proses penyampaian materi. Media pembelajaran sangat dibutuhkan untuk membantu mempermudah dalam hal penyampaian materi. Menurut Djamarah & Zain (2006: 136) dalam proses pembelajaran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Sadiman (2006: 7) mengemukakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Sedangkan Arsyad


(40)

(2007: 4) menyatakan bahwa media adalah alat yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran.

Menurut Hanafiah & Suhana (2010: 59) media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorang siswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala alat fisik yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi kepada siswa guna merangsang siswa agar dapat belajar secara cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Pembelajaran tematik pada dasarnya memerlukan optimalisasi penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu saswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. Media pembelajaran memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Suprihatiningrum (2013: 320-321) menyatakan bahwa media pembelajaran memiliki enam fungsi utama sebagai berikut:

a. Fungsi atensi, menarik perhatian siswa dengan menampilkan sesuatu yang menarik dari media tesebut.

b. Fungsi motivasi, menumbuhkan kesadaran siswa untuk lebih giat beajar.

c. Fungsi afeksi, menumbuhkan kesadaran emosi dan sikap siswa terhadap materi pelajaran dan orang lain.

d. Fungsi kompensatori, mengakomodasi siswa yang lemah dalam menerima dan memahami pelajaran yang disajikan secara teks atau verbal.

e. Fungsi psikomotorik, mengakomodasi siswa untuk melakukan suatu kegiatan secara motorik.


(41)

f. Fungsi evaluasi, mampu menilai kemampuan siswa dalam merespons pembelajaran

Selain memiliki berbagai fungsi, media pembelajaran juga memiliki berbagai manfaat.

Suprihatiningrum (2013: 321) mengungkapkan bahwa media pembelajaran juga memiliki manfaat antara lain: memperjelas proses pembelajaran, meningkatkan ketertarikan dan interaktivitas siswa, meningkatkan efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di tempat mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar, mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif, mengkonkretkan materi yang abstrak, membantu mengatasi keterbatasan panca indera manusia, menyajikan objek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas, dan meningkatkan daya retensi siswa terhadap materi pembelajaran.

Selain itu, Aqib (2013 : 51) mengungkapkan manfaat umum media pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menyeragamkan penyampaian materi. b. Pembelajaran lebih jelas dan menarik. c. Proses pembelajaran lebih interaksi. d. Efisiensi waktu dan tenaga.

e. Meningkatkan kualitas hasil belajar.

f. Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

g. Menumbuhkan sikap positif belajar terhadap proses dan materi belajar.

h. Meningkatkan peran guru ke arah yang lebih positif.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi dam manfaat media pembelajaran adalah memudahkan guru dalam proses pembelajaran yang memungkinkan terjadinya pengalaman belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar yang efektif dan efisien. Media yang ditampilkan diharapkan membuat siswa merasa tertarik terhadap materi yang diajarkan sehingga proses pembelajaran tidak terkesan membosankan.


(42)

3. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar berperan penting dalam memperkaya wawasan siswa. Media pembelajaran memiliki berbagai jenis baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Menurut Sadiman (2006: 28-81) media pembelajaran terdiri tiga jenis yaitu media grafis, media audio, dan media proyeksi diam. Selain itu, Aqib (2013: 52) mengungkapkan bahwa media pembelajaran terdiri dari media grafis, media audio dan multimedia. Sedangkan Trianto (2010: 129) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi berbagai jenis, antara lain: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, dan diagram, 2) media model solid atau dimensi tiga, seperti model-model benda ruang dimensi tiga, 3) media proyeksi seperti film, filmstrip, OHP, 4) media informasi, komputer internet, 5) lingkungan.

Berbeda dengan pendapat tersebut, Suprihatiningrum (2013: 323) menjelaskan bahwa secara umum media pembelajaran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1) media audio, yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara, 2) media visual, yaitu media yang menampilkan gambar diam, dan 3) media audio visual, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis media yang digunakan oleh guru untuk membantu melaksanakan proses pembelajaran sangat beragam. Salah satu media yang digunakan adalah media grafis yang menekankan pada indera penglihatan dan cara pemerolehan dan pemakaiannya lebih mudah.


