Hubungan Antara Social Loafing dengan Self-Efficacy pada Mahasiswa

(1)

LAMPIRAN

A

1.Reliabilitas Aitem Social Loafing 2. Reliabilitas Aitem Self Efficacy


(2)

1. Reliabilitas Aitem Social Loafing

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,899 13

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

s-loafing1 37,08 24,687 ,482 ,898

s-loafing3 37,13 25,497 ,429 ,899

s-loafing4 36,90 23,272 ,751 ,885

s-loafing5 36,78 22,846 ,657 ,890

s-loafing6 37,00 25,333 ,523 ,895

s-loafing7 36,65 25,054 ,614 ,892

s-loafing8 37,35 23,977 ,639 ,890

s-loafing9 36,67 23,969 ,560 ,894

s-loafing10 36,80 25,190 ,486 ,897

s-loafing11 37,08 24,174 ,612 ,891

s-loafing13 36,58 23,687 ,729 ,886

s-loafing14 37,08 24,481 ,673 ,889

s-loafing15 36,92 23,456 ,742 ,885

2. Reliabilitas Aitem Self-Efficacy

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,942 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

se1 85,5362 204,723 ,398 ,942

se2 85,7391 198,784 ,621 ,940

se3 85,8841 201,251 ,520 ,941

se4 86,0725 199,333 ,470 ,942


(3)

se6 85,6812 198,514 ,710 ,939

se7 85,9130 199,610 ,587 ,940

se8 86,0290 195,852 ,709 ,939

se9 85,6087 207,301 ,340 ,942

se10 85,7391 195,931 ,736 ,938

se11 85,7826 196,673 ,750 ,938

se12 85,7826 199,114 ,616 ,940

se13 85,8841 198,986 ,626 ,940

se14 85,8406 197,783 ,583 ,940

se15 85,7826 198,820 ,630 ,940

se16 85,6812 206,426 ,312 ,943

se17 85,6812 203,426 ,531 ,941

se18 85,9420 195,232 ,744 ,938

se19 85,7391 199,313 ,582 ,940

se20 85,9710 197,176 ,586 ,940

se21 85,7826 198,379 ,650 ,939

se22 85,6957 205,921 ,320 ,943

se23 85,8841 195,133 ,752 ,938

se24 85,7971 198,899 ,551 ,941

se25 85,4203 201,924 ,522 ,941

se26 85,6377 202,587 ,469 ,941

se27 85,4928 197,048 ,594 ,940

se28 85,6812 197,162 ,665 ,939

se29 85,8406 199,048 ,542 ,941


(4)

LAMPIRAN B


(5)

Skor Total

Social Loafing Self-Efficacy

40 44 27 41 30 36 40 41 44 47 29 33 37 38 32 34 35 39 37 38 29 34 37 39 41 41 37 41 82 101 78 80 85 85 85 85 83 78 79 86 82 83 89 94 72 73 85 88 71 78 77 90 91 87 86 87


(6)

43 34 34 48 39 38 34 39 37 36 35 37 39 39 40 39 38 37 35 37 39 36 39 38 38 33 32 45 36 37 83 85 83 88 81 88 91 88 96 87 85 85 91 87 87 92 92 80 88 85 93 78 90 88 83 85 74 87 84 92


(7)

36 37 38 39 41 44 44 40 47 43 38 33 36 33 48 38 40 40 38 39 39 38 37 39 35 38 39 37 46 33 83 88 88 90 90 85 102 87 100 95 87 88 87 86 93 80 88 78 79 80 80 87 86 86 76 83 90 95 99 99


(8)

36 41 33 41 31 36 36 37 38 38 36 30 37 37 40 32 37 38 38 40 36 34 52 45 40 39 36 39 41 40 88 98 93 91 83 82 89 93 91 83 85 101 96 85 93 84 74 85 88 81 95 87 80 100 81 82 75 83 71 84


(9)

38 35 34 44 39 36 38 41 46 32 45 39 39 37 35 40 39 37 32 37 41 40 38 35 34 37 38 38 36 38 83 87 86 78 86 83 85 85 107 88 86 83 77 82 84 95 83 88 77 89 71 84 83 87 86 93 91 83 85 88


(10)

29 34 42 40 35 40 34 39 36 32 35 41 46 41 42 36 40 41 39 39 36 41 41 41 47 43 37 39 44 40 71 78 99 110 79 91 75 72 78 79 82 95 111 82 91 81 91 110 104 87 88 80 105 94 89 94 90 77 93 96


(11)

37 44 46 38 37 38 40 39 36 38 39 41 40 38 41 40 42 41 41 33 35 41 38 43 30 39 41 40 39 43 83 87 97 84 84 83 96 88 84 86 104 100 98 84 86 83 89 91 84 83 86 90 88 88 94 90 87 92 96 105


(12)

39 38 38 38 41 39 40 37 43 43 35 38 38 37 42 38 28 41 36 40 33 41 33 42 38 41 37 38 40 37 83 88 88 89 88 86 87 90 86 86 83 85 79 83 78 86 73 94 77 102 83 108 80 112 76 95 95 94 89 90


(13)

38 40 34 44 37 32 35 36 37 40 30 37 43 48 42 40 38 40 43 31 39 38 32 33 35 37 44 47 42 44 98 79 89 99 81 85 96 97 85 91 89 101 90 95 93 85 88 84 92 85 80 87 86 89 81 91 90 100 95 103


(14)

48 52 39 35 40 39 35 39 33 41 41 40 42 37 34 34 38 36 45 44 46 45 39 31 35 38 37 37 39 38 96 114 81 78 93 105 90 84 89 95 101 81 93 86 95 75 90 80 108 99 100 106 91 89 77 89 91 95 83 88


(15)

39 46

90 99


(16)

LAMPIRAN C

1. Uji Normalitas 2. Uji Linearitas


(17)

1. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

total sl ,097 300 ,000 ,981 300 ,001

total se ,097 300 ,000 ,973 300 ,000

2. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

tot al sl * tot al se

Between Groups

(Combined)

1368,536 41 33,379 2,547 ,000

Linearity 801,933 1 801,933 61,188 ,000

Deviation from Linearity 566,604 40 14,165 1,081 ,350

Within Groups 3381,384 258 13,106

Total 4749,920 299

3. Hasil Perhitungan Korelasi

Correlations

total sl total se

Spearman's rho total sl Correlation Coefficient 1,000 ,365(**)

Sig. (1-tailed) . ,000

N 300 300

total se Correlation Coefficient ,365(**) 1,000

Sig. (1-tailed) ,000 .

N 300 300


(18)

LAMPIRAN D


(19)

No : …….

RAHASIA

SKALA PSIKOLOGI

Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara


(20)

KATA PENGANTAR

Partisipan yang terhormat,

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sedang melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana Psikologi. Dalam tugas akhir ini saya melakukan penelitian mengenai

Social loafing” dan partisipasi Anda sangat dibutuhkan demi terselesaikannya penelitian ini.

Pada peneilitian ini Anda diminta untuk merespon seluruh pernyataan yang ada dalam skala ini sesuai dengan keadaan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam pengisian skala ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda dengan sejujur-jujurnya. Semua respon dan informasi yang Anda berikan melalui skala ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Atas kesediaan Anda meluangkan waktu dan kerjasama yang Anda berikan, saya mengucapkan terimakasih.

Peneliti


(21)

IDENTITAS DIRI Nama/Inisial : (boleh disingkat)

Jenis Kelamin : L / P *

Usia : tahun

Angkatan : Universitas :

Fakultas/Jurusan: / * Coret yang tidak perlu

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut disajikan sejumlah pernyataan, mohon Anda baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Anda yang sesungguhnya.

