TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA

(1)

commit to user

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN

BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010

TANGGAL 25 JANUARI 2011)

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

RAHMATIKA E1107061

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

ii PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP

KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010

TANGGAL 25 JANUARI 2011)

Oleh :

RAHMATIKA E1107106

Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 19 Juli 2011 Dosen Pembimbing

Bambang Santoso,S.H.,M.Hum. NIP. 19620209 198903 1001


(3)

commit to user

iii PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP

KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010

TANGGAL 25 JANUARI 2011)

Disusun oleh : RAHMATIKA

E 1107061

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa Tanggal : 19 Juli 2011

TIM PENGUJI

1. Kristiyadi, SH.,M.Hum : ... NIP. 19581225 198601 1001

2. Edy Herdyanto, SH.,MH : ... NIP. 19570629 198503 1002

3. Bambang Santoso, SH., M.Hum : ... NIP. 19620209 198903 1001

MENGETAHUI Dekan

Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum NIP : 195702031985032001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Rahmatika NIM : E 1107061

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) . TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA

DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM

PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010 TANGGAL 25 JANUARI 2011)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juni 2011 yang membuat pernyataan

RAHMATIKA NIM E1107061


(5)

commit to user

v ABSTRAK

RAHMATIKA, E1107061, 2011 TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP

KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010

TANGGAL 25 JANUARI 2011). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba dan untuk mengetahui kesesuaian pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada pembacaan BAP Kepolisian dalam perkara narkotika dalam ketentuan KUHAP.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum doktrinal yang keilmuan hukumnya bersifat prespektif, dengan mengambil pendekatan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang terdiri dari primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer merupakan data utama dalam penelitian ini sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan studi pustaka dan rujukan inernet.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada pembacaan BAP Kepolisian dalam perkara Narkotika adalah sudah sesuai dengan ketentuam KUHAP. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian adalah sudah tepat karena melihat fakta-fakta yang ada mengarah bahwa terdakwa tidak bersalah dan upaya Hakim dalam memutus perkara sudah berdasar keadilan.

Kata kunci : Putusan Hakim, Upaya Hukum, Narkotika, BAP


(6)

commit to user

vi MOTTO

Pintu kebahagiaan terbesar adalah do’a kedua orang tua. Berusahalah mendapatkan do’a itu dengan berbakti pada mereka berdua agar do’a mereka menjadi benteng yang

kuat yang menjagamu dari semua hal yang tidak anda sukai. (La Tahzan)

Jangan mudah marah, sebab marah hanya akan merusak keadaan jiwa, merubah perilaku, memperburuk pergaulan, merusak cinta dan memutuskan tali silaturahmi (La

Tahzan)

Senyum adalah kunci kebahagiaan, cinta adalah pintunya, kegembiraan adalah taman bunganya, iman adalah cahayanya, dan keamanan adalah terbukanya.

(La Tahzan)


(7)

commit to user

vii HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan karya ini kepada Allah SWT, yang selalu memberikan Rahmat serta jalan yang terbaiknya untuk ku

· Kepada Mama tercinta yang selalu memberikan semangat dalam hidupku serta memberikan doa dan kasih sayangnya

· Seluruh Keluarga besarku atas perhatian, doa, dan semangatnya.

· Kekasihku tersayang: Raditya Dwipa Nugraha yang telah memberikan semangat dan dukungan

· Kepada sahabat-sahabatku dan teman-temanku angkatan 2007 FH UNS, terima kasih untuk saat-saat terindah yang kita lalui bersama

· Almamaterku, Universitas sebelas Maret Surakarta

· Untuk pembaca yang budiman.


(8)

commit to user

viii KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa semata alam atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tugas penulisan hukum dengan judul TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010 TANGGAL 25 JANUARI 2011). Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan hukum ini, penulis mengalami banyak hambatan dan permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai penyelesaian penulisan hukum ini. Namun atas bimbingan, bantuan moral maupun materiil, serta saran dari berbagai pihak yang tidak henti-hentinya memberi semangat dan selalu mendukung penulis. Sehingga tidak ada salahnya dengan kerendahan hati dan perasaan yang tulus dari hati yang paling dalam, penulis memberikan penghargaan berupa ucapan terima kasih atas berbagai bantuan yang telah banyak membantu Penulis selama melaksanakan studi sampai terselesaikannya penyusunan penulisan hukum ini, maka pada kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses belajar mengajar dan menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara. Yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memberikan ilmu-ilmu tentang hukum acara pidana.


(9)

commit to user

ix 3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum Selaku Pembimbing Skripsi yang

telah sabar menyediakan waktu dan tidak lelah memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan Penulis.

4. Bapak Muhammad Rustamaji S.H. M.H. dan Bapak Kristiyadi, S.H, M.Hum. selaku dosen Hukum acara pidana yang telah memberikan dasar-dasar hukum acara pidana.

5. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku ketua program non reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala bimbingannya kepada seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Ketua Unit PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 8. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang

telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Kepada MAMA tersayang yang telah mmemberikan kasih sayangnya kepada

penulis dan memberikan semua untuk kelancaran karya tulis ini,serta segala yang telah Beliau berikan.I LOVE YOU MAMA.

10. Seluruh keluarga yang telah memberikan semangat,dorongan serta bantuannya kepada penulis.

11. Kepada sepupuku Rani Dindha yang telah meberikan banyak nasehat dan dukungannya kepada penulis.

12. Kekasihku Raditya Dwipa Nugraha yang memberikan dukungan moril kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat kuliahku, Hanik, Sakina, Ike, Karolina yang telah banyak membantu selama kuliah, menyelesaikan skripsi dan menemani baik di kuliah maupun di luar kuliah dan teman-teman Angkatan 2007 FH UNS yang masih mengikuti perkuliahan semester 8 : Alynda, Dini, Mba Ajeng,


(10)

commit to user

x dan seluruh teman- teman FH UNS yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14. Orang-orang terdekat: Indira Wijayanti Halim, Astrini Wijayanti yang telah membantu untuk bertukar pikiran dan menambah wawasan penulis tentang karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan kedepannya akan Penulis terima dengan senang hati. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat dalam kemajuan hukum di Indonesia dan bagi semua pihak. Amin.

Surakarta, Juni 2011

Penulis


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN... iv

ABSTRAK.. ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan tentang Putusan Hakim ... 13

2. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim ... 17

3. Tinjauantentang BAP ... ... 20

4. Tinjauan tentang Upaya Hukum ... 21

5. Tinjauan tentang Narkotika ... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 25

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 27 A. Kesesuaian Pengajuan Kasasi oleh Tedakwa dengan Alasan

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Hanya Didasarkan pada


(12)

commit to user

xii Keterangan BAP Kepolisian dalam Perkara Narkotika dengan

Ketentuan KUHAP. ... 27

B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutus Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa dengan Alasan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Hanya Didasarkan pada Keterangan BAP Kepolisian ... 45

BAB IV PENUTUP ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran-Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik, biologik, psikologik, dan sosial. Mengingat dampak penyalahgunaan narkoba yang sangat merugikan, mencakup kematian dini, kecacatan fisik, dan kerugian sosial ekonomi masyarakat, maka sangat diperlukan tindakan pencegahan penyalahgunaan narkoba tersebut. Upaya pencegahan dapat mencakup pencegahan primer (untuk tidak mencoba narkoba), pencegahan sekunder (mencegah bagi mereka yang telah memakai narkoba untuk tidak menjadi adiksi) dan pencegahan tersier (melakukan pemulihan bagi mereka yang telah mengalami adiksi).