(43)

4. Media Grafis

Seorang guru harus dapat menentukan media pembelajaran yang cocok untuk materi yang diajarkan. Media yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan bahan ajar dan kemampuan siswa untuk memahaminya. Sadiman (2006: 28) menerangkan bahwa media grafis termasuk media visual yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Rusman (2012: 274) menjelaskan bahwa media grafis adalah media pandang dua dimensi (bukan fotografi) yang dirancang secara khusus untuk mengomunikasikan tema-tema pembelajaran. Mendukung pernyataan tersebut, Aqib (2013: 52) menyatakan bahwa media grafis terdiri dari gambar/foto, sketsa, diagram bagan, grafik, kartun, poster, peta, papan flannel, dan papan buletin.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah media yang dapat berupa gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, peta, papan flannel, maupun papan buletin yang dirancang sedemikian rupa guna membantu guru untuk menyalurkan pesan mengenai materi pembelajaran kepada siswa.

5. Fungsi Media Grafis

Setiap media pembelajaran yang digunakan guru memiliki fungsi tersendiri yang disesuaikan dengan materi yang disampaikan. Menurut Sadiman (2006: 28) fungsi media grafis secara khusus adalah untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila


(44)

tidak digrafiskan. Sedangkan Rusman (2012: 274) menyatakan bahwa media grafis digunakan untuk mengungkapkan fakta atau gagasan melalui penggunaan kata-kata angka serta bentuk simbol (lambang).

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa fungsi media grafis adalah untuk menyajikan informasi atau pesan pembelajaran yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memberikan pesan tentang materi yang disampaikan dan membantu siswa dalam mengurangi kesulitan belajar, serta memberikan pengalaman nyata kepada siswa.

6. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis

Ketika seorang guru menggunakan suatu media dalam melaksanakan proses pembelajaran maka media pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan. Menurut Safei (2007: 120-121) mengungkapkan kelebihan dan kelemahan media grafis sebagai brikut:

a. Kelebihan Media Grafis

1) Dapat menerjemahkan ide-ide yang abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik.

2) Dapat ditemukan dalam buku-buku pelajaran, majalah, surat kabar, kalender, dan perpustakaan.

3) Mudah menggunakannya.

4) Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan. 5) Menghemat waktu dan tenaga dan juga menarik perhatian

siswa.

6) Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pembelajaran lainnya.

7) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. b. Kekurangan Media Grafis

1) Kadang-kadang ukurannya terlalu kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar.

2) Pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak, sedangkan dimensi yang lainnya tidak terlalu jelas.

3) Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh.


(45)

4) Tanggapan bisa berbeda-beda terhadap gambar yang sama. 5) Sulit dipahami oleh siswa yang tingkat usia dan

pendidikannya masih rendah.

Berdasarkan pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa media grafis tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, peneliti harus benar-benar memahami dan mendalami cara penggunaan dan pemilihan media grafis agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

D. Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pada implementasi kurikulum 2013, siswa SD tidak lagi mempelajari masing-masing mata pelajaran secara terpisah. Trianto (2010: 78) mengungkapkan bahwa pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dengan demikian, yang lebih menonjol pada pelaksanaan pembelajaran tematik adalah tema, bukan mata pelajaran. Sedangkan Rusman (2012: 254) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik. Sesuai dengan pendapat tersebut, Suryosubroto (2009: 133) berpendapat bahwa pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan.


(46)

Dari beberapa pendapat tentang pembelajaran tematik di atas, penulis menyimpulkan pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang disajikan dengan tema-tema tertentu dengan mengintegrasikan beberapa konsep dari beberapa mata pelajaran menjadi satu tema yang di dalamnya mencakup aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Seperti pada umumnya pembelajaran yang lain, pembelajaran tematik juga memiliki karakteristik.

Menurut Depdiknas (dalam Trianto, 2010: 91) pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas, antara lain: 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Selain itu, menurut Rusman (2012: 258-259) sebagai suatu model pembelajaran di SD, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) berpusat pada siswa, 2) memberikan pengalaman langsung, 3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, 4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, 5) bersifat fleksibel, 6) hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, 7) menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.