Tidak ada jawaban yang salah dan data yang diperoleh akan dijaga kerahasiannya.

Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan Anda. Alternatif jawaban yang tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).

Contoh Pengisian Skala:

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya senang belajar X

Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap sesuai.


(22)

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya senang belajar X X

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya tidak begitu menonjol ketika bekerja di dalam kelompok.

2. Saya tidak begitu maksimal ketika bekerja di dalam kelompok.

3. Saya akan secara aktif ikut serta dalam diskusi dan memberikan gagasan-gagasan ketika bekerja di dalam kelompok.

4. Tidak masalah apabila saya tidak diikutsertakan di dalam kerja kelompok. 5. Di dalam kelompok tidak terlalu

berpengaruh apabila saya bekerja sebaik mungkin atau tidak.

6. Dengan kemampuan saya, saya akan melakukan yang terbaik di dalam kelompok.

7. Saya sangat menonjol ketika bekerja di dalam kelompok.

8. Mengingat kemampuan yang saya miliki, saya selalu mengupayakan yang terbaik di dalam kelompok.

9. Saya akan memberikan sumbangsih yang maksimal dalam kelompok.

10. Saya kurang aktif dalam diskusi di dalam kelompok.


(23)

11. Penting bagi saya untuk memberikan yang terbaik ketika bekerja di dalam kelompok.


(24)

No. PERNYATAAN STS TS S SS 12. Saya tidak dapat aktif memberikan

gagasan-gagasan di dalam kelompok. 13. Walaupun dengan kemampuan yang

saya miliki, saya tidak dapat melakukan yang terbaik untuk kelompok saya.

Berdasarkan pernyataan yang telah Anda isi di atas, Anda diminta untuk menentukan pilihan atas pernyataan di bawah ini:

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Pada saat dihadapkan dengan ugas yang baru, saya akan tetap berusaha tenang. 2. Bila dihadapkan dengan permasalahan

yang sulit, saya tidak mampu menyelesaikannya.

3. Saya akan menyerah jika tugas yang sudah beberapa kali saya kerjakan tetap gagal.

4. Saya tidak mau menerima tugas yang belum pernah saya tangani karena saya kurang yakin dapat menyelesaikannya. 5. Saya dapat mengandalkan kemampuan

saya untuk menghadapi masalah-masalah yang belum pernah saya tangani sebelumnya.

6. Semakin sulit tugas yang saya hadapi, semakin bersemangat saya dalam menyelesaikannya.


(25)

7. Walaupun merasa capek, saya akan tetap berusaha melanjutkan tugas saya hingga selesai.

No. PERNYATAAN STS TS S SS

8. Saya merasa cemas jika dihadapkan dengan tugas-tugas yang sulit.

9. Saya tidak menganggap sepele terhadap tugas yang sudah sering saya hadapi. 10. Saya mudah menyerah jika dihadapkan

dengan tugas yang sulit.

11. Saya tertantang untuk menyelesaikan tugas yang belum pernah saya hadapi sebelumnya.

12. Ketika ditawarkan mengerjakan tugas yang sulit, saya cenderung menolaknya. 13. Jika saya mengalami hambatan dalam

mengerjakan tugas, maka saya akan menghentikannya.

14. Saya akan menghentikan tugas saya, ketika saya tidak menemukan jalan keluar penyelesaiannya.

15. Saya hanya bersemangat ketika mengerjakan tugas-tugas yang mudah. 16. Walaupun tugas itu sudah rutin saya

lakukan, tapi saya akan tetap bersemangat dalam mengerjakannya. 17. Walaupun sering gagal dalam

mengerjakan tugas, saya tetap tertantang untuk menyelesaikannya.


(26)

diberikan kepada saya tidak dapat saya selesaikan.


(27)

No. PERNYATAAN STS TS S SS 19. Baik tugas yang sederhana maupun

tugas yang sulit akan tetap saya kerjakan dengan baik.

20. Daripada menambah masalah, lebih baik saya menolak tugas yang diberikan kepada saya.

21. Saya meragukan kemampuan saya ketika diberikan yanggung jawab yang besar.

22. Seberat apapun masalah dalam tugas saya, saya akan tetap berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.

23. Saya merasa tidak tahu apa yang harus saya lakukan ketika saya mengalami kegagalan.

24. Saya merasa bahwa tugas yang baru merupakan beban dalam pekerjaan saya.

25. “Dimana ada kemauan disitu ada jalan”

merupakan prinsip hidup saya.

26. Saya yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya walaupun masalah itu baru pertama kali saya hadapi.

27. Pada saat diminta mengerjakan tugas, saya mencari alasan bagaimana cara untuk menolaknya karena saya tahu tugas itu sulit.

28. Saya tetap berusaha menyelesaikan tugas saya dengan baik walaupun orang lain meragukan kemampuan saya.


(28)

No. PERNYATAAN STS TS S SS 29. Saya akan segera menolak tugas yang

sulit yang diberikan kepada saya karena

saya tidak yakin dapat

menyelesaikannya dengan baik.

30. Pada saat gagal, hal yang bisa saya lakukan hanyalah pasrah.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed.). Upper Saddle River, New Jersey: Simon & Schuster / A Viacom Company.

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. _______. 2001. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. _______. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. _______. 2010. Sikap Manusia (Cetakan IX). Jakarta: Pustaka Belajar.

Bandura, Albert. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social-Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

____________. 1997. Self-efficacy : The Exercise Of Control. New York: Freeman and Company.

Baron, R. A.,dan Byne, D. 2000. Psikologi Sosial Jilid 1 (edisi 10). Jakarta : Erlangga.

Brickner, M.A., Ostrom, T.M., & Harkins, S.G. 1986. Effects of Personal Involvement: Thgought-Provoking Implications for Social loafing. Journal of Personality and Social Psychology. 51: 763-769.

Comer, D. R. 1995. A model of social loafing in real work groups. Human Relations, 48: 647–667.

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 1999. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta.

Earley, P. C. 1989. Social loafing and Colectivism: A Comparison of the United

States and the People’s Republic of China. Administrative Science Quarterly, 34: 565-581

George, J. M. 1992. Extrinsic and intrinsic origins of perceived social loafing in organizations. Academy of Management Journal, 35: 191–202.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Harkins, S.G., & Szymanski, K. 1989. Social loafing and Group Evaluation.


(30)

Harkins, S.G., & Petty, R.E. 1982. Effects of Task Difficulty and Task Uniqueness on Social loafing. Journal of Personality and Social Psychology, 43: 1214-1229.

Jones, G. R. 1984. Task visibility, free riding, and shirking: Explaining the effect of structure and technology on employee behavior. Academy of Management Review, 9: 684–695.

Karau, S. J., & Williams, K. D. 1993. Social loafing: A meta-analytic review and theoretical integration. Journal of Personality and Social Psychology, 65: 681–706.

________________________. 1997. The effects of group cohesiveness on social loafing and social compensation. Group Dynamics, 1: 156–168.

Kerr, N.L., & Bruun, S.E. 1983. Dispensability dari upaya anggota dan kehilangan motivasi grup. Jurnal Kepribadian dan Psikologi Sosial, 45: 819-828.

Kidwell, R. E., & Bennett, N. 1993. Employee propensity to withhold effort: A conceptual model to intersect three avenues of research. Academy of Management Review, 18: 429–456.

Knopfemacher, B. A. 1978. Penatalaksanaan Stres. Jakarta: Rineka Cipta.

Kugihara, N. 1999. Gender and Social loafing in Japan. The Journal of Social Psychology, 139: 516-526.

