Mempelajari Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Serat Terhadap Mutu Produk Bakso Sapi

(1)

Ketika matahari telah pulang ke peraduannya…

Ketika burung-burung menghentikan sayapnya…

Dan ketika malam mulai menunjukan kepekatannya…

Kuberharap lelahnya hati dan jiwa ini tetap di jalan-Mu....

Jika Perjalanan begitu panjang, sedang pertolongan Allah belum juga datang.

Maka ujian akan lebih keras dan lebih liat. Cobaan akan lebih ganas dan lebih berat.

Tidak ada yang tegar kecuali mereka yang dilindungi Allah.

Merekalah, orang-orang yang menancapkan iman di dalam jiwa, yang bisa menjaga

sebuah amanah besar, amanah langit untuk dijalankan di bumi.

Amanah Allah di setiap mata hati manusia.

(Sayyid Qutb)

Untuk orang-orang yg saya cintai,

yang sanggup mengorbankan apa yg dimilikinya


(2)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

MUHIBUDDIN F02400067

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

Muhibuddin. F02400067. Mempelajari Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Serat terhadap Mutu Produk Bakso Sapi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Joko Hermanianto.

RINGKASAN

Dalam rangka usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia diperlukan bahan pangan yang cukup, baik dalam jumlah, mutu maupun keragamannya, guna memenuhi kebutuhan gizi. Masyarakat semakin sadar akan kualitas hidup dan pentingnya makanan bergizi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka berbagai macam variasi produk pangan mulai banyak dikembangkan dan diperbaiki mutunya. Akan tetapi, pola konsumsi masyarakat dewasa ini yang cenderung mengkonsumsi pangan tinggi kalori namun rendah serat, membuka peluang baru untuk pengembangan makanan yang berserat. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bakso sapi yang ditambahkan serat dengan mutu yang baik dan disukai oleh konsumen.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakter 10 jenis serat, sehingga didapatkan 6 jenis serat dengan sifat terbaik yang digunakan pada penelitian utama. Pada penelitian utama, mutu produk yang diamati meliputi rendemen, WHC, kekerasan, kekenyalan, mutu organoleptik, dan sineresis.

Pada penelitian pendahuluan, hasil pengujian terhadap daya serap air 10 jenis serat berkisar antara 0 % (Gum Arab) hingga 1820,58 % (Karagenan). Pada uji pembentukan gel, pembentukan gel hanya terjadi pada serat larut dan tidak pada serat tak larut dan gum arab. Pada konsentrasi terendah dalam pengujian yaitu 7,5 %, gel yang terbentuk oleh serat larut dan diukur secara kualitatif menghasilkan daya gel yang sangat kuat. Pada pengujian jenis serat terhadap parameter mutu bakso sapi pendahuluan, hasil pengukuran terhadap rendemen bakso sapi berkisar antara 99,80 % (gandum 2) hingga 95,42 % (pektin). Hasil pengukuran terhadap kekerasan bakso sapi berkisar antara 46,4 mm/50 gram/10 s (karagenan) hingga 65,6 mm/50 g/10 s (selulosa). Uji hedonik yang dilakukan pada penelitian pendahuluan meliputi rasa, warna, tekstur, dan juiciness dengan skala penilaian 1 (sangat tidak suka) – 7 (sangat suka). Skor kesukaan panelis terhadap rasa bakso sapi berkisar antara 4,7 (agak suka) hingga 6,0 (suka), warna memiliki skor dengan kisaran antara 5,4 (suka) hingga 5,8 (suka), tekstur memiliki skor dengan kisaran antara 4,9 (agak suka) hingga 5,7 (suka), dan juiciness memiliki skor dengan kisaran antara 5,0 (agak suka) hingga 5,3 (agak suka).

Penyeleksian jenis serat dilakukan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan ranking. Untuk penelitian tahap selanjutnya dipilih 6 jenis serat makanan dengan nilai rata-rata terbaik yaitu serat gandum 2, selulosa, MCC, serat bambu, gum arab, dan CMC.

Hasil pengukuran jenis dan konsentrasi serat makanan pada penelitian utama terhadap rendemen berkisar antara 95,42 % (gum arab 1%) hingga 99,42 % (MCC 3 %). Hasil pengukuran terhadap WHC berkisar antara 89,04 % (gum arab 1 %) hingga 94,22 (gandum 2 %). Hasil pengukuran terhadap kekerasan berkisar


(4)

antara 720,22 gf (gum arab 2 %) hingga 1290,08 gf (CMC 3 %). Hasil pengukuran terhadap kekenyalan berkisar antara 1,1442 (gum arab 1 %) hingga 1,4846 (CMC 2 %).

Pengujian hedonik yang dilakukan pada penelitian utama meliputi warna, rasa, tekstur, kekenyalan dan juiceness dengan skala rentang penilaian 1 hingga 7, Tingkat kesukaan panelis terhadap warna bakso sapi antara 4,87 (CMC) hingga 5,13 (MCC), rasa bakso menghasilkan skor dengan kisaran 4.87 (MCC) hingga 5.43 (gandum), tekstur bakso menghasilkan skor dengan kisaran 4.47 (gum arab) hingga 5.20 (gandum), kekenyalan menghasilkan skor antara 5,17 (gum arab) hingga 5,60 (gandum), dan juiceness memiliki tingkat kesukaan antara 4.87 (selulosa) sampai 5.17 (MCC).

Hasil pengamatan terhadap sineresis didapati bahwa penambahan serat gandum dan CMC menghasilkan ketahanan terhadap sineresis yang lebih baik diantara penambahan jenis serat lainnya. Bakso sapi yang ditambahkan serat gandum merupakan produk yang paling disukai konsumen dari segi rasa, tekstur, dan kekenyalan.


(5)

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : MUHIBUDDIN

F02400067

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh MUHIBUDDIN

F02400067

Tanggal lulus : 1 Februari 2007

Disetujui,

Bogor, 3 Februari 2007

Dr . Ir. Joko Hermanianto Dosen Pembimbing


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Muhibuddin dilahirkan 24 tahun lalu di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdullah (alm) dan Ibu Rasmah. Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1988 di SD Negeri Jagakarsa 13 Pagi selama 6 tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1994 hingga 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 175 Jakarta. Kemudian di tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 38 Jakarta sampai tahun 2000 dengan prestasi akademik yang cukup memuaskan. Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Diantaranya menjadi panitia berbagai acara di Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM IPB) dan di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten praktikum di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi diantaranya Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan, Analisa Pangan, Teknologi Penyimpanan Pangan, dan Penilaian dengan Indera. Penulis pernah diminta untuk menjadi salah satu administrator di Lab Komputer Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Selain itu penulis juga pernah menjadi Pengajar di bimbingan belajar Nurul Ilmi, Nurul Fikri (NF), dan SSC.

Peristiwa Gempa dan Tsunami yang terjadi di daerah asal penulis (NAD) pada Akhir tahun 2004 membuat penelitian yang sedang dilakukan penulis tertunda. Penulis dengan bantuan sebuah LSM menjadi volunteer dan berangkat ke Aceh untuk membantu korban bencana Gempa dan Tsunami dan menjadi guru bantu bagi anak-anak korban bencana di sana. Penulis mengambil tugas akhir penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Penambahan Jenis dan konsentrasi serat terhadap mutu produk bakso sapi” dan selesai pada bulan Februari 2007.


(8)

i

Ucapan Terima Kasih

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiina. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Illahirabbi atas segala nikmat, rahmat, dan karunia yang diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga

akhir zaman.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Bapak

Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan

pikiran, membimbing, mengarahkan, dan memberikan dorongan hingga selesainya

skripsi ini. Terima kasih atas nasehatnya, insya Allah nasehat-nasehat bapak selama

ini akan selalu saya ingat.

“Die Grübe Irtum Ist Angst Von Irre”.

Ucapan Terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Subarna dan Ibu

Nur Wulandari atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Kepada Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta, dua orangtua yang telah

mendidik, membesarkan, dan membiayai kehidupan penulis dengan tulus hati dan

penuh kasih sayang; mustahil rasanya penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan ini tanpa pengorbanan mereka. Penulis hanya mampu memohon kepada

Allah SWT semoga Ibunda selalu dalam keadaan sehat walafiat dan almarhum

Ayahanda berada di sisi Rahmat Allah yang terbaik.

Kepada kakak tercinta dan adik tersayang, penulis amat berterima kasih atas

semua pengorbanan dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kepada Keluarga dan sahabat-sahabatku di Banda Aceh, Lhokseumawe, dan

Peudada yang telah membukakan cakrawala dan wawasan pikir penulis serta tiada

henti mengingatkan dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih dan penghargan yang setinggi-tingginya juga ingin penulis

sampaikan kepada :

1.

Ibu Betsy di Viva Food, Ibu Suryani Hartono di Mega Setia, dan Mas Niko di

Bergmeyer yang telah membantu dalam bahan-bahan penelitian yang

dibutuhkan penulis.


(9)

ii

2.

Laboran di Jurusan TPG, terima kasih telah membantu kelancaran penelitian.

3.

Teman-teman sepenelitian (Dian Anggarini dan Wahyu Hendro Pranoto),

terima kasih atas kerja sama, semangat, dan bantuannya.

4.

Teman-teman di kost Al-qudwah, Markaz Jundullah, At-Tiin, An-Nur, Aulia,

dan Seroja; terima kasih atas segala pengertiannya dan pelajaran yang pernah

diberikan, sungguh ukhuwah itu indah.

5.

Untuk rekan-rekan TPG 37, terima kasih atas pertemanannya, kebersamaan

yang indah itu untuk selamanya.

6.

Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu

karena sedemikian banyaknya orang yang melebarkan ketulusannya dan

memberikan bantuan dalam proses penelitian ini, penulis hanya berharap

semoga semuanya mendapatkan balasan terbaik dan terindah dari Allah Yang

Maharahman dan Maharahim.

Jakarta, 2 Februari 2007


(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso ... 3

1. Daging ... 4

2. Pati ... 4

3. Air ... 4

4. Garam ... 5

5. Fosfat ... 6

6. Bumbu ... 6

B. Serat Makanan ... 6

1. Pengertian Serat Makanan ... 6

2. Aplikasi Serat Makanan dalam Produk olahan Pangan ... 8

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ... 10

1. Bahan ... 10

2. Alat ... 10

B. METODE PENELITIAN ... 10

1. Penelitian Pendahuluan ... 10

2. Penelitian Utama ... 11

C. PROSEDUR ANALISIS ... 13


(11)

Ketika matahari telah pulang ke peraduannya…

Ketika burung-burung menghentikan sayapnya…

Dan ketika malam mulai menunjukan kepekatannya…

Kuberharap lelahnya hati dan jiwa ini tetap di jalan-Mu....