(47)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik memiliki berbagai karakteristik atau ciri-ciri yang beragam. Pembelajaran tematik menitikberatkan pada pengintegrasian konsep dari berbagai mata pelajaran dan penyesuaian materi terhadap kebutuhan dan minat siswa.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik

Salah satu upaya kreatif dalam melaksanakan pembelajaran yang menggunakan kurikulum 2013 di SD adalah dengan melaksanakan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik ini diharapkan dapat membantu dalam pencapaian berbagai tujuan pendidikan. Namun, pembelajaran tematik tetap tidak terlepas dari kelebihan maupun kekurangan.

Menurut Suryosubroto (2009: 136-137) pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan.

a. Kelebihanan yang dimaksud, yaitu:

1) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.

2) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.

3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.

4) Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan utama.

b. Pembelajaran tematik di samping memiliki beberapa keuntungan sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan yang ditimbulkannya, yaitu: 1) Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi.

2) Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara cepat.


(48)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru haruslah menelaah dan memahami aspek-aspek yang terkandung di dalamnya supaya ketika pelaksanaan, dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan keunggulan yang dimiliki oleh pembelajaran tematik.

4. Pendekatan dalam Pembelajaran Tematik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific appoach). Kemendikbud (2013: 208) menerangkan bahwa dalam kurikulum 2013 proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kemendikbud (2013: 206) menyatakan bahwa pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatar belakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen, tetapi bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya. pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses


(49)

berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi.

Kemendikbud (2013: 207) menyatakan bahwa suatu pendekatan dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah apabila memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbatas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Sementara itu, Kemendikbud (2013: 227) menjelaskan bahwa pendekatan ilmiah dalam pembelajaran didalamnya mencakup langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu: 1) mengamati, 2) menanya, 3) menalar, 4) mencoba, 5) mengolah, 6) menyajikan, 7) menyimpulkan, dan 8) mengkomunikasikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan ilmiah meliputi tiga ranah yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Pendekatan tersebut dilaksanakan dengan langkah pertama yaitu dengan


(50)

mengamati, dilanjutkan dengan menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

5. Penilaian dalam Pembelajaran Tematik

Penilaian merupakan suatu tahap dalam pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Salah satu aspek yang mengikuti perubahan seiring dengan pengembangan kurikulum 2013 adalah sistem penilaian. Salah satu penekanan dalam kurikulum 2013 yang menerapkan pembelajaran tematik adalah penilaian autentik. Mulyasa (2013: 136) mengungkapkan bahwa walaupun penilaian disesuaikan dengan penataan standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar proses penilaian tersebut tetap bermuara dan berfokus pada pembelajaran karena pembelajaran merupakan inti dari implementasi kurikulum. Menurut Kunandar (2013: 35) penilaian autentik adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian. Penilaian autentik dalam kurikulum 2013 mempertegas pergeseran dalam melakukan penilaian yakni dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil belajar saja) menuju penilaian autentik yang mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Johnson (dalam Komalasari, 2011: 148) mengemukakan bahwa penilaian autentik adalah suatu

penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”,


(51)

masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan.

Mendukung pernyataan di atas, Kunandar (2011: 321-322) mengungkapkan beberapa ciri-ciri penilaian autentik yaitu sebagai berikut:

1. Mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk.

2. Dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung. 3. Menggunakan berbagai cara dan sumber.

4. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.

5. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.

6. Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kualitas).

Dari berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dilakukan ketika proses maupun sesudah pembelajaran berlangsung. Penilaian yang digunakan pada pembelajaran tematik dalam kurikulum 2013 adalah penilaian autentik.

E. Kerangka Pikir

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan No. 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa kurikulum 2013 untuk SD dirancang dengan menggunakan pembelajaran tematik. Kurikulum ini mewajibkan pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah. Perubahan pada kurikulum ini menuntut guru untuk bersikap profesional, karena guru merupakan tokoh yang memegang peranan penting dalam pembelajaran di kelas.