Latané, B., Williams, K. D., & Harkins, S. 1979. Many hands make light the work: The causes and consequences of social loafing. Journal of Personality and Social Psychology, 37: 822–832.

Lawrence, J. S. 1992. Self-efficacy Theory: Implications for Social Facilitation and Social loafing. The American Psychological Association. 62: 774-786.

Liden, R.C., Wayne, S.J., Jaworski, R.A., & Bennett, N. 2004. Social loafing: A Field Investigation. Journal of Management, 30: 285-304).

Linse, A.R. 2004. Team Peer Evaluation. (http://www.schreyerinstitute.psu.edu/

diakses pada 2 Juli 2015).

Manz, C. C., & Angle, H. 1986. Can group self-management mean a loss of personal control: Triangulating a paradox. Group & Organization Studies, 11: 309–334.

Mudrack, P. E. 1989. Group cohesiveness and productivity: A closer look. Human


(31)

Mukti, Patria. 2013. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Social loafing pada Mahasiswa. Thesis. Fakultas Sains Psikologi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Sanna, L. J., & Shotland, R. L. 1990. Valence of anticipated evaluation and social facilitation: One more time. Journal of Experimental Social Psychology, 22: 242–248.

Schmuck, R.A., & Schmuck, P.A. 1980. Group Processes in the Classroom. Dubuque, Iowa: WM. C. Brown.

Schultz, D., & Schultz, E.S. 1994. Theories of personality. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Sudjana, Nana. 2001. Penelitian dan Peneliaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Smith, B. N. Dkk. 2001. Individual Differences in Social loafing: Need for Cognition as a Motivator in Collective Performance. The Educational Publishing Foundation. 5: 150-158.

Stipek. 1996. Efikasi diri (Self-efficacy).

(http://bk2009.files.wordpress.com/2010/06/monday.docx diakses pada 1 Juli 2015).

Suryabrata, S. 2010. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Syamsu, Yusuf. Dkk. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wagner, J. A. 1995. Studies of individualism/collectivism: Effects on cooperation in groups. Academy of Management Journal, 38: 152–172.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan & Konseling di Institut Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT Gramedia Wirasarana Indonesia.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu: 1. Variabel bebas (independent variable): self-efficacy

2. Variabel terikat (dependent variable): social loafing

B. Definisi Operasional Penelitian 1. Social loafing

Social loafing merupakan kecenderungan individu untuk mengurangi usaha yang dikeluarkannya ketika bekerja di dalam kelompok dan dibandingkan ketika bekerja secara individual. Social loafing diukur dengan menggunakan skala social loafing yang disusun berdasarkan aspek dilution effect dan imediacy gap. Social loafing dapat dilihat dari skor social loafing masing-masing subjek yang diperoleh dari skala. Skor social loafing didapat dari penjumlahan hasil masing-masing aspek social loafing yaitu dilution effect dan imediacy gap. Jika skor social loafing semakin tinggi maka semakin tinggi derajat social loafing yang ia miliki.

2. Self-efficacy


(33)

suatu tindakan dan melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu dengan kemampuan tertentu. Self-efficacy diukur dengan skala adaptasi yang disusun berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu level, generality, dan strenght. Self-efficacy dapat dilihat dari skor self-efficacy masing-masing subjek yang diperoleh dari skala. Skor self-efficacy didapat dari penjumlahan hasil masing-masing aspek self-efficacy yaitu level, generality dan strength. Jika skor self-efficacy semakin tinggi maka semakin tinggi derajat self-efficacy yang ia miliki.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian merupakan individu yang menjadi sumber data penelitian. Menurut Azwar (2001) populasi merupakan sekelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sekelompok subjek yang akan dikenai generalisasi tersebut terdiri dari sejumlah individu yang setidaknya mempunyai satu ciri atau karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa di Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Mahasiswa S1 2. Mahasiswa aktif

Berdasarkan kriteria tersebut teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability incidental sampling yakni metode pengambilan sampel yang ketika ditemukan akan dijadikan sampel. Metode ini digunakan karena sampel akan lebih mudah dijumpai dan kriteria sampel yang sesuai akan lebih


(34)

diutamakan. Sampel yang diambil merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian. Hal ini dikarenakan mahasiswa fakultas Pertanian memiliki cara belajar dan mengerjakan tugas secara berkelompok baik itu tugas kuliah ataupun tugas laboraturium. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 300 orang.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk mengungkap data mengenai variabel yang akan diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi karena data yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah berupa konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu bukan faktual. Data yang berupa konstrak atau konsep psikologis hanya bisa didapatkan secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang dihimpun dalam skala psikologi (Azwar, 2007, h.5). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala social loafing dan skala self-efficacy disajikan dalam bentuk pernyataan yang favorable dan unfavorable. Setiap aitem pada skala terdiri dari lima alternatif jawaban yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu : Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju = 2, dan Sangat Tidak Setuju 1, sedangkan bobot penilaian untuk yang unfavorable yaitu : Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Tidak Setuju = 3, Sangat Tidak Setuju = 4.


(35)

1. Skala Social loafing

Skala Social loafing yang digunakan adalah skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan Latane (1979). Blue print dari skala Social loafing dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Blue Print Skala Social loafing

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Immediacy

gap 8, 10, 12 1, 5, 11, 14 7 46.67% Dilution

Effect

2, 4, 7, 9,

13, 15 3, 6 8 53.33%

2. Skala Self-efficacy

Skala self-efficacy akan diukur dengan skala self-efficacy adaptasi yang disusun berdasarkan dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yakni level, generality, dan strength. Blue print dari skala self-efficacy dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Blue Print Skala Self-efficacy

Favorable Unfavorable Total Bobot

Level 6, 12, 19 2, 8, 15, 20, 21, 27, 29

10 33,33%

Generality 1, 5, 9, 11, 16, 22, 24,

26


(36)

Strength 7, 17, 25, 28 3, 10, 13, 14, 23, 30

10 33,33%

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas

Uji validitas menurut Azwar (2010) diperlukan untuk mengetahui apakah sebuah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Atau dengan kata lain alat ukur tersebut memang mengukur apa yang ingin diukur. Menurut Anastasi dan Urbina (1997), validitas tes berhubungan dengan apa yang diukur oleh suatu tes dan seberapa baik tes tersebut dapat mengukur atribut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup keseluruhan hal yang akan diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Validitas isi diperoleh melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2000).

Selain itu, validitas lainnya adalah validitas tampilan (face validity). Validitas ini menunjukkan apakah tes tersebut terlihat valid bagi peserta tes yang mengikutinya, bagi administator yang memutuskan untuk menggunakannya, dan bagi orang lain (Anastasi & Urbina, 1997).


(37)

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi hasil pengukuran ketika alat ukur tersebut digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau oleh orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu berlainan (Suryabrata, 2010). Sejalan dengan hal tersebut Azwar (2010) mengungkapkan reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15.0 for windows.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Uji coba alat ukur penelitian ini dilakukan terhadap 40 orang subjek penelitian yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek yang diinginkan.


(38)

1. Hasil Uji Coba Skala Social loafing

Aitem yang diujicobakan dalam skala social loafing sebanyak 15 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 13 aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0.3 dan 2 aitem yang gugur. Aitem-aitem inilah yang nantinya akan digunakan di dalam penelitian. Hasil uji coba terhadap skala social loafing menunjukkan koefisien α = 0.899 dengan rxy aitem yang bergerak dari 0.429 sampai dengan 0.751 yang memiliki daya diskriminasi aitem yang tinggi (rxy ≥ 0.30).