Di Indonesia saat ini angka penyalahgunaan Narkoba telah mencapai titik yang mengkawatirkan, karena pada saat sekitar awal tahun 1990-an masalah Narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dijadikan sebagai negara transit saja, belakangan ini telah dijadikan sebagai negara tujuan atau pangsa pasar dan bahkan dinyatakan sebagai negara produsen/pengeksport Narkoba terbesar di dunia.

Keinginan untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk seperti sekarang ini, diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan penyalahgunaan Narkoba. Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencari jalan penyelesaian yang paling baik guna mengatasi permasalahan Narkoba ini sehingga tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menyadari bahwa penyalahgunaan Narkoba ini sama halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat dilakukan secara realistik hanyalah bagaimana cara menekan dan mengendalikan sampai seminimal


(14)

commit to user

2 mungkin angka penyalahgunaan Narkoba serta bagaimana kita melakukan upaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Narkoba ini.

Dengan demikian perlu dicari upaya yang paling ideal, efektif dan aplikatif serta realistik dalam penanggulangan masalah Narkoba ini dengan melibatkan semua potensi baik dari unsur pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat umum perorangan maupun kelompok. Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes, Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak sendiri-sendiri secara sektoral.

Masalah penyalahgunaan Narkoba ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba. Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.

Menyinggung persoalan Narkotika yang merupakan masalah yang sangat kompleks, maka diperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dan terus menerus serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Narkotika bisa diibaratkan pisau yang bermata dua, di satu sisi Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan tetapi di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.


(15)

commit to user

3 Maraknya penyalahgunaan Narkoba sudah merambah sampai ke seluruh pelosok wilayah Negara Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas, dari kalangan artis sampaai rakyat jelata. Dan lebih parahnya lagi remaja dan generasi muda yang notabene adalah harapan bangsa dan negara di masa depan merupakan target dari peredaran Narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda.

Untuk itulah Indonesia sebagai negara hukum harus bisa melakukan penegakan hukum yang tegas dalam pemberantasan peredaran Narkotika, sehingga diharapkan generasi muda sebagai penerus masa depan bangsa dan negara bisa terlepas dari pengaruh narkotika serta kemudian bisa menjadi generasi bangsa yang produktif yang ikut membangun dan memajukan bangsa dan negara kita yang tercinta ini.

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), demikianlah penegasan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Sebagai negara hukum bertujuan untuk menciptakan adanya keamanan, dan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang-orang yang berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum (Evi Hartanti, 2006: 1).

Dalam suatu negara hukum seperti di Indonesia, Pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang merupakan tumpuan harapan untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam negara hukum adalah melalui lembaga


(16)

commit to user

4 peradilan tersebut. Dalam suatu lembaga peradilan, hakim memegang peranan penting karena hakim dalam hal ini bertindak sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan.

Hakim dalam memutus suatu perkara memiliki kebebasan karena kedudukan hakim secara konstutisional dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 yang berbunyi bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang tentang kedudukan para hakim. Hal ini sesuai dengan ciri dari Negara hukum itu sendiri yaitu terdapat suatu kemerdekaan hakim yang bebas, tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif. Kebebasan hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum yang berlaku.

Dalam hal kebebasan hakim ini, juga berarti bahwa hakim harus dapat memberi penjelasan dalam menerapkan Undang-Undang terhadap suatu perkara yang ditanganinya. Penjelasan tersebut diberikan berdasarkan penafsiran dari hakim itu sendiri. Penafsiran disini bukan semata-mata berdasaran akal, ataupun sebuah uraian secara logis, namun hakim dalam hal ini harus bisa memilih berbagai kemungkinan berdasarkan keyakinannya.

Hakim sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan, dalam menjatuhkan putusan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut, di samping berdasarkan pasal-pasal yang diterapkan terhadap terdakwa, sesungguhnya juga didasarkan atas keyakinan dan kebijaksanaan hakim itu sendiri. Hakim dalam mengadili suatu perkara berdasarkan hati nuraninya. Sehingga hakim yang satu dengan yang lain memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menjatuhkan suatu putusan.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dijelaskan bahwa Hakim adalah pejabat Peradilan Negara yang


(17)

commit to user

5 diberi wewenang oleh Undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang Pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Sedangkan proses mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana. Proses mengadili tersebut harus berdasarkan asas : 1. Perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan jika ada

perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan Undang-undang. 2. Bebas, jujur, dan tidak memihak di dalam sidang pengadilan. Tidak memihak

di sini maksudnya bahwa hakim harus mengambil keputusan yang seadil-adilnya, sehingga yang benar tidak merasa dirugikan atas keputusan tersebut. Hakim tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Hakim juga tidak menjalankan perintah dari pemerintah.

3. Adanya kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya.

4. Sidang terbuka, dimana pemeriksaan dijalankan secara objektif dan dihadiri khalayak ramai dengan tertib agar dapat mengikuti atau mengawasi jalannya pemeriksaan.

5. Pembuktian, dimana tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian kecuali diatur lain dalam Undang-Undang.

Hakim tetaplah seorang manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Sehingga dimungkinkan dalam memberikan putusannya untuk mencari kebenaran dan keadilan belum tentu benar secara mutlak, dan barang kali terdapat kekeliruan ataupun kesalahan dalam memberikan putusannya. Meskipun demikian dalam menjatuhkan putusannya hakim diharapkan agar selalu berhati-hati. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar jangan sampai suatu putusan penuh dengan kekeliruan yang akibatnya akan menimbulkan rasa tidak puas, ketidakadilan dan dapat menjatuhkan kewibawaan pengadilan.

Dalam menegakkan hukum pidana, hakim dalam memberikan putusan tidak akan terlepas dari suatu lembaga yang disebut lembaga pengadilan yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh hakim. Dalam melaksanakan tugas, hakim


(18)

commit to user

6 harus bebas dari pengaruh dan campur tangan dari pihak manapun, sehingga hakim dapat bersikap adil dalam memberikan putusan. Sehubungan dengan putusan, hakim tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, disini kebebasan hakim bukan merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang diikat oleh tanggungjawab untuk menciptakan hukum yang sesuai dengan pancasila dan perasaan keadilan masyarakat (Wahyu Affandi, 1981: 20).

Menurut Nanda Agung Dewantara Hakim harus dapat mempertanggungjawabkan terhadap apa yang diputuskannya dan tidak hanya pada Pengadilan yang lebih tinggi, melainkan juga kepada masyarakat pada umumnya. Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, bahwa sifat kebebasan Hakim itu merupakan suatu kebebasan yang diberi batas-batas oleh Undang-undang yang berlaku, sebab Hakim diberi kebebasan hanya seluas dan sejauh Hakim mengambil keputusan itu untuk dapat memberikan suatu keadilan dalam menyelesaikan suatu perkara pidana, dan pada akhirnya tujuan Hakim diberi kebebasan itu ialah untuk mencapai Negara Hukum Republik Indonesia, yang berarti Hakim sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi para pencari keadilan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa kebebasan Hakim tidak bersifat mutlak melainkan “kebebasan yang terikat/terbatas” (gebonden vrijheid) (Nanda Agung Dewantara.1987: 29- 51).

Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi dengan judul TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2836/K/PID.SUS/2010 TANGGAL 25 JANUARI 2011)

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dimaksudkan agar suatu penelitian yang dilakukan lebih fokus dan terarah sehingga sasaran dan tujuan dilakukannya penelitian hukum tersebut dapat tercapai dan mendapatkan hasil yang diharapkan. Dengan


(19)

commit to user

7 adanya perumusan masalah akan dapat memudahkan penulis dalam mencari, mengumpulkan, menyusun dan menganalisa bahan hukum.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan untuk selanjutnya dikaji lebih rinci. Adapun perumusan masalah yang hendak diangkat dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pngadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian dalam perkara narkotika sesuai dengan ketentuan KUHAP

2. Bagaimanakah pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak dilepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan objektif

a. Untuk mengetahui kesesuaian pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian dalam perkara narkotika dengan ketentuan KUHAP

b. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian

2. Tujuan subjektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) guna memenuhi persyaratan


(20)

commit to user

8 akademis bagi penulis dalam pencapaian gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran dan

pengetahuan serta untuk lebih meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang penulis dapat selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

D. MANFAAT PENELITIAN

Penulis pun berharap bahwa kegiatan penelitian hukum ini akan dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, bagi orang lain dan juga bagi bidang ilmu yang diteliti. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian hukum ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum. Memberikan masukan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya, dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika.

b. Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan pengalaman serta menambah pengetahuan tentang Hukum Acara Pidana

c. Hasil penelitian hukum ini dapat dipakai sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya, disamping itu sebagai pedoman bagi penelitian yang lain.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian

b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.


(21)

commit to user

9 E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 35). Penelitian hukum menurut Hutchison dibedakan menjadi 4 tipe yaitu: Doctrinal Research; Reform-Oriented Research,Theoretical Research; Fundamental Research (Hutchison dalam Peter Mahmud Marzuki, 2007: 32-33). Ketiga tipe penelitian hukum yang dikemukakan Hutchinson yaitu Doctrinal Research, Reform-Oriented Research, dan Reform-Oriented Research menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan penelitian doktrinal sedangkan penelitian sosiolegal termasuk dalam tipe keempat yaitu Fundamental Research (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 33). Penelitian hukum ini termasuk kedalam penelitian doktrinal atau normatif karena bidang keilmuan hukum bersifat preskriptif yaitu melihat hukum sebagai norma sosial bukan gejala sosial.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini dalah penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep konsep hukum dan norma norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010:22).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum diantaranya: a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).

b. Pendekatan kasus (Case Approach). c. Pendekatan historis (Historical Approach).

d. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach).

e. Pendekatan konseptual (Conseptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 93-94). Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan


(22)

commit to user

10 pendekatan kasus (Case Approach) yaitu pendekatan terhadap putusan Mahkamah Agung. 2836/K/PID.SUS/2010 TANGGAL 25 JANUARI 2011)

4. Sumber Penelitian

Penelitian ini menggunakan sumber-sumber penelitian berupa bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer adalah bersifat autoritatif, yaitu mempunyai otoritas, yang meliputi :

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana c. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman d. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

e. Putusan MAHKAMAH AGUNG 2836/K/PID.SUS/2010 TANGGAL 25 JANUARI 2011

Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang meliputi : buku teks, kamus hukum dan jurnal hukum yang relevan dengan topik penelitian

5. Teknik Pengumpulan Sumber Penelitian

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Selanjutnya bahan hukum yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan selanjutnya dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah: Studi dokumen atau bahan pustaka yaitu pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan hukum sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, karangan ilmiah, dokumen resmi, serta pengumpulan bahan hukum melalui media internet.


(23)

commit to user

11 6. Teknik Analisis Bahan hukum

Dalam penelitian ini, isu hukum akan dianalisis dengan dengan logika deduktif. Pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual ( Johnny Ibrahim, 2008:249).

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum, maka penulis menjabarkannya dalam sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan Kerangka Teori yang berisi :Tinjauan Tentang Putusan Hakim, Tinjauan Pertimbangan Hakim, Tinjauan Tentang Kebebasan Hakim, Tinjauan Tentang BAP. Tinjauan Tentang Upaya Hukum. Tinjauan Tentang Narkotika, Kerangka Pemikiran dan Dalam kerangka pemikiran, memberikan gambaran hubungan antara konsep- konsep khusus yang ingin dan akan di teliti.


(24)

commit to user

12 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai mengetahui kesesuaian pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian dalam perkara narkotika dengan ketentuan KUHAP dan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dam saran-saran yang didasarkan atas permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN


(25)

commit to user

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Putusan Hakim

a. Pengertian Putusan Hakim

Suatu perkara pidana dapat dikatakan selesai atau berakhir apabila hakim telah mengeluarkan suatu putusan. Pengertian putusan hakim itu sendiri adalah suatu karya menemukan hukum yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya menurut hukum dalam suatu peristiwa yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum, sedangkan pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2006:326).

Menurut Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud dengan Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapakan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Syarat sahnya putusan hakim sangat penting artinya karena akan dilihat apakah suatu putusan memiliki kekuatan hukum atau tidak. Adapun syarat sahnya suatu putusan hakim yaitu:

a. Memuat hal-hal yang diwajibkan;

b. Diucapkan di sidang yang terbuka untuk umum.

Pasal 18 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.


(26)

commit to user

14 b. Jenis-jenis Putusan

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, putusan pengadilan yang berkenaan dengan terdakwa ada tiga macam yaitu: 1) Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa

Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa sebagai mana tersebut dalam surat dakwaan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka berdasarkan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan segala tuntutan hukum. Di dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum secara pidana ini.

2) Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Ontslag van Rechsvervolging)

Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Putusan yang mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukuman dapat pula terjadi terhadap terdakwa, karena ia melakukan tindak pidana dalam keadaan tertentu, sehingga ia tidak dapat dipertanggungjawabkan atas putusannya itu. Tegasnya terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman, meskipun perbuatan yang didakwakan itu terbukti sah, apabila:

a) Kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya (Pasal 44 ayat (1) KUHAP);


(27)

commit to user

15 c) Pembelaan darurat (Nood weer) (Pasal 49 KUHAP);

d) Melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan Undang-undang (Pasal 50 KUHAP);

e) Melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu (Pasal 50 KUHAP).

Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, didasarkan pada kriteria:

a) Apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan.

b) Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.

c) Putusan yang mengandung penghukuman terdakwa (veroordeling)

Dalam Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.

Dengan demikian hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu apabila dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya adalah terbukti secara sah dan meyakinkan, yang telah ditentukan oleh Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.Dalam praktek, hakim menjatuhkan putusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Hal yang memberatkan antara lain, adalah dalam persidangan terdakwa tidak mengakui bersalah, memberikan keterangan berbelit-belit, dan terdakwa pernah dihukum. Sedangkan yang meringankan adalah mengakui terus terang, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa masih muda.


