Pengaruh Penambahan Ammonia (NH4OH) Dengan Konsentrasi Bervariasi Pada Resine Solution Terhadap Mutu Bilangan Asam Produk Di Pabrik Resiprene
PENGARUH PENAMBAHAN AMMONIA (NH
4OH) DENGAN
KONSENTRASI BERVARIASI PADA
RESINE SOLUTION
TERHADAP MUTU BILANGAN ASAM PRODUK
DI PABRIK RESIPRENE
KARYA ILMIAH
MUHAMMAD FERDIYANSYAH
102401064
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN AMMONIA (NH
4OH) DENGAN
KONSENTRASI BERVARIASI PADA
RESINE SOLUTION
TERHADAP MUTU BILANGAN ASAM PRODUK
DI PABRIK RESIPRENE
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
MUHAMMAD FERDIYANSYAH
102401064
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(3)
PERSETUJUAN
Judul
: PENGARUH PENAMBAHAN AMMONIA (NH
4OH)
DENGAN KONSENTRASI BERVARIASI PADA
RESINE
SOLUTION
TERHADAP MUTU BILANGAN ASAM
PRODUK DI PABRIK RESIPRENE
Kategori
: KARYA ILMIAH
Nama
: MUHAMMAD FERDIYANSYAH
Nomor Induk Mahasiswa : 102401064
Program Studi
: DIPLOMA(D3) KIMIA INDUSTRI
Departemen
: KIMIA
Fakultas
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS SUMATERAUTARA
Disetujui di
Medan, Juni 2013
Diketahui
Program Studi Diploma 3 Kimia
FMIPA USU
Pembimbing,
Ketua,
Dra. Emma Zaidar, M.Si
NIP. 195512181987012001
NIP. 196602282001121001
Dede Ibrahim, M.Si
Diketahui/ disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
NIP. 195408301985032001
Dr. Rumondang Bulan, M.S
(4)
PENGARUH PENAMBAHAN AMMONIA (NH
4OH) DENGAN KONSENTRASI
BERVARIASI PADA
RESINE SOLUTION
TERHADAP MUTU BILANGAN ASAM PRODUK
DI PABRIK RESIPRENE
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2013
MUHAMMAD FERDIYANSYAH
102401064
(5)
ABSTRAK
Proses perubahan struktur molekul karet alam menjadi resin siklo disebut sebagai proses
siklisasi, dimana pada proses ini struktur molekul karet alam mengalami perubahan dari rantai
lurus menjadi rantai siklik. Pembentukan resin dari karet alam ini diperlukan juga penggunaan
ammonia (NH
4OH) pada prosesnya, hal ini bertujuan untuk mempengaruhi nilai bilangan asam
pada produk resin. Adapun proses pengujian bilangan asam pada produk resin ini dilakukan
dengan cara mrnambahkan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi bervariasi pada resin
solution, dan tidak adanya penambahan ammonia (NH
4OH) pada resin solution. Setelah
dilakukan analisa, didapat hasil masing-masing bilangan asam dari setiap penambahan ammonia
(NH
4OH) dengan konsentrasi bervariasi pada resin solution yaitu, 0,7672 mgKOH/g untuk
penambahan ammonia (NH
4OH) 20%, 0,9590 mgKOH/g untuk penambahan ammonia (NH
4OH)
15%, 1,3426 mgKOH/g untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 10%, dan 1,5344 mgKOH/g
untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 5%. Serta didapat bilangan asam sebesar 3,5424
(6)
EFFECT OFADDITION OFAMMONIA(NH4OH) VARYWITHCONCENTRATIONINSOLUTIONRESINE
TOWARDS ACIDNUMBEROFQUALITYPRODUCT INFACTORYRESIPRENE
ABSTRACT
Process changes the molecular structure of a natural rubber resin called cyclo cyclization
process, where in this process the molecular structure of natural rubber was changed from
linear to cyclic chains. Formation of natural rubber resin is required also use ammonia
(NH
4OH) in the process, it aims to influence the value of the acid in the resin product. The
process of testing the acid on the resin product is done by mrnambahkan ammonia (NH
4OH)
with varying concentrations of the resin solution, and not the addition of ammonia (NH
4OH) in
the resin solution. After analysis, the result of each acid number of each additional ammonia
(NH
4OH) with varying concentrations of the resin solution, namely, 0.7672 mgKOH/g for the
addition of ammonia (NH
4OH) 20%, 0.9590 mgKOH/g for the addition of ammonia (NH
4OH)
15%, 1.3426 mgKOH/g for the addition of ammonia (NH
4OH) 10%, and 1,5344 mgKOH/g for
the addition of ammonia (NH
4OH) 5%. As well as the acid obtained by 3.5424 mgKOH/g resin
(7)
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dan tak lupa juga shalawat dan
salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan
ridhoNya serta karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Karya Ilmiah ini dengan sebaik-baiknya.
Adapun penulisan Karya Ilmiah ini yaitu bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program studi Diploma-3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan
pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik Resiprene dari tanggal 28 Januari sampai dengan 28
Februari 2013.
Terselesaikannya laporan ini juga tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Kedua orang tua saya Mulyaman dan Ruspiana yang telah membesarkan, melimpahkan
banyak kasih sayang kepada saya dan yang terus mendoakan saya. Serta kakak dan abang
ipar saya Lucy Ariani dan Mawardi yang telah memberikan dorongan baik moral maupun
materil.
2.
Bapak Dede Ibrahim, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan teliti
memberikan pengarahan, masukan, serta meluangkan waktunya untuk dapat membimbing
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
3.
Bapak Dr. Sutarman, M. Sc., selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
4.
Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku ketua departemen Kimia Fakultas Matemaika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
5.
Ibu Ema Zaidar, Msi., selaku Ketua Program Diploma-3 Kimia FMIPA USU.
6.
Bapak Drs. Suprianto, M.MA., selaku manager PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik
Resiprene.
7.
Bapak Zulfan Abdi Simorangkir, dan Bapak Ahmad K. Wardhana, selaku pembimbing di
PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik Resiprene.
8.
Seluruh staf dan karyawan PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik Resiprene yang telah
membantu dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
(PKL).