(52)

Metode problem solving merupakan metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif terutama dalam hal pemecahan masalah. Sedangkan, media grafis merupakan suatu media yang menekankan pada indera penglihatan yang fungsinya adalah untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dengan menerapkan metode problem solving dengan media grafis maka siswa dapat secara langsung memecahkan masalah yang disajikan oleh guru sehingga pembelajaran menjadi lebih aktif dan menyenangkan. Kerangka pikir tersebut dapat dilihap pada bagan di bawah ini.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Tindakan Kelas

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah “Apabila dalam pembelajaran tematik menerapkan metode problem solving dan media grafis dengan memperhatikan langkah-langkah yang tepat, maka akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat”.

Input

Output Aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat.

Proses

Pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah (Scientifik appoach) yang

dipadukan dengan metode problem solving dengan bantuan media grafis. Aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik masih rendah


(53)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian tindakan merupakan jenis penelitian yang pada umumnya digunakan untuk memecahkan masalah atau dengan kata lain digunakan untuk melakukan suatu perbaikan yang bersifat reflektif dan kolaboratif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Wardhani (2006: 1.3) Penelitian Tindakan Kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu suatu Action Research yang dilakukan di dalam kelas. Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus (cycle). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali namun dilaksanakan beberapa kali hingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

Melalui Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti ingin memperoleh gambaran mengenai penerapan metode problem solving dengan media grafis pada siswa kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat. Konsep pokok penelitian menurut Arikunto (2011: 16) terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Alur penelitian dapat dilihat pada bagan siklus berikut:


(54)

Siklus I

Siklus II

(Sumber: Arikunto, 2011: 74)

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah seorang guru dan siswa kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat dengan jumlah 24 siswa yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki, dan 11 orang siswa perempuan.

Permasalahan Permasalahan baru hasil refleksi Pengamatan/ pengumpulan data II Pelaksanaan tindakan II Apabila permasalahan belum terselesaikan Dilanjutkan ke siklus berikutnya Pelaksanaan tindakan I Pengamatan/ pengumpulan data I Perencanaan tindakan I Refleksi I Pelaksanaan tindakan II Refleksi II


(55)

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas I B SD Negeri 7 Metro Pusat yang beralamatkan di Jalan Hasanudin No. 91 Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat.

3. Waktu Penelitan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 selama 5 bulan.

C. Sumber Data

Data pada penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar.

D. Teknik Pengumpul Data

Pengumpulan seluruh data yang diperoleh selama penelitian tindakan kelas adalah dengan teknik non-tes dan tes.

1. Teknik Non-tes

Teknik non-tes dilakukan melalui observasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode problem solving dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas, dan hasil belajar siswa yang berupa sikap dan keterampilan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Teknik Tes

Tes adalah sekumpulan pertanyaan atau latihan serta alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2011: 150).


(56)

Teknik tes ini digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif (angka). Melalui tes ini akan diketahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran tematik melalui penerapan metode problem solving dengan menggunakan media grafis.

E. Alat Pengumpul Data

Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan alat-alat pengumpul data sebagai berikut:

1. Lembar Observasi

Digunakan oleh observer untuk mengamati aktivitas, sikap dan keterampilan siswa serta kinerja guru pada saat pembelajaran dilaksanakan.

2. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran tematik menggunakan metode problem solving dengan media grafis.

3. Dokumentasi

Digunakan untuk mendokumentasikan aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam proses pembelajaran dilakukan untuk memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya sudah sesuai dengan kapasitasnya.


(57)

1. Analisis Kualitatif

Digunakan untuk menganalisis data aktivitas belajar siswa, sikap dan keterampilan siswa serta kinerja guru dalam pembelajaran.

a. Rumus analisis aktivitas belajar siswa

Keterangan

NA = Nilai aktivitas

JS = Jumlah aspek yang muncul

SM = Total skor maksimum dari aspek yang diamati (10) 100% = Bilangan tetap

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 41)

Setelah diperoleh persentase hasil aktivitas siswa, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi.