(28)

commit to user

16 c. Isi Putusan

Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:

(1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula Pasal-Pasal bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili;

(2) Tiap putusan pengadilan ditanbahan hukumngani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang;

(3) Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar rapat permusyawaratan dan berita-berita acara tentang pemeriksaan sidang ditanbahan hukumngani oleh hakim dan panitera.

Dalam Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim, dan berdasarkan ayat (2) Pasal tersebut kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali yang tersebut pada huruf g, putusan batal demi hukum. Adapun formalitas yang diwajibkan untuk dipenuhi di dalam putusan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 197 (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah:

(1) Kepala putusann yang dituliskan berbunyi: “ DEMI KEADILAN BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

(2) Nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

(3) Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

(4) Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; (5) Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;


(29)

commit to user

17 (6) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;

(7) Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

(8) Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah dipenuhinya semua unsur dalam tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

(9) Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebut jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

(10) Keterangna bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

(11) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

(12) Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama paniterrra.

(13) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k, dan l Pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dalam pelaksanaan putusan pengadilan setelah selesai proses persidangan, maka hakim mengambil keputusan yang diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum. Keputusan itu sekarang harus dilaksanakan dalam hal itu tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh hakim. Putusan hakim tersebut baru dapat dilaksanakan apabila putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

2. Tinjauan Tentang Pertimbangan Hakim Beberapa pertimbangan putusan hakim yaitu;


(30)

commit to user

18 b. Berdasarkan alat bukti yang diajukan sehingga dapat ditarik kesimpulan

peristiwa yang terjadi (keyakinan Hakim).

Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada siapapun juga, kalau sudah dalam sidang semuanya diperlakukan sama. Hakim harus berpegang kepada Tri Parasetya Hakim Indonesia. Hakim harus dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai jabatannya sebagai pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan dengan sikap hidup sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Untuk membedakan itu hakim mempunyai kode etik sendiri bagaimana supaya dia dapat mengambil sikap.

Indikator yang dapat digunakan untuk melihat dan merasakan bahwa suatu putusan telah memenuhi rasa keadilan atau tidak. Indikator itu antara lain dapat ditemukan di dalam “pertimbangan hukum” yang digunakan Hakim. Pertimbangan hukum merupakan dasar argumentasi Hakim dalam memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu tidak benar dan tidak adil.

Pertimbangan hukum yang tidak benar dapat terjadi karena berbagai kemungkinan:

a. Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang masalah yang sedang ditangani. Namun secara normatif seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena Hakim dapat memerintahkan setiap pihak untuk menyediakan ahli yang akan memberikan keterangan dan menjelaskan pokok persoalannya di dalam persidangan.

b. Hakim sengaja menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya karena adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi indepensi Hakim yang bersangkutan.

c. Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang relatif singkat.


(31)

commit to user

19 d. Hakim malas untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya,

sehingga berpengaruh terhadap kualitas putusan yang dibuatnya. Faktor ini merupakan faktor yang pengaruhnya tidak langsung, namun cukup menentukan kualitas putusan.

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu : kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan di Pengadilan, bahwa putusan yang baik adalah yang memperhatikan tiga nilai unsure yaitu yuridis (kepastian hukum), nilai sosiologis (kemanfaatan),dan folosofis (keadilan).

Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau peraturannya. Sedangkan nilai sosiologis menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat. Masyarakat mengharapkan bahwa pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, karena memang hukum adalah untuk memberi kemanfaatn bagi manusia, maka dalam melaksanakan hukum jangan sampai justru menimbulkan keresahan dalam masyarakat,. Demikian juga hukum dilaksanakan bertujuan untuk mencapai keadilan, sehingga diharapkan hukum akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Pertentangan yang terjadi dalam setiap menanggapi putusan hakim terhadap suatu perkara, dengan apa yang diinginkan masyarakat, biasanya berkisar antara sejauh mana pertimbangan unsure yuridis (kepastian hukum) dengan unsure filosofis (keadilan) ditampung didalamnya. Kepastian hukum harus ditegakkan agar tidak timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi memang peraturannya adalah demikian sehingga Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat (http//:Sosiologi Hukum.blog.spon).


(32)

commit to user

20 3. Tinjauan tentang BAP

a. Pengertian BAP

Sesuai dengan KUHP pada bab XVI bagian ketiga tentang acara pemeriksaan biasa, bagian keempat tentang pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa, bagian kelima acara pemeriksaan singkat, bagian keenam tentang acara pemeriksaan cepat. Dalam bab tersebut diterangkan mengenai mekanisme penanganan tindak pidana. Dalam hal ini unsur terpenting dari proses tersebut adalah dengan adanya suatu ringkasan keterangan saksi dan atau tersangka yang dikemas dalam suatu bentuk Tanya jawab dan disusun oleh penyidik / penyidik pembantu dalam format yang telah baku sesuai dengan juklak / juknis yang pelaksanaannya diatur oleh Perkab No. 12/ 2009.

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah suatu proses pemeriksaan yang menceritakan alur dari suatu peristiwa atau kejadian baik itu yang disaksikan oleh orang yang melihat (saksi) maupun orang yang melakukan tindak pidana tersebut (tersangka). BAP tersebut bisa menceritakan atau menggambarkan suatu rangkaian peristiwa secara jelas dan urut serta dapat menjelaskan suatu kejadian.

b. Jenis Berita Acara Pemeriksaan ( BAP )

Sesuai dengan Juklak / Juknis yang diatur oleh Perkab No. 12/ 2009. Jenis Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) terbagi dalam :

1) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Saksi

BAP Saksi adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang disampaikan oleh Seorang saksi kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang meberikan tanda tangannya. 2) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Saksi Ahli

BAP Saksi Ahli adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang Pendapat yang disampaikan oleh Seorang saksi Ahli kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan


(33)

commit to user

21 kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang meberikan tanda tangannya. 3) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Tersangka

BAP Tersangka adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang disampaikan oleh Seorang Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang meberikan tanda tangannya. 4) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Lanjutan

BAP Lanjutan adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan lanjutan yang disampaikan oleh Seorang Saksi/ Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang meberikan tanda tangannya.

5) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Konfrontir

BAP Konfrontir adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang disampaikan secara bersama – sama oleh Seorang atau lebih Saksi/ Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang meberikan tanda tangannya.

4. Tinjauan tentang Upaya Hukum

Upaya hukum dalam hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam KUHAP. Upaya hukum dibedakan menjadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII KUHAP sementara pengaturan tentang upaya hukum luar terdapat dalam Bab XVIII KUHAP.


(34)

commit to user

22 a. Upaya hukum biasa

1) Banding

Pemeriksaan tingkat banding dalam hukum pidana diatur dalam Pasal 233 sampai dengan Pasal 243 KUHAP. Pengajuan banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan. Pengajuan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut harus ditolak dengan. membuat surat keterangan.