Tabel 3. Distribusi Skala Social loafing Setelah Uji Coba Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Immediacy

gap 8, 10 1, 5, 11, 14 6 46.67%

Dilution Effect

4, 7, 9, 13,

15 3, 6 7 53.33%

2. Hasil Uji Coba Skala Self-efficacy

Skala Self-efficacy yang diadaptasi sudah diujicobakan sebelumnya. Aitem yang diujicobakan dalam skala self-efficacy sebanyak 30 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 30 aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0.3 dan tidak ada aitem yang gugur. Aitem-aitem inilah yang nantinya akan digunakan di dalam penelitian. Hasil uji coba terhadap skala self-efficacy menunjukkan koefisien α = 0.942 dengan rxy aitem yang bergerak dari 0.312 sampai dengan 0.752 yang memiliki daya diskriminasi aitem yang tinggi (rxy ≥ 0.30).


(39)

Tabel 4. Distribusi Skala Self-efficacy Setelah Uji Coba

Favorable Unfavorable Total Bobot

Level 6, 12, 19 2, 8, 15, 20, 21, 27, 29

10 33,33%

Generality 1, 5, 9, 11, 16, 22, 24,

26

4, 18 10 33,33%

Strength 7, 17, 25, 28 3, 10, 13, 14, 23, 30

10 33,33%

G. Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa tahap yang perlu diperhatikan, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan penelitian, serta tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah mempersiapkan penelitian yang terdiri dari langkah-langkah berikut:

a. Pertama kali peneliti akan membuat alat ukur. Penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala terdiri dari 45 aitem yang terdiri dari 15 aitem untuk skala social loafing, dan 30 aitem untuk skala self-efficacy.


(40)

b. Setelah skala disusun, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan analisis rasional dari professional judgement.

c. Setelah diuji validitasnya skala tersebut akan diuji coba kepada mahasiswa yang ada di kota Medan yang memenuhi kriteria sampel.

d. Setelah melakukan try out peneliti akan melakukan uji coba alat ukur dengan menguji validitas, daya beda aitem, dan reliabilitas semua skala. Aitem-aitem yang lolos hasil uji coba alat ukurlah yang akan dimasukkan ke dalam skala.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah diujicobakan, selanjutnya peneliti akan menyebarkan skala pada sampel penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor nilai pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS for windows 15.0 version.

H. Metode Pengolahan Data

Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan metode Spearman’s Correlation Coeficient. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 15.0.


(41)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data (Santoso & Ashari, 2005). Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dengan melihat koefisien dengan menggunakan analisa Saphiro Wilk. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai koefisien p > 0.005.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel linear atau tidak. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara variabel social loafing dan variabel self-efficacy yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus. Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan melalui Test for Linearity pada program SPSS version 15.0 for Windows dengan melihat nilai p, dimana jika p ≤ 0.05 artinya terdapat hubungan linear antara variabel bebas dan variabel tergantung. Sebaliknya jika p > 0.05 artinya hubungan antara variabel bebas dan tergantung tidak linear (Hadi, 2000).


(42)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan pembahasan yang diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia angkatan 2013 dan 2014. Subjek Penelitian adalah 300 mahasiswa Fakultas Pertanian dengan masing-masing 150 mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia yang terdiri dari angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015.

2. Hasil Penelitian a. Uji Asumsi Penelitian

Jumlah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian sebanyak 300 buah dan sesuai dengan karakteristik penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap skala tersebut maka keseluruhannya telah memenuhi syarat untuk dilakukan analisis.


(43)

Sebelum analisis data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel penelitian, baik variabel social loafing maupun variabel self-efficacy. Selain itu, dilakukan juga uji lineritas untuk mengetahui bentuk korelasi antara masing-masing variabel. Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan program SPSS 15.0 for Windows.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas menggunakan metode Shapiro-Wilk. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p > 0.05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Normalitas Sebaran Variabel Social loafing dan Variabel

Self-efficacy

Variabel P Z Keterangan

Social loafing 0.001 0.981 Tidak Normal

Self-efficacy 0.000 0.973 Tidak Normal

Kaidah normal yang digunakan untuk uji normalitas jika p ≥ 0.05 maka data penelitian tedistribusi normal, sebaliknya jika nilai p ≤ 0.05 maka data penelitian

tidak terdistribusi normal.

Hasil uji normalitas variabel social loafing diperoleh nilai z = 0.981 dan p =

0.001. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0.001) < α (0.05) maka data dari


(44)

Hasil uji normalitas variabel self-efficacy diperoleh nilai z = 0.973 dan p = 0.000. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0.000) < α (0.05) maka data dari variabel self-efficacy terdistribusi tidak normal.

2) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian, yaitu variabel social loafing dan self-efficacy memiliki hubungan linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisa Varians, yang menunjukkan bahwa variabel social loafing memiliki hubungan linear dengan self-efficacy. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai p < 0.05. dari hasil uji linearitas antara social loafing dengan self-efficacy, diperoleh nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan variabel social loafing memiliki hubungan yang linear dengan self-efficacy. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Pengujian Linearitas

Variabel F P Keterangan

Social loafing dengan

Self-efficacy 61.188 0.000 Linear

b. Hasil Utama Penelitian 1) Hasil Perhitungan Korelasi

Untuk menjawab hipotesa yang diajukan oleh peneliti, digunakan uji

Spearman’s Correlation Ceofficient untuk menguji hubungan antara social

loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa. Adapun hipotesa penelitian adalah sebagai berikut:


(45)

1. Hₒ (hipotesa nihil) : tidak ada hubungan negatif antara social loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.

2. Hₐ (Hipotesa alternatif) : ada hubungan negatif antara social loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.

Tabel 7. Korelasi Antara Social loafing dengan Self-efficacy

Social loafing Self-efficacy Social loafing Spearman’s rho Sig. (1-tailed) N 1 300 0.365 0.000 300

Self-efficacy Spearman’s rho

Sig. (1-tailed) N 0.365 0.000 300 1 300

Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0.365 dan p = 0.000 untuk korelasi antara social loafing dengan self-efficacy. Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya ada hubungan negatif antara social loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.

2) Hasil Analisa Tambahan

a) Gambaran mean pada aspek social loafing

Tabel 8. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Social loafing

Aspek Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

Dilution


(46)

Immediacy

gap 14.53 2.119 0.122

Dilihat dari tabel 8, maka ditemukan bahwa aspek dilution effect jauh lebih tinggi daripada aspek immediacy gap pada variabel social loafing.

b) Gambaran mean pada aspek self-efficacy

Tabel 9. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Self-efficacy

Aspek Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

Level 28.24 2.830 0.163

Generality 29.88 2.896 0.167

Strength 29.75 3.51 0.203

Dilihat dari tabel 9 ditemukan bahwa, ketiga aspek level, generality, dan strength memiliki mean yang tidak terlalu jauh berbeda.

c) Gambaran mean social loafing dan self-efficacy

Analisa data penelitian dapat dilakukan dengan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi.

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Social loafing dan Self-efficacy

Variabel Skor Mean

Min Max Mean SD

Social Loafng 27 52 38.44 3.98


(47)

Berdasarkan tabel 10 diperoleh mean untuk skala Social loafing sebesar 38.44 dengan SD sebesar 3.98 dan mean untuk skala self-efficacy sebesar 87.88 dengan SD sebesar 7.86.