Jika Perjalanan begitu panjang, sedang pertolongan Allah belum juga datang.

Maka ujian akan lebih keras dan lebih liat. Cobaan akan lebih ganas dan lebih berat.

Tidak ada yang tegar kecuali mereka yang dilindungi Allah.

Merekalah, orang-orang yang menancapkan iman di dalam jiwa, yang bisa menjaga

sebuah amanah besar, amanah langit untuk dijalankan di bumi.

Amanah Allah di setiap mata hati manusia.

(Sayyid Qutb)

Untuk orang-orang yg saya cintai,

yang sanggup mengorbankan apa yg dimilikinya


(12)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

MUHIBUDDIN F02400067

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

Muhibuddin. F02400067. Mempelajari Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Serat terhadap Mutu Produk Bakso Sapi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Joko Hermanianto.

RINGKASAN

Dalam rangka usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia diperlukan bahan pangan yang cukup, baik dalam jumlah, mutu maupun keragamannya, guna memenuhi kebutuhan gizi. Masyarakat semakin sadar akan kualitas hidup dan pentingnya makanan bergizi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka berbagai macam variasi produk pangan mulai banyak dikembangkan dan diperbaiki mutunya. Akan tetapi, pola konsumsi masyarakat dewasa ini yang cenderung mengkonsumsi pangan tinggi kalori namun rendah serat, membuka peluang baru untuk pengembangan makanan yang berserat. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bakso sapi yang ditambahkan serat dengan mutu yang baik dan disukai oleh konsumen.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakter 10 jenis serat, sehingga didapatkan 6 jenis serat dengan sifat terbaik yang digunakan pada penelitian utama. Pada penelitian utama, mutu produk yang diamati meliputi rendemen, WHC, kekerasan, kekenyalan, mutu organoleptik, dan sineresis.

Pada penelitian pendahuluan, hasil pengujian terhadap daya serap air 10 jenis serat berkisar antara 0 % (Gum Arab) hingga 1820,58 % (Karagenan). Pada uji pembentukan gel, pembentukan gel hanya terjadi pada serat larut dan tidak pada serat tak larut dan gum arab. Pada konsentrasi terendah dalam pengujian yaitu 7,5 %, gel yang terbentuk oleh serat larut dan diukur secara kualitatif menghasilkan daya gel yang sangat kuat. Pada pengujian jenis serat terhadap parameter mutu bakso sapi pendahuluan, hasil pengukuran terhadap rendemen bakso sapi berkisar antara 99,80 % (gandum 2) hingga 95,42 % (pektin). Hasil pengukuran terhadap kekerasan bakso sapi berkisar antara 46,4 mm/50 gram/10 s (karagenan) hingga 65,6 mm/50 g/10 s (selulosa). Uji hedonik yang dilakukan pada penelitian pendahuluan meliputi rasa, warna, tekstur, dan juiciness dengan skala penilaian 1 (sangat tidak suka) – 7 (sangat suka). Skor kesukaan panelis terhadap rasa bakso sapi berkisar antara 4,7 (agak suka) hingga 6,0 (suka), warna memiliki skor dengan kisaran antara 5,4 (suka) hingga 5,8 (suka), tekstur memiliki skor dengan kisaran antara 4,9 (agak suka) hingga 5,7 (suka), dan juiciness memiliki skor dengan kisaran antara 5,0 (agak suka) hingga 5,3 (agak suka).

Penyeleksian jenis serat dilakukan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan ranking. Untuk penelitian tahap selanjutnya dipilih 6 jenis serat makanan dengan nilai rata-rata terbaik yaitu serat gandum 2, selulosa, MCC, serat bambu, gum arab, dan CMC.

Hasil pengukuran jenis dan konsentrasi serat makanan pada penelitian utama terhadap rendemen berkisar antara 95,42 % (gum arab 1%) hingga 99,42 % (MCC 3 %). Hasil pengukuran terhadap WHC berkisar antara 89,04 % (gum arab 1 %) hingga 94,22 (gandum 2 %). Hasil pengukuran terhadap kekerasan berkisar


(14)

antara 720,22 gf (gum arab 2 %) hingga 1290,08 gf (CMC 3 %). Hasil pengukuran terhadap kekenyalan berkisar antara 1,1442 (gum arab 1 %) hingga 1,4846 (CMC 2 %).

Pengujian hedonik yang dilakukan pada penelitian utama meliputi warna, rasa, tekstur, kekenyalan dan juiceness dengan skala rentang penilaian 1 hingga 7, Tingkat kesukaan panelis terhadap warna bakso sapi antara 4,87 (CMC) hingga 5,13 (MCC), rasa bakso menghasilkan skor dengan kisaran 4.87 (MCC) hingga 5.43 (gandum), tekstur bakso menghasilkan skor dengan kisaran 4.47 (gum arab) hingga 5.20 (gandum), kekenyalan menghasilkan skor antara 5,17 (gum arab) hingga 5,60 (gandum), dan juiceness memiliki tingkat kesukaan antara 4.87 (selulosa) sampai 5.17 (MCC).

Hasil pengamatan terhadap sineresis didapati bahwa penambahan serat gandum dan CMC menghasilkan ketahanan terhadap sineresis yang lebih baik diantara penambahan jenis serat lainnya. Bakso sapi yang ditambahkan serat gandum merupakan produk yang paling disukai konsumen dari segi rasa, tekstur, dan kekenyalan.


(15)

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : MUHIBUDDIN

F02400067

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SERAT TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO SAPI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh MUHIBUDDIN

F02400067

Tanggal lulus : 1 Februari 2007

Disetujui,

Bogor, 3 Februari 2007

Dr . Ir. Joko Hermanianto Dosen Pembimbing


(17)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Muhibuddin dilahirkan 24 tahun lalu di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdullah (alm) dan Ibu Rasmah. Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1988 di SD Negeri Jagakarsa 13 Pagi selama 6 tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1994 hingga 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 175 Jakarta. Kemudian di tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 38 Jakarta sampai tahun 2000 dengan prestasi akademik yang cukup memuaskan. Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Diantaranya menjadi panitia berbagai acara di Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM IPB) dan di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten praktikum di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi diantaranya Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan, Analisa Pangan, Teknologi Penyimpanan Pangan, dan Penilaian dengan Indera. Penulis pernah diminta untuk menjadi salah satu administrator di Lab Komputer Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Selain itu penulis juga pernah menjadi Pengajar di bimbingan belajar Nurul Ilmi, Nurul Fikri (NF), dan SSC.

Peristiwa Gempa dan Tsunami yang terjadi di daerah asal penulis (NAD) pada Akhir tahun 2004 membuat penelitian yang sedang dilakukan penulis tertunda. Penulis dengan bantuan sebuah LSM menjadi volunteer dan berangkat ke Aceh untuk membantu korban bencana Gempa dan Tsunami dan menjadi guru bantu bagi anak-anak korban bencana di sana. Penulis mengambil tugas akhir penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Penambahan Jenis dan konsentrasi serat terhadap mutu produk bakso sapi” dan selesai pada bulan Februari 2007.


(18)

i

Ucapan Terima Kasih

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiina. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Illahirabbi atas segala nikmat, rahmat, dan karunia yang diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga

akhir zaman.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Bapak

Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan

pikiran, membimbing, mengarahkan, dan memberikan dorongan hingga selesainya

skripsi ini. Terima kasih atas nasehatnya, insya Allah nasehat-nasehat bapak selama

ini akan selalu saya ingat.

“Die Grübe Irtum Ist Angst Von Irre”.

Ucapan Terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Subarna dan Ibu

Nur Wulandari atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Kepada Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta, dua orangtua yang telah

mendidik, membesarkan, dan membiayai kehidupan penulis dengan tulus hati dan

penuh kasih sayang; mustahil rasanya penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan ini tanpa pengorbanan mereka. Penulis hanya mampu memohon kepada

Allah SWT semoga Ibunda selalu dalam keadaan sehat walafiat dan almarhum

Ayahanda berada di sisi Rahmat Allah yang terbaik.

Kepada kakak tercinta dan adik tersayang, penulis amat berterima kasih atas

semua pengorbanan dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kepada Keluarga dan sahabat-sahabatku di Banda Aceh, Lhokseumawe, dan

Peudada yang telah membukakan cakrawala dan wawasan pikir penulis serta tiada

henti mengingatkan dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih dan penghargan yang setinggi-tingginya juga ingin penulis

sampaikan kepada :

1.

Ibu Betsy di Viva Food, Ibu Suryani Hartono di Mega Setia, dan Mas Niko di

Bergmeyer yang telah membantu dalam bahan-bahan penelitian yang

dibutuhkan penulis.


(19)

ii

2.

Laboran di Jurusan TPG, terima kasih telah membantu kelancaran penelitian.

3.

Teman-teman sepenelitian (Dian Anggarini dan Wahyu Hendro Pranoto),

terima kasih atas kerja sama, semangat, dan bantuannya.

4.

Teman-teman di kost Al-qudwah, Markaz Jundullah, At-Tiin, An-Nur, Aulia,

dan Seroja; terima kasih atas segala pengertiannya dan pelajaran yang pernah

diberikan, sungguh ukhuwah itu indah.

5.

Untuk rekan-rekan TPG 37, terima kasih atas pertemanannya, kebersamaan

yang indah itu untuk selamanya.

6.

Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu

karena sedemikian banyaknya orang yang melebarkan ketulusannya dan

memberikan bantuan dalam proses penelitian ini, penulis hanya berharap

semoga semuanya mendapatkan balasan terbaik dan terindah dari Allah Yang

Maharahman dan Maharahim.