Pada dasarnya setiap putusan pengadilan dapat diajukan permohonan banding, tetapi ada kekecualiannya yang sebagaiman yang diatur dalam Pasal 67 KUHAP. Kekecualian untuk mengajukan banding mnurut Pasal 67 KUHAP yaitu:

a) Putusan bebas

b) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum

c) Putusan pengadilan dalam acara cepat 2) Kasasi

Kasasi diatur dalam Pasal Pasal 244 sampai dengan Pasal 262 KUHAP. Dalam hukum acara pidana di indonesia dikenal 2 macam kasasi, yaitu kasasi oleh pihak – pihak termasuk Jaksa / Penuntut Umum dan kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung. Kasasi demi kepentingan hukum tidak membawa akibat hukum apa – apa bagi pihak yang bersangkutan. Permohonan kasasi diajukan di Kepaniteraan Pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan dalam tingkat pertama, selambat – lambatnya 14 ( empat belas ) hari setelah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan. Memori kasasi dan.kontra memori kasasi diajukan di Kepaniteraan Pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan dalam tingkat pertama. Dalam Pasal 253 ayat (1) disebutkan pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :


(35)

commit to user

23 a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaiman mestinya;

b) Apakah benar cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan undang-undang;

c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. b. Upaya hukum luar biasa

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa upaya hukum dalam hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam Bab XVIII KUHAP. Terdapat dua macam upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.

1) Kasasi demi kepentingan hukum

Berdasarkan Pasal 259 ayat (1) KUHAP, demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. Kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung ini tidak boleh merugikan terdakwa, hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 259 ayat (2) : putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

2) Peninjauan Kembali

Terhadap putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan putusan berupa pemidanaan, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan peninjauan kembali. Pengajuan dapat di kuasakan kepada penasehat hukum. Menurut Pasal 264 ayat (1) KUHAP permohonan peninjauan kembali harus diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama. Alasan untuk mengajukan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yaitu sebagai berikut :

Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih


(36)

commit to user

24 berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa, oleh karenanya tidak boleh sembarangan diajukan oleh terpidana, syarat -syarat untuk mengajukan Peninjauan Kembali seperti yang disebutkan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP pun cukup terbatas. Oleh karenanya dapat dikatakan jika semakin banyak peninjauan kembali yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung, berarti masih banyak putusan pengadilan di Indonesia yang mengandung kekeliruan.

5. Tinjauan tentang Narkotika

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan pengertian narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Dalam Undang-Undang ini, Narkotika dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :

a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III.


(37)

commit to user

25 B. Kerangka Pemikiran

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

UU No. 35 tahun 2009

PENEGAKAN HUKUM

PROSES PERSIDANGAN

PEMBUKTIAN DAKWAAN

PEMBACAAN BAP DASAR PERTIMBANGAN

HAKIM

PUTUSAN


(38)

commit to user

26 PENJELASAN PEMIKIRAN :

Untuk mengetahui apakah seseorang bersalah atau tidak terhadap perkara yang didakwakan, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut harus dengan dibuktikan alat-alat bukti yang cukup. Untuk membuktikan bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui proses pemeriksaan didepan sidang pengadilan. Untuk membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian.

Dalam pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana atau undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan terdakwa berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat hukuman. Dan bila memang terbukti bersalah maka hukuman itu harus seimbang dengan kesalahannya.

Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana. Sehingga apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana. . Oleh karena itu hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkam nilai pembuktian. Menilai sampai mana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP.


(39)

commit to user

27 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa dengan Alasan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Hanya Didasarkan pada Keterangan BAP

Kepolisian dalam Perkara Narkotika dengan Ketentuan KUHAP

1. Deskripsi Kasus

a. Awal mulanya terdakwa M. Arief Iskandar bin Munfasila pada hari jum’at tanggal 22 Januari 2010 sekitar jam 20.00 Wib pergi ke tempat the Master Karaoke dan Biliard di jalan Ngiden Surabaya yang sebelumnya sudah janjian bertemu dengan Sdr Anang di ROOM E No. 5 di tempat karaokean dan ternyata Sdr Anang bersama dengan temannya yang bernama Ribut; b. Dan pada saat karaoke bareng Sdr Anang minya tolong kepada terdakwa

untuk dibantu membelikan sabu-sabu, lalu dijawab oleh terdakwa dicarikan dimana terdakwa tidak tahu, namun Sdr Anang menyuruh terus menerus dengan kata-kata ayo tolonglah lalu dijawab oleh terdakwa ayo di coba cari di Bendul Merisi Surabaya barangkali ada;

c. Selanjutnya terdakwa M Arief Iskandar bin Munfasila berangkat bersama Sdr Anang dan Ribut meluncur menuju daerah Bendul Marisi Surabaya dengan naik mobil dalam perjalanan Sdr Anang menyerahkan uang kepada terdakwa sebesar Rp 450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) untuk dibelikan sabu-sabu setelah sampai di Bendul Marisi Surabaya terdakwa turun langsung masuk gang, kemudian ketemu dengan anak muda sedang cangkruan dan terdakwa mas tempat jual abu-sabu dimana langsung dijawab oleh salah satu anak yang cangkruk, mau beli berapa lalu terdakwa jawa Rp 450.00,- dan uang Rp 450.000,- langsung diminta dan dibawa masuk lorong setelah itu kembali lagi dengan menyerahkan bungkusan plastik kecil berisi sabu-sabu kepada terdakwa dan langsung oleh terdakwa dikantongi selanjutnya terdakwa kembali ketempat Sdr Anang yang sudah menunggu, setelah itu terdakwa masuk mobik Sdr Anang,terdakwa bilang kepada Sdr Anang bahwa barang pesanannya


(40)

commit to user

28 sudah ada selanjutnya mobil jalan menuju Plaza Marina Surabaya, sampai di dekat Plaza Marina Surabayaterdakwa langsung ditangkap dan dilakukan penggeledahan oleh Sdr Anang ( yang ternyata anggota Ditserse Narkoba Polda Jatim) dengan menyita 1 (satu) paket plastik klip Narkotika jenis sabu-sabu dengan berat 0,9 ( nol koma sembilan) gram beserta bungkusnya atau berat bersih 0,3( nol oma tiga) gram tanpa pembungkus yang ada di saku jaket terdakwa sebelah kanan yang sedang dipakai oleh terdakwa dengan disaksikan oleh temannya bernama Ribut.Selanjutnya terdakwa dan barang buktnya dibawa ke Kantor Ditserse Narkoba Polda Jatim guna penyidikan lebih lanjut;

d. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Polda Jatim Surabaya No. : ab.0646/KNF/2010, tanggal 1 Februari 2010 yang diambil di atas sumpah jabatan oleh Ir. Fajar Septi Ariningsih, Imam Mukyi, S.si At dan Luluk Muryani, yang menyimpulkan bahwa barang bukti No.Lab.0530 / 2010/KNF yang disita dari terdakwa berupa kristal warna putih tersebut di atas adalah benar kristal metamfetamina terdaftar dalam golongan I No. Urut 61 lampiran I UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

e. Perbuatan Terdakwa melanggar pasal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) UU RI NO.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

2. Identitas Terdakwa

Nama : M. ARIEF ISKANDAR bin MUNFASILA;

Tempat lahir : Surabaya;

Umur/tanggal lahir : 26 tahun/14 Agustus 1984; Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : jalan semolowaru elok, Blok L/16 Surabaya;