9.
Seluruh rekan-rekan saya angkatan 2010 jurusan Kimia Industri FMIPA USU.
10.
Teman-teman saya dari personil “The Gembel Band” yaitu Rio Bejo, Sugeng Triono,
Susilo Sudarman, Putra, Insan Viking, dan Syahrul Efendi Sinaga.
(8)
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini
tidak luput dari kata kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis.
Medan, Juni 2013
Penulis,
Muhammad Ferdiyansyah
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN
i
PERNYATAAN
ii
PENGHARGAAN
iii
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Permasalahan
3
1.3. Tujuan
4
1.4. Manfaat
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1. Sejarah Perkembangan Karet
5
2.2. Perkembangan Industri Karet Indonesia
8
2.3. Klasifikasi karet
10
2.4. Karet
11
2.4.1. Karet Alam
12
2.4.1.1. Jenis – Jenis Karet Alam
14
2.4.1.2. Manfaat Karet Alam
16
2.4.2. Lateks
17
2.4.3. Karet Remah
19
2.4.3.1. Penentuan Kualitas Karet Remah
20
2.4.3.2. Standard Indonesian Rubber (SIR)
21
2.5. Karet Alam Siklik
24
2.5.1. Siklisasi Karet Alam Padat
25
2.5.2. Siklisasi Larutan Karet Alam
25
2.5.3. Siklisasi Karet Alam
26
2.5.4 Pengolahan Karet Alam Siklik
27
2.6. Resiprene 35
29
2.7. Bilangan Asam
30
BAB 3 METODOLOGI
32
3.1. Alat dan Bahan
32
3.1.1. Alat – Alat
32
3.1.2. Bahan – Bahan
32
3.2. Prosedur
33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
36
(10)
4.2. Perhitungan
37
4.3. Pembahasan
40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
42
5.1. Kesimpulan
42
5.2. Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun lateks dan
karet kering
15
Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks
18
Tabel 2.3. Standar Spesifikasi SIR
22
Tabel 2.4. Spesifikasi Karet SIR yang diubah (
revised
) sesuai SK
Menperdeg No. 230/Kp/X/1972
23
Tabel 4.1. Data analisa penambahan konsentrasi ammonia (NH
4OH)
Pada
resine solution
36
(12)
ABSTRAK
Proses perubahan struktur molekul karet alam menjadi resin siklo disebut sebagai proses
siklisasi, dimana pada proses ini struktur molekul karet alam mengalami perubahan dari rantai
lurus menjadi rantai siklik. Pembentukan resin dari karet alam ini diperlukan juga penggunaan
ammonia (NH
4OH) pada prosesnya, hal ini bertujuan untuk mempengaruhi nilai bilangan asam
pada produk resin. Adapun proses pengujian bilangan asam pada produk resin ini dilakukan
dengan cara mrnambahkan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi bervariasi pada resin
solution, dan tidak adanya penambahan ammonia (NH
4OH) pada resin solution. Setelah
dilakukan analisa, didapat hasil masing-masing bilangan asam dari setiap penambahan ammonia
(NH
4OH) dengan konsentrasi bervariasi pada resin solution yaitu, 0,7672 mgKOH/g untuk
penambahan ammonia (NH
4OH) 20%, 0,9590 mgKOH/g untuk penambahan ammonia (NH
4OH)
15%, 1,3426 mgKOH/g untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 10%, dan 1,5344 mgKOH/g
untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 5%. Serta didapat bilangan asam sebesar 3,5424
(13)
EFFECT OFADDITION OFAMMONIA(NH4OH) VARYWITHCONCENTRATIONINSOLUTIONRESINE
TOWARDS ACIDNUMBEROFQUALITYPRODUCT INFACTORYRESIPRENE
ABSTRACT
Process changes the molecular structure of a natural rubber resin called cyclo cyclization
process, where in this process the molecular structure of natural rubber was changed from
linear to cyclic chains. Formation of natural rubber resin is required also use ammonia
(NH
4OH) in the process, it aims to influence the value of the acid in the resin product. The
process of testing the acid on the resin product is done by mrnambahkan ammonia (NH
4OH)
with varying concentrations of the resin solution, and not the addition of ammonia (NH
4OH) in
the resin solution. After analysis, the result of each acid number of each additional ammonia
(NH
4OH) with varying concentrations of the resin solution, namely, 0.7672 mgKOH/g for the
addition of ammonia (NH
4OH) 20%, 0.9590 mgKOH/g for the addition of ammonia (NH
4OH)
15%, 1.3426 mgKOH/g for the addition of ammonia (NH
4OH) 10%, and 1,5344 mgKOH/g for
the addition of ammonia (NH
4OH) 5%. As well as the acid obtained by 3.5424 mgKOH/g resin
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali
hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry
Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, dimana sekarang ini tanaman ini
banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Tanaman
karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya karet ditanam
di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan
menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. (Suparto, T.I., 1990)
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan sistem
teknologi, tidak dicanggungkan lagi bahwasanya produk-produk dengan berbahan dasar karet
memiliki kualitas yang menonjol dalam penjualan dipasar konsumen. Hal ini dapat terjadi karena
adanya dukungan alat-alat canggih sebagai pendorong kinerja suatu perusahaan yang bertujuan
untuk mempercepat proses produksidan memperoleh hasil dengan kualitas yang baik. Dengan
demikian, sudah sepantasnya pihak perusahaan harus memperhatikan kualitas produk yang akan
dihasilkan, sebab kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus dijaga agar
(15)
perusahaan tersebut dapat bersaing dipasar komoditi dan dapat menjaga nama perusahaan agar
disegani oleh pasar konsumen pada umumnya.
PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik Resiprene 35 merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi resiprene 35 sejak tahun 1998, produk
resiprene 35 itu sendiri dihasilkan dari bahan baku berupa karet SIR 10. Selain karet SIR 10,
Pabrik Resiprene 35 juga menggunakan karet slab sebagai bahan bakunya. Proses yang
dilakukan dalam memproduksi resiprene 35 pada Pabrik Resiprene 35 yaitu melalui 2 tahapan
proses, dimana proses pertama dilakukan pada tangki reaktor sebagai proses refluks dan
pengenceran
(dillution)
pada bahan baku berupa karet atau disebut dengan proses siklisasi. Pada
proses kedua dilakukan pada tangki separator sebagai tempat pemeraman dan pembentukan
lapisan-lapisan larutan berdasarkan perbedaan massa jenisnya. Mencakup pada proses pertama
yaitu pembentukan proses siklisasi yang terjadi pada tangki reaktor meliputi proses pelarutan dan
pengenceran, dimana proses ini dilakukan dengan cara mencampurkan bahan baku berupa karet
dengan pelarut-pelarut kimia. Sedangkan proses yang dilakukan pada tangki separator meliputi
penambahan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi 10% guna untuk menurunkan kadar
bilangan asam dan mengurangi sisa-sisa kotoran pada resin. Selain itu juga proses pemeraman
dilakukan pada tangki separator yang bertujuan untuk pembentukan lapisan-lapisan larutan.
Perlu dilakukannya analisa mutu produksi guna untuk mengetahui apakah proses produksi
sudah berjalan dengan baik sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu
penganalisaan mutu yang dilakukan yaitu mencari/menentukan bilangan asam pada resin. Sebab
bilangan asam dapat mempengaruhi kualitas resin yang diperoleh. Jadi untuk memperoleh resin
(16)
yang memiliki kualitas baik dengan nilai bilangan asam yang memenuhi standart mutu, maka
perlu diperhatikannya proses penambahan ammonia (NH
4OH) berdasarkan pemakaian
konsentrasi yang tepat, sebab nilai bilangan asam yang lebih rendah pada resin memiliki kualitas
yang lebih baik dibandingkan dengan nilai bilangan asam yang relatif lebih tinggi.
Berdasarkan analisa dan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis tertarik untuk
membahas masalah dan mengambil judul berupa :
“PENGARUH PENAMBAHAN
AMMONIA (NH
4OH) DENGAN KONSENTRASI BERVARIASI PADA
RESINE
SOLUTION
TERHADAP MUTU BILANGAN ASAM PRODUK DI PABRIK
RESIPRENE”.
1.2. Permasalahan
Kualitas produk merupakan faktor yang paling utama dan penting dalam aset suatu perusahaan,
oleh karena itu penerapan parameter – parameter pada resin harus dipenuhi guna untuk menjaga
dan meningkatkan kualitas resin itu sendiri, salah satunya yaitu harus memiliki nilai bilangan
asam yang rendah.
Adapun permasalahan yang timbul pada pembahasan ini yaitu :
1.
Bagaimana pengaruh bilangan asam pada resin terhadap pemakaian ammonia (NH
4OH)
dengan konsentrasi bervariasi.
(17)
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh pemakaian ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi bervariasi
pada
resine solution
terhadap mutu bilangan asam produk resin yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui nilai bilangan asam yang dihasilkan pada produk resin yang tidak
ditambahkan ammonia (NH
4OH) pada prosesnya terhadap mutu produk.
1.4. Manfaat
Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai hubungan antara penambahan
variasi konsentrasi ammonia (NH
4OH) pada
resine solution
dengan bilangan asam produk yang
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Perkembangan Karet
Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkempbang pada industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia.
Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon – pohon itu hidup secara liar hutan – hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang – orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dapat dipantul – pantulkan. Bola Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. (Tim Penulis PS., 1999)
Delapan belas tahun kemudian para pendatang dari Eropa mempublikasikan penemuan Michele de Cuneo. Saat publikasi bersamaan dengan diperkenalkannya permainan bola yang
(19)
dipantulkan yang merupakan permainan tradisional bangsa Indian Aztec. Permainan ini selanjutnya berkembang menjadi permainan tenis seperti yang dikenal sekarang.
Pengenalan bahan baku karet ini kemudian berlanjut di daerah Seville pada tahun 1524. Raja Charles V memperkenalkan permainan tenis yang menggunakan bola karet sebagai permainan dari “Dunia Baru” dengan mengundang beberapa pejabat Negara tetangga. Salah seorang diplomat Italia, Andrea Navagioro ikut menyaksikan. Dalam bukunya yang ditulis dan diterbitkan di Daratan Eropa, Andrea Navagioro menggambarkan bola dari bahan karet sebagai bahan yang bening dan lentur. Beranjak dari sini, karet mulai menarik perhatian banyak ahli untuk diteliti. (Goutara, dkk., 1976)
Para ilmuwan berminat menyelidiki kandungan yang terdapat bahan tersebut agar dapat digunakan untuk membuat alat yang bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari – hari. Dengan peralatan dan pengetahuan yang masih serba terbatas, ilmuwan di zaman dahulu memisahkan karet menjadi tiga unsure. Unsur – unsur tersebut adalah “susu”, “lilin”, serta “ bahan yang ringan dan bening”.
Pada tahun 1601 karet ditulis tersendiri dalam sebuah buku oleh Antonio Herrera. Kemudian, Tim Perancis dari Academie Rovale de Sciences melakukan ekspedisi pertama ke daerah Amerika Selatan yang diketahui memiliki banyak karet liar. Tim yang terdiri dari Charles Martie de la Condomine, Pierre Bouguer, dan Louis Goden ini melakukan penelitiannya pada tahun 1735. Ekspedisi pertama kemudian diikuti ekspedisi berikutnya menuju ke Artic Circle. Kedua ekspedisi tersebut bertujuan untuk mengetahui mengapa karet dapat berbentuk bulat
(20)
sebab pengenalan karet pertama kali memang dalam bentuk bola. Untuk itu, tim tersebut harus menelusuri daerah asalnya sehingga dapat mengetahui hal yang sesungguhnya tentang karet.
Walaupun sudah dilakukan dua kali ekspedisi, tetapi hanya Ekspedisi Peru yang banyak memberi tambahan pengetahuan mengenai karet. Dengan bantuan penduduk asli, Tim Ekspedisi Peru menelusuri daerah tempat tumbuhnya tanaman karet. Mereka berhasil menjumpai tanaman karet yang bisa diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya terlebih dahulu seperti yang biasa dilakukan sebelumnya. Cara baru yang ditemukan adalah dengan melukai kulit batang tanaman. (Siswoputranto, P.S., 1981)
Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Hevea ini.
Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kea rah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali – kali. (Santoso, A.G., dkk., 1986)
(21)
Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk waarop wij drijven” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.
Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.
Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :
1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).
2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.
3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.
Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.
Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis Syrene Butadien Rubber (SBR). Jenis
(22)
ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. (Spillane, J.J., 1989).
2.3. Klasifikasi Karet
Adapun jenis karet yang terdapat pada sistem olahan terbagi atas karet alam dan karet sintetis. Dimana karet alam merupakan hasil yang terdapat pada pohon karet (Havea Brasiliensis) berupa lateks, sedangkan karet sintetis merupakan karet hasil olahan dari pabrik seperti SBR, IIR, dan lain sebagainya.
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan – kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :
1. memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,
2. memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, 3. mempunyai daya aus yang tinggi
4. tidak mudah panas (low heat build up), dan
(23)
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. (Tim Penulis PS., 1999)
2.4. Karet
Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervukanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.
H3C H H3C CH2 n
C=C C=C
H2C CH2 n H2C H
(24)
Berat molekul karet alam rata-rata 10.000 – 40.000. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis.
Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam-asam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.
Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun (M.A. Cowd., 1991)
(25)
Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastik. Perekatnya yang dibuat dari karet alam ini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan terhadap panas pada suhu 35o-40oC sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas 70oC.
Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm2 pada suhu kamar.
Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan mengelupas sampai 6 kg/m2. Salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira-kira 25%.
Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi. (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko,2008)
Semua jenis karet alam adalah polimer tinggi dan mempunyai sususnan kimia yang berbeda dan kemungkinan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapt digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu :
(26)
a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna.
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah.
c. Tidak mudah panas (low heat build up). d. Mempunyai daya arus yang tinggi.
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence).
Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended dan heat resistence (tahan terhadap panas). Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintetis jenis SBR
(Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial. (Ompusunggu, M., 1987)
2.4.1.1. Jenis-jenis Karet Alam
Jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
(27)
2. Karet bongkah atau block rubber.
3. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes dan off crepes).
4. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber. 5. Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban). 6. Karet reklim.
7. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. (Ompusunggu, M., 1987)
Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering
Komponen Komponen dalam lateks segar (%)
Komponen dalam lateks kering (%)
Karet hidrokarbon 36 92 – 94
Protein 1.4 2.5 – 3.5
Karbohidrat 1.6 -
Lipida 16 2.5 – 3.2
Persenyawaan organic lain 0.4 - Persenyawaan anorganik 0.5 0.1 – 0.5
Air 58.5 0.3 – 1.0
(28)
New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.
Pada saat penyimpanan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan reaksi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet. (Indra Surya., 2006)
2.4.1.2. Manfaat Karet Alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam. (Spillane, J.J., 1989)
(29)
Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefinisikan sebagai system fosfolipida yang terdispersi dalam serum.
Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdispersi dalam cairan. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks
No. Parameter Lateks pusingan (Centifuged Latex)
Lateks dadih (Creamed Latex)
1. Jumlah padatan 61,5% 64,0%
2. Kadar karet kering(KKK) minimum 60,0% 62,0% 3. Perbedaan angka butir 1 dan 2
maksimum
2,0% 2,0%
4. Kadar amoniak (berdasarkan jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum
1,6% 1,6%
5. Viskositas maksimum pada suhu 25oC
50 50
6. Endapan dari berat basah maksimum 0,10% 0,10% 7. Kadar koagulum dari jumlah padatan 0,08% 0,08%
(30)
maksimum
8. Bilangan KOH (bilangan hidroksida) maksimum
0,80 0,80
9. Kemantapan mekanik minimum 475 detik 475 detik 10. Persentase kadar tembaga dari
jumlah padatan maksimum
0,001% 0,001%
11. Persentase kadar mangan dari jumlah padatan maksimum
0,001% 0,001%
12. Warna Tidak biru, tidak kelabu
Tidak biru, tidak kelabu
13. Bau setelah dinetralkan dengan asam borat
Tidak boleh berbau busuk
Tidak boleh berbau busuk Sumber : Thio Goan Loo.1980. (Tim Penulis PS., 1999)
2.4.3. Karet Remah
Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam perdagangan dikenal dengan sebutan “karet sperelatif baru”, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.
(31)
Dengan pengolahn karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya lebih menarik. Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet :
a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam-macam karakteristik antara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan SIR 50.
b. Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci3 atau 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus rapi dengan plastik polietin setebal 0,03 mm dengan titik pelunakan 108oC, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam-macam pelapis (coating).
Berbagai bahan olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam
processing. (Setyamidjaja, D., 1993)
2.4.3.1. Penentuan Kualitas Karet Remah
Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap sifat akhir produk yang dibuat dari karet.
(32)
Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah : 1. Kadar kotoran (dirt content)
Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet.
2. Kadar abu (ash content)
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.
3. Kadar zat menguap (volatile content)
Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering.
Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR). (Hofmann, W., 1989)
2.4.3.2. Standard Indonesian Rubber
(33)
didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan-ketentuan yang menyangkut SIR yang kriterianya tercantum pada tabel.
Tabel 2.3. Standar Spesifikasi SIR
Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50 Kadar Kotoran 0,05 0,20 0,35 0,50 Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25 Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1,00 1,00
Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity RetentionIndex (PRI)-nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H menunjukkan nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI-nya antara 60- 79; dan S untuk nilai PRI-nya antara 30- 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR.
PRI adalah ukuran terhadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter. (Mubyarto, dan Awan Setya Dewanta., 1991)
Dengan perkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penetuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.
(34)
Tabel 2.4. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No.
230/Kp/X/1972
Spesifikasi
Standar Indonesia Rubber (SIR)
5 CV 5 LV 5 L 5 10 20 50 Kadar Kotoran (%,maks.)
0,05 0,05 0,05 0,05 0,10 0,20 0,50 Kadar abu (%,Maks.) 0,05 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 1,50 Kadar zat menguap
(%,maks.)