Sesuai dengan kategorisasi subjek penelitian secara empirik, data dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun menurut norma tertentu. Untuk kriteria variabel social loafing mahasiswa dengan jumlah frekuensi dan persentase dapat dilihat pada tabel 11 berikut:

Tabel 11. Kategorisasi Data Social loafing Variabel Rentang

Nilai Kategori Frekuensi Persentase Social

loafing

42 ≤ X Tinggi 49 16.3%

34 ≤ X < 42 Sedang 220 73.3%

X < 34 Rendah 31 10.3%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 16.3% termasuk dalam kategori social loafing yang tinggi, 73.3% termasuk dalam kategori social loafing yang sedang dan 10.3% yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar social loafing mahasiswa berada dalam kategori sedang.

Untuk kriteria variabel self-efficacy mahasiswa dengan jumlah frekuensi dan persentase dapat dilihat pada tabel 12 berikut:

Tabel 12. Kategorisasi Data Self-efficacy Variabel Rentang

Nilai

Kategori Frekuensi Persentase

Self-efficacy

96 ≤ X Tinggi 44 14.7%

80 ≤ X < 96 Sedang 219 73%


(48)

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 14.7% termasuk dalam kategori self-efficacy yang tinggi, 73% termasuk dalam kategori self-efficacy yang sedang dan 12.3% yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada dalam kategori sedang.

B. Pembahasan

Hasil pengujian korelasi antara social loafing dengan self-efficacy di dapat koefisien korelasi r sebesar 0.365 dan p = 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara social loafing dengan self-efficacy. Dengan demikian dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa orang yang memiliki self-efficacy rendah cenderung melakukan social loafing begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lawrence (1992) yang mengatakan bahwa seseorang dengan self-efficacy yang tinggi apabila mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan diberikan evaluasi akan memiliki performa yang lebih baik daripada melakukan tugas secara individual. Bandura (1977) juga mengatakan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan percaya dengan kemampuan yang ia miliki sehingga tidak akan mengurangi segala usaha yang ia lakukan. Hal ini juga berlaku ketika individu itu bekerja dalam kelompok ia tidak akan mengurangi usahanya untuk bisa bekerja dengan maksimal. Hal ini diperkuat kembali oleh penelitian yang


(49)

individu yang percaya akan kemampuannya dalam melakukan suatu tugas maka akan mengurangi kemungkinan social loafing yang akan dilakukannya.

Mahasiswa pada umumnya memiliki banyak tugas yang dilakukan secara berkelompok seperti pada fakultas pertanian. Tuntutan mereka bekerja kelompok cukup besar mengingat mereka harus mengerjakan tugas yang diberikan dosen maupun di kegiatan lab ataupun di lapangan. Bekerja dalam kelompok memiliki kelemahan yakni akan terjadinya social loafing. Dari penelitian di atas, dapat diantisipasi bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dengan ciri-ciri salah satunya adalah memiliki komitmen dalam bekerja, percaya akan kemampuan dirinya, tekun mengerjakan tugas, diprediksi akan mampu bekerja dengan optimal walau bekerja dalam kelompok. Sesuai dengan teori Bandura (1977) yakni orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi dirinya untuk menyelesaikan tugas dalam bentuk apapun dan menjadikan hal tersebut sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Sesuai dengan hal tersebut, orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki kemungkinan yang sangat kecil dalam melakukan social loafing. Ia merasa segala bentuk tugas yang harus diselesaikan harus segera diselesaikan oleh dirinya sendiri. Bahkan orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan membuat tujuan dan meningkatkan komitmennya dalam mengerjakan sebuah tugas.

Hasil tambahan penelitian berdasarkan aspek social loafing ditemukan bahwa aspek dilution effect memiliki nilai mean yang paling tinggi jika dibandingkan dengan beberapa aspek social loafing yang lainnya. Latane (1981)


(50)

mengungkapkan bahwa dilution effect adalah kurangnya motivasi seseorang di dalam sebuah kelompok karena merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti dan kurang dihargai. Konsep dilution effect bisa dijelaskan oleh penleitian yang dilakuan oleh Geen (1991) dalam Hogg (2011) yang mengatakan bahwa evaluation apprehension yaitu orang merasa kurang dihargai bisa menjadi penyebab social loafing.

Latane, Williams & Harkins (1979) juga mengatakan bahwa kemungkinan seseorang melakukan social loafing karena mereka merasa banyak anggota yang mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut sehingga kontribusi yang mereka berikan tidak akan terlalu berpengaruh bagi performa kelompok. Sejalan dengan hal ini, Harkins & Szymanski (1989) juga mengungkapkan bahwa orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik oleh pemberi tugas maupun dari rekan kerjanya. Mereka akan merasa tidak diberikan penghargaan sehingga akan lebih memilih melakukan social loafing. Oleh karena itu, orang yang memiliki social loafing yang tinggi merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti dan menyadari bahwa penghargaan ataupun evaluasi yang diberikan kepada tiap individu tidak ada kaitannya dengan dirinya.

Pada aspek self-efficacy, ditemukan bahwa hampir ke tiga aspek dari self-efficacy tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga aspek tersebut berperan penting dalam pembentukan self-efficacy mahasiswa. Sehingga mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi memiliki ketiga aspek tersebut. Sesuai dengan ciri-ciri orang dengan self-efficacy yang tinggi yakni


(51)

keyakinan bahwa ia dapat menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi dan percaya pada kemampuan diri sendiri.

Berdasarkan pada hasil penelitian tambahan lainnya, sebagian besar mahasiswa yaitu sebanyak 73.3% berada dalam rentang social loafing yang sedang. Sebanyak 16.3% berada dalam rentang social loafing tinggi, dan 10.3% mahasiswa berada dalam rentang social loafing rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori sedang. Ini berarti bahwa mereka bisa saja melakukan atau tidak melakukan socil loafing tergantung dari situasinya.

Sedangkan pada self-efficacy mahasiswa, sebagian besar mahasiswa yaitu sebanyak 73% mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang sedang. Sebanyak 14.7% berada dalam rentang self-efficacy yang tinggi, dan 12.3% mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada pada kategori sedang.

Informasi tamnbahan yang dilihat peneliti di lapangan, mahasiswa fakultas Pertanian dari Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia memiliki perbedaan dimana pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara jauh lebih kondusif ketika mengerjakan skala dibandingkan Universitas Methodist Indonesia dan hasil yang peneliti lebih cepat mengumpulkan hasil dari skala yang disebar di Universitas Sumatera Utara daripada Universitas Methodist Indonesia.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Sesuai dengan hasil penelitian, ada hubungan negatif yang signifikan antara social loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.

2. Dilution effect adalah aspek tertinggi dari social loafing yang ditemukan dari penelitian ini berdasarkan nilai meannya. Sedangkan untuk variabel self-efficacy pada penelitian ini ketiga yaitu level, generality, dan strength ternyata tidak terlalu berbeda jauh berdasarkan nilai meannya.

3. Hasil penelitian tambahan diperoleh data sebagai berikut:

a. Sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori sedang.


(53)

B. SARAN

1. Saran Metodologis

a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama diharapkan dapat mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi social loafing dan self-efficacy.

b. Diharapkan pada penelitian selanjutnya apabila melakukan pengambilan data dalam kelompok untuk lebih mengondusifkan kondisi pengambilan data agar tidak ada bias atau kesalahan pengambilan data.

2. Saran Praktis

a. Bagi dosen dan pihak fakultas

1) Untuk mengurangi tindakan social loafing yang rentan terjadi pada mahasiswa, sebaiknya para dosen dan staf pengajar memberikan evaluasi atas setiap pekerjaan ataupun tugas yang diberikan kepada mahasiswa agar mengurangi salah satu aspek pembentuk social loafing yakni dilution effect tidak terjadi.

2) Pihak fakultas khususnya khususnya staf pengajar sebaiknya dapat mendukung mahasiswa untuk terus mendukung dan mempertahankan self-efficacy yang sudah tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi social loafing mahasiswa terutama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.


