Kerangka Teori TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi a. Pengertian Kasasi Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata asalnya adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau kehakiman telah melampaui kekuasaan kehakimannya Andi Hamzah, 2008: 297. Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa : “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Sehingga terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum Yahya Harahap, 2002: 535-536. b. Tujuan Upaya Kasasi Upaya kasasi adalah hak yang diberian kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Berbarengan dengan hak mengajukan permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu “kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi, tidak ada alasan untuk menolak Yahya Harahap, 2002: 537. 13 commit to user 14 Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi, antara lain sebagai berikut : 1 Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar- benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. 2 Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law , sering Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut “hukum kasus”, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas” pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. Apabila putusan kasasi baik yang berupa koreksi atas kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan dalam mengambil keputusan maka Mahkamah Agung akan menjadi yurisprudensi tetap. Kadang-kadang dalam upayanya menciptakan hukum baru, adakalanya mengambil putusan yng bersifat contra legem , maksudnya hukum baru yang diciptakan itu secara nyata benar- benar “bertentangan dengan undang-undang”. Putusan Mahkamah Agung dalam menciptakan hukum baru tidak hanya berdaya upaya mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan ketentuan undang- undang yang benar-benar senapas dengan bunyi undang-undang itu sendiri. Jika dianggapnya perlu dan mendesak, sesuai dengan kebutuhan rasa keadilan dan kebenaran, putusan kasasi dapat commit to user 15 mengesampingkan ketentuan undang-undang, dan sekaligus menciptakan hukum baru yang jelas-jelas betentangan dengan rumusan ketentuan undang-undang. 3 Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum Tujuan lain pemeriksaan kasasi yaitu untuk mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, maka akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar dari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimiliknya. c. Putusan Yang Dapat Diajukan Kasasi Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi yaitu semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali tehadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan bebas. Macam putusan yang dapat dikasasi, meliputi : 1 Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat Pertama dan Tingkat Terakhir Jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. 2 Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya pada Tingkat Banding Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat diajukan permohonan banding, dan terhadap putusan itu diajukan commit to user 16 permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah mengambil putusan pada tingkat banding, terhadap putusan banding tersebut dapat diajukan permohonan kasasi. 3 Tentang Putusan Bebas Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi. d. Tata Cara Permohonan kasasi Dalam kenyataan praktek, sering ditemukan hambatan formal yang dialami pencari keadilan. Akibatnya permohonan kasasi “tidak dapat diterima”. Hambatan formal yang dimaksud yaitu kekurangan pengertian dikalangan masyarakat pencari keadilan tentang tata cara mengajukan permohonan kasasi. Adakalanya dijumpai permohonan kasasi yang “terlambat” diajukan, sehingga permohonan itu melampaui tenggang waktu yang ditentukan Pasal 245 ayat 1. Tata cara untuk mengajukan kasasi adalah sebagai berikut : 1 Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama; 2 Yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan atau penuntut umum; 3 Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi yaitu 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan yang hendak dikasasi diberitahukan kepada terdakwa; 4 Permintaan permohonan kasasi oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara; 5 Panitera wajib memberitahukan permintaan kasasi yang diterimanya kepada pihak yang lain, yaitu terdakwa dan penuntut umum; commit to user 17 6 Pemohon wajib mengajukan memori kasasi kepada panitera, hal ini karena jika permohonan kasasi tidak dilengkapi dengan memori kasasi, maka permohonan kasasi dianggap tidak memenuhi syarat dan akibatnya permohonan kasasi dianggap “tidak sah” karena tidak memenuhi syarat formal; 7 Tenggang waktu untuk menyerahkan memori kasasi adalah 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diajukan; 8 Setelah panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera memberikan surat tanda terima. Tujuan surat tanda terima pada satu pihak merupakan “pertanggungjawaban” panitera atas penerimaan dan pada pihak lain merupakan “bukti” bagi pemohon tentang kebenaran penyerahan memori kasasi yang disampaikan; 9 Panitera berkewajiban memberi bantuan untuk membuat memori kasasi, diatur dalam Pasal 248 ayat 2, yang berbunyi: “Dalam pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya”; 10 Pengajuan kontra memori kasasi bertitik tolak dari ketentuan Pasal 248 ayat 6, berdasarkan ketentuan ini memberikan hak kepada pihak lain untuk mengajukan “kontra memori kasasi” atas memori kasasi yang diajukan pemohon kasasi; 11 Pemohon kasasi dapat menambah memori kasasi yang telah diajukan. Demikian juga pihak yang lain dapat menambah kontra memori kasasi. Tambahan memori atau kontra memori kasasi bermaksud untuk menambah hal-hal yang dianggap perlu oleh yang bersangkutan. commit to user 18 e. Alasan Mengajukan Kasasi Dalam perundang-undangan Belanda, ada 3 tiga alasan untuk melakukan kasasi, yaitu : 1 Apabila terdapat kelalaian dalam acara; 2 Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya; 3 Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang. Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur kelalaian dalam acara itu. Pasal 253 ayat 1 KUHAP diatur secara singkat alasan mengajukan kasasi sebagai berikut “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan : 1 Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; 2 Apakah benar cara merngadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; 3 Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi Tata cara pemeriksaan kasasi diatur Pasal 253 ayat 2 dan 3. Pasal 253 ayat 2 menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul commit to user 19 di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan Pengadilan tingkat Pertama”. Sedangkan Pasal 253 ayat 3 : “Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat 1, Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama”. 2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk sebagai berikut : a. Putusan Bebas Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Pasal 191 ayat 1 menjelaskan mengenai dasar putusan yang berbentuk putusan bebas, yaitu apabila pengadilan berpendapat : 1 Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan; 2 Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan. b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat 2, yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”. commit to user 20 c. Putusan pemidanaan Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Sesuai dengan pasal 193 ayat 1, penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari berkas perkara. Yang pertama dan utama adalah apakah yang dilimpahkan penuntut umum tersebut termasuk wewenang Pengadilan Negeri yang dipimpinnya. Seandainya Ketua Pengadilan Negeri berpendapat perkara tersebut tidak termasuk wewenang seperti yang ditentukan dalam Pasal 84 : 1 Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah hukum pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau 2 Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, diketemukan atau ditahan berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang lain, sedang saksi-saksi yang dipanggil pun lebih dekat dengan Pengadilan Negeri tempat dimana tindak pidana dialakukan, dan sebagainya. Maka dalam hal tersebut Pengadilan Negeri yang menerima pelimpahan perkara tersebut, tidak berwenang mengadili. Pengadilan Negeri yang lain lah yang berwenang mengadili. e. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima, berpedoman pada Pasal 156 KUHAP: “Dalam hal terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan bahwa commit to user 21 Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”. f. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan penuntut umum batal demi hukum didasarkan pada surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan dan batal demi hukum. Alasan pokok yang dapat dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum : 1 Apabila dakwaan tidak merumuskan sumua unsur dalih yang didakwakan; 2 Atau tidak memerinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan; 3 Dakwaan kabur karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan dilakukan. 3. Tinjauan Tentang Praperadilan a. Pengertian Praperadilan Istilah praperadilan yang dipergunakan oleh Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana mengandung maksud dan arti secara harafiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, sehingga praperadilan diartikan dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Ada beberapa definisi mengenai praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan yang dikemukakan oleh para ahli hukum. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri terdapat beberapa pasal yang memberikan definisi tentang praperadilan, antara lain Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Praperadilan adalah wewenang pengadilan commit to user 22 negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : 1 sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 2 sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 3 permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang : 1 sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; 2 ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Selanjutnya Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berbunyi : 1 yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan; 2 praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Dari beberapa pasal dan penjelasan diatas yang menjelaskan tentang praperadilan, diperoleh gambaran bahwa eksistensi praperadilan merupakan salah satu wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi bagi commit to user 23 seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan. Lebih lanjut dijelaskan dalam M. Yahya Harahap, “praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik” Yahya Harahap, 2002: 2. Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang Yahya Harahap, 2002: 4. Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa praperadilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang- undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal inilah yang membedakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan masa berlakunya Herziene Inlandsch Reglement HIR dimana pada waktu itu tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik terhadap seorang tersangka tidak terawasi dan tidak terkontrol sehingga dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penyidik. Untuk itu dibentuk lembaga praperadilan yang berwenang melakukan koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik. commit to user 24 b. Wewenang Praperadilan Telah disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang mengatur tentang wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memutus sah tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum terhadap seorang tersangka. Akan tetapi diatur juga kewenangan praperadilan yang disebutkan dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi. Wewenang Pengadilan Negeri dalam hal ini Praperadilan, antara lain sebagai berikut : 1 Memeriksa Dan Memutus Sah Tidaknya Suatu Penangkapan Dan Penahanan Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP yaitu memeriksa dan memutus sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal penangkapan, seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap dirinya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah: a Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya. b Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan Yahya Harahap, 2002: 160. Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan fungsi praperadilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan menurut aturan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi commit to user 25 kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Berdasarkan pasal tersebut diatas, telah menimbulkan permasalahan dan perbedaan pendapat dalam penerapan fungsi praperadilan karena adanya intervensi Ketua Pengadilan Negeri terhadap penggeledahan dan penyitaan maka sangat tidak rasional praperadilan menguji dan menilai sah tidaknya penggeledahan dan penyitaan yang telah diberikan izin oleh pengadilan dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri Yahya Harahap, 2002: 7. Akan tetapi jika dalam pelaksanaannya penggeledahan dan penyitaan telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyimpang diluar batas izin yang diberikan, kepada siapa pihak yang dirugikan tersebut meminta perlindungan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka terhadap penggeledahan dan penyitaan pun dapat diajukan ke praperadilan baik yang berkenaan dengan ganti kerugian maupun yang berkaitan dengan sah tidaknya penyitaan dengan acuan penerapan: a Dalam hal penggeledahan atau penyitaan tanpa persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap menjadi yurisdiksi praperadilan untuk memeriksa keabsahannya; b Dalam hal penggeledahan dan penyitaan telah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap dapat diajukan ke praperadilan dalam lingkup kewenangan yang lebih sempit yaitu: 1 Praperadilan tidak dibenarkan menilai surat izin atau surat persetujuan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri; 2 Yang dinilai oleh praperadilan terbatas pada masalah pelaksanaan surat izin dalam arti apakah pelaksanaannya commit to user 26 sesuai atau melampaui surat izin atau tidak Yahya Harahap 2002: 7. 2 Memeriksa Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntutan. Wewenang lain yang dimiliki oleh praperadilan adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum. Alasan dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan: a Tidak terdapat cukup bukti; b Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran tindak pidana; c Nebis in idem; d Kadaluarsa. Tidak selamanya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan yang sah, karena bisa saja penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dilakukan karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukannya ke praperadilan untuk diperiksa Yahya Harahap, 2002: 5. 3 Memeriksa Tuntutan Ganti Kerugian Menurut Pasal 1 ayat 22 KUHAP, ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka berdasarkan alasan : a Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah; commit to user 27 b Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang; c Kerena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa. 4 Memeriksa Permintaan Rehabilitasi Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan undang-undang. Sehubungan dengan itu dijelaskan tujuan dari rehabilitasi yaitu : Sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan, penahanan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan tanpa alasan yang sah menurut undang-undang Yahya Harahap, 2000: 64. Dalam Pasal 97 ayat 1 KUHAP dijelaskan bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya di mata masyarakat. c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada praperadilan, tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja yang berhak mengajukan permohonan kepada praperadilan serta alasan-alasannya, yaitu: commit to user 28 1 Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka, keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada praperadilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak disebutkan secara langsung. 2 Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan berhak melaporkan kepada praperadilan. Hal ini telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan yang diberikan tidak sesuai undang-undang. Untuk itu undang- undang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang berkepentingan untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum Yahya Harahap, 2002: 9. 