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
PRI (min.) - - 60 60 50 40 30
Po (min.) - - 30 30 30 30 30
Indeks warna(Lovibond, maks.)
- - 6 - - - -
ASH-T (maks.) 8 8 - - - - -
Sari aseton - 6 – 8 - - - - -
Warna kode Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah Kuning
Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut.
Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik.
(35)
sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan sebagainya. (Stevens., 2001)
2.5. Karet Alam Siklik
Teknologi siklisasi karet alam yang pertama kali ditemukan adalah siklisasi karet alam padat, diikuti siklisasi pada larutan karet yang terakhir pada lateks pekat. Siklisasi karet padat merupakan metode pembuatan karet alam siklik, metode siklisasi larutan karet berkembang hingga tahap komersil, karena mampu menghasilkan produk yang tinggi dan mudah larut dalam pelarut karet.
2.5.1. Siklisasi Karet Alam Padat
Siklisasi karet alam padat dilakukan dengan mencampurkan karet alam padat dengan 10 bagian katalis asam pada gilingan rol ganda atau pada mesin pencampur, kemudian dipanaskan pada suhu 125 - 145ºC selama 1 – 4 jam. Jika katalis asam digunakan dalam bentuk cair, maka sebelum ditambahkan pada karet terlebih dahulu dicampur dengan bahan inert.
(36)
Karet alam siklis yang dihasilkan umumnya sukar larut dalam pelarut karet, atau sedikit larut dengan viskositas larutan yang relatif tinggi. Digunakan sebagai bahan baku perekat, penempel karet pada logam atau pada permukaan halus lainnya.
2.5.2. Siklisasi Larutan Karet Alam
Karet alam siklis yang diperoleh dengan metode ini biasanya berupa bubuk putih hingga kuning kemerahan mempunyai viskositas larutan yang relatif rendah dan sangat memuaskan jika digunakan sebagai bahan baku pelarut, tinta cetak, cat tahan bahan kimia. Katalis asam yang sering digunakan seperti asam fluoborat, boron triklorida, dan phosfor.
Pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan karet yang akan disiklisasi adalah fenol, yang mengandung sejumlah kecil katalis asam. Setelah siklisasi sempurna akan diperoleh karet alam siklis yang mempunyai berat molekul yang rendah, sehingga mudah larut dalam berbagai pelarut karet menghasilkan larutan dengan viskositas rendah dan kandungan resin yang tinggi.
2.5.3. Siklisasi Lateks Alam
Metode siklisasi ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1947 oleh Rubber Striching Belanda. Metode siklisasi pada lateks dikembangkan dengan pertimbangan mahalnya biaya pelarut yang diperlukan pada metode ini.
(37)
Pada metode siklisasi ini, asam sulfat pekat atau asam sulfonat yang digunakan sebagai katalis ditambahkan pada lateks alam yang sebelumnya telah dipekatkan dan telah dibubuhi bahan pengawet.
Pada suhu 100ºC siklisasi lateks dengan minimal 70% (w/w) asam sulfonat pekat akan sempurna setelah berlangsung selama 2 jam seteleah disiklisasi selesai, campuran lateks dituangkan kedalam alkohol berair atau dituangkan kedalam air mendidih hingga berbentuk flukolat yang halus. Setelah disaring, dicuci dan dikeringkan diperoleh karet siklo berupa serbuk yang sangat halus. Yang akan melunak pada suhu 130ºC. Karet siklis ini mudah didespersikan dalam air sehingga berpeluang untuk memperkeras barang jadi atau busa dari lateks pekat.
Salah satu produk yang spesifik dari siklisasi lateks pekat ini adalah masterbat siklo, yaitu campuran karet alam siklis dan karet alam dengan perbandingan 50/50 (w/w). Produk ini dihasilkan dengan cara menambahkan lateks alam yang sudah distabilkan dengan bahan pengawet, pada lateks pekat yang sudah disiklisasi, lalu dituangkan pada air mendidih untuk memisahkan hasilnya. Masterbat siklo ini biasanya digunakan dalam industri sol sepatu, industri rol karet dan industri cetakan bahan jadi karet tahan benturan.
Metode siklisasi pada lateks pernah dikembangkan di Malaysia dan Indonesia, tetapi tidak berkembang karena karet alam siklis yang dihasilkan sukar larut dalam pelarut karet dan warnanya gelap, sehingga hanya dapat digunakan sebagai bahan pengisi barang jadi karet. Selain dari segi harga, produk tersebut tidak mampu bersaing dengan karet sintetis sejenis, yang saat itu harganya jauh lebih murah. Alasan lain tidak berkembangnya metode siklisasi ini adalah besarnya jumlah asam sulfat yang diperlukan, sehingga masalah bagi lingkungan.
(38)
2.5.4. Pengolahan Karet Alam Siklik
Apabila karet alam yang telah dicampurkan dengan katalis asam (acidic catalyst) dipanaskan, maka struktur molekulnya akan berubah menjadi struktur bahan seperti resin. Perubahan tersebut terjadi karena karet alam mengalami modifikasi kimia, tanpa masuknya senyawa baru, sehingga digolongkan kedalam modifikasi tipe 1. Perubahan struktur molekul karet alam dinamai siklisasi, karena struktur molekulnya telah mengalami perubahan dari rantai lurus menjadi rantai siklik.
Secara teknis, karet alam siklik dapat dibuat dengan 4 metode yang berbeda antara lain : 1. Memanaskan karet alam.
2. Mereduksi hidro halogen dari karet hidro klorida (reductive the hydro halogenation).
3. Mereaksikan karet dengan senyawa halida dari logam amfoter.
4. Memanaskan campuran karet alam dan katalis asam pada suhu antara 50 - 150ºC.
Jika reaksi siklisasi berlangsung sempurna maka resin yang diperoleh dari keempat metode tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu berupa produk dengan variasi titik leleh antara 90 - 120ºC densitas sekitar 0,992 gr/ml dan indeks refraksi antara 1,53 – 1,54
³
. (Sumarmadji., 2003)(39)
Resiprene 35 adalah resin karet siklisasi yang berasal dari karet alam dan memiliki viskositas yang relatif tinggi. Resiprene 35 dipasok sebagai solid pasir dan juga dalam larutan aromatik. Resiprene 35 memiliki resistensi saponifikasi dan pengikat zat kimia yang dapat digunakan dalam kombinasi dengan modifikasi untuk pelapis yang tahan lebih lama, umumnya untuk aplikasi pada baja sebuah beton, karena kelarutannya dalam pelarut hidrokarbon alifatik dan kompatibilitas dengan minyak begitu tinggi pada sifat resinnya.