(54)

b. Bagi mahasiswa diharapkan tetap bekerja dengan optimal walaupun di dalam kelompok karena hasil yang didapatkan tetap merupakan tanggung jawab pribadi.


(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SOCIAL LOAFING

1. Pengertian Social loafing

Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane, 1979). Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individual. (Karau & Williams, 1993). Menurut Ringelmann dalam Latane, Williams, & Harkins (1979), social loafing berarti penurunan usaha individu atau seseorang ketika ia bekerja dalam kelompok dibandingkan dengan ketika ia bekerja seorang diri.

Dari definisi di atas saya dapat menyimpulkan bahwa social loafing adalah kecenderungan individu untuk mengurangi usaha yang dikeluarkannya ketika bekerja di dalam kelompok dan dibandingkan ketika bekerja secara individual.


(56)

2. Dimensi Social loafing

Menurut Latane (1981), social loafing dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu: a. Dilution Effect

Individu kurang termotivasi karena merasa kontribusinya tidak berarti atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap individu tidak ada. b. Immediacy gap

Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh anggota kelompok dari anggotanya maka ia akan semakin jauh dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

3. Faktor-faktor Penyebab Social loafing

Faktor penyebab seseorang melakukan social loafing adalah:

a. Orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari pemberi tugas atau dari rekan kerjanya (Harkins & Szymanski, 1989).

b. Gender seseorang merupakan salah satu faktor penyebab social loafing. Seorang perempuan lebih mungkin untuk tidak melakukan social loafing dibandingkan dengan seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita umunya berorientasi pada pemeliharaan koordinasi kelompok (Kugihara, 1999). c. Individu yang mendapatkan tugas secara berkelompok tidak merasakan

hasilnya secara pribadi. Individu ini akan memandang tugas yang dikerjakan sebagai sebuah tugas yang harus diselesaikan dengan saling bergantung


(57)

senang dengan hasil yang harus ia bagi dengan anggota yang lainnya (Manz & Angle, 1986).

d. Individu ingin menumpang pada kesuksesan atau pekerjaan orang lain tanpa ikut serta dalam pengerjaannya. Hal ini juga terkadang dilakukan karena keyakinan individu tersebut bahwa orang yang memberikan tugas tidak akan menyadari pengurangan usaha yang dilakukannya (Kidwell & Benner, 1993).

e. Social loafing dipengaruhi oleh ketidakjelasan tugas. Tugas yang tidak jelas pembagiannya atau arahnya akan cenderung memberikan kemalasan bagi individu yang mengerjakannya. Individu tersebut kurang termotivasi dalam memberikan upaya saat menyelesaikan tugas (George, 1992).

f. Tugas yang terlalu mudah. Ketika sebuah kelompok mendapatkan tugas yang sulit untuk diselesaikan, maka akan sedikit kemungkinan anggota di dalam kelompok melakukan social loafing (Harkins & Petty, 1982).

g. Social loafing lebih sering terjadi pada budaya individualis daripada kolektivis. Performa individualis yang bekerja dalam sebuah kelompok lebih rendah dibandingkan ketika bekerja sendiri. Sebaliknya, mereka yang memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih baik dalam kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok sebagai hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis menmpercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan kelompok (Early, 1989).


(58)

h. Semakin banyak anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing seorang individu akan semakin meningkat. Hal ini juga semakin membuat sulit untuk menilai kontribusi masing-masing individu. Kemungkinan seseorang melakukan social loafing dikarenakan merasa banyak anggota yang mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut (Latane, Williams, & Harkins, 1979).

i. Ketidak-lekatan antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga dapat mempengaruhi social loafing (Karau & Williams, 1997). Hal ini dapat didefinisikan sebagai sejauh mana anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya tertarik dan memiliki keinginan untuk bersama-sama (Mudrack, 1989).

j. Evaluation Apprehension atau ada tidak adanya evaluasi yang diberikan oleh pemberi tugas ataupun sesama rekan kerja (Geen, 1991).

k. Kepercayaan diri juga dapat membuat perilaku social loafing menurun (Mukti, 2013)

Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan social loafing dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah tidak adanya evaluasi (Harkins & Szymanski, 1989), gender (Kugihara, 1999), tugas yang dirasa harus dikerjakan secara berkelompok (Manz & Angle, 1986), menumpang kesuksesan (Kidwell & Benner, 1993), ketidakjelasan tugas (George, 1992), faktor budaya (Early, 1989), kemudahan tugas (Harkins & Petty, 1982), besarnya kelompok (Jones, 1984), kepercayaan diri (Mukti, 2013), dan kelekatan kelompok (Karau & Williams, 1997).


(59)

B. SELF-EFFICACY

1. Pengertian Self-efficacy

Konsep self-efficacy pertama kali diungkapkan oleh Bandura. Menurut Bandura (1997), Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan individu terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Self-efficacy juga memiliki arti sebagai penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu (Baron & Byne, 2000).

Dari definisi di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa self-efficacy adalah persepsi, penilaian, dan perasaan tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi suatu tindakan, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu dengan kecakapan tertentu.

2. Ciri-Ciri Individu dengan Self-efficacy Tinggi dan Self-efficacy Rendah Bandura (1997) menjelaskan bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa memiliki keyakinan bahwa ia dapat menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas, memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi diri untuk menyelesaikan tugas yang sulit, percaya pada kemampuan diri sendiri,


(60)

memandang kesulitas sebagai tantangan, mampu membuat tujuan dan meningkatkan komitmen terhadap apa yang dilakukan, menanamkan usaha pada apa yang dilakukannya, bila gagal maka akan memikirkan strategi dalam menghadapinya dan mudah bangkit setelah mengalami kegagalan.

Sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, menghindari kegiatan-kegiatan yang menantang, cepat menyerah, mudah cemas, apatis, upaya yang rendah dan komitmen yang lemah pada sebuah tujuan yang ingin digapai, cenderung akan memikirkan kekurangan dan konsekuensi akan kegagalan, serta lambat untuk membangkitkan kembali perasaan bahwa ia mampu menghadapi kegagalan.

3. Dimensi Self-efficacy

Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yakni: a. Level

Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas pada tugas yang sederhana, menengah atau sulit. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Apabila sedikit rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, maka tugas tersebut akan mudah dilakukan.


(61)

b. Generality

Generality sejauh mana inidividu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Generality merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan afektifnya.

c. Strength

Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini sesesorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi.

C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, institut atau akademi. Mahasiswa merupakan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual (Knopfemacher, 1978). Menurut Winkel (1997) masa


(62)

mahasiswa meliputi rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Mahasiswa biasa belajar di kelas, membaca buku, membuat makalah, presentasi, diskusi dan lain sebagainya. Mereka sangat erat kaitannya dengan tugas yang diberikan oleh para pengajar atau dosen. Tugas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) memiliki arti sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang atau pekerjaan yang wajib dibebankan. Mahasiswa sudah pasti pernah merasakan saat-saat dimana membuat laporan, makalah, mencari bahan kuliah, tugas praktek dan presentasi. Tugas itu sendiri dapat diberikan secara individual ataupun berkelompok (Sudjana, 2001).

D. Hubungan antara self-efficacy dengan social loafing mahasiswa

Mahasiswa yang sangat erat kaitannya dengan tugas seringkali diberikan tugas dengan bentuk kelompok. Biasanya, ketika dosen memberikan tugas secara berkelompok diharapkan agar penyelesaian tugas lebih mendalam dan sempurna, karena merupakan produk pemikiran dari beberapa orang. Mahasiswa juga diajarkan untuk bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Mereka dapat belajar untuk mengambil keputusan dengan baik, bersikap toleransi dan menghargai sesama mahasiswa lain.