Jakarta, 2 Februari 2007


(20)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso ... 3

1. Daging ... 4

2. Pati ... 4

3. Air ... 4

4. Garam ... 5

5. Fosfat ... 6

6. Bumbu ... 6

B. Serat Makanan ... 6

1. Pengertian Serat Makanan ... 6

2. Aplikasi Serat Makanan dalam Produk olahan Pangan ... 8

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ... 10

1. Bahan ... 10

2. Alat ... 10

B. METODE PENELITIAN ... 10

1. Penelitian Pendahuluan ... 10

2. Penelitian Utama ... 11

C. PROSEDUR ANALISIS ... 13


(21)

iv

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 18

A. Uji Karakteristik Serat ... 18

A.1. Daya Serap Air ... 18

A.2. Daya Pembentukan Gel ... 21

B. Pengujian Jenis Serat Terhadap Parameter Mutu Produk ... 22

B.1. Rendemen ... 23

B.2. Kekerasan (Penetrometer) ... 24

B.3. Pengamatan hedonik terhadap rasa, warna, tekstur, dan juiciness ... 25

B.3 – i Rasa ... 25

B.3 – ii Warna ... 26

B.3 – iii Tekstur ... 27

B.3 – iv Juiciness... 28

C. Penyeleksian Jenis Serat ... 29

2. PENELITIAN UTAMA ... 30

A. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Mutu Bakso Sapi ... 30

A.1. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Rendemen ... 30

A.2. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan WHC ... 32

A.3. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Kekerasan ... 35

A.4. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Kekenyalan ... 36

B. Mutu Organoleptik Bakso Sapi ... 37

1. Uji Hedonik ... 38

1.a. Warna ... 39

1.b. Rasa ... 40

1.c. Tekstur... 41

1.d. Kekenyalan ... 42

1.e. Juiciness ... 43

C. Studi Penyimpanan Bakso Sapi terhadap Ketahanan Sineresis ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. KESIMPULAN ... 46

B. SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(22)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Fungsi hidrokoloid pada berbagai produk pangan ... 8 Tabel 2. Aplikasi penggunaan serat pada produk pangan ... 9 Tabel 3. Rancangan Percobaan Penelitian ... 12 Tabel 4. Setting Texture Analyzer ... 16 Tabel 5. Daya Kekuatan gel berbagai jenis serat pada berbagai konsentrasi ... 21 Tabel 6. Pembobotan Jenis Serat Berdasarkan Rangking ... 30


(23)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram alir pembuatan bakso sapi ... 11 Gambar 2. Grafik Hasil Keluaran Texture Analyzer ... 16 Gambar 3. Nilai Daya Serap Air Serat Makanan ... 18 Gambar 4. Pengaruh jenis serat terhadap rendemen bakso sapi ... 23 Gambar 5. Pengaruh jenis serat terhadap tingkat kekerasan bakso sapi ... 24 Gambar 6. Pengaruh jenis serat terhadap nilai uji hedonik rasa bakso sapi ... 26 Gambar 7. Pengaruh jenis serat terhadap nilai uji hedonik warna bakso sapi ... 27 Gambar 8. Pengaruh jenis serat terhadap nilai uji hedonik tekstur bakso sapi ... 28 Gambar 9. Pengaruh jenis serat terhadap nilai uji hedonik juiciness bakso sapi .... 29 Gambar 10. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan

Rendemen ... 32 Gambar 11. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan

WHC ... 34 Gambar 12. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan

Kekerasan ... 35 Gambar 13. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan

Kekenyalan ... 37 Gambar 14. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna bakso sapi ... 39 Gambar 15. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap rasa bakso sapi ... 40 Gambar 16. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur bakso sapi ... 41 Gambar 17. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap kekenyalan bakso sapi ... 42 Gambar 18. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap juiciness bakso sapi ... 43 Gambar 19. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan sineresis bakso sapi


(24)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Daya Serap Air 10 Jenis Serat ... 50 Lampiran 2. Hasil Uji Daya Gel 10 jenis serat ... 51 Lampiran 3 . Nilai Rendemen Bakso pada 10 Jenis Serat ... 51 Lampiran 4. Nilai Kekerasan 10 jenis serat (Penetrometer) ... 52 Lampiran 5. Skor Panelis terhadap Rasa Bakso Sapi (pendahuluan) ... 52 Lampiran 6. Skor Panelis terhadap Warna Bakso Sapi (pendahuluan) ... 52 Lampiran 7. Skor Panelis terhadap Tekstur Bakso Sapi (pendahuluan) ... 53 Lampiran 8. Skor Panelis terhadap Juiciness Bakso Sapi (pendahuluan) ... 53 Lampiran 9. Nilai Rendemen Produk Bakso Sapi dengan Penambahan Serat Pada

Konsentrasi Berbeda ... 53 Lampiran 9.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Rendemen Bakso Sapi ... 54 Lampiran 9.b. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Jenis Serat terhadap

Rendemen Bakso Sapi ... 54 Lampiran 9.c. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Konsentrasi terhadap

Rendemen Bakso Sapi ... 54 Lampiran 10. Nilai WHC Produk Bakso Sapi dengan Penambahan Serat Pada

Konsentrasi Berbeda ... 55 Lampiran 10.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap WHC Bakso Sapi ... 55 Lampiran 10.b. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Jenis Serat terhadap WHC

bakso sapi ... 55 Lampiran 10.c. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Konsentrasi terhadap WHC

bakso sapi ... 56 Lampiran 11. Nilai Kekerasan Produk Bakso Sapi dengan Penambahan Serat Pada

Konsentrasi Berbeda ... 56 Lampiran 11.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Kekerasan Bakso Sapi ... 56 Lampiran 11.b. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Jenis Serat terhadap

kekerasan Bakso Sapi ... 57 Lampiran 11.c. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Konsentrasi terhadap

kekerasan Bakso Sapi ... 57 Lampiran 12. Nilai Kekenyalan Produk Bakso Sapi dengan Penambahan Serat Pada Konsentrasi Berbeda ... 58 Lampiran 12.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi ... 58 Lampiran 12.b. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Jenis Serat terhadap


(25)

viii Lampiran 12.c. Uji Lanjut Duncan mengenai pengaruh Konsentrasi terhadap

Kekenyalan Bakso Sapi ... 59 Lampiran 13. Contoh formulir uji hedonik ... 60 Lampiran 14. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Warna Bakso Sapi ... 61 Lampiran 14.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Bakso Sapi ... 61 Lampiran 14.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Warna Bakso Sapi ... 62 Lampiran 15. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Rasa Bakso Sapi ... 62 Lampiran 15.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Bakso Sapi ... 63 Lampiran 15.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Rasa Bakso Sapi ... 63 Lampiran 16. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Tekstur Bakso Sapi ... 63 Lampiran 16.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Bakso Sapi ... 64 Lampiran 16.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Tekstur Bakso Sapi ... 64 Lampiran 17. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi ... 65 Lampiran 17.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi ... 66 Lampiran 17.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi ... 66 Lampiran 18. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Juiciness Bakso Sapi ... 67 Lampiran 18.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Juiciness Bakso Sapi ... 67 Lampiran 18.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Juiciness Bakso Sapi ... 68 Lampiran 19. Nilai Sineresis bakso sapi yang ditambahkan serat makanan pada

konsentrasi 2 % selama studi penyimpanan ... 68 Lampiran 20. Spesifikasi Serat Gandum ... 68 Lampiran 21. Spesifikasi Serat Bambu ... 69 Lampiran 22. Alat Texture Analyzer TAXT2... 70 Lampiran 23. Parameter-parameter Produk yang dapat diukur dengan Texture


(26)

ix

DAFTAR SINGKATAN

CMC : Carboxyl Metil Cellulose DF : Dietary Fiber

DSA : Daya Serap Air IDF : Insoluble Dietary Fiber MCC : Micro Cristalline Cellulose SDF : Soluble Dietary Fiber STTP : Sodium Tripolyphospate WHC : Water Holding Capacity


(27)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam rangka usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia diperlukan bahan pangan yang cukup, baik dalam jumlah, mutu maupun keragamannya, guna memenuhi kebutuhan gizi. Masyarakat semakin sadar akan kualitas hidup dan pentingnya makanan bergizi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka berbagai macam variasi produk pangan mulai banyak dikembangkan dan diperbaiki mutunya, salah satunya adalah bakso.

Bakso merupakan salah satu produk pangan hasil pengolahan daging yang banyak disukai oleh masyarakat. Pengolahan daging memiliki banyak nilai tambah, antara lain : umur simpan bertambah, mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi, rasa dan aromanya dapat disesuaikan. Saat ini, variasi produk bakso sedikit sekali yaitu hanya dari asal hewannya saja, oleh karena itu variasi produk bakso harus lebih ditingkatkan misalnya dengan penambahan serat makanan ke dalam produk tersebut.

Konsumsi pangan sumber serat makanan secara langsung kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pangan-pangan tersebut biasanya tidak memiliki cita rasa yang istimewa sehingga terasa tidak enak, selain itu kesibukan di luar rumah menyebabkan orang tidak punya waktu untuk mengolahnya menjadi makanan yang lebih enak. Penambahan serat makanan ke dalam produk bakso ini dapat menjadi nilai tambah tersendiri bagi produk tersebut, karena dewasa ini pola makan masyarakat cenderung mengkonsumsi pangan tinggi kalori namun rendah serat. Berbagai penelitian melaporkan bahwa ada hubungan antara kurangnya konsumsi serat pangan dengan penyakit degenaratif.

Selain bermanfaat dalam bidang kesehatan, serat juga difungsikan sebagai bahan utama produk atau bahan tambahan makanan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas mutu produk sehingga memiliki nilai jual yang lebih baik di pasaran.


(28)

2

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan serat terhadap mutu bakso sapi.

C. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat lebih menganekaragamkan jenis bakso yang telah ada, serta memperluas aplikasi penggunaan serat dalam berbagai produk pangan khususnya produk olahan daging.


(29)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakso

Bakso merupakan produk olahan dari daging yang dihaluskan, dibentuk bulatan, kemudian direbus. Berdasarkan daging yang digunakan, dikenal bakso sapi, bakso ikan, bakso ayam, dan sebagainya. Istilah bakso biasanya diikuti dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso ikan, bakso ayam, dan bakso sapi.

Berdasarkan bahan bakunya, terutama ditinjau dari jenis dagingnya dan jumlah tepung yang digunakan, bakso dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat. Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging yang banyak mengandung urat atau jaringan ikat. Bakso aci adalah bakso yang jumlah penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan.

Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan, dan pemasakan. Dalam proses penggilingan daging, perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan pada proses penggilingan, karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah 20oC. Suhu di atas 20oC menyebabkan denaturasi protein sehingga emulsi akan pecah (Pearson dan Tauber, 1984).

Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin pencetak bakso. Pemasakan bakso dilakukan pada suhu 70oC – 80oC. Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak terpisah dari sistim emulsi. Hal ini disebabkan karena lemak mengembang dan protein mengkerut secara mendadak sehingga matrik protein pecah dan lemak keluar dari campuran (Pearson dan Tauber, 1984). Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bakso sapi adalah daging sapi, bahan pengisi dan bahan pengikat, garam, es atau air es, bumbu serta bahan tambahan makanan yaitu STTP.


(30)

4 Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso antara lain :

1. Daging

Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging pada bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari tiga komponen utama, yaitu jaringan otot, jaringan lemak dan jaringan ikat. Penggunaan daging pre-rigor pada produk emulsi daging akan menghasilkan produk dengan daya ikat air yang tinggi dan tekstur yang baik. Hal ini dikarenakan pada daging pre-rigor actin dan myosin belum bergabung menjadi actomyosin yang lebih susah untuk diekstrak. Daging yang banyak digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging penutup (top side), pendasar gandik (silver side), lemusir (cube roll), paha depan (chuck) dan daging iga (rib meat). Hampir semua jenis daging dari bagian karkas dapat digunakan, namun karena perbedaan kandungan lemak dan jaringan ikat tiap bagian daging maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu produk yang dihasilkan (Elviera, 1988).

2. Pati

Pati ditambahkan pada adonan bakso terutama untuk meningkatkan rendemen proses, menurunkan biaya produksi dan berpengaruh terhadap tekstur bakso. Pati yang ditambahkan dapat berupa pati tapioka, jagung, kentang, dan gandum. Dapat pula digunakan pati yang telah mengalami modifikasi sehingga sifat fungsionalnya meningkat. Tiap jenis pati memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini meliputi : kadar amilosa, suhu gelatinisasi, bentuk granula, ukuran granula, ketahanan terhadap asam dan yang lainnya.

3. Air

Air yang terdapat pada bakso dapat berasal dari daging ataupun dari air yang ditambahkan dalam bentuk es. Es berfungsi untuk menjaga


(31)

5 suhu adonan pada saat pengkuteran agar tidak terlalu tinggi. Suhu pengkuteran yang tinggi akan memecah emulsi yang telah terbentuk.

Es yang ditambahkan harus memenuhi kualitas yang telah ditetapkan seperti kadar logam berat dan kesadahan. Ion Ca++ dan Mg++ yang terdapat pada air sadah akan mengikat protein miofibrilar daging sehingga kemampuan emulsi dari protein miofibrilar akan menurun. Selain itu air sadah akan mempercepat kerusakan pipa-pipa logam. Beberapa fungsi dari air yang ditambahkan : meningkatkan juiceness dan meningkatkan yield produk.

Air juga membantu melarutkan garam-garam yang ada sehingga dapat tersebar dengan baik dalam produk, memperbaiki sifat fluiditas emulsi atau campuran daging sehingga mudah diisikan ke dalam casing serta mempengaruhi tekstur dan kelunakan produk akhir (Pearson dan Tauber, 1984)

4. Garam

Garam merupakan aditif utama pada bakso. Selain berpengaruh terhadap rasa bakso, garam juga berfungsi untuk mengekstrak protein miofibrilar pada proses pengkuteran dan menurunkan titik isoelektrik dari protein sehingga WHC daging meningkat. Garam yang digunakan umumnya berupa natrium klorida (NaCl). Kadar garam yang digunakan untuk tiap bakso bervariasi. Penambahan garam dibatasi oleh daya terima konsumen terhadap rasa asin.

Pengunaan garam umumnya berkisar antara 1,8 – 2,5 %. Karena pengaruh negatif natrium terhadap tekanan darah pada penggunaan yang berlebih, sering digunakan pula kalium klorida (KCl) sebagai sumber garam. Penggunaan KCl harus dibatasi karena dapat menimbulkan after taste pahit.

Garam yang dipakai dalam pembuatan bakso haruslah garam yang food grade. Pengotor pada garam, terutama logam berat harus dibatasi karena dapat berakumulasi pada tubuh konsumen dan berakibat buruk bagi kesehatan.


(32)

6

5. Fosfat

Fosfat merupakan aditif yang sering digunakan dalam pembuatan bakso. Untuk produk emulsi, fosfat yang digunakan umumya berupa sodium tripolyphospate (STPP), sodium hexametaphosphate dan sodium pyrophosphate. Fosfat ditambahkan untuk meningkatkan daya ikat air.

Fosfat akan meningkatkan kelarutan protein miofibril dan meningkatkan pH protein, hal ini menyebabkan ruang diantara protein mengembang sehingga WHC akan meningkat. Fosfat juga membuat permukaan bakso tetap kering dan teguh serta memantapkan emulsi pada suhu yang tinggi. Fosfat juga berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengkelat logam-logam yang dapat memicu oksidasi. Kelebihan fosfat dapat menimbulkan bercak pada pemukaan bakso dan rasa sabun pada bakso. Penggunaan fosfat umumnya berkisar 0,5 % dan harus diperhitungkan pula fosfat alami yang terdapat pada daging.

6. Bumbu

Bumbu yang ditambahkan pada pembuatan bakso terutama untuk membentuk flavor yang khas dan disukai oleh konsumen. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bumbu umumnya berupa rempah-rempah. Rempah-rempah yang umum digunakan pada pembuatan bakso antara lain lada, bawang putih, dan bawang merah.

B. Serat

1. Pengertian Serat Makanan

Serat makanan (dietary fiber) adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Prosky dan DeVries (1992) menyebutkan bahwa serat makanan adalah komponen dari dinding sel tanaman yang tahan terhadap proses pencernaan oleh enzim dalam saluran pencernaan manusia, sedang Winarno (1997) menyatakan bahwa serat makanan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil.


(33)

7 Definisi terbaru tentang serat makanan yang disampaikan oleh the American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar.

Serat makanan ini berbeda dengan serat kasar, yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).

Muchtadi (1989) menyatakan bahwa serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan serat makanan, karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisa komponen-komponen makanan dibandingkan enzim-enzim pencernaan. Kira-kira hanya seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber (Scala, 1975 di dalam Winarno, 1997).

Berdasarkan sifat kelarutannya dalam air, serat dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu serat larut (soluble dietary fiber) dan serat tak larut (insoluble dietary fiber). Serat tak larut terdiri dari selulosa dan hemiselulosa dan berperan dalam pencegahan penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi, dan hemorrhoid. Sedangkan yang termasuk dalam serat larut adalah pektin, beta glukan, gum, dan musilase. Serat ini berperan dalam menurunkan kadar kolesterol dan glukosa serum, serta mencegah penyakit hipertensi dan jantung (Astawan, 1999).

Para ahli gizi dan kesehatan akhir-akhir ini sepakat bahwa beberapa penyakit dapat ditimbulkan akibat pola makan yang cenderung miskin serat namun tinggi Karbohidrat. Rendahnya konsumsi serat di USA dan Amerika menyebabkan penduduk mudah menderita beberapa penyakit yang berhubungan proses pencernaan. Hal yang berbeda ditemukan di


(34)

8 daerah Afrika dimana jarang ditemukan kasus penyakit seperti kanker kolon, divertikulosis, obesitas, dan kardiovaskular. Penelitian yang dilakukan oleh Dr Dennis Burkit menyatakan bahwa rata-rata masyarakat afrika mengkonsumsi 75 - 100 g serat tiap hari . The National Cancer Society merekomendasikan konsumsi serat 25 – 30 g per hari. Untuk Indonesia, rata-rata konsumsi serat per hari hanya 10,5 g/ kapita/ hari (Anonim, 2004). Serat hasil ekstraksi memiliki konsentrsi serat yang lebih besar dari bahan asalnya. Menurut Anonim (2004), serat gandum sebanyak 30 g setara dengan 1500 g salat. Penambahan serat hasil ekstraksi ke dalam produk pangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan serat harian yang dianjurkan

2. Aplikasi Serat Makanan dalam Produk Olahan Pangan

Serat yang ditambahkan ke dalam produk pangan bukan hanya sebagai sumber serat makanan saja, tetapi penambahan serat ke dalam produk pangan pada umumnya juga dapat memperbaiki sifat fungsional produk tersebut. Beberapa fungsi serat tersebut diantaranya adalah sebagai bahan pengental, pembentuk gel, bahan pengisi, pengemulsi, dan penstabil.

Salah satu serat larut yang sering ditambahkan ke dalam produk pangan adalah hidrokoloid karena sifatnya yang dapat membentuk gel dan mengental. Meskipun penambahan hidrokoloid sekitar 1 %, namun cukup memberikan efek yang signifikan bagi tekstur dan organoleptik produk pangan (Williams, 2000). Fungsi dari beberapa macam hidrokoloid dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Fungsi hidrokoloid pada berbagai produk pangan

Hidrokoloid Fungsi Karagenan

Gum Arab Pektin

Microcrytalline CMC

Penstabil, pembentuk gel, pengemulsi Pengental, pembentuk gel, pengemulsi Pengental, pembentuk gel, penstabil

Pendispersi, penstabil, pengemulsi, anti caking Pengental, pengemulsi


(35)

9 Selain hidrokoloid, terdapat pula serat tidak larut yang ditambahkan ke dalam produk pangan seperti serat gandum, serat bambu, serat oat, serat apel, serat tomat, dan serat jeruk. Serat tidak larut tersebut memiliki kemampuan untuk menyerap lemak dan minyak serta mampu meyerap air hingga 350 – 1100% berat awalnya. Serat ini pada umumnya berbentuk bubuk, tidak berwarna, bersifat inert, tidak berasa (kecuali serat tomat dan jeruk), dan tidak berbau. Penambahan serat tak larut ini terhadap produk pangan umumnya berfungsi untuk memperbaiki tekstur dan kekentalan pada produk pangan. Selain itu serat ini juga berfungsi sebagai agen pembawa, dan memiliki sifat yang sinergis dengan hidrokoloid (Anonim, 2004). Aplikasi penggunaan serat pada beberapa produk pangan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Aplikasi penggunaan serat pada produk pangan.

