30
b. Setelah skala disusun, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan
analisis rasional dari professional judgement.
c. Setelah diuji validitasnya skala tersebut akan diuji coba kepada mahasiswa
yang ada di kota Medan yang memenuhi kriteria sampel.
d. Setelah melakukan try out peneliti akan melakukan uji coba alat ukur dengan menguji validitas, daya beda aitem, dan reliabilitas semua skala. Aitem-aitem
yang lolos hasil uji coba alat ukurlah yang akan dimasukkan ke dalam skala.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah diujicobakan, selanjutnya peneliti akan menyebarkan skala pada sampel penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh hasil skor nilai pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS
for windows 15.0 version .
H. Metode Pengolahan Data
Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan metode
Spearman’s Correlation Coeficient. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan program komputer
Statistical Package for Social Science SPSS versi 15.0 .
Uji asumsi yang dilakukan sebelum melakukan analisa data adalah:
Universitas Sumatera Utara
31
1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data Santoso
Ashari, 2005. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut
terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dengan melihat koefisien dengan menggunakan analisa Saphiro Wilk. Data dikatakan
terdistribusi normal jika nilai koefisien p 0.005. 2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel linear atau tidak. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara variabel social
loafing dan variabel self-efficacy yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus.
Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan melalui Test for Linearity pada program SPSS version 15.0 for Windows
dengan melihat nilai p, dimana jika p ≤ 0.05 artinya terdapat hubungan linear antara variabel bebas dan variabel
tergantung. Sebaliknya jika p 0.05 artinya hubungan antara variabel bebas dan tergantung tidak linear Hadi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan pembahasan yang diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan.
A. Analisa Data 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia angkatan 2013 dan 2014.
Subjek Penelitian adalah 300 mahasiswa Fakultas Pertanian dengan masing- masing 150 mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan
Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia yang terdiri dari angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015.
2. Hasil Penelitian a. Uji Asumsi Penelitian
Jumlah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian sebanyak 300 buah dan sesuai dengan karakteristik penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan
terhadap skala tersebut maka keseluruhannya telah memenuhi syarat untuk dilakukan analisis.
Universitas Sumatera Utara
33
Sebelum analisis data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel
penelitian, baik variabel social loafing maupun variabel self-efficacy. Selain itu, dilakukan juga uji lineritas untuk mengetahui bentuk korelasi antara masing-
masing variabel. Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan program SPSS 15.0 for Windows.
1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian
telah menyebar secara normal. Uji normalitas menggunakan metode Shapiro- Wilk
. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p 0.05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Normalitas Sebaran Variabel Social loafing dan Variabel Self- efficacy
Variabel P
Z Keterangan
Social loafing 0.001
0.981 Tidak Normal
Self-efficacy 0.000
0.973 Tidak Normal
Kaidah normal yang digunakan untuk uji normalitas jika p ≥ 0.05 maka data penelitian tedistribusi normal, sebaliknya jika nilai p ≤ 0.05 maka data penelitian
tidak terdistribusi normal. Hasil uji normalitas variabel social loafing diperoleh nilai z = 0.981 dan p =
0.001. Hasil menunjukkan bahwa nilai p 0.001 α 0.05 maka data dari variabel social loafing terdistribusi tidak normal.
Universitas Sumatera Utara
34
Hasil uji normalitas variabel self-efficacy diperoleh nilai z = 0.973 dan p = 0.000. Hasil menunjukkan bahwa nilai p 0.00
0 α 0.05 maka data dari variabel self-efficacy terdistribusi tidak normal.