Agama : Islam


(41)

commit to user

29

3. Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya

Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya mendakwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagai berikut :

Terdakwa ditahan:

a. Penyidik sejak tanggal 23 Januari 2010 sampai dengan tanggal 11 Februari 2010;

b. Perpanjangan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 12 Februari 2010 sampai dengan tanggal 23 Maret 2010;

c. Penuntut Umum sejak tanggal 22 Maret 2010 sampai dengan tanggal 10 April 2010;

d. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri sejak tanggal 05 April 2010 sampai dengan tanggal 04 Mei 2010;

e. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri sejak tanggal 05 Mei 2010 sampai dengan tanggal 03 Juli 2010;

f. Penahanan Wakil Ketua/Hakim Pengadilan Tinggi sejak tanggal 28 Juni 2010 sampai dengan tanggal 27 Juli 2010;

g. Perpanjangan oleh Wakil Ketua/Hakim Pengadilan Tinggi sejak tanggal 28 Juli 2010 sampai dengan tanggal 25 September 2010;

h. Perpanjangan berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial Nomor 2055/2010/S.1009.Tah.Sus/PP/2010/MA, tanggal 22 Desember 2010, Terdakwa diperintahkan untuk ditahan selama 50 (lima puluh) hari, terhitung sejak tanggal 16 November 2010; i. Perpanjangan berdasarkan Penetapan Ketua Mahkamah Agung RI u.b

Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial Nomor 2056/2010/ S.1009.Tah.Sus/PP/2010/MA, tanggal 22 Desember 2010, Terdakwa diperintahkan untuk ditahan selama 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal 05 Januari 2011;

Yang diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri Surabaya, karena didakwa :

Bahwa ia Terdakwa M. Arief Iskandar bin Munfsila, pada hari Jumat tanggal 22 Januari 2010, sekitar pk 22.00 Wib atau setidak-tidaknya


(42)

commit to user

30 pada waktu lain dalam bulan Januari 2010, bertempat di Jl. Margerejo dekat Plaza Marina Surabaya atau setidak-tidaknya disuatu tempat termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Surabaya, yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman berupa kristal metamfetamina warna putih jenis sabu-sabu sebanyak 1 (satu) poket plastik klip dengan berat 0,9 (nol koma sembilan) gram beserta bungkusnya atau berat bersih 0,3 (nol koma tiga) gram tanpa pembungkusnya yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :

a. Awal mulanya terdakwa M. Arief Iskandar bin Munfasila pada hari Jum’at, tanggal 22 Januari 2010 sekitar jam 20.00 Wib pergi ketempat The Master Karaoke dan Billyard di Jalan Nginden Surabaya yang sebelumnya sudah janjian bertemu dengan Sdr Anang di Room E No. 5 di tempat karaokean dan ternyata Sdr Anang bersama dengan temannya yang bernama Ribut;

b. Dan pada saat karaoke bareng Sdr Anang minta tolong kepada terdakwa untuk dibantu mencarikan atau membelikan sabu-sabu, lalu dijawab oleh terdakwa dicarikan dimana terdakwa tidak tahu, namun Sdr Anang menyuruh terus menerus dengan kata-kata ayo tolonglah lalu dijawab oleh terdakwa ayo dicoba cari di Bendul Merisi Surabaya barangkali ada; c. Selanjutnya terdakwa M Arief Iskandar bin Munfasila berangkat

bersama-sama dengan Sdr Anang dan Ribut meluncur menuju daerah Bendul Merisi Surabaya dengan naik mobil dalam perjalanan Sdr Anang menyerahkan uang kepada Terdakwa sebesar Rp 450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) untuk dibelikan sabu-sabu setelah sampai di Bendul Merisi Surabaya terdakwa turun langsung masuk gang, kemudian ketemu dengan anak muda muda sedang cangkruan dan terdakwa tanya mas tempat jual sabu-sabu dimana langsung dijawab oleh salah satu anak yang cangkruk, mau beli berapa lalu terdakwa jawab Rp 450.000,- dan uang Rp 450.000,- langsung diminta dan dibawa masuk lorong setelah itu kembali lagi dengan menyerahkan bungkusan plastik kecil


(43)

commit to user

31 berisi sabu-sabu kepada terdakwa dan langsung oleh terdakwa dikantongi selanjutnya terdakwa kembali ketempat Sdr Anang yang sudah menunggu, setelah itu terdakwa masuk kedalam mobil Sdr Anang, terdakwa bilang kepada sdr Anang bahwa barang pesanannya sudah ada selanjutnya mobil jalan menuju Plaza Marina Surabaya, sampai didekat Plaza Marina Surabaya terdakwa langsung ditangkap dan dilakukan penggeledahan oleh Sdr Anang (yang ternyata Anggota Ditserse Narkoba Polda Jatim dengan menyita 1 (satu) poket plastik klip Narkotika jenis sabu-sabu dengan berat 0,9 (nol koma sembilan) gram beserta bungkusnya atau berat bersih 0,3 (nol koma tiga) gram tanpa pembungkusnya yang ada disaku jaket terdakwa sebelah kanan yang sedang dipakai oleh Terdakwa dengan disaksikan oleh temannya bernama Ribut. Selanjutnya terdakwa dan barang buktinya dibawa ke Kantor Ditserse Narkoba Polda Jatim guna penyidikan lebih lanjut;

d. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Polda Jatim Surabaya No. : ab.0646/KNF/2010, tanggal 1 Februari 2010 yang diambil di atas sumpah jabatan oleh Ir. Fajar Septi Ariningsih, Imam Mukti, S.si Apt dan Luluk Mulyani, yang menyimpulkan bahwa barang bukti No.Lab.0530 /2010/KNF yang disita dari terdakwa berupa kristal warna putih tersebut di atas adalah benar kristal metamfetamina terdaftar dalam golongan I No. urut 61 lampiran I UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

e. Perbuatan Terdakwa melanggar pasal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) UU RI NO.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

4. Tuntutan Pidana

Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya mengajukan tuntutan pidana bagi terdakwa sebagai berikut :

Membaca tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya, tanggal 12 Mei 2010, sebagai berikut :


(44)

commit to user

32 a. Menyatakan Terdakwa M. ARIEF ISKANDAR bin MUNFASILA terbukti

secara sah dan menurut hukum telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan yaitu Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika;

b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. ARIEF ISKANDAR bin MUNFASILA, dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan potong tahanan;

c. Pidana denda sebesar Rp 800.000.000,- (delapan ratus ribu rupiah) subsidair selama 6 (enam) bulan kurungan;

d. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) poket plastik klip berisi sabu- sabu seberat 0,9 gram dengan pembungkusnya atau berat bersih 0,3 gram jaket hitam lorek-lorek dan 1 (satu) buah HP merek Nokia warna hitam model 6100 type NPL-2 beserta kartunya dirampas untuk dimusnahkan;

e. Menetapkan biaya perkara sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah);

5. Amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya

Amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No: 977/Pid.B/2010/PN.SBY, tanggal 24 Juni 2010 berbunyi sebagai berikut : a. Menyatakan Terdakwa M. ARIEF ISKANDAR bin MUNFASILA terbuki

di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Hak Menguasai Narkotika Golongan I Jenis Sabu”;

b. Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) subsidair 1 (satu) bulan penjara;