Tabel 3.1 Rentang Nilai Aktivitas Siswa No Rentang Nilai dalam % Kategori

1 N ≥ 75 Aktif

2 50 < N ≥ 75 Cukup Aktif

3 25 < N ≥ 50 Kurang Aktif

4 N ≤ 25 Pasif

(Sumber: Poerwanti, 2008: 7.8)

b. Rumus analisis kinerja guru selama proses pembelajaran

Keterangan:

Nilai = Nilai kinerja NA = �� × %


(58)

Jumlah skor = Total skor yang diperoleh

220 = Total skor maksimum ideal dari aspek yang diamati 100 = Bilangan tetap

Setelah diperoleh nilai kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi.

Tabel 3.2 Rentang Nilai Kinerja Guru

No Nilai Kategori

1 90 < A ≤ 100 Amat Baik

2 75 < B ≤ 90 Baik

3 60 < C ≤ 75 Cukup

4 K ≤ 60 Kurang

(Sumber: Kemendikbud, 2013: 314)

c. Rumus analisis sikap siswa selama proses pembelajaran

Keterangan

NP = Nilai yang dicari

R = Skor mentah yang diperoleh SM = Skor maksimum (30)

100 = Bilangan tetap (Sumber: Purwanto, 2008: 102)

Setelah diperoleh nilai sikap siswa, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi seperti pada tabel berikut:

NP = � ×


(59)

Tabel 3.3 Rentang Nilai Sikap Siswa Konversi Nilai Akhir Predikat

(pengetahuan dan keterampilan)

Sikap Skala 100 Skala 4

86-100 4 A

SB

81-85 3,66 A-

76-80 3,33 B+

B

71-75 3 B

66-70 2,66 B-

61-65 2,33 C+

C

56-60 2 C

51-55 1,66 C-

46-50 1,33 D+

K

0-45 1 D

Keterangan: SB : Sangat baik B : Baik

C : Cukup K : Kurang

(Sumber: Kemendikbud, 2013: 8)

Setelah diperoleh nilai sikap setiap siswa maka dihitung nilai rata-rata sikap siswa dengan rata-rata hitung sebagai berikut.

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

ΣX = Jumlah nilai semua siswa ΣN = Jumlah siswa

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 40) X =ΣNΣX


(60)

Selanjutnya dicari nilai ketuntasan sikap siswa secara klasikal dengan rumus berikut.

P = ∑ S w y ng n

∑ S w x 100%

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 205)

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa pada Aspek Sikap dalam (%)

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1 ≥80% Sangat tinggi

2 60-79% Tinggi

3 40-59% Sedang

4 20-39% Rendah

5 < 20% Sangat rendah

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 41)

d. Rumus analisis keterampilan siswa selama proses pembelajaran

Keterangan

1) Jumlah skor yang diperoleh siswa adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dari kriteria 1 dan 2.

2) Skor ideal adalah perkalian dari banyaknya kriteria dengan skor tertinggi.

(Sumber: Kemendikbud, 2013: viii)

Setelah diperoleh nilai keterampilan siswa, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi seperti pada tabel berikut:


(61)

Tabel 3.5 Rentang Nilai Keterampilan Siswa Konversi Nilai Akhir Predikat

(pengetahuan dan keterampilan)

Sikap Skala 100 Skala 4

86-100 4 A

SB

81-85 3,66 A-

76-80 3,33 B+

B

71-75 3 B

66-70 2,66 B-

61-65 2,33 C+

C

56-60 2 C

51-55 1,66 C-

46-50 1,33 D+

K

0-45 1 D

Keterangan: SB : Sangat baik B : Baik

C : Cukup K : Kurang

(Sumber: Kemendikbud, 2013: 8)

Setelah diperoleh nilai keterampilan setiap siswa maka dihitung nilai rata-rata keterampilan siswa dengan rata-rata hitung sebagai berikut.

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

ΣX = Jumlah nilai semua siswa ΣN = Jumlah siswa

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 40) X =ΣNΣX


(62)

Selanjutnya dicari nilai ketuntasan keterampilan siswa secara klasikal dengan rumus berikut.