Orang dapat memenuhi tujuan untuk menyelesaikan tugas individu mereka dengan lebih mudah melalui kerjasama dalam kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979). Pemberian tugas secara berkelompok ini sesungguhnya juga memiliki satu kelemahan yang sangat sering terjadi. Pada


(63)

satu kelompok sering terdapat mahasiswa yang tidak turut aktif berpartisipasi dalam proses pengerjaan tugas tersebut. Hal ini dapat dikatakan sebagai social loafing, yaitu kecenderungan untuk mengurangi upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individual (Karau & Williams, 1993). Social loafing memiliki dampak yang sangat banyak khususnya terhadap sebuah kelompok. Dampak yang diberikan juga merupakan dampak yang bersifat merugikan.

Seringkali terdapat banyak mahasiswa yang melakukan loafing karena berbagai hal. Seperti karena tidak adanya kelekatan pada setiap anggota kelompok (Karau & Williams, 1997), terlalu besarnya sebuah kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979), atau bahkan karena terlalu mudahnya tugas yang diberikan oleh dosen (Harkins & Petty, 1982).

Social loafing yakni kecenderungan untuk mengurangi upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individual (Karau & Williams, 1993). Tidak sedikit faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan social loafing. Kugihara menemukan bahwa laki-laki cenderung melakukan social loafing daripada perempuan (Kugihara, 1999). Faktor eksternal yang kerap dihubungkan adalah besarnya kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979) yang dibuktikan dengan semakin banyak nya anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing seorang individu akan semakin meningkat. Orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari pemberi tugas atau dari rekan kerjanya (Harkins & Szymanski, 1989). Kelekatan


(64)

antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga dapat mempengaruhi social loafing (Karau & Williams, 1997). Jika individu tidak menyukai anggota yang lain maka ia akan lebih mungkin untuk terlibat dalam social loafing. Budaya yang dimiliki dan dianut oleh individu juga membuat seseorang seperti individualis atau kolektivis (Earley, 1993).

Pada penelitian Early (1993) dikatakan bahwa Social loafing lebih sering terjadi pada budaya individualis daripada budaya kolektivis. Performa seorang individu yang berasal dari budaya individualis lebih rendah ketika bekerja dalam sebuah kelompok dibandingkan ketika ia bekerja sendiri. Sebaliknya, mereka yang memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih baik dalam kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok sebagai hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis mempercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan kelompok.

Hasil dari penelitian Ames (1992) dan Dweck & Legger (1988) mengungkapkan bahwa orang yang menganut budaya individualis merupakan orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang dalam budaya individualis akan mencoba mencari tahu bagaimana cara untuk belajar serta lebih memberikan usaha yang lebih untuk performanya. Sebaliknya, orang dengan budaya kolektivis merupakan orang dengan self-efficacy yang rendah.


(65)

Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya (Bandura, 1997).

Lawrence (1992) yang melakukan 2 eksperimen di mana eksperimen pertama self-efficacy dimanipuasi dengan evaluasi yang salah dan hasil yang diharapkan dimanipulasi dengan 3 kelompok yang memiliki kondisi yang berbeda (sendiri, bekerja bersama tetapi dengan melihat hasil individu, dan bekerja bersama dengan melihat hasil dari kelompok). Pada ekperimen kedua, self-efficacy yang diinginkan ditingkatkan secara tiba-tiba ketika para partisipan mengerjakan tugas yang mudah ke yang sulit, dan hasil yang diharapkan dimanipulasi dengan 3 kondisi evaluasi yang berbeda (sendiri, dievaluasi, dan tidak dievaluasi). Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa seseorang dengan self-efficacy yang tinggi apabila mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan diberikan evaluasi akan memiliki performa yang lebih baik daripada melakukan tugas secara individual. Sebaliknya, jika seseorang dengan self-efficacy yang rendah dan mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan dievaluasi, maka ia akan memiliki performa yang buruk daripada melakukannya secara individual. Schmuck & Schmuck (1980) menyatakan bahwa membentuk kelompok kecil dan dapat membantu satu sama lain untuk menyelesaikan tugas yang lebih kompleks adalah strategi untuk meningkatkan self-efficacy seseorang. Berdasarkan dari beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa orang dengan self-efficacy yang tinggi justru akan membuat tindakan social loafing menurun. Hal ini dikarenakan orang tersebut diberikan evaluasi saat


(66)

mengerjakan tugas (Lawrence, 1992) dan dapat saling membantu saat bekerja kelompok (Schmuck & Schmuck, 1980) sehingga akan mengurangi perilaku social loafing seseorang.

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teori dan dinamika antara dimensi self-efficacy yang telah dipaparkan oleh peneliti, hipotesa yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan social loafing mahasiswa dimana semakin tinggi derajat self-efficacy yang dimiliki individu justru membuat tindakan social loafing menurun.


(67)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahasiswa merupakan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual (Knopfemacher, 1978). Mahasiswa biasa belajar di kelas, membaca buku, membuat makalah, presentasi, diskusi dan lain sebagainya. Mereka sangat erat kaitannya dengan tugas yang diberikan oleh para pengajar atau dosen. Tugas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) memiliki arti sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang atau pekerjaan yang wajib dibebankan. Mahasiswa sudah pasti pernah merasakan saat-saat dimana membuat laporan, makalah, mencari bahan kuliah, tugas praktek dan presentasi. Tugas itu sendiri dapat diberikan secara individual ataupun berkelompok (Sudjana, 2001). Biasanya, ketika dosen memberikan tugas secara berkelompok diharapkan agar penyelesaian tugas lebih mendalam dan sempurna, karena merupakan produk pemikiran dari beberapa orang. Mahasiswa juga diajarkan untuk bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Mereka dapat belajar untuk mengambil keputusan dengan baik, bersikap toleransi dan menghargai sesama mahasiswa lain.


(68)

Orang dapat memenuhi tujuan untuk menyelesaikan tugas individu mereka dengan lebih mudah melalui kerjasama dalam kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979). Pemberian tugas secara berkelompok ini sesungguhnya juga memiliki kelemahan, yakni pengambilan keputusan yang berlarut-larut, kecakapan anggota kelompok yang berbeda, memakan waktu yang banyak dan terlalu banyak persiapan. Selain itu, ada juga kelemahan lainnya yaitu social loafing. Pada satu kelompok sering terdapat mahasiswa yang tidak turut aktif berpartisipasi dalam proses pengerjaan tugas tersebut. Hal ini dapat dikatakan sebagai social loafing, yaitu kecenderungan untuk mengurangi upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individual (Karau & Williams, 1993).

Social loafing memiliki dampak yang sangat banyak. Dampak positif dari social loafing biasanya akan dirasakan oleh individu yang melakukan social loafing. Orang yang melakukan social loafing akan merasa diuntungkan dengan tidak ikutnya dalam proses penyelesaian tugas, mendapatkan nilai yang baik karena kinerja kelompok dan lainnya. Selain itu ada juga dampak yang bersifat merugikan khususnya terhadap sebuah kelompok. Hal ini dapat terlihat dari sebuah kutipan wawancara dengan seorang mahasiswa yang merasa kelompok tidak efektif dalam penyelesaian tugas karena tidak adanya kerjasama yang baik antara yang satu dengan yang lain:


(69)

“...kadang kalo kerja kelompok itu aku rasa kawan sekelompok

pada enggak mau ikutan kerja. Kubiarkan aja, malah jadi enggak terkerjakan tugas tadi jadinya. Malah kesel sendiri aku ya kukerjakan aja sendiri. Kalo boleh enggak nulis nama dia di hasilnya enggak apa, ini enggak bisa...”