2 Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian,
yaitu variabel social loafing dan self-efficacy memiliki hubungan linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisa Varians, yang
menunjukkan bahwa variabel social loafing memiliki hubungan linear dengan self-efficacy
. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai p 0.05. dari hasil uji linearitas antara social loafing dengan self-efficacy,
diperoleh nilai p = 0.000 p 0.05. Hasil tersebut menunjukkan variabel social loafing
memiliki hubungan yang linear dengan self-efficacy. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil Pengujian Linearitas Variabel
F P
Keterangan
Social loafing dengan
Self-efficacy 61.188
0.000 Linear
b. Hasil Utama Penelitian
1 Hasil Perhitungan Korelasi Untuk menjawab hipotesa yang diajukan oleh peneliti, digunakan uji
Spearman’s Correlation Ceofficient untuk menguji hubungan antara social loafing
dengan self-efficacy pada mahasiswa. Adapun hipotesa penelitian adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
35
1. Hₒ hipotesa nihil : tidak ada hubungan negatif antara social
loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.
2. Hₐ Hipotesa alternatif : ada hubungan negatif antara social
loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.
Tabel 7. Korelasi Antara Social loafing dengan Self-efficacy Social
loafing Self-
efficacy Social
loafing
Spearman’s rho Sig. 1-tailed
N 1
300 0.365
0.000 300
Self-efficacy
Spearman’s rho Sig. 1-tailed
N 0.365
0.000 300
1 300
Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan diperoleh koefisien korelasi r sebesar 0.365 dan p = 0.000 untuk korelasi antara social
loafing dengan self-efficacy. Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0.000 p 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya ada hubungan negatif antara social
loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.
2 Hasil Analisa Tambahan a Gambaran mean pada aspek social loafing
Tabel 8. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Social loafing Aspek
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
Dilution Effect
23.90 2.317
0.133
Universitas Sumatera Utara
36
Immediacy gap
14.53 2.119
0.122
Dilihat dari tabel 8, maka ditemukan bahwa aspek dilution effect jauh lebih tinggi daripada aspek immediacy gap pada variabel social loafing.
b Gambaran mean pada aspek self-efficacy
Tabel 9. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Self-efficacy Aspek
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
Level 28.24
2.830 0.163
Generality 29.88
2.896 0.167
Strength 29.75
3.51 0.203
Dilihat dari tabel 9 ditemukan bahwa, ketiga aspek level, generality, dan strength
memiliki mean yang tidak terlalu jauh berbeda. c Gambaran mean social loafing dan self-efficacy
Analisa data penelitian dapat dilakukan dengan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi.
Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Social loafing dan Self-efficacy Variabel
Skor Mean Min
Max Mean
SD
Social Loafng 27
52 38.44
3.98 Self-efficacy
71 114
87.88 7.86
Universitas Sumatera Utara
37
Berdasarkan tabel 10 diperoleh mean untuk skala Social loafing sebesar 38.44 dengan SD sebesar 3.98 dan mean untuk skala self-efficacy sebesar 87.88 dengan
SD sebesar 7.86. Sesuai dengan kategorisasi subjek penelitian secara empirik, data
dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun menurut norma tertentu. Untuk kriteria variabel social loafing mahasiswa dengan jumlah
frekuensi dan persentase dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Kategorisasi Data Social loafing Variabel
Rentang Nilai
Kategori Frekuensi
Persentase
Social loafing
42 ≤ X
Tinggi 49
16.3 34 ≤ X 42
Sedang 220
73.3 X 34
Rendah 31
10.3 Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak
16.3 termasuk dalam kategori social loafing yang tinggi, 73.3 termasuk dalam kategori social loafing yang sedang dan 10.3 yang berada pada kategori
rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar social loafing mahasiswa berada dalam kategori sedang.
Untuk kriteria variabel self-efficacy mahasiswa dengan jumlah frekuensi dan persentase dapat dilihat pada tabel 12 berikut:
Tabel 12. Kategorisasi Data Self-efficacy Variabel
Rentang Nilai
Kategori Frekuensi
Persentase
Self- efficacy
96 ≤ X Tinggi
44 14.7
80 ≤ X 96 Sedang
219 73
X 80 Rendah
37 12.3
Universitas Sumatera Utara
38
Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 14.7 termasuk dalam kategori self-efficacy yang tinggi, 73 termasuk dalam
kategori self-efficacy yang sedang dan 12.3 yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada
dalam kategori sedang.