P = ∑ S w y ng n

∑ S w x 100%

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 205)

Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa pada Aspek Keterampilan dalam (%)

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1 ≥80% Sangat tinggi

2 60-79% Tinggi

3 40-59% Sedang

4 20-39% Rendah

5 < 20% Sangat rendah

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 41)

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. a. Untuk menghitung nilai ketuntasan belajar siswa pada aspek kognitif

secara individual digunakan rumus:

Keterangan:

NA = Nilai akhir yang dicari

SB = Skor yang diperoleh dari jawaban yang benar pada tes TS = Skor maksimum dari tes

100 = Bilangan Tetap (Sumber: Purwanto, 2008: 112)


(63)

b. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata hitung sebagai berikut.

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

ΣX = Jumlah nilai semua siswa ΣN = Jumlah siswa

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 40)

c. Teknik penilaian ketuntasan klasikal

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa pada aspek kognitif secara klasikal maka digunakan rumus di bawah ini.

P = ∑ S w y ng n el

∑ S w x 100%

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 205)

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa pada Aspek Kognitif dalam (%)

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1 ≥80% Sangat tinggi

2 60-79% Tinggi

3 40-59% Sedang

4 20-39% Rendah

5 < 20% Sangat rendah

(Sumber: Aqib dkk, 2010: 41) X =ΣNΣX


(64)

G. Urutan Penelitian tindakan kelas 1. Siklus I

a. Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pembelajaran. Dalam siklus I, peneliti mempersiapkan proses pembelajaran tematik menggunakan metode problem solving dengan media grafis. Adapun langkah-langkah perencanaan sebagai berikut:

1) Menetapkan materi pembelajaran yang akan diajarkan, yaitu tema

ke 6 “Lingkungan Bersih, Sehat dan Asri” subtema 3 “Lingkungan

Sekolahku”.

2) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama guru.

3) Membuat media grafis berupa gambar lingkungan yang kotor dan berserakan.

4) Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran tematik menggunan metode problem solving dengan media grafis, lembar observasi untuk sikap dan keterampilan siswa, pedoman observasi kinerja guru, serta tes formatif untuk memperoleh data hasil belajar.

5) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS), yaitu berupa persoalan yang diberikan pada siswa terkait dengan materi yang diajarkan.


(1)

c. Observasi

Dalam siklus II peneliti juga melakukan pengamatan terhadap aktivitas, sikap dan keterampilan siswa serta kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas diamati dengan memberikan tanda check list, sedangkan sikap dan keterampilan siswa serta kinerja guru diamati dengan memberikan nilai pada lembar observasi.

d. Tahap Refleksi

Peneliti menganalisis aktivitas dan hasil belajar siswa. Analisis aktivitas siswa meliputi sejauh mana siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran dan sejauh mana siswa antusias terhadap pembelajaran tematik menggunakan metode problem solving dengan media grafis serta membandingkannya dengan hasil pengamatan pada siklus I dalam bentuk persentase, apakah ada peningkatan atau tidak. Analisis hasil belajar digunakan sebagai kajian yang akan direncanakan untuk perencanaan dan pembanding terhadap kegiatan pembelajaran berikutnya.

H. Indikator Keberhasilan

1. Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat pada setiap siklusnya.

2. Adanya peningkatan hasil belajar siswa yaitu ≥ 75% siswa dari jumlah


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas 1 B SD Negeri 7 Metro Pusat dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan metode problem solving dengan media grafis pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa dari setiap siklus mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I rata-rata aktivitas siswa sebesar 70% dengan kategori Cukup Aktif dan pada siklus II sebesar 81,04% dengan kategori Aktif dan terjadi peningkatan sebesar 11,04%.

2. Penerapan metode problem solving dengan media grafis pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik pada aspek sikap, pengetahuan maupun keterampilan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada siswa dalam siklus I dan siklus II yaitu sebagai berikut:

a. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Sikap

Terjadi peningkatan nilai rata-rata sikap siswa yang pada siklus I memperoleh nilai rata-rata sebesar 63,37 dengan kategori cukup sedangkan pada siklus II mendapat nilai rata-rata sikap sebesar 76,66 dengan kategori baik. Peningkatan terhitung dari siklus I ke siklus II