Resiprene 35 benar-benar larut dalam hidrokarbon alifatik, memiliki titik didih yang tinggi pada pelarut minyak, mengandung mineral minyak, larut juga dalam pelarut aromatik, pelarut diklorinasi, dan memiliki solubility baik dalam pelarut alifatik dan minyak sayur dan solubilty terbatas dalam Butil asetat. Resiprene 35 tidak larut dalam Alkohol dan MEK. Mempunyai kompatibilitas yang baik dengan: semua mineral, aspal, resin maleat, resin fenolik, resincumarone, resin alkid, dan diphenil diklorinasi. Sifat fisik resiprene 35: non hydrosable, tidak beracun, struktur mengkilap dan sangat keras, tahan air, kimia resistensi, kelarutan yang baik dalam pelarut alifatik dan aromatik, mudah mengering, serta memiliki resistensi panasyang baik.
Adapun manfaat dari resiprene 35 itu sendiri yaitu :
1. Sebagai pembuatan cat khusus dengan kimia yang baik dan tahan panas, serta sebagai tinta cetak. 2. Digunakan dengan karet alam dan isosianat yang dapat memberikan primer yang sangat baik
untuk polypropylene pada film dalam pembuatan pita perekat yang sensitif terhadap tekanan. 3. Sebagai lapisan pelindung.
4. Sebagai cat laut.
5. Sebagai komposisi cat cermin. 6. Sebagai perekat.
(40)
(http://www.resineitaliane.com/docs/Data_Sheet_eng_Resiprene35.pdf)
2.7. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lmak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak tersebut.
Keterangan :
BA : Bilangan Asam (mgKOH/g) VKOH : Volume KOH (ml)
NKOH : Normalitas KOH (N)
Mr KOH : Berat Molekul KOH (g/mol) m : Berat Sampel (g)
Di samping bilangan asam kadang-kadang dinyatakan juga dalam derajat asam atau kadar asam. (Ketaren., 1986)
(41)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat – alat
- Gelas Separator
- Buret
- Erlenmeyer
- Gelas Beaker
- Spatula
- Pengaduk magnit
- Plat pemanas
3.1.2. Bahan – bahan
(42)
- NH
4OH 5%
- NH
4OH 10%
- NH
4OH 15%
- NH
4OH 20%
- Toluena
- KOH – alcoholic
- Indikator fenolftalaein 1%
3.2. Prosedur
- Sampel
resine solution
yang diambil adalah produk yang baru ditransfer semalam dan belum
ditambahkan ammonia (NH
4OH) dari tangki separator.
-
Resine solution
dimasukkan kedalam 5 buah gelas separator dengan jumlah
resine solution
sebanyak 500 gram pada tiap gelas separator.
- Ditambahkan ammonia (NH
4OH) sebanyak 21,5 ml pada masing-masing gelas separator
dengan konsentrasi NH
4OH 5%, NH
4OH 10%, NH
4OH 15%, NH
4OH 20%, dan tanpa
penambahan ammonia (NH
4OH).
- Didiamkan selama 5 hari.
- Setelah itu dilakukan dekantasi produk dengan menggunakan pipet tetes dan diletakkan diatas
masing-masing talam
stainless steel
berdasarkan pemakaian masing-masing ammonia
(NH
4OH) pada tiap gelas separator.
(43)
- Produk yang telah didekantasi dari setiap gelas separator kemudian dibiarkan hingga
mengendap dan mengeras.
- Sampel produk resiprena yang telah mengeras kemudian dihaluskan dengan menggunakan
blender.
- Sampel resiprena powder kemudian dtimbang sebanyak 3 gram dari tiap masing-masing talam
stainless steel
dan dimasukkan kedalam erlenmeyer.
- Kemudian ditambahkan toluena sebanyak 100 ml.
- Larutan diaduk dengan spatula sambil dipanaskan diatas plat pemanas dengan suhu 50ºC
sampai diperoleh larutan yang homogen.
- Larutan didinginkan sampai suhu kira-kira mencapai 25ºC (suhu kamar).
- Setelah itu ditambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 3 tetes.
- Larutan resiprena dititrasi dengan menggunakan larutan KOH-alcoholic 0,2051 N sampai
terbentuk titik akhir titrasi dengan ditandainya perubahan warna dari bening menjadi merah
lembayung.
- Vol ume KOH-alcoholic yang digunakan dalam proses titrasi kemudian dicatat.
- Dihitung bilangan asamnya.