B. Pembahasan
Hasil pengujian korelasi antara social loafing dengan self-efficacy di dapat koefisien korelasi r sebesar 0.365 dan p = 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan negatif yang signifikan antara social loafing dengan self-efficacy. Dengan demikian dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa orang yang
memiliki self-efficacy rendah cenderung melakukan social loafing begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lawrence 1992 yang
mengatakan bahwa seseorang dengan self-efficacy yang tinggi apabila mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan diberikan evaluasi akan
memiliki performa yang lebih baik daripada melakukan tugas secara individual. Bandura 1977 juga mengatakan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy
yang tinggi akan percaya dengan kemampuan yang ia miliki sehingga tidak akan mengurangi segala usaha yang ia lakukan. Hal ini juga berlaku ketika individu
itu bekerja dalam kelompok ia tidak akan mengurangi usahanya untuk bisa bekerja dengan maksimal. Hal ini diperkuat kembali oleh penelitian yang
dilakukan oleh William, Harkins dan Latane 1981, mereka mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
39
individu yang percaya akan kemampuannya dalam melakukan suatu tugas maka akan mengurangi kemungkinan social loafing yang akan dilakukannya.
Mahasiswa pada umumnya memiliki banyak tugas yang dilakukan secara berkelompok seperti pada fakultas pertanian. Tuntutan mereka bekerja kelompok
cukup besar mengingat mereka harus mengerjakan tugas yang diberikan dosen maupun di kegiatan lab ataupun di lapangan. Bekerja dalam kelompok memiliki
kelemahan yakni akan terjadinya social loafing. Dari penelitian di atas, dapat diantisipasi bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dengan ciri-ciri
salah satunya adalah memiliki komitmen dalam bekerja, percaya akan kemampuan dirinya, tekun mengerjakan tugas, diprediksi akan mampu bekerja
dengan optimal walau bekerja dalam kelompok. Sesuai dengan teori Bandura 1977 yakni orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki keinginan yang
besar dalam memotivasi dirinya untuk menyelesaikan tugas dalam bentuk apapun dan menjadikan hal tersebut sebagai tantangan yang harus diselesaikan.
Sesuai dengan hal tersebut, orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki kemungkinan yang sangat kecil dalam melakukan social loafing. Ia merasa
segala bentuk tugas yang harus diselesaikan harus segera diselesaikan oleh dirinya sendiri. Bahkan orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
membuat tujuan dan meningkatkan komitmennya dalam mengerjakan sebuah tugas.
Hasil tambahan penelitian berdasarkan aspek social loafing ditemukan bahwa aspek dilution effect memiliki nilai mean yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan beberapa aspek social loafing yang lainnya. Latane 1981
Universitas Sumatera Utara
40
mengungkapkan bahwa dilution effect adalah kurangnya motivasi seseorang di dalam sebuah kelompok karena merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti
dan kurang dihargai. Konsep dilution effect bisa dijelaskan oleh penleitian yang dilakuan oleh Geen 1991 dalam Hogg 2011 yang mengatakan bahwa
evaluation apprehension yaitu orang merasa kurang dihargai bisa menjadi
penyebab social loafing. Latane, Williams Harkins 1979 juga mengatakan bahwa kemungkinan
seseorang melakukan social loafing karena mereka merasa banyak anggota yang mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut sehingga kontribusi yang mereka
berikan tidak akan terlalu berpengaruh bagi performa kelompok. Sejalan dengan hal ini, Harkins Szymanski 1989 juga mengungkapkan bahwa orang akan
cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik oleh pemberi tugas maupun dari rekan kerjanya. Mereka akan
merasa tidak diberikan penghargaan sehingga akan lebih memilih melakukan social loafing
. Oleh karena itu, orang yang memiliki social loafing yang tinggi merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti dan menyadari bahwa
penghargaan ataupun evaluasi yang diberikan kepada tiap individu tidak ada kaitannya dengan dirinya.