Fibre Aplication Wheat fibre 200

Wheat fibre 400 Wheat fibre 600 Oat Fibre 101 Tomato Fibre 200

Sausages, fish product Processed meat, sausages

Baked goods, pasta, cheese,extrudates Anticaking

Ketchup, sauces, soups, spice mixtures Anonim, 2004


(36)

18

438.09 837.43

665.57

343.08

0

1673.72 1805.13

1656.30

1816.82 1820.58

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000

Gandum 1 Gandum 2 Bambu Selulosa Gum Arab MCC CMC Selulosa Gel Pektin Karagenan

DS

A

(%

)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

A. Uji Karakteristik Serat Makanan

Pengujian karakterisasi serat bertujuan untuk memilih jenis-jenis serat yang akan digunakan pada penelitian utama. Serat yang digunakan pada penelitian tahap ini terdiri dari serat larut (CMC, Selulosa Gel, MCC, Karagenan, Pektin, dan Gum Arab) dan tidak larut (Gandum 1, Gandum 2, Bambu, dan Selulosa Powder). Pengujian dilakukan terhadap daya serap air dan daya pembentukan gel pada masing-masing serat.

A.1. Daya Serap Air

Daya serap air (DSA) adalah jumlah air yang terperangkap di dalam matriks molekul pada kondisi tertentu (Hutton dan Campbell, 1981). Analisis daya serap air dilakukan pada 10 jenis serat komersial yang ada di pasaran. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan serat dalam menyerap atau memerangkap air dalam struktur serat tersebut. Hal ini berarti semakin tinggi daya serap airnya, maka semakin banyak air yang terperangkap dalam matriks molekul tersebut.


(37)

19 Nilai daya serap air pada kelompok serat tidak larut yang terbesar yaitu serat gandum 2 (837.43%), lalu diikuti serat bambu (665.57%), serat gandum 1 (438.09%), dan yang terkecil yaitu selulosa (343.08%). Sedangkan Nilai daya serap air pada kelompok serat larut dari yang terbesar hingga terkecil yaitu karagenan (1820.58%), pektin (1816.82%), CMC (1805.13%), MCC (1673.72%), dan selulosa gel (1656.30%) (Gambar 3).

Nilai DSA yang tinggi berperan dalam pembentukan tekstur serta mengurangi cooking loss pada produk akhir. Semakin banyak air yang diserap akan meningkatkan kelembutan tekstur dan mouthfeel dari produk tersebut (Iskandar, 2003).

Pada gambar 3 dapat dilihat nilai daya serap air pada masing-masing jenis sampel serat yang diujikan. Hasil yang diperoleh dari uji daya serap air terhadap 10 jenis serat berkisar antara 0 % (Gum Arab) hingga 1820,58 % (Karagenan).

Hasil Pengujian menunjukkan bahwa gum arab memiliki kemampuan yang rendah dalam menyerap air. Menurut Fardiaz (1989) gum arab merupakan molekul bercabang banyak dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah. BeMiller dan Whistler (1996) menambahkan bahwa gum arab mudah larut ketika diaduk dalam air. Gum ini sifatnya unik jika dibandingkan dengan gum lain, hal ini dikarenakan gum arab dapat membentuk larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi sampai 50 %. Gum lain akan membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi yang rendah (1-5%), sedangkan gum arab baru mencapai kekentalan maksimum pada konsentrasi 40-50%.

Pada umumnya serat yang larut air (soluble fiber) mempunyai daya serap air yang lebih besar dari pada serat yang tidak larut air (insoluble fiber). Daya serap air yang besar pada kelompok serat larut karena kemampuan kelompok serat ini dalam membentuk gel, sehingga air yang terperangkap di dalam matriks serat tersebut lebih


(38)

20 banyak. Briskey (1970) menyatakan bahwa penyerapan air berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil dan sulfidril yang menyebabkan suatu molekul bersifat hidrofilik sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.

Pada gambar 3 terlihat terdapat perbedaan nilai DSA antara serat tak larut dan serat larut air. Serat tak larut air umumnya tersusun atas polisakarida yang tidak larut dalam air. Struktur molekul serat tak larut tersusun atas molekul polisakarida yang membentuk suatu struktur 3 dimensi akibat adanya ikatan hidrogen antar molekul penyusunnya. Kemampuan serat tak larut dalam menyerap air dikarenakan adanya gejala kapilaritas yang terbentuk akibat bentuk struktur serat tersebut. Mekanisme penyerapan air ialah masukknya air kedalam serat akibat gejala kapilaritas kemudian memerangkap air yang telah masuk kedalam struktur serat. Karena bersifat inert, maka air yang terserap tidak akan keluar akibat pengaruh pemanasan. Hal yang berbeda tejadi pada serat larut air, kemampuan mengikat air disebabkan oleh struktur molekulnya yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air dan kemampuan membentuk gel sehingga air terperangkap dalam matriks gel tersebut (Anonim, 2004).

Berdasarkan hasil pengujian DSA dapat diketahui bahwa tiap-tiap jenis serat memiliki kemampuan dalam menyerap air yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar yang menyebabkan perbedaan kemampuan untuk mengikat air (Hutton dan Campbell, 1981).


(39)

21

A.2. Daya Pembentukan Gel

Scmidt (1981) mendefinisikan gel sebagai suatu agregasi akibat interaksi antara polimer-polimer, dimana gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang terjadi seimbang sehingga terbentuk suatu matriks.

Pengukuran kekuatan gel ini dilakukan secara kualitatif dengan cara membalikkan gel yang terbentuk, dimana tiap perlakuannya diukur pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi pengukuran gel yang digunakan antara lain 7.5 %, 10 %, 12,5 % dan 15 %.

Hasil pengukuran kekuatan gel berkisar antara nilai 0 (tidak terbentuk gel) dan 4 (gel sangat kuat) seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Daya Kekuatan gel berbagai jenis serat pada berbagai konsentrasi. Jenis serat Konsentrasi (%)

7,5 10 12,5 15

Serat gandum 1 0 0 0 0

Serat gandum 2 0 0 0 0

Serat bambu 0 0 0 0

Selulosa 0 0 0 0

MCC 4 4 4 4

Cellulose gel 4 4 4 4

Pektin 4 4 4 4

CMC 4 4 4 4

Karagenan 4 4 4 4

Gum arab 0 0 0 0

Keterangan :

0 = tidak terbentuk gel

1 = gel sangat lemah, yaitu bila tabung reaksi dimiringkan gel jatuh 2 = gel lemah, bila tabung reaksi dibalik pada posisi vertikal gel jatuh 3 = gel kuat, bila tabung reaksi dihentakan sekali pada posisi terbalik gel

jatuh

4 = gel sangat kuat, bila tabung reaksi dihentakan lebih dari sekali pada posisi terbalik gel jatuh

Pada konsentrasi terendah dalam pengujian yaitu 7,5 %, gel yang terbentuk dan diukur secara kualitatif menghasilkan daya gel yang sangat kuat. Begitu juga dengan konsentrasi lainnya yaitu


(40)

22 sebesar 10 %, 12,5%, dan 15 %, gel yang terbentuk oleh serat larut memiliki daya gel yang sangat kuat. Sedangkan pada serat tak larut dari 4 tingkat konsentrasi yang digunakan tidak satupun yang membentuk gel.

Berdasarkan hasil pengujian pada konsentrasi 7,5% hingga 15% dapat disimpulkan bahwa pembentukan gel hanya terjadi pada serat larut dan tidak pada serat tak larut dan gum arab. Karakteristik dari gum arab adalah memiliki kekentalan yang rendah pada konsentrasi rendah. Umumnya gum arab akan menghasilkan kekentalan pada konsentrasi lebih dari 30% (Williams, 2000).

Pembentukan gel yang terjadi pada serat larut ini dipengaruhi oleh adanya ikatan hidrogen, interaksi ionik dan hidrofobik, gaya van der walls, dan ikatan disulfida kovalen. Lebih lanjut Fennema (1985) menjelaskan bahwa gelasi melibatkan agregasi molekul dimana terjadi interaksi antara molekul dan pelarut yang menyebabkan terjadinya jaringan tiga dimensi. Menurut Williams (2000), kekuatan gel akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Pada beberapa jenis hidrokoloid misalnya agarosa, pembentukan gel terjadi pada konsetrasi yang rendah yaitu 0.2%

B. Pengujian Jenis Serat Terhadap Parameter Mutu Produk

Setelah dilakukan pengujian terhadap beberapa jenis serat yang berada dipasaran, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan penambahan jenis serat tersebut pada produk bakso lalu diamati dan dibandingkan parameter-parameter mutu produk yang dihasilkan. Penambahan serat dilakukan dengan konsentrasi 1 % karena berdasarkan studi literatur didapatkan bahwa konsentrasi penambahan serat yang optimal adalah lebih dari 1 % untuk mendapatkan efek yang diinginkan (Anonim, 2004). Parameter mutu produk yang akan diamati meliputi rendemen, kekerasan, dan pengamatan secara hedonik terhadap rasa, warna, tekstur, dan juiciness.


(41)

23

99.41 99.80

98.54 99.50

98.97 99.48

97.80

95.42 98.20

98.80

94.00 96.00 98.00 100.00

Gandum 1 Gandum 2 Bambu MCC Selulosa CMC Karagenan Pektin Selulosa Gel Gum Arab

Re

n

d

e

m

e

n

(%

)

B.1. Rendemen

Rendemen suatu bahan pangan berhubungan dengan nilai ekonomis bahan tersebut. Semakin tinggi rendemen suatu produk, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi. Rendemen menunjukkan seberapa banyak bahan matang yang dapat dihasilkan atau digunakan dari bahan mentah yang telah mengalami proses pemasakan.

Hasil pengujian terhadap rendemen menunjukkan bahwa bakso yang ditambahlan serat gandum 2 menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 99,80 % sedangkan rendemen terendah dimiliki pektin sebesar 95.42 %. Pektin kurang cocok untuk produk emulsi daging, hal ini dikarenakan produk tersebut mempunyai nilai ph > 6 (bahan pangan tidak berasam). Menurut Fardiaz (1989) pektin lebih cocok untuk bahan pangan berasam rendah (nilai ph < 3,4) seperti jam dan jelly yang mempunyai nilai ph sekitar 3,2 – 3,4. Penambahan pektin diatas atau dibawah nilai ph tersebut akan menurunkan kereaktifan pektin. Rendemen kesepuluh jenis serat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh jenis serat terhadap rendemen bakso sapi

Histogram di atas menunjukkan bahwa penambahan serat tidak larut menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan serat larut. Hal ini disebabkan karena serat tidak larut


(42)

24 5.6 5.5 5.45 5.45

6.55 5.25

4.65 5.15

4.85 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7

Gandum 1 Gandum 2 Bambu MCC Selulosa CMC Karagenan Pektin Selulosa Gel Gum Arab

K

e

d

a

la

m

a

n

(m

m

/10

g

/10

s)

memiliki ketahanan mempertahankan air yang lebih baik daripada serat larut setelah mengalami proses pemasakan.