(3)

sebesar 13,29. Selain nilai rata-rata sikap siswa, ketuntasan klasikal sikap siswa juga meningkat. Pada siklus I, tercatat 8 siswa (3,33%) belum tuntas dan 16 siswa (66,67%) tuntas. Sedangkan pada siklus II tercatat bahwa 4 siswa (16,67%) belum tuntas dan 20 siswa lainnya (83,33%) tuntas. Peningkatan ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada aspek sikap adalah 16,67%.

b. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Keterampilan

Sama halnya dengan sikap siswa, nilai rata-rata keterampilan siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus I didapatkan nilai rata-rata keterampilan siswa sebesar 69,01 dengan predikat B-. Pada siklus II meningkat menjadi 79,98 dengan predikat B+. Peningkatan yang terjadi pada nilai rata-rata hasil belajar pada aspek keterampilan yaitu 10,97. Selain itu, ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada aspek keterampilan juga mengalami peningkatan. Pada siklus I ketuntasan klasikal keterampilan siswa adalah 70,83% atau 17 dari 24 siswa tuntas. Sedangkan pada siklus II tercatat bahwa 79,17% atau 19 dari 24 siswa tuntas. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada aspek keterampilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebesar 8,34%. c. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Kognitif

Pada penelitian tindakan kelas ini terjadi peningkatan nilai rata-rata kognitif siswa. Pada siklus I memperoleh nilai rata-rata sebesar 71,78 dengan predikat B, sedangkan pada siklus II mendapat nilai rata-rata kognitif sebesar 80,57 dengan predikat B+. Peningkatan terhitung dari siklus I ke siklus II sebesar 8,79. Selain nilai rata-rata kognitif siswa,


(4)

ketuntasan klasikal kognitif siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus I, tercatat 9 siswa (37,5%) belum tuntas dan 15 siswa (62,5%) tuntas. Sedangkan pada siklus II tercatat bahwa 4 siswa (16,67%) belum tuntas dan 20 siswa lainnya (83,33%) tuntas. Peningkatan ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah 20,83%.

B. Saran

1. Kepada siswa, agar lebih meningkatkan belajar guna memperkaya ilmu pengetahuan dan memperoleh hasil belajar yang baik.

2. Kepada guru, agar dapat lebih memperhatikan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajar, agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.

3. Kepada sekolah, agar dapat memberikan arahan dan sosialisasi yang baik kepada guru untuk selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran. 4. Kepada peneliti berikutnya, agar dapat menambah pengetahuan serta

pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sehingga kelak ketika menjadi seorang guru mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya secara profesional khususnya dalam proses pembelajaran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anitah, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual

(Inovatif). Yrama Widya. Bandung.

dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB & TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri & Azwan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama. Bandung. Kunandar. 2011. Guru Profesiolal. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2013. Penilaian Autentik. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(6)

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Poerwanti, Endang dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Ditjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Prihatin, Eka. 2008. Guru Sebagai Fasilitator. Karsa Mandiri Persada. Bandung. Purwanto, Ngalim. 2008. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sadiman, Arief S dkk. 2006. Media Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Safei. 2007. Penggunaan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran.

http://ejurnal.uin-alauddin.ac.id/artikel/Penggunaan Media Grafis Safei. pdf. Diakses 23/01/2013. Pukul 11.17 WIB.

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Bandung.

SISDIKNAS. 2009.UU Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003). Sinar Grafika. Jakarta Sukardjo, M. & Ukim Komarudin. 2010. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers.

Jakarta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran. Ar-ruzz Media.Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta. Tim Penyusun. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SD

Kelas 1. Kemendikbud. Jakarta.

. 2013. Panduan Penilaian di SD. Kemendikbud. Jakarta.

. 2013. Tema 6 Lingkungan Bersih, Sehat, dan Asri: Buku Guru SD/MI Kelas I. Kemendikbud. Jakarta

Trianto. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Wardani, I.G.A.K. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DI SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 20 83

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PERMAINAN BAHASA DENGAN MEDIA GAMBAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I B SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 12 82

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN MEDIA GRAFIS PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 76

PENGGUNAAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKA AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SDN 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 18 82

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV B SD NEGERI 1 NUNGGALREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 4 71

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU SISWA KELAS IV B SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 79

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 76

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 112

PENERAPAN MEDIA REALIA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IA SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

7 93 76