Pada aspek self-efficacy, ditemukan bahwa hampir ke tiga aspek dari self- efficacy
tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga aspek tersebut berperan penting dalam pembentukan self-efficacy mahasiswa. Sehingga
mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi memiliki ketiga aspek tersebut. Sesuai dengan ciri-ciri orang dengan self-efficacy yang tinggi yakni
Universitas Sumatera Utara
41
keyakinan bahwa ia dapat menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi dan percaya pada kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan pada hasil penelitian tambahan lainnya, sebagian besar mahasiswa yaitu sebanyak 73.3 berada dalam rentang social loafing yang
sedang. Sebanyak 16.3 berada dalam rentang social loafing tinggi, dan 10.3 mahasiswa berada dalam rentang social loafing rendah. Hal ini dapat diartikan
bahwa sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori sedang. Ini berarti bahwa mereka bisa saja melakukan atau tidak melakukan socil loafing
tergantung dari situasinya. Sedangkan pada self-efficacy mahasiswa, sebagian besar mahasiswa yaitu
sebanyak 73 mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang sedang. Sebanyak 14.7 berada dalam rentang self-efficacy yang tinggi, dan 12.3
mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada pada kategori
sedang. Informasi tamnbahan yang dilihat peneliti di lapangan, mahasiswa fakultas
Pertanian dari Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia memiliki perbedaan dimana pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara jauh
lebih kondusif ketika mengerjakan skala dibandingkan Universitas Methodist Indonesia dan hasil yang peneliti lebih cepat mengumpulkan hasil dari skala
yang disebar di Universitas Sumatera Utara daripada Universitas Methodist Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan
kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan saran- saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna
bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Sesuai dengan hasil penelitian, ada hubungan negatif yang signifikan antara social loafing
dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.
2. Dilution effect adalah aspek tertinggi dari social loafing yang ditemukan dari penelitian ini berdasarkan nilai meannya. Sedangkan untuk variabel self-
efficacy pada penelitian ini ketiga yaitu level, generality, dan strength
ternyata tidak terlalu berbeda jauh berdasarkan nilai meannya. 3. Hasil penelitian tambahan diperoleh data sebagai berikut:
a. Sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori sedang.
b. Sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada dalam kategori sedang.
Universitas Sumatera Utara
43
B. SARAN 1. Saran Metodologis
a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama diharapkan dapat mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi
social loafing dan self-efficacy.
b. Diharapkan pada penelitian selanjutnya apabila melakukan pengambilan data dalam kelompok untuk lebih mengondusifkan kondisi pengambilan
data agar tidak ada bias atau kesalahan pengambilan data.
2. Saran Praktis
a. Bagi dosen dan pihak fakultas 1 Untuk mengurangi tindakan social loafing yang rentan terjadi pada
mahasiswa, sebaiknya para dosen dan staf pengajar memberikan evaluasi atas setiap pekerjaan ataupun tugas yang diberikan kepada
mahasiswa agar mengurangi salah satu aspek pembentuk social loafing yakni dilution effect tidak terjadi.
2 Pihak fakultas khususnya khususnya staf pengajar sebaiknya dapat mendukung mahasiswa untuk terus mendukung dan mempertahankan
self-efficacy yang sudah tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi social
loafing mahasiswa terutama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara dan Universitas Methodist Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
44
b. Bagi mahasiswa diharapkan tetap bekerja dengan optimal walaupun di dalam kelompok karena hasil yang didapatkan tetap merupakan tanggung
jawab pribadi.
Universitas Sumatera Utara
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. SOCIAL LOAFING
1. Pengertian Social loafing
Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja
sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri Latane, 1979. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi
upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individual. Karau Williams, 1993. Menurut
Ringelmann dalam Latane, Williams, Harkins 1979, social loafing berarti penurunan usaha individu atau seseorang ketika ia bekerja dalam kelompok
dibandingkan dengan ketika ia bekerja seorang diri. Dari definisi di atas saya dapat menyimpulkan bahwa social loafing
adalah kecenderungan individu untuk mengurangi usaha yang dikeluarkannya ketika bekerja di dalam kelompok dan dibandingkan ketika bekerja secara
individual.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Dimensi Social loafing
Menurut Latane 1981, social loafing dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu: a.