Beberapa serat larut bersifat tidak tahan terhadap perlakuan pemanasan. Menurut Williams (2000), beberapa hidrokoloid bersifat thermoreversible sehingga gel dapat mengalami perubahan bentuk dengan adanya perubahan suhu. Adanya perlakuan panas pada pembuatan bakso menyebabkan gel yang tebentuk menjadi rusak sehingga air yang terperangkap di dalam struktur gel tersebut menjadi keluar.

Struktur molekul serat tidak larut tersusun atas molekul polisakarida yang membentuk suatu struktur 3 dimensi yang kuat sehingga dapat memerangkap air. Serat tidak larut bersifat inert dan stabil terhadap perlakuan panas sehingga air yang terserap tidak akan keluar akibat pengaruh pemanasan (Anonim, 2004).

B.2. Kekerasan

Pengujian kekerasan pada penelitian tahap pertama ini menggunakan universal penetrometer dimana besarnya kedalaman yang dihasilkan oleh beban pada penetrometer berbanding terbalik dengan nilai kekerasan. Semakin tinggi nilai yang didapat berarti bakso memiliki kekerasan yang lebih rendah bila dibandingkan yang lain (penetrasi jarum lebih besar).


(43)

25 Gambar 5. Pengaruh jenis serat terhadap tingkat kekerasan bakso sapi

Hasil pengujian kekerasan bakso menunjukkan bahwa bakso yang ditambahkan karagenan memiliki kekerasan tertinggi yakni dengan menghasilkan nilai kedalaman terendah sebesar 46.4 mm/50 gram/10 detik sedangkan kekerasan yang terendah dimiliki oleh serat selulosa dengan menghasilkan nilai kedalaman tertinggi sebesar 65.6 mm/50 gram/10 detik. Nilai kekerasan 10 jenis serat dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa penambahan serat tidak larut menghasilkan kekerasan yang lebih rendah dibandingkan penambahan serat larut. Hal ini disebabkan oleh kemampuan serat larut dalam membentuk gel sehingga tekstur bakso yang dihasilkan lebih kompak dan memberikan konsistensi yang lebih padat.

B.3. Pengamatan Hedonik terhadap rasa, warna, tekstur, dan

juiciness

Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan secara subjektif panelis kecil (10 orang) yang diambil secara acak dari populasi mahasiswa. Pengamatan dilakukan melalui uji hedonik yang meliputi parameter rasa, warna, tekstur, dan juiciness. Skala penilaian yang digunakan memiliki rentang nilai 1 – 7, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka).

B.3 – i Rasa

Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh saraf-saraf lidah yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Tekstur, aroma dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut.


(44)

26 5.7 5.9 6.0 5.3 5.8 5.4 4.8 4.9 4.7 5.6 4 4.5 5 5.5 6 Gand

um 1

Gan

dum 2 Bamb

u

MCC

Selul

osa CMC

Kara gena n Pekt in Selu losa Gel Gum Arab S k o r K e s u kaa n R asa

Skor kesukaan panelis terhadap rasa bakso berkisar antara 4.7 (agak suka) hingga 6.0 (suka) (Gambar 6). Bakso sapi yang memiliki skor tertinggi adalah yang ditambahkan serat bambu, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah yang ditambahkan pektin.

Hasil uji hedonik panelis menunjukkan terdapat perbedaan rasa yang nyata pada bakso sapi yang ditambahkan 10 jenis serat dimana serat tidak larut memiliki skor kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan serat tidak larut. Hal ini disebabkan oleh sifat serat tidak larut yang digunakan bersifat odorless/netral sehingga tidak berpengaruh terhadap rasa produk yang dihasilkan (Anonim, 2004).

Gambar 6. Pengaruh jenis serat terhadap nilai rata-rata uji hedonik rasa bakso sapi

B.3 – ii Warna

Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah meyimpang dari warna seharusnya.


(45)

27 5.4 5.5 5.5

5.6 5.5 5.5 5.8

5.6 5.6 5.7

4 4.5 5 5.5 6 Gand um 1

Gand um 2

Bam bu

MCC Selul

osa CMC Kara gen an Pekt in Selul

osa G el Gum Ara b S k o r K e su ka an W a rn a

Skor kesukaan panelis terhadap warna bakso sapi berkisar antara 5.4 (suka) hingga 5.8 (suka) (Gambar 7). Hasil uji hedonik terhadap warna didapatkan bahwa penambahan berbagai serat menghasilkan rentang nilai kesukaan yang tidak terlalu besar, sehingga masih dalam satu rentang nilai yang menunjukkan kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan penambahan kesepuluh jenis serat tidak terlalu berpengaruh terhadap warna bakso sapi yang dihasilkan.

Gambar 7. Pengaruh jenis serat terhadap nilai rata-rata uji hedonik warna bakso sapi

B.3 – iii Tekstur

Tekstur adalah suatu parameter yang merupakan kombinasi dari keadaan fisik suatu makanan dan diindera oleh sentuhan, penglihatan, dan pendengaran. Skor kesukaan panelis terhadap tekstur bakso sapi berkisar antara 4.9 (agak suka) hingga 5.7 (suka) (Gambar 8). Bakso sapi yang ditambahkan serat selulosa memiliki skor tertinggi sedangkan yang ditambahkan serat pektin memiliki skor terendah.


(46)

28 5.4 5.5 5.6 5.2 5.7 5.2 5.3 4.9 5.0 5.5 4.2 4.7 5.2 5.7 Gand

um 1

Gan

dum 2 Bamb

u

MCC

Selul

osa CMC

Kara gena n Pekt in Selu losa Gel Gum Arab S k o r K e s u kaa n T e ks tu r

Hasil pengujian hedonik terhadap terkstur bakso sapi menunjukkan bahwa serat larut memiliki nilai kesukaan yang rendah dibandingkan serat tidak larut. Hal ini disebabkan adanya gel yang terbentuk selama proses pengolahan yang menimbulkan sensasi lengket di mulut yang tidak biasa dijumpai pada produk olahan bakso, sensasi lengket tersebut tidak dijumpai pada bakso sapi yang ditambakan serat tidak larut.

Gambar 8. Pengaruh jenis serat terhadap nilai rata-rata uji hedonik tekstur bakso sapi

B.3 – iv Juiciness

Juiciness merupakan kombinasi dari dua pengaruh, salah satunya adalah kesan cairan yang dibebaskan selama pengunyahan, sedangkan yang lain berhubungan dengan salivasi yang diproduksi oleh flavor.

Skor kesukaan panelis terhadap juiciness bakso sapi berkisar antara 5.0 (agak suka) hingga 5.3 (agak suka) (Gambar 9). Skor tertinggi dimiliki oleh produk bakso sapi yang ditambahkan serat MCC dan CMC, sedangkan skor terendah dimiliki oleh produk yang


(47)

29

5.1 5.2 5.2 5.3 5.1 5.3 5.1 5.0 5.1 5.2 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0 5.2 5.4 Gand

um 1

Gand

um 2

Bam bu MC C Sel ulos a CM C Kara gena n Pekt in Selu losa Ge l Gum Ara b S k o r K esu k aan J u ic in es s

ditambahkan serat pektin. Hasil pengujian hedonik terhadap juiciness bakso sapi menghasilkan rentang nilai yang tidak terlalu jauh, sehingga masih dalam satu rentang nilai yang menunjukkan kesukaan panelis terhadap produk tersebut.

Gambar 9. Pengaruh jenis serat terhadap nilai rata-rata uji hedonik juiciness bakso sapi

C. Penyeleksian Jenis Serat

Setelah dilakukan dua tahap yaitu uji karakterisasi serat dan dan pengujian jenis serat terhadap parameter produk bakso sapi, maka didapatkan data-data yang digunakan untuk melakukan penyeleksian jenis serat makanan yang digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. Penyeleksian jenis serat makanan dilakukan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan ranking yang didapatkan tiap jenis serat pada tiap pengujian. Kemudian akan diperoleh nilai rata-rata dari rangking tiap-tiap jenis serat dari semua pengujian yang dilakukan. Dari nilai rata-rata tersebut maka diperoleh urutan jenis serat dari yang memiliki rata-rata terendah hingga rata-rata tertinggi seperti dapat dilihat pada Tabel 6.


(48)

30 Hasil pembobotan dapat diperoleh jenis serat yang memiliki nilai rangking rata-rata kecil (terbaik). Untuk penelitian tahap selanjutnya dipilih 6 jenis serat makanan dengan nilai rata-rata rangking kecil yaitu serat gandum 2, selulosa, MCC, serat bambu, gum arab, dan CMC. Tabel 6. Pembobotan Jenis Serat Berdasarkan Rangking

Serat Rendemen Kekerasan Rasa Warna Tekstur Juiciness

Rata-Rata Ranking

Gandum 1 4 2 4 10 5 8 4.71 7

Gandum 2* 1 3 2 8 4 4 3.14 1

Bambu* 7 5 1 9 2 3 3.86 4

MCC* 2 4 7 5 7 1 3.71 3

Selulosa* 5 1 3 6 1 7 3.29 2

CMC* 3 6 6 7 8 2 4.57 6

Karagenan 9 10 9 1 6 9 6.29 8

Pektin 10 8 8 4 10 10 7.14 10

Selulosa Gel 8 9 10 3 9 6 6.43 9

Gum Arab* 6 7 5 2 3 5 4.00 5

*digunakan pada tahap selanjutnya

2. PENELITIAN UTAMA

A. Hubungan Antara Jenis Dan Konsentrasi Serat Dengan Mutu Bakso Sapi

Sifat atau karakteristik yang dimiliki serat dapat mempengaruhi sistem pangan karena memiliki sifat-sifat khusus yang mungkin dibutuhkan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu dari produk pangan. Mutu produk pangan dapat didefinisikan sebagai sifat atau faktor yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas dari produk pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen. Sifat mutu atau sifat fisik dan organoleptik suatu bahan pangan merupakan salah satu bagian dari unsur mutu yang sangat berpengaruh terhadap mutu produk. Mutu produk yang diamati pada penelitian utama ini meliputi rendemen, WHC, kekerasan, kekenyalan, serta organoleptik.