3 Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya Selain tersangka dan kuasa hukumnya, ahli waris dari tersangka pun dapat mengajukan permohonan praperadilan dalam hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat 2 KUHAP : “Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, commit to user 29 diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77”. Berdasarkan pasal tersebut diatas tersangka, ahli waris, serta kuasanya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan : a Penangkapan atau penangkapan yang tidak sah; b Tindakan lain penggeledahan dan penyitaan tanpa alasan berdasarkan undang-undang; c Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan dan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 4 Tersangka atau pihak yang berkepentingan menuntut ganti rugi Dijelaskan dalam Pasal 81 KUHAP yaitu permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya. Jika putusan pengadilan menganggap penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan sah maka hal tersebut dapat menjadi alasan diajukannya tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan oleh tersangka atau pihak yang berkepentingan Yahya Harahap, 2002: 10. d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan Seperti dijelaskan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa praperadilan merupakan salah satu wewenang dari Pengadilan Negeri. Untuk itu setiap perkara praperadilan yang diajukan harus ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum dimana penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan itu terjadi. Atau daerah tempat kedudukan penyidik dan penuntut umum yang menghentikan penyidikan dan penuntutan Yahya Harahap, 2002: 12. commit to user 30 Permohonan pemeriksaan praperadilan kemudian diregister dalam perkara praperadilan yang dipisahkan dengan perkara biasa oleh panitera. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tata cara pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHAP : 1 Hakim menetapkan hari sidang 3 hari sesudah diregister Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP, yakni 3 tiga hari sesudah diterima permohonan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Perhitungan penetapan hari sidang dihitung 3 tiga hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan. 2 Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan Agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat, adalah bijaksana apabila pada saat penetapan hari sidang, sekaligus disampaikan panggilan kepada pihak yang bersangkutan, yaitu pemohon dan pejabat penegak hukum yang bersangkutan yang menimbulkan terjadinya permintaan pemeriksaan praperadilan. Pemanggilan ini tidak dilihat sebagaimana perkara pidana di mana pejabat tersebut dianggap sebagai tersangka akan tetapi pemanggilan terhadap pejabat tersebut bertujuan untuk memberikan keterangan sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan. 3 Selambat-lambatnya 7 tujuh hari putusan sudah harus dijatuhkan Disebutkan dalam Pasal 82 ayat 1 c pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya dalam waktu 7 tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Berdasarkan ketentuan diatas sidang praperadilan dilakukan dengan acara cepat, karena cepatnya putusan harus dijatuhkan dalam waktu 7 tujuh hari. Hal yang menjadi alasan hakim untuk tidak menjatuhkan putusan dalam waktu 7 tujuh hari biasanya disebabkan oleh keengganan aparat penegak hukum yang dimohonkan praperadilan untuk datang kepersidangan selain itu commit to user 31 masih adanya rasa sungkan dari penegak hukum untuk menghadapkan penegak hukum lainnya yang terlibat dalam pemeriksaan praperadilan Yahya Harahap, 2002: 55. Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat 1 d disebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Maksudnya jika perkara pokoknya sudah mulai di sidangkan sedangkan perkara yang dimohonkan praperadilan belum dijatuhkan putusan maka dengan sendirinya pemeriksaan praperadilan ini gugur. 4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan a. Pengertian penyitaan Menurut Pasal 1 ayat 16 KUHAP, “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”. Tujuan penyitaan untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan Yahya Harahap, 2008: 265. b. Bentuk-bentuk Penyitaan 1 Penyitaan biasa Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan umum penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada hal- hal yang luar biasa atau keadaan yang memerlukan penyimpangan, commit to user 32 aturan bentuk dan prosedur biasa yang ditempuh dan diterapkan penyidik. Penyimpangan dari aturan bentuk dan tata cara biasa, hanya dapat dilakukan apabila terdapat keadaan-keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan aturan bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan keadaan yang mengikuti peristiwa itu dalam kenyataan Yahya Harahap, 2008: 266. 2 Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak Pasal 38 ayat 2 memberi kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang ditentukan Pasal 38 ayat 1. Hal ini diperlukan untuk “memberi kelonggaran” kepada penyidik bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Keadaan yang sangat perlu dan mendesak ialah bilamana di suatu tempat diduga keras terdapat benda atau barang bukti yang perlu segera dilakukan penyitaan, atas alasan patut dikhawatirkan bahwa benda itu akan segera dilarikan atau dimusnahkan ataupun dipindahkan oleh tersangka Yahya Harahap, 2008: 269. 3 Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan Dalam hal tertangkap tangan, penyitaan dilakukan tanpa surat perintah. Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan merupakan “pengecualian” penyitaan biasa. Dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik dapat “langsung” menyita sesuatu benda dan alat : 1 Yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana; 2 Benda dan alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; 3 Benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti. Penyitaan yang dilakukan dalam keadaan tertangkap tangan tidak hanya terbatas pada tersangka yang nyata-nyata sedang melakukan tindak pidana, tetapi termasuk pengertian tertangkap tangan atas paket atau surat dan benda-benda pos lainnya, sehingga commit to user 33 terhadap benda-benda tersebut dapat dilakukan penyitaan langsung oleh penyidik. 4 Penyitaan tidak langsung Benda yang hendak disita tidak langsung didatangi dan diambil sendiri oleh penyidik dari tangan dan kekuasaan orang yang memegang dan menguasai benda tersebut, tetapi peyidik mengajak yang bersangkutan untuk menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela. 5 Penyitaan surat atau tulisan lain Penyitaan dapat dilakukan terhadap surat atau tulisan lain. Yang dimaksud surat atau tulisan lain adalah surat atau tulisan yang ‘disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu, di mana orang tertentu yang menyimpan atau menguasai surat itu “diwajibkan merahasiakannya” oleh undang-undang. 