Dilution Effect Individu kurang termotivasi karena merasa kontribusinya tidak berarti atau
menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap individu tidak ada. b.
Immediacy gap Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh
anggota kelompok dari anggotanya maka ia akan semakin jauh dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
3. Faktor-faktor Penyebab Social loafing
Faktor penyebab seseorang melakukan social loafing adalah: a. Orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di
dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari pemberi tugas atau dari rekan kerjanya Harkins Szymanski, 1989.
b. Gender seseorang merupakan salah satu faktor penyebab social loafing. Seorang perempuan lebih mungkin untuk tidak melakukan social loafing
dibandingkan dengan seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita umunya berorientasi pada pemeliharaan koordinasi kelompok Kugihara, 1999.
c. Individu yang mendapatkan tugas secara berkelompok tidak merasakan hasilnya secara pribadi. Individu ini akan memandang tugas yang dikerjakan
sebagai sebuah tugas yang harus diselesaikan dengan saling bergantung antara satu dengan yang lain. Hal ini menyebabkan individu tersebut kurang
Universitas Sumatera Utara
12
senang dengan hasil yang harus ia bagi dengan anggota yang lainnya Manz Angle, 1986.
d. Individu ingin menumpang pada kesuksesan atau pekerjaan orang lain tanpa ikut serta dalam pengerjaannya. Hal ini juga terkadang dilakukan karena
keyakinan individu tersebut bahwa orang yang memberikan tugas tidak akan menyadari pengurangan usaha yang dilakukannya Kidwell Benner,
1993. e. Social loafing dipengaruhi oleh ketidakjelasan tugas. Tugas yang tidak jelas
pembagiannya atau arahnya akan cenderung memberikan kemalasan bagi individu yang mengerjakannya. Individu tersebut kurang termotivasi dalam
memberikan upaya saat menyelesaikan tugas George, 1992. f. Tugas yang terlalu mudah. Ketika sebuah kelompok mendapatkan tugas
yang sulit untuk diselesaikan, maka akan sedikit kemungkinan anggota di dalam kelompok melakukan social loafing Harkins Petty, 1982.
g. Social loafing lebih sering terjadi pada budaya individualis daripada kolektivis. Performa individualis yang bekerja dalam sebuah kelompok
lebih rendah dibandingkan ketika bekerja sendiri. Sebaliknya, mereka yang memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih baik dalam
kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok
sebagai hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis menmpercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan
kelompok Early, 1989.
Universitas Sumatera Utara
13
h. Semakin banyak anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing seorang individu akan semakin meningkat. Hal ini juga semakin membuat
sulit untuk menilai kontribusi masing-masing individu. Kemungkinan seseorang melakukan social loafing dikarenakan merasa banyak anggota
yang mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut Latane, Williams, Harkins, 1979.
i. Ketidak-lekatan antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga dapat mempengaruhi social loafing Karau Williams, 1997. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai sejauh mana anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya tertarik dan memiliki keinginan untuk bersama-sama
Mudrack, 1989. j. Evaluation Apprehension atau ada tidak adanya evaluasi yang diberikan
oleh pemberi tugas ataupun sesama rekan kerja Geen, 1991. k. Kepercayaan diri juga dapat membuat perilaku social loafing menurun
Mukti, 2013 Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan social loafing dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah tidak adanya evaluasi Harkins Szymanski, 1989, gender Kugihara, 1999, tugas yang
dirasa harus dikerjakan secara berkelompok Manz Angle, 1986, menumpang kesuksesan Kidwell Benner, 1993, ketidakjelasan tugas George, 1992,
faktor budaya Early, 1989, kemudahan tugas Harkins Petty, 1982, besarnya kelompok Jones, 1984, kepercayaan diri Mukti, 2013, dan kelekatan kelompok
Karau Williams, 1997.
Universitas Sumatera Utara
14
B. SELF-EFFICACY
1. Pengertian Self-efficacy