(49)

31

A.1. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Rendemen

Rendemen menunjukkan banyaknya bahan matang yang mampu dihasilkan dari bahan mentah yang telah mengalami proses pemasakan. Rendemen berkaitan dengan susut masak yaitu indikator yang menunjukkan besarnya komponen yang hilang selama pemasakan. Semakin tinggi rendemen yang dihasilkan menunjukkan senkin rendahnya susut masak. Nilai rendemen yang tinggi merupakan suatu hal yang diinginkan pada proses pembuatan produk pangan.

Hasil pengukuran jenis dan konsentrasi serat makanan terhadap rendemen berkisar antara 95,42 % (gum arab 1%) hingga 99,42 % (MCC 3 %). Hasil pengukuran rendemen bakso yang ditambahkan serat tak larut yaitu gandum, bambu, dan selulosa memperlihatkan bahwa serat gandum dan bambu memiliki nilai rendemen yang lebih besar pada konsentrasi 2 % daripada produk yang ditambahkan serat dengan konsentrasi 1 % dan 3 %. Berbeda halnya dengan serat selulosa dimana kenaikan nilai rendemennya sebanding dengan kenaikan konsentrasi. Penambahan selulosa sebanyak 1 % menghasilkan nilai rendemen terendah yaitu sebesar 96.04 %, sedangkan nilai rendemen terbesar diperoleh dengan penambahan jenis serat gandum pada konsentrasi 3 % yaitu sebesar 99.20 %.

Pengujian rendemen pada jenis serat larut yaitu MCC, CMC dan gum arab menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi sebanding nilai rendemen yang dihasilkan kecuali pada serat gum arab. Penambahan gum arab pada semua tingkat konsentrasi menunjukkan nilai rendemen yang hampir sama dengan kontrol. Gum arab pada konsentrasi 1 % memiliki rendemen terendah sebesar 95.42 %, sedangkan nilai rendemen terbesar diperoleh dengan penambahan jenis serat MCC pada konsentrasi 3 % yaitu sebesar 99.42 %. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 9.c)


(50)

32 95 .4 0 95 .4 0 95 .4 0 95 .4 0 95 .4 0 95 .4 0 97. 80 96 .4 0 96 .0 4 96 .2 4 95. 98 95 .4 2 99. 20 98 .2 0 98 .5 4 98 .4 8 97 .6 0 95 .6 4 98. 10 97 .6 4 98 .8 0 98 .2 0 98 .2 4 96 .0 0 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

R e n d emen ( % ) Kontrol 1% 2% 3%

menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi serat berpengaruh terhadapap rendemen. Hubungan antara jenis dan konsentrasi serat dengan rendemendapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan Rendemen

Berdasarkan hasil percobaan dapat diamati bahwa nilai rendemen dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi serat. Penyebab perbedaan nilai rendemen masing-masing jenis serat adalah adanya perbedaan kemampuan menyerap air dan kemampuan mempertahankan air di dalam sistem emulsi produk yang mengalami pemanasan. Iskandar (2003) menyatakan bahwa kestabilan sistem emulsi akan meningkat dengan adanya penambahan bahan tambahan makanan. Untuk produk emulsi daging, penambahan serat yang menghasilkan efek yang optimal pada penurunan susut masak terjadi pada konsentrasi 1,5 -2 % (Anonim, 2004).


(51)

33

A.2. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan WHC

Water Holding Capacity (WHC) merupakan suatu nilai yang menunjukkan kemampuan untuk mengikat air atau cairan baik yang berasal dari dirinya maupun yang berasal dari luar atau ditambahkan. Menurut Zayas (1997), daya mengikat air adalah kemampuan untuk mengikat air yang ada dalam bahan maupun yang ditambahkan selama proses atau kemampuan struktur bahan pangan untuk menahan air lepas dari struktur tiga dimensi molekul. Pengukuran WHC penting dilakukan untuk melihat seberapa besar jumlah air yang dapat diikat dan dipertahankan adonan selama pemasakan. WHC berhubungan erat dengan nilai juiceness, tekstur, dan rendemen yang dihasilkan. Adonan bakso yang memiliki nilai WHC yang rendah akan menghasilkan produk yang kurang juicy dan cenderung kering.

Pengukuran nilai WHC produk bakso yang ditambahkan serat tak larut menunjukkan bahwa penambahan serat selulosa sebanyak 1 % menghasilkan nilai WHC yang terendah dibanding penambahan serat tak larut lainnya yaitu sebesar 90.00 % tetapi penambahan ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai WHC kontrol yang hanya 88.86 %. Sedangkan nilai WHC tertinggi pada kelompok serat tak larut terjadi pada penambahan serat gandum dengan konsentrasi 2 % yaitu sebesar 94.22 %. Pada pengukuran nilai WHC serat gandum terjadi kenaikan nilai WHC produk yang ditambahkan konsentrasi serat sebesar 1 % dan 2 %, tetapi sedikit menurun pada penambahan serat dengan konsentrasi 3 %. Pada Serat bambu dan selulosa terjadi kenaikan nilai WHC produk seiring dengan meningkatnya konsentrasi serat yang ditambahkan.

Hasil Pengukuran nilai WHC pada kelompok serat larut (CMC, MCC, dan gum Arab) menunjukkan bahwa produk yang ditambahkan serat dengan konsentrasi 2 % mempunyai nilai


(52)

34 88. 86 88. 86 88. 86 88. 86 88. 86 88. 86 90 .0 2 90. 52 90. 00 90. 22 91. 3 8 89. 04 94 .2 2 91. 10 90. 40 91. 84 94. 14 90. 2 4 94. 04 92. 86 91 .7 0 92 .7 0 89. 80 92 .0 8 86.00 88.00 90.00 92.00 94.00 96.00

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

W HC ( % ) Kontrol 1% 2% 3% WHC yang lebih tinggi daripada penambahan serat dengan konsentrasi 1 % dan 3 %. Nilai WHC tertinggi pada kelompok serat larut terdapat pada produk bakso yang ditambahkan CMC 2% yaitu sebesar 94.14 %, sedangkan yang terendah sebesar 89.04 % dimiliki oleh produk yang ditambahkan gum arab sebesar 1 %. Hubungan antara jenis dan konsentrasi serat dengan WHCdapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan WHC

Hasil pengukuran nilai WHC baik pada penambahan serat tak larut maupun serat larut menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi terhadap nilai WHC yang dihasilkan, hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan kenaikan nilai WHC produk yang ditambahkan serat pada bebagai tingkat konsentrasi bila dibandingkan dengan kontrol. Daya mengikat air (WHC) di dalam produk berkaitan dengan kemampuan dalam menyerap air (Kramlich 1971). Lebih lanjut Anonim (2004) menyatakan bahwa daya serap air merupakan salah satu sifat hidrasi yang dimiliki serat. Serat tidak larut memiliki nilai daya serap air hingga 800% sehingga dapat mengurangi susut masak dan memperbaiki tekstur produk.


(53)

35 650. 42 650. 42 650. 42 650. 42 650. 42 650. 42 984. 41 1 188. 3 6 680. 82 1080. 68 1070 .8 2 987. 66 750. 62 7 42. 96 858. 64 750. 20 774. 8 8 720. 22 1 312. 12 118 0. 20 9 08. 76 12 52. 74 1290. 08 1169 .0 2 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

Kekeras an ( g f) Kontrol 1% 2% 3%

A.3. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Kekerasan (Hardness)

Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu tekstur bakso. Menurut Ranggana (1986) kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk produk yang diinginkan. Kekerasan pada penelitian tahap kedua ini dinyatakan dalam besarnya gaya (force) yang dikeluarkan/diperlukan untuk memotong produk. Gaya yang semakin besar menunjukkan semakin keras produk bakso tersebut. Tingkat kekerasan digambarkan sebagai puncak tertinggi pada grafik Texture Analyzer.

Gambar 12. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan kekerasan

Hasil pengukuran terhadap kekerasan terhadap kelompok serat tak larut menunjukkan bahwa tidak semua jenis serat ini mengalami peningkatan kekerasan seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Kenaikan tersebut hanya terjadi pada penambahan serat selulosa. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada penambahan serat gandum 3 % dengan nilai 1312.12 gf.


(54)

36 Sedangkan nilai kekerasan terendah terjadi pada penambahan serat selulosa 1 % yaitu sebesar 680.82 gf. Hubungan antara jenis dan konsentrasi serat tak larut dengan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 12.

Hasil pengukuran terhadap kekerasan terhadap kelompok serat larut menunjukkan tidak terjadi peningkatan kekerasan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pada semua jenis serat larut. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada penambahan serat CMC 3 % dengan nilai 1290.08 gf. Sedangkan nilai kekerasan terendah terjadi pada penambahan serat gum arab 2 % yaitu sebesar 720.22 gf. Hubungan antara jenis dan konsentrasi serat larut dengan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 12.

Tingkat kekerasan dapat dipengaruhi oleh jumlah air yang terkandung didalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi serat yang ditambahkan menyebabkan jumlah air bebas yang terdapat pada sistem pangan menjadi sedikit. Jumlah air yang terkandung dalam bahan berpengaruh pada tekstur, juiceness, dan tingkat kekerasan (Offer & J Knight, 1988). Penambahan serat makanan pada produk bakso meningkatkan kekerasan produk tersebut. Pengukuran tingkat kekerasan di atas menunjukkan bahwa produk kontrol memiliki nilai paling rendah dibandingkan produk bakso sapi yang ditambahkan serat makanan.

A.4. Hubungan antara Jenis dan Konsentrasi Serat dengan Kekenyalan (Elastisitas)

Kekenyalan adalah sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan. Sifat kenyal atau elastis merupakan sifat reologi pada produk pangan plastis yang bersifat deformasi (Soekarto, 1990).


(55)

37 1. 1247 1. 1247 1. 1247 1. 1247 1. 1247 1. 1247 1. 2438 1.

1620 1.2019

1. 2946 1. 2644 1. 1442 1. 481 0 1. 2766 1. 3688 1. 2762 1. 4846 1. 2 466 1. 3 420 1. 3

412 1.4022

1. 20 52 1. 301 4 1. 3638 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

K eken ya la n ( s /s ) Kontrol 1% 2% 3%

Gambar 13. Histogram hubungan jenis dan konsentrasi serat makanan dengan elastisitas

Hasil pengukuran terhadap elastisitas bakso terhadap kelompok serat tak larut menunjukkan bahwa elastisitas produk yang ditambahkan serat bambu meningkat sesuai dengan kenaikan konsentrasi serat. Sedangkan nilai elastisitas 2 jenis serat tak larut lainnya yakni serat gandum dan selulosa, memiliki nilai kekenyalan yang lebih tinggi dari pada penambahan serat 1 % dan 3 %. Nilai elastisitas tertinggi terjadi pada penambahan serat gandum 2 % dengan nilai 1,4810. Sedangkan nilai elastisitas terendah terjadi pada penambahan serat bambu 1 % yaitu sebesar 0,7736.