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalaninya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

d. Menyatakan Terdakwa tetap ditahan;

e. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) paket plastik klip berisi sabu-sabu seberat 0,9 gram dengan pembungkusnya atau berat bersih 0,3 gram ,


(45)

commit to user

33 jaket hitam lorek-lorek dan 1 (satu) buah HP merek Nokia warna hitam model 6100 type NPL-2 beserta kartunya dirampas untuk dimusnahkan; f. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp

5.000,-(lima ribu rupiah);

6. Amar Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya

Amar Putusan Pengadilan Tinggi Negeri Surabaya Nomor 592/PID/2010/PT.SBY, tanggal 14 Oktober 2010 berbunyi sebagai berikut: a. Menerima permintaan banding dari Terdakwa/Penasihat Hukum

Terdakwa;

b. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya, Nomor 977/Pid.B/2010/PN.Sby, tanggal 24 Juni 2010, yang dimintakan banding tersebut;

c. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan;

d. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa tersebut dalam dua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp 5000,- (lima ribu rupiah);

7. Alasan-Alasan Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa

Terdakwa berkeberatan terhadap putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dengan mengajukan upaya hukum kasasi atas dasar alasan-alasan sebagai berikut :

Tentang Keberatan Dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 997/PID/2010/PN.SBY,tanggal 17 Juni 2010.

Putusan A Quo Bertentangan Dengan KUHAP.

a. Hak Untuk Didampingi Oleh Penasihat Hukum Di setiap Tingkat Pemeriksaan Proses Pengadilan (Ex PASAL 56 KUHAP)

Bahwa, Terdakwa di jadikan tersangka dan terdakwa karena telah melanggar ketentuan pasal 112 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang ancaman hukumannya di atas 5 (lima) tahun. Menurut ketentuan Pasal 56 KUHAP, telah dinyatakan dengan jelas


(46)

commit to user

34 apabila "dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan WAJIB menunjuk penasihat hukum bagi tersangka".

Dari rumusan tersebut kiranya sangat jelas apabila pejabat mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan sampai peradilan diwajibkan untuk menyediakan penasihat hukum bagi terdakwa, tetapi dalam perkara ini ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 56 KUHAP 'diabaikan oleh seluruh pejabat disemua tingkatan, sehingga terdapat semacam kesenjangan untuk mengabaikan dan atau tidak memenuhi hak tersangka/terdakwa sebagai warga negara yang harus mendapatkan perlakuan sama di hadapan hukum. b. Hak Untuk Meringankan Mengajukan Saksi Ahli Atau Meringankan.

Bahwa salah satu hak yang diberikan atau dijamin oleh Undang undang (KUHAP) kepada tersangka atau terdakwa adalah hak untuk mengajukan saksi ahli atau saksi yang meringankan (a decharge), tetapi hak itu juga diabaikan dan tidak dipenuhi oleh Majelis Hakim tingkat pertama, karena proses pelaksanaan sidang PERTAMA di "PAKSA" sampai dengan TAHAP PEMERIKSAAN TERDAKWA, tanpa dihadiri oleh seluruh saksi yang telah diperiksa tahap penyidikan, sehingga posisi Terdakwa yang saat itu tidak didampingi oleh penasehat hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali hanya mengikuti saja seluruh permintaan Jaksa dan Majelis Hakim. Tanpa memberikan ruang yang cukup kepada Terdakwa berkait dengan halnya untuk mengajukan saksi ahli atau saksi A decharge.


(47)

commit to user

35 c. Hak Untuk Diadili Secara Obyektif Dan Fair Sesuai Dengan

Ketentuan Hukum Acara.

Bahwa dalam perkara ini Terdakwa merasa perkara yang diadili pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Surabaya tidak berjalan obyektif dan tidak fair, karena :

1) Pelaksanaan sidang pertama di Paksa untuk dituntaskan sampai acara pemeriksaan terdakwa, tanpa memberikan ruang kepada terdakwa untuk mengusahakan adanya saksi ahli atau saksi a decharge;

2) Dalam perkara ini seluruh saksi sengaja tidak dihadirkan;

3) Seluruh saksi dalam perkara ini diberikan penyidik dengan MODAL Berita Acara Sumpah, sehingga terdapat tindakan secara sistemik dan kesengajaan agar seluruh saksi dapat menghindar dari pemeriksaan di depan persidangan;

4) Tidak ada upaya sedikitpun dari Majelis Hakim untuk memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum agar menghadirkan seluruh saksi dalam perkara ini, atau setidak tidaknya memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum memanggil seluruh saksi pada sidang berikutnya;

5) Dalam Perkara Ini Tidak Ada Saksi Yang Diajukan Di Depan Persidangan.

Bahwa, perlu Terdakwa sampaikan apabila dalam perkara ini seluruh saksi tidak dihadirkan di depan persidangan, dan ironisnya seluruh saksi dalam perkara a quo. DIBEKALI dengan BERITA ACARA SUMPAH, sehingga tidak berlebihan apabila dalam perkara ini terdapat upaya secara terencana yang sistematik dengan sengaja MENGHUKUM TERDAKWA, hanya cukup dengan keterangan yang ada pada (Berita Acara Pemerikasaan) BAP saja dalam hal tersebut Majelis Hakim juga tidak memerintahkan atau setida tidaknya memberikan waktu kepada saudara Jaksa Penuntut Umum untuk memanggil dan atau menghadirkan seluruh atau sebagian saksi untuk di sidang berikutnya.


(48)

commit to user

36 Selama ini Terdakwa tidak dapat melihat adanya bukti apabila terdapat upaya untuk memanggil seluruh saksi secara patut sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 146 ayat 2 KUHAP, tetapi hanya dengan BEKAL Berita Acara Sumpah saja majelis BERANI untuk memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum membacakan SELURUH keterangan saksi dalam BAP, sehingga seluruh keterangan saksi yang diberikan dalam BAP penyidik tidak dapat diuji kebenarannya di depan persidangan. Terlebih tidak jelas dalam Berita Acara Sumpah, apakah benar dilakukan sumpah sesuai dengan ketentuan Ex. Pasal 159 - 167 KUHAP.

6) Majelis Hakim Tidak Tepat Dalam Memposisikan Saksi Mat Ribut (Informan Polisi) Tetapi Dianggap Sebagai Teman Dari Terdakwa.

Bahwa dalam perkara ini terdapat tiga orang saksi, masing masing : a) Saksi AH TRlWIJOYO aI. ANANG (saksi polisi)

b) Saksi NANANG BUDIUTOMO seorang polisi c) Saksi MAT RIBUT (informan polisi)

Dari ketiga orang saksi tersebut, menurut majelis hakirn tingkat pertama dalam putusan dalam hal. 8 alinea 5 dan 6 pada pokoknya menyatakan seolah olah saksi Mat Ribut adalah teman terdakwa, adalah pertimbangan yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam BAP, karena antara terdakwa dengan saksi Mat Ribut tidak pernah kenal dan terdakwa hanya mengenal saksi AH. Triwijoyo Alias anang seorang polisi.