- Perhitungan
:
(44)
BA
: Bilangan Asam (mgKOH/g)
V
KOH: Volume KOH (ml)
N
KOH: Normalitas KOH (N)
Mr KOH : Berat Molekul KOH (g/mol)
m
: Berat Sampel (g)
(45)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data
Data yang diperoleh dari pabrik resiprena berdasarkan penambahan berbagai variasi ammonia
(NH
4OH) pada
resine solution
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Data Analisa Penambahan Konsentrasi Ammonia (NH4OH) Pada
Resine
Solution
No
Konsentrasi
Penambahan NH4OH
(%)
Volume
KOH
(ml)
Berat Molekul
KOH
(g/mol)
Normalitas
KOH
(N)
Berat
Sampel
(g)
1
0
0,90
56,11
0,2051
3
2
5
0,40
56,11
0,2051
3
3
10
0,35
56,11
0,2051
3
4
15
0,25
56,11
0,2051
3
5
20
0,20
56,11
0,2051
3
(46)
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai bilangan asam berdasarkan data yang telah diketahui
yaitu :
Keterangan :
BA
: Bilangan Asam (mgKOH/g)
V
KOH: Volume KOH (ml)
N
KOH: Normalitas KOH (N)
Mr KOH : Berat Molekul KOH (g/mol)
m
: Berat Sampel (g)
a. BA untuk tanpa penambahan ammonia (NH
4OH) pada
resine solution
:
BA = 3,4524 mgKOH/g
(47)
c. BA untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 10% pada
resine solution
:
BA = 1,3426 mgKOH/g
d. BA untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 15% pada
resine solution
:
BA = 0,9590 mgKOH/g
e. BA untuk penambahan ammonia (NH
4OH) 20% pada
resine solution
:
BA = 0,7672 mgKOH/g
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh data sesuai dengan tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Bilangan Asam
(48)
No
Penambahan
NH4OH
(%)
KOH
(ml)
Molekul
KOH
(g/mol)
KOH
(N)
Sampel
(g)
Asam
(mgKOH/g)
1
0
0,90
56,11
0,2051
3
3,4524
2
5
0,40
56,11
0,2051
3
1,5344
3
10
0,35
56,11
0,2051
3
1,3426
4
15
0,25
56,11
0,2051
3
0,9590
5
20
0,20
56,11
0,2051
3
0,7672
Pada tabel 4.2. menunjukkan hasil perhitungan untuk bilangan asam. Dari perhitungan
diatas maka didapat nilai bilangan asam untuk tanpa penambahan ammonia (NH
4OH) pada
resine
solution
yaitu 3,4524 mgKOH/g, nilai bilangan asam untuk penambahan ammonia (NH
4OH)
dengan konsentrasi 5% pada
resine solution
yaitu 1,5344 mgKOH/g, nilai bilangan asam untuk
penambahan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi 10% pada
resine solution
yaitu 1,3426
mgKOH/g, nilai bilangan asam untuk penambahan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi 15%
pada
resine solution
yaitu 0,9590 mgKOH/g, dan nilai bilangan asam untuk penambahan
ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi 5% pada
resine solution
yaitu 0,7672 mgKOH/g.
(49)
Salah satu parameter yang sangat mempengaruhi nilai kualitas dari produk resin yaitu ketentuan
bilangan asamnya. Dimana nilai bilangan asam yang mencapai titik tertinggi pada produk resin,
maka hal ini akan mendominasi rendahnya kulitas produk resin yang dihasilkan. Sebaliknya jika
nilai bilangan asam pada produk resin mencapai titik terendah, maka sudah dipastikan kulitas
produk resin yang dihasilkan akan semakin bagus. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh
pabrik, agar produk resin yang dihasilkan memiliki kualitas unggul.
Ketepatan dalam memilih konsentrasi ammonia (NH
4OH) pada penambahan
resine solution
sangat mempengaruhi nilai bilangan asam pada produk resin yang akan dihasilkan. Oleh sebab
itu, pemakaian konsentrasi ammonia (NH
4OH) harus diperhatikan, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan kualitas resin yang lebih baik.
Dari analisa yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa penambahan ammonia (NH
4OH)
dengan konsentrasi 20% pada
resine solution
menghasilkan bilangan asam yang sangat rendah,
yaitu 0,7672 mgKOH/g, sedangkan penambahan ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi 15%,
10%, dan 5% pada
resine solution
menghasilkan bilangan asam yang lebih tinggi, yaitu 0,9590
mgKOH/g, 1,3426 mgKOH/g, dan 1,5344 mgKOH/g. Dengan demikian, semakin tinggi
pemakaian konsentrasi ammonia (NH
4OH) pada
resine solution
, maka semakin rendah pula nilai
bilangan asam pada resin yang dihasilkan.
Untuk analisa tanpa penambahan ammonia (NH
4OH) pada
resine solution
, didapat hasil
yang kurang memuaskan, dimana bilangan asam yang dihasilkan oleh produk resin cenderung
lebih tinggi, yaitu 3,4524 mgKOH/g. Dengan demikian, produk resin yang dihasilkan tidak
(50)
begitu bagus kualitasnya dibandingkan dengan produk resin yang pada prosesnya ditambahkan
ammonia (NH
4OH).
(51)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa pemakaian ammonia (NH
4OH) dengan
konsentrasi bervariasi sangat berpengaruh besar terhadap nilai bilangan asam yang dihasilkan
pada produk resin. Semakin tinggi pemakaian konsentrasi ammonia (NH
4OH) terhadap
resine
solution
, maka semakin rendah nilai bilangan asam yang dihasilkan pada produk resin. Dengan
demikian, pemakaian ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi tinggi akan menghasilkan produk
resin yang lebih baik dibandingkan dengan pemakaian ammonia (NH
4OH) dengan konsentrasi
yang lebih rendah.
Dari hasil yang telah diketahui, didapat nilai bilangan asam yang begitu tinggi pada produk
resin yang tidak ditambahkan ammonia (NH
4OH) pada prosesnya, yaitu 3,4524 mgKOH/g.
(52)
5.2. Saran
Mendapatkan produk resin dengan kualitas yang unggul merupakan prioritas utama dan paling
penting dari suatu perusahaan. Maka dari itu, perlu dilakukan proses produksi yang baik dan
efisien di setiap bidang pada suatu perusahaan, khususnya pada proses pengolahan. Untuk
menjaga kualitas resin yang baik, hal yang perlu diamati yaitu parameter-paramater produk resin,
salah satunya yaitu bilangan asamnya. Sebab hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah ammonia
(NH
4OH) dan konsentrasi ammonia (NH
4OH) kedalam
resine solution
. Oleh sebab itu, sudah
selayaknya perusahaan menjaga dan mengkoordinir proses dari setiap bidang unit pengolahan
khususnya pada pengendalian bilangan asam produk resin.
(53)
DAFTAR PUSTAKA
Cowd, M.A., 1991.
Kimia Polimer.
Bandung : Penerbit ITB.
Goan, L.T., 1980.
Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam.
Jakarta : PT. Kinta.
Goutara, dkk., 1976.
Dasar Pengolahan Karet.
Bogor : Fatemeta – IPB.
Hofmann, W., 1989.
Technology Rubber Handbook.
Jerman : Henser Penerbit.
Ketaren, S., 1986.
Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Edisi ke-1. Jakarta. UI
Press.
Mubyarto., dan Dewanta, A.S., 1991.
Karet Kajian Sosial Ekonomi.
Yogyakarta : Aditya Media.
Ompusunggu. M., 1987.
Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea.
Sei Putih : Balai Penelitian
Perkebunan.
Santoso, A.G., dkk., 1986.
Sistem Sadap Tusuk pada Tanaman Karet.
Palembang : Sinar Tanjung.
Setiawan, D.H., dan Andoko, A., 2008.
Budidaya Karet.
Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT.
Agro Media Pustaka.
Setyamidjaja, D., 1993.
Seri Budaya Karet.
Edisi Ke 13. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Siswoputranto, P.S., 1981.
Perkembangan Karet Internasional.
Palembang : Lembaga Penunjang
Pembangunan Nasional.
Spillane, J.J., 1989.
Komoditi Karet.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Stevens, M.P., 2001.
Kimia Polimer.
Jakarta : Pradnya Paramita.
Sumarmadji., 2003.
Prosiding Agribisnis Karet.
Jakarta :Pusat Penelitian Karet.
Suparto, T.I., 1990.
Karet Sintetis Belum Bisa Menggantikan Karet Alam.
Jakarta : Bisnis
Indonesia.
Surya, I., 2006.
Teknologi Karet.
Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera
Utara.
Tim Penulis PS., 1992.
Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran.
Jakarta : Penebar
Swadaya.
http://www.resineitaliane.com/docs/Data_Sheet_eng_Resiprene35.pdf diakses tanggal 1 Juni
2013 pukul 15.15 WIB.
(54)
(55)
PEMBAGIAN RESIPRENE BERDASARKAN TEST UJI SKALA LABORATORIUM
Jenis
Resiprene
Pembagian
Jumlah
Nilai Laju
Viskositas
Dalam Ford
4 Cup
(Detik)
Suhu yang
Digunakan
(ºC)
Kandungan
Resiprene dalam
Larutan
(%)
Resiprene 35
5051
23,5
20
33,33
Resiprene 35
5051
23,5
30
35,00
Resiprene 10
2313
17,5
20
33,33
Resiprene 10
2313
17,5
30
35,00
Resiprene 10/C
2442
14,0
20
33.33
Resiprene 10/C
2442
14,0
30
35,00
Perumusan untuk melakukan test viskositas pada resin di Italia
Pada suhu kamar 20ºC
50 g = Resiprene
100 g = Toluena
Membuat rekomendasi untuk melakukan perumusan tes di Indonesia
Pada suhu kamar 30ºC
(56)
52,5 g = Resiprene
97,5 g = Toluena
(57)
Grafik Perbandingan Antara Penambahan Variasi Konsentrasi Pada
Ammonia (NH
4OH) Dengan Bilangan Asam Pada Produk Resin
(1)
5.2. Saran
Mendapatkan produk resin dengan kualitas yang unggul merupakan prioritas utama dan paling penting dari suatu perusahaan. Maka dari itu, perlu dilakukan proses produksi yang baik dan efisien di setiap bidang pada suatu perusahaan, khususnya pada proses pengolahan. Untuk menjaga kualitas resin yang baik, hal yang perlu diamati yaitu parameter-paramater produk resin, salah satunya yaitu bilangan asamnya. Sebab hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah ammonia (NH4OH) dan konsentrasi ammonia (NH4OH) kedalam resine solution. Oleh sebab itu, sudah selayaknya perusahaan menjaga dan mengkoordinir proses dari setiap bidang unit pengolahan khususnya pada pengendalian bilangan asam produk resin.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Cowd, M.A., 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
Goan, L.T., 1980. Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam. Jakarta : PT. Kinta. Goutara, dkk., 1976. Dasar Pengolahan Karet. Bogor : Fatemeta – IPB.
Hofmann, W., 1989. Technology Rubber Handbook.Jerman : Henser Penerbit.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi ke-1. Jakarta. UI Press.
Mubyarto., dan Dewanta, A.S., 1991. Karet Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Aditya Media. Ompusunggu. M., 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih : Balai Penelitian
Perkebunan.
Santoso, A.G., dkk., 1986. Sistem Sadap Tusuk pada Tanaman Karet. Palembang : Sinar Tanjung. Setiawan, D.H., dan Andoko, A., 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT.
Agro Media Pustaka.
Setyamidjaja, D., 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Siswoputranto, P.S., 1981. Perkembangan Karet Internasional. Palembang : Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional.
Spillane, J.J., 1989. Komoditi Karet.Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Stevens, M.P., 2001. Kimia Polimer. Jakarta : Pradnya Paramita.
Sumarmadji., 2003. Prosiding Agribisnis Karet. Jakarta :Pusat Penelitian Karet.
Suparto, T.I., 1990. Karet Sintetis Belum Bisa Menggantikan Karet Alam. Jakarta : Bisnis Indonesia.
Surya, I., 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Tim Penulis PS., 1992. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.
http://www.resineitaliane.com/docs/Data_Sheet_eng_Resiprene35.pdf diakses tanggal 1 Juni 2013 pukul 15.15 WIB.
(3)
(4)
PEMBAGIAN RESIPRENE BERDASARKAN TEST UJI SKALA LABORATORIUM Jenis Resiprene Pembagian Jumlah Nilai Laju Viskositas Dalam Ford 4 Cup (Detik) Suhu yang Digunakan (ºC) Kandungan Resiprene dalam Larutan (%)
Resiprene 35 5051 23,5 20 33,33
Resiprene 35 5051 23,5 30 35,00
Resiprene 10 2313 17,5 20 33,33
Resiprene 10 2313 17,5 30 35,00
Resiprene 10/C 2442 14,0 20 33.33
Resiprene 10/C 2442 14,0 30 35,00
Perumusan untuk melakukan test viskositas pada resin di Italia Pada suhu kamar 20ºC
50 g = Resiprene 100 g = Toluena
Membuat rekomendasi untuk melakukan perumusan tes di Indonesia Pada suhu kamar 30ºC
(5)
52,5 g = Resiprene 97,5 g = Toluena
(6)