Pengukuran terhadap nilai elastisitas produk bakso pada kelompok serat larut menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan elastisitas seiring dengan meningkatnya konsentrasi pada semua jenis serat larut. Nilai elastisitas tertinggi terjadi pada penambahan serat CMC 2 % dengan nilai 1,4846. Sedangkan nilai elastisitas terendah terjadi pada penambahan serat gum arab 1 % yaitu sebesar 1,1442. Hubungan antara jenis dan konsentrasi serat makanan dengan elastisitas dapat dilihat pada Gambar 13. Potter (1973) menyatakan bahwa tekstur


(56)

38 dipengaruhi oleh kandungan air pada bahan tersebut. Selain itu, Iskandar (2003) menyebutkan bahwa elastisitas produk dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya pemanasan yang berlebihan dan terlalu cepat selama proses pengolahan dapat mengurangi kemampuan emulsi. Faktor yang mempengaruhi kemampuan emulsi antara lain : suhu pengkuttera, pH, ukuran partikel lemak, jumlah protein miofibrilar yang terekstrak dan viskositas adonan.

B. Mutu Organoleptik Bakso

Nilai sensorik suatu bahan pangan merupakan indikator penting yang dapat menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Soekarto (1990) mutu sensorik pangan adalah sifat produk atau komoditas yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan mata, pembauan/penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan atau pendengaran dengan telinga. Mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu produk pangan, baik sebagai bahan pangan hasil pertanian, bahan mentah industri maupun produk olahan, lebih-lebih sebagai makanan hidangan.

Penilaian mutu dengan uji organoleptik dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, tetapi uji ini memiliki kelemahan, yaitu dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis panelis, dan lingkungan. Pada penelitian ini pengujian nilai sensorik atau organoleptik bakso dilakukan dengan uji hedonik terhadap lima atribut yaitu warna, rasa, tekstur, kekenyalan dan juiceness..

B. 1. Uji Hedonik

Pengujian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perlakuan perbedaan enam jenis serat terhadap kesukaan panelis dari segi warna, rasa, tekstur, kekenyalan dan juiceness. Skala penilaian yang


(57)

39

4.97 4.93 5.07

5.13

4.87

5.03

3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

T

in

g

k

a

t K

esu

k

aan

W

a

rn

a

digunakan memiliki rentang 1 – 7, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka).

1.a. Warna

Warna merupaKan salah satu parameter mutu yang dapat diukur oleh alat indera manusia. Warna merupakan komponen yang cukup penting dari suatu produk pangan dan dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap mutu produk. Menurut Winarno (1997), penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; disamping itu ada sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menetukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dibeli apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

Gambar 14. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna bakso sapi Berdasarkan uji hedonik, tingkat kesukaan panelis terhadap warna bakso berkisar antara 4.87 (di bawah agak suka) hingga 5.13 (agak suka) dengan nilai kesukaan yang lebih tinggi


(58)

40

5.43

5.17

5.03

4.87 4.97

4.57

3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

T

in

g

kat

K

e

s

u

kaa

n

Ra

sa

pada penambahan serat MCC (Gambar 14). Hasil analisa sidik ragam warna bakso (lampiran 14.a) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada semua sampel bakso.

1.b. Rasa

Rasa merupakan salah satu sifat mutu organoleptik yang penting dari produk pangan dan sangat menentukan tingkat penerimaan panelis terhadap produk tersebut. Meskipun suatu produk pangan dinilai bermutu tinggi dari segi fisik, kimia, dan gizi, apabila memiliki rasa yang kurang enak dan tidak membangkitkan selera maka tidak akan ada artinya bagi konsumen.

Gambar 15. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap rasa bakso sapi Hasil uji hedonik panelis terhadap rasa bakso rata-rata menghasilkan skor dengan kisaran 4.87 (di bawah agak suka) hingga 5.43 (diatas agak suka) dengan nilai kesukaan yang lebih tinggi pada penambahan serat gandum (Gambar 15). Hasil analisa sidik ragam (lampiran 15.a) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada sampel yang terbagi menjadi 3 subset. Uji lanjut Duncan (lampiran 15.b) menunjukkan


(59)

41

5.20

4.97

4.67

4.90

5.13

4.47

3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0

Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

T

in

g

kat

Kes

u

kaa

n

T

eks

tu

r

penambahan serat gandum menghasilkan perbedaan dengan penambahan serat MCC dan gum arab, akan tetapi penambahan serat gandum ini tidak menghasilkan perbedaan rasa jika dibandingkan dengan penambahan serat bambu, selulosa, dan CMC.

1.c. Tekstur

Tekstur merupakan segala hal yang berhubungan dengan mekanik, geometris, dan permukaan suatu produk yang dapat diamati secara mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan, dan pendengaran (Rosenthal, 1999). Hasil uji hedonik panelis terhadap tekstur bakso menghasilkan skor dengan kisaran 4.47 (netral) hingga 5.20 (agak suka) dengan nilai kesukaan yang lebih tinggi pada penambahan serat gandum dan yang terendah pada penambahan gum arab (Gambar 16).

Gambar 16. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur bakso sapi Hasil analisa sidik ragam (lampiran 16.a) diperoleh data yang menyatakan bahwa tekstur keenam produk bakso tersebut berbeda nyata dari segi kesukaannya. Uji lanjut Duncan (lampiran 16.b) menunjukkan penambahan serat gum arab dan selulosa menghasilkan perbedaan yang nyata dengan serat MCC,


(1)

Lampiran 17.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekenyalan

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 31.689(a) 34 .932 1.454 .068 Intercept 5141.356 1 5141.356 8019.925 .000 Panelis 27.644 29 .953 1.487 .067 Sampel 4.044 5 .809 1.262 .284 Error 92.956 145 .641 Total 5266.000 180 Corrected Total 124.644 179 a R Squared = .254 (Adjusted R Squared = .079)

Lampiran 17.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Kekenyalan Bakso Sapi Duncan

Sampel N

Subset 1 Gum Arab 30 5.17 MCC 30 5.20 CMC 30 5.27 Bambu 30 5.40 Selulosa 30 5.43 Gandum 30 5.60 Sig. .068

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .641.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.


(2)

Lampiran 18. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Juiciness Bakso Sapi Panelis Gandum Bambu Selulosa MCC CMC Gum Arab

1 6 6 6 5 5 7 2 5 5 5 4 5 5 3 5 5 6 5 6 4 4 4 4 5 4 5 6 5 5 5 4 5 4 5 6 6 4 4 5 5 5 7 6 6 6 5 5 5 8 5 5 5 5 5 6 9 5 6 5 3 4 5 10 4 5 7 6 5 5 11 5 5 5 5 4 4 12 6 5 5 6 5 5 13 5 5 4 5 5 4 14 5 5 5 6 5 5 15 5 4 4 5 5 5 16 4 4 5 5 5 4 17 5 5 5 5 4 6 18 6 4 4 5 5 4 19 6 5 4 5 6 5 20 4 2 5 6 4 4 21 5 5 5 6 5 4 22 4 4 5 5 5 5 23 6 6 5 5 5 6 24 5 5 4 5 5 4 25 5 6 5 6 7 6 26 4 5 5 6 5 3 27 5 5 4 5 7 6 28 6 5 5 6 5 5 29 5 5 4 5 3 4 30 6 6 5 6 5 5

Rata2 5.10 4.90 4.87 5.17 4.97 4.90

Lampiran 18.a. Analisa Sidik Ragam Terhadap Juiciness Bakso Sapi

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Juiciness

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 33.700(a) 34 .991 1.910 .005 Intercept 4470.050 1 4470.050 8613.385 .000 Panelis 31.450 29 1.084 2.090 .002 Sampel 2.250 5 .450 .867 .505 Error 75.250 145 .519 Total 4579.000 180 Corrected Total 108.950 179 a R Squared = .309 (Adjusted R Squared = .147)


(3)

Lampiran 18.b. Uji Lanjut Duncan Terhadap Juiciness Bakso Sapi Duncan

Sampel N

Subset 1 Selulosa 30 4.87 Gum Arab 30 4.90 Bambu 30 4.90 CMC 30 4.97 Gandum 30 5.10 MCC 30 5.17 Sig. .164

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .519.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.

Lampiran 19. Nilai Sineresis bakso sapi yang ditambahkan serat pangan pada konsentrasi 2 % selama studi penyimpanan.

Sampel Ulangan

Sineresis Rata-Rata Sineresis

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Gandum 1 1.028 1.780 1.490 1.08 1.70 1.56

2 1.132 1.620 1.630

Bambu 1 1.386 1.381 1.981 1.42 1.34 1.90

2 1.454 1.299 1.819

Selulosa 1 1.800 1.870 2.140 1.74 1.82 2.08

2 1.680 1.770 2.020

MCC 1 1.820 1.954 2.504 1.88 1.95 2.42

2 1.940 1.946 2.336

CMC 1 1.006 1.603 1.710 0.96 1.54 1.68

2 0.914 1.477 1.650

Gum Arab

1 2.100 1.612 2.402

2.06 1.55 2.30

2 2.020 1.488 2.198

Kontrol 1 2.387 1.750 2.650 2.30 1.80 2.78

2 2.213 1.850 2.910

Lampiran 20. Spesifikasi serat gandum

Criteria Serat Gandum 1 Serat Gandum 2

Colour white white

Structure micro-powder fibres

Diteary fibre content ~ 98 % ~ 98 % Flavour and taste neutral neutral Bulk density ~ 210 g/l ~ 75 g/l Ø fibre length 80 µm 250 µm

Ø particle size - -


(4)

Lampiran 21. Spesifikasi serat bambu Criteria Serat Bambu

Colour white Structure fibres Flavour and taste neutral

Insoluble dietary fibres Max. 90 % Soluble dietary fibres 84 µm Bulk density 200 g/l 90 % of all particles < 750 µm Water binding capacity 400 %


(5)

Lampiran 22. Alat Texture Analyzer TAXT2

Lampiran 23. Parameter-parameter Produk yang dapat diukur dengan Texture Analyzer TAXT2


(6)