2. Majelis Hakim Tidak Memperhatikan Dan Atau Mempertimbangkan Posisi Terdakwa Saat Dipaksa Oleh Saksi-Saksi Masing-Masing 2 (Dua Orang Polisi Dan 1 (Satu) Informan.

Bahwa dengan memperhatikan posisi terdakwa yang dipaksa oleh saksi AH Triwijoyo untuk membeli sabu-sabu tetapi terdakwa dengan tegas menolak, dan saksi Anang terus mendesak minta tolong secara terus menerus yang disertai saksi-saksi lainnya. Akhirnya tidak ada pilihan lainnya bagi terdakwa kecuali menuruti permintaan dari


(1)

commit to user

48 c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.”

Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah fungsi Yustisia adalah fungsi yang terpenting dari Mahkamah Agung, dikatakan terpenting karena fungsi yustisia tersebut sangat menentukan (mempengaruhi) jalannya penyelenggaraan peradilan. Fungsi Yustisia dimaksud adalah fungsi Mahkamah Agung dalam bidang peradilan. Mengenai tugas peradilan, walaupun hanya menyangkut bagian dari fungsi tersebut, fungsi pemegang monopoli dari peradilan kasasi dalam posisinya sebagai puncak tunggal dari semua lingkungan peradilan yang ada. Dalam melaksanakan fungsi peradilan tersebut, pemeriksaan perkara kasasi masih didampingi dengan fungsi untuk memutuskan sengketa yurisdiksi antara hakim dan pengadilan, kemudian memutus dalam tingkat banding terhadap putusan-putusan arbitrase.

Apabila dalam pelaksanaan atau dalam penyelenggaraan peradilan, terdapat hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang dan hal itun dipandang segera untuk diatur demi kelancaran penyelenggaraan peradilan, maka Mahkamah Agung berwenang untuk mengatur hal dimaksud. Kewenangan Mahkamah Agung mengatur hal demikian itu, diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yaitu ” Mahkamah Agung dapat

mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran

penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini.”

Maksud diadakannya ketentuan tersebut, ialah untuk menanggulangi kekosongan hukum yang terjadi dalam penyelenggaraan peradilan. Apabila terjadi kekosongan hukum dalam penyelenggaraan peradilan, maka Mahkamah Agung dapat menggunakan kewenangannya untuk membuat aturan pelengkap guna mengisi kekosongan hukum tersebut.

Dalam Pasal 153 ayat (1) KUHAP, dinyatakan bahwa pemeriksaan tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak


(2)

commit to user

49 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 KUHAP dan Pasal 248 KUHAP, guna menentukan apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagainama mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. Pasal 244 KUHAP mengatur tentang putusan pengadilan tingkat terakhir yang dapat dimintakan kasasi dan para pihak (terdakwa atau penuntut umum) yang dapat mengajukan permohonan kasasi. Pasal 248 KUHAP mengatur tentang kewajiban mengajukan alasan dan memasukan memori kasasi oleh pemohon kasasi.

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa :

a. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau

penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

b. Dalam sidang permusyawaratan, setiap Hakim Agung wajib

menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. c. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,

pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

d. Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.

Dengan berpedoman pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, maka arti “kasasi” adalah pembatalan putusan atau penetapan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat terjadi berupa:


(3)

commit to user

50

a. Melampaui batas kewenangannya yang ditentukan perundang-undangan;

b. Penerapan yang tidak tepat atau keliru; c. Melanggar hukum yang berlaku;

d. Tidak memenuhi syarat yang ditentukan perundang-undangan

Menurut Penulis pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus perkara permohonan kasasi terdakwa perkara narkotika di atas, sudah sesuai dengan prinsip keadilan bagi pemohon kasasi. Pertimbangan hakim mahkamah agung tersebut sangat bersifat progresif karena hanya tidak menggunakan paradigma positivismedan legal formal, melainkan menggunakan pendekatan keadilan yang bersifat substansial


(4)

commit to user

51

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat simpulan sebagai berikut :

1. Pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian dalam perkara Narkotika adalah sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP khususnya ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa pemeriksaan dalam tingkat Kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan :

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya.

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

2. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus

pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya hanya didasarkan pada keterangan BAP Kepolisian adalah sudah tepat karena melihat fakta-fakta yang ada semua mengarah bahwa terdakwa tidak bersalah dan upaya Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara sudah berdasar keadilan.

B. Saran-Saran

1. Agar Hakim bersikap lebih teliti dalam melihat dan memutus suatu pekara lebih melihat fakta-fakta dalam masyarakat dan tidak hanya mengacu pada BAP.

2. Agar Aparat Penegak Hukum tidak menyalah gunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi sepeti yang dilakukan Sdr Anang selaku Anggota Ditserse


(5)

commit to user

52 Narkoba Polda Jatim dalam tindakannya menjebak Sdr Arief Iskandar bin Munfasila.

3. Agar masyarakat juga tidak menyalahgunakan obat-obat narkotika,karena narkotika itu sendiri hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan dan pengetahuan umum.


(6)

commit to user

53

DAFTAR PUSTAKA

Agung Dewantara Nanda. 1987. Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani

Suatu Perkara Pidana. Jakarta: Aksara Persada Indonesia.

Andi Hamzah. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya.

Bambang Sunggono. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Balkin, Jack M & Sanford Levinson, 2001, “Understanding the Constitutional Revolution. Virginia Law Review. Vol. 87, No. 6.

Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti. 2004. Perkembangan Kekuasaan Kehakiman

di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

H.B. Sutopo. 1998. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-dasar Teoritis dan

Praktis.Surakarta : UNS Press

http//:Sosiologi Hukum.blog.spon

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Moch. Faisal Salam. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

R. Abdoel Djamali. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1984. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

0 3 71

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

0 3 73

TINJAUAN KESALAHAN PENERAPAN HUKUM ACARA PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI PAYAKUMBUH SEBAGAI ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 49 K/Pid.Sus/2014).

0 0 15

Tinjauan Tentang Kesalahan Penerapan Hukum Oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta Sebagai Alasan Kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sleman Dalam Perkara Narkotika (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.592 K/Pid.Sus/2014).

0 0 16

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMENEP DAN ARGUMENTASI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKANNYA(Studi Putusan Perkara Praktek Kedokteran Tanpa Surat Ijin Nomor : 981K/Pid.Sus/2013).

0 1 13

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI KELIRU MENERAPKAN HUKUM MENGAMBIL ALIH SEMUA PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN NEGERI DALAM PERKARA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1402/K/PID.SUS/2012).

0 0 13

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN DENGAN CARA MENJEBAK ATAU MEMERANGKAP TERDAKWA SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 815K/Pid.Sus/2012).

0 0 1

TINJAUAN KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SEMARAPURA KLUNGKUNG SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN PERKARA NARKOTIKA (Studi Kasus dalam Putusan Mahkama Agung Nomor: 641K/Pid.Sus/2012).

0 0 14

KAJIAN TERHADAP ALASAN PENGAJUAN KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DAN TERDAKWA DALAM PERKARA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Nomor : 1429 K/Pid/2010).

0 0 13

ALASAN PENGAJUAN KASASI TERDAKWA ATAS DASAR KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI BANJARMASIN DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 25K/PID.SUS/2014) - UNS Institutional Repository

0 0 14