(Komunikasi personal, Februari 2016)

Anggota kelompok yang tidak melakukan social loafing akan merasakan kesedihan bahkan iri ketika mengetahui anggota sekelompok yang melakukan social loafing mendapatkan nilai atas hasil tugas yang tidak ia kerjakan. Hasil yang didapatpun tidak akan maksimal seperti saat bekerjasama dengan anggota kelompok lainnya. Kehilangan motivasi bagi anggota lainnya juga merupakan dampak dari social loafing (Brickner, Harkins, & Ostrom, 1986). Apabila salah satu anggota kelompok tidak mengerjakan tugas yang diberikan, maka ia tidak akan mendapatkan pengetahuan seperti anggota kelompok yang lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa social loafing dapat mempengaruhi prestasi akademik individu. Dampak social loafing juga akan merugikan individu itu sendiri. Individu yang melakukan social loafing akan kehilangan kesempatan untuk melatih keterampilan dan mengembangkan diri (Schnake, dalam Liden, Wayne, Jaworski & Bennet, 2003). Produktivitas individu yang melakukan social loafing juga akan terhambat karena harus bekerja di dalam sebuah kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979).

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan social loafing. Kugihara menemukan bahwa laki-laki cenderung melakukan social loafing daripada perempuan (Kugihara, 1999). Faktor eksternal yang kerap dihubungkan adalah besarnya kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979) yang dibuktikan


(70)

dengan semakin banyak nya anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing seorang individu akan semakin meningkat. Orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari pemberi tugas atau dari rekan kerjanya (Harkins & Szymanski, 1989). Kelekatan antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga dapat mempengaruhi social loafing (Karau & Williams, 1997). Jika individu tidak menyukai anggota yang lain maka ia akan lebih mungkin untuk terlibat dalam social loafing. Budaya kolektivis dan individualis juga menjadi salah satu faktor social loafing (Earley, 1993). Selain itu, kepercayaan diri juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya social laofing (Mukti, 2013).

Pada penelitian Mukti (2013) dikatakan bahwa kepercayaan diri seseorang memiliki hubungan yang negatif dengan social loafing. Hal ini berarti bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka memiliki kemungkinan yang kecil untuk melakukan social loafing di dalam kelompok. Sebaliknya, mereka dengan kepercayaan diri yang rendah akan memiliki kemungkinan yang besar untuk melakukan social loafing.

Bandura (dalam Syamsu dkk. 2005) meyakini bahwa self-efficacy merupakan elemen kepribadian keyakinan diri atau kepercayaan diri terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya pada hasil yang diharapkan. Jadi dapat dikatakan juga bahwa self-efficacy merupakan kepercayaan diri seseorang.


(71)

Selain itu pada penelitian Early (1993) dikatakan bahwa Social loafing lebih sering terjadi pada budaya individualis daripada budaya kolektivis. Performa seorang individu yang berasal dari budaya individualis lebih rendah ketika bekerja dalam sebuah kelompok dibandingkan ketika ia bekerja sendiri. Sebaliknya, mereka yang memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih baik dalam kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok sebagai hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis mempercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan kelompok.

Hasil dari penelitian Ames (1992) dan Dweck & Legger (1988) mengungkapkan bahwa orang yang menganut budaya individualis merupakan orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang dalam budaya individualis akan mencoba mencari tahu bagaimana cara untuk belajar serta lebih memberikan usaha yang lebih untuk performanya. Sebaliknya, orang dengan budaya kolektivis merupakan orang dengan self-efficacy yang rendah.

Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya (Bandura, 1997). Bandura (1986) mengatakan bahwa self-efficacy dalam diri seseorang mengacu pada tiga dimensi, dimana salah satunya adalah strength yang menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy atau keyakinan diri yang besar di dalam dirinya akan menyenangi tugas yang penuh tantangan. Mereka juga memiliki


(1)

Step, Wella dan temen yang lainnya yang udah mau nemenin nyebar skala penelitian ini. Eva, temen seksiku yang udah sering nemenin nunggu Bu Rika di depan P3M atau di depan Departemen Sosial. Makasih juga ya udah sering kurepotin buat nanya ini itu.

15. Untuk Dujun (piwiiitt), Wonwoo, Mingyu, Changkyun, Minhyuk, Shownu, Seo Kangjun, Park Haejin, Park Minwoo, member Seventeen lainnya, member Monsta X lainnya, BAP dan BTS yang selalu menemani kesepian saya di kala suntuk dengan penelitian ini. Terimakasih sudah lahir dengan ganteng ke dunia ini. Terutama Dujun yang selalu apa ya, selalu membahagiakan hari-harikulah intinya. 16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

namanya tidak dapat saya tuliskan satu persatu.

Akhirnya saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan ilmu yang saya miliki. Untuk itu saya dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Harapan saya semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan, serta pembaca pada umumnya.

Medan, Mei 2016 Peneliti,


(2)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Social Laofing ... 10

1. Pengertian Social Laofing ... 10

2. Dimensi Social Laofing ... 11

3. Faktor-faktor penyebab Social Laofing ... 11


(3)

2. Ciri-ciri Individu dengan Self-Efficacy Tinggi dan

Self-Efficacy Rendah ... 14

3. Dimensi Self-Efficacy ... 15

C. Mahasiswa ... 16

D. Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Social Laofing mahasiswa ... 17

E. Hipotesa Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

B. Definisi Operasional Penelitian ... 22

1. Social Laofing ... 22

2. Self-Efficacy ... 22

C. Populasi dan Sampel ... 23

D. Metode Pengumpulan Data ... 24

1. Skala Social Laofing ... 25

2. Skala Self-Efficacy ... 25

E. Uji Coba Alat Ukur ... 26

1. Validitas ... 26

2. Reliabilitas ... 27

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 27

1. Hasil Uji Coba Skala Social Laofing ... 28

2. Hasil Uji Coba Skala Self-Efficacy ... 28

G. Prosedur Penelitian ... 29

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 29

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 30

3. Tahap Pengolahan Data ... 30


(4)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data ... 32

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 32

2. Hasil Peneletian ... 32

a. Uji Asumsi Penelitian ... 32

b. Hasil Utama Penelitian ... 34

1) Hasil Perhitungan Korelasi ... 34

2) Hasil Analisa Tambahan ... 35

B. Pembahasan ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 43

1. Saran Metodologis ... 43

2. Saran Praktis ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Social Loafing ... 25

Tabel 2.Blue Print Skala Self-Efficacy ... 25

Tabel 3. Distribusi Skala Social Loafing Setelah Uji Coba ... 28

Tabel 4. Distribusi Skala Self-Efficacy Setelah Uji Coba ... 29

Tabel 5. Normalitas Sebaran Variabel Social Loafing dan Variabel Self-Efficacy ... 33

Tabel 6. Hasil Pengujian Linearitas ... 34

Tabel 7. Korelasi Antara Social Loafing dengan Self-Efficacy ... 35

Tabel 8. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Social loafing ... 35

Tabel 9. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Self-Efficacy ... 36

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Social loafing dan self-efficacy ... 36

Tabel 11. Kategorisasi Data Social loafing ... 37


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Reliabilitas Aitem Social Loafing

2. Reliabilitas Aitem Self-Efficacy

LAMPIRAN B

Skor Total Aitem Skala Social Loafing dan Skala Self-Efficacy

LAMPIRAN C 1. Uji Normalitas 2. Uji Linearitas

3. Hasil Perhitungan Korelasi

LAMPIRAN D