6 Penyitaan minuta akta notaris berpedoman kepada surat Mahkamah AgungPemb342986 dan Pasal 43 KUHAP Mengenai masalah ini dapat dikemukakan pedoman sebagai berikut : 1 Ketua Pengadilan Negeri harus mempertimbangkan “relevansi” dan “urgensi” penyitaan secara objektif berdasarkan Pasal 39 KUHAP; 2 Pemberian izin khusus Ketua Pengadilan Negeri atas penyitaan Minuta Akta Notaris, berpedoman kepada petunjuk teknis dan operasional yang digariskan dalam Surat MA No. MAPemb342986; 3 Oleh karena Minuta Akta Notaris ditafsirkan berkedudukan sebagai Arsip Negara atau melekat padanya “rahasia jabatan” notaris, pemberian izin oleh Ketua Pengadilan Negeri merujuk kepada ketentuan Pasal 43 KUHAP : penyitaan harus berdasar Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri. commit to user 34 c. Benda yang Dapat Disita Benda-benda yang dapat disitakan menurut Pasal 39 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah : 1 benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana; 2 benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; 3 benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; 4 benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; 5 benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. 5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan Telah terjadi perbedaan pendapat tentang kasasi terhadap putusan praperadilan, ada yang berpendirian permintaan kasasi atas putusan praperadilan tidak dapat dikasasi dan ada yang berpendapat cukup alasan untuk memperkenankan permintaan kasasi atas putusan praperadilan. Selisih pendapat ini bertitik tolak tentang “materi” yang diperiksa dan diputus lembaga praperadilan. Ada yang berpendirian apa yang diperiksa dan diputus praperadilan bukan “materi perkara pidana”. Sedangkan menurut Pasal 244 KUHAP, permintaan kasasi hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang berbentuk “putusan perkara pidana”. Oleh karena itu putusan praperadilan bukan mengenai perkara pidana, akan tetapi hanya tentang sah atau tidaknya tindakan pejabat yang terlibat dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, berarti putusan praperadilan benar-benar berada di luar ruang lingkup Pasal 244 KUHAP. Tetapi ada yang mempersoalkan bukan dari segi materi putusan, mereka bertitik tolak dari pengertian fungsi yustisial. commit to user 35 Ditinjau dari segi fungsi yustisial setiap pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan badan peradilan, dengan sendirinya termasuk tindakan yustisial. Setiap putusan yang dijatuhkan badan peradilan tanpa mempersoalkan bentuk dan materi putusan adalah tindakan penyelesaian fungsi peradilan atau fungsi yustisial Yahya Harahap, 2002: 25. 6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Penyidik pegawai negeri sipil diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidik pegawai negeri sipil diatur dalam Pasal 6 ayat 1 hufuf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang-undang pidana khusus yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus. Ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 yang berbunyi: Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Kedudukan dan Wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan, yaitu: a. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada di bawah “koordinasi” penyidik Polri dan di bawah “pengawasan” penyidik Polri; b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri “memberikan petunjuk” kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu, dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan; commit to user 36 c. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu harus “melaporkan” kepada penyidik Polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh penyidik pegawai negeri sipil ada ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum; d. Apabila penyidik pegawai negeri sipil telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada penuntut umum. Cara penyerahannya kepada penuntut dilakukan penyidik pegawai negeri sipil ”melalui penyidik Polri”. e. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan pada penyidik Polri, penghentian penyelidikan itu harus ”diberitahukan” kepada penyidik Polri dan penuntut umum.

B. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata Terhadap Aset BUMN

24 173 119

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

Tinjauan tentang pengajuan kasasi terhadap putusan praperadilan tentang penghentian penyidikan yang tidak sah (studi kasus di Mahkamah Agung)

0 7 66

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) AD HOC DALAM PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BERAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

0 8 102

KAJIAN ATAS NALAR HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI SANGGAU DALAM PERKARA PERDAGANGAN ORANG

0 12 103

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA

6 96 65

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

0 3 73

TINJAUAN TENTANG PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM ATAS DASAR PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YANG TERLALU RINGAN (STUDI PERKARA PERLINDUNGAN ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 828 K/PID.SUS/2012).

0 1 1

Praperadilan atas Penyitaan oleh Penyidik (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Perluasan Objek Praperadilan) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 86

PERAN LEMBAGA PRAPERADILAN DALAM MENGUJI KEABSAHAN TINDAKAN PENYIDIK KEJAKSAAN PADA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Terhadap Putusan No. 02Pid.Prap2015PN.Slw)

0 0 12