Pengaruh Variasi Volume Ammonia (NH4OH) 10% Terhadap Warna Pada Produksi Resiprene 35 Di PT. Industri Karet Nusantara

(1)

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10%

TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT.

INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

RICHARD SAMBERA. K

072409046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET

NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

RICHARD SAMBERA. K 072409046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA

(NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : RICHARD SAMBERA. K

Nomor Induk Mahasiswa : 072409046

Program Studi : D-3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2010 Komisi Pembimbing :

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP 19540830 198503 2 001 NIP 19540830 198503 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET

NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah saya ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali bebarapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

RICHARD SAMBERA. K 072409046


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT. Atas rahmat dan ridhonya serta karunianya sehingga penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dapat berjalan dengan lancar dan diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun penulisan laporan ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa semester VI, D-3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA - USU). Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene dari tanggal 18 Januari sampai dengan 18 Februari 2010.

Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu Penulis selama dalam pembuatan laporan ini. 1. Keluarga tercinta, Ayahanda Rajin Wilson Keliat dan Ibunda Syarifah Br.

Sembiring serta Kakanda Serlina Ferawati K dan Abangda Esra Yansen Keliat yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan do’a bagi Penulis serta bantuan berupa moril dan materil.

2. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.Sc, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara serta selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis

4. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill, selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf dan Pegawai Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan surat-surat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Bapak Drs. Suprianto M.MA selaku Manager PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene.

7. Bapak Zulfan Abdi Simorangkir, Ahmad K. Wardhana, selaku Pembimbing di PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik Resiprene.

8. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene, yang telah membantu dan mengarahkan Penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

9. Rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri khususnya angkatan 2007, yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada Penulis selama perkuliahan sampai laporan ini selesai, baik langsung maupun tidak langsung.

10.Buat teman – teman yang kubanggakan Sigit Surya Arbi, Aulia Rahman, Fahrul Rozi N, Rianza Rizqi, Septian Bayu Utama, Gunawan Anshori, Jaka Kelana, Hendra Y, Rusdalia Ningsi, M. Fahriza Putra, Dian M.P, Sukamto, Ermita Trisna, Ayu, Joshua, Eka, Lia dan teman – teman lainnya yang tidak mungkin penulis


(6)

ucapkan satu persatu. Saya berterima kasih karena selalu memberikan motivasi serta semangat kepada Penulis dan yang membantu Penulis menyelesaikan laporan PKL ini.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini, namun Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan Penulis.


(7)

ABSTRAK

Variasi jumlah ammonia (NH4OH) 10% dapat mempengaruhi salah satu parameter

fisik resiprene 35 yaitu pada warna. Jika volume ammonia 10% suatu larutan resiprene 35 tinggi maka akan mengakibatkan resiprene yang dihasilkan akan berwarna semakin gelap dan jika volume ammonia 10% semakin rendah maka warna yang dihasilkan akan terlalu cerah sehingga tidak memenuhi standar mutu pada produk resiprene itu sendiri. Hubungan antara jumlah variasi volume ammonia 10% dengan warna ialah linear yang berbanding lurus.


(8)

EFFECT VARIATION VOLUME OF AMMONIA (NH4OH) 10% FOR COLOUR GRADE RESIPRENE 35 ON PRODUCTION AT PT. INDUSTRI

KARET NUSANTARA

ABSTRACT

The amount of variation in ammonia (NH4OH) 10% could affect one of the physical

parameters of the resiprene 35 colors. If the ammonia solution 10% of a high resiprene 35 will cause the resulting resiprene be darker color and if the ammonia 10% lower then the resulting color is too bright, so do not meet quality standards in resiprene product itself. The relationship between the number of variations of 10% volume of ammonia with the color is directly proportional linear.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Perkembangan Karet 4

2.2 Karet 6

2.2.1 Karet Alam 7

2.2.1.1 Sifat – Sifat Karet Alam 8

2.2.3 Lateks 9

2.3 Karet Remah 10

2.5 Resin 14

2.5.1 Jenis - Jenis Perekat 16

2.6 Ammonia 18

2.7 Warna 19

Bab 3 Metodologi 21

3.2 Alat dan Bahan 21

3.2.1 Alat 21

3.2.2 Bahan 22

3.3 Prosedur 22

3.3.1 Pengambilan Sampel Resiprene 35 dari Saparator 22

3.3.2 Penentuan Warna Resiprene 35 22

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 24

4.1 Hasil 24

4.2 Pengolahan Data 24

4.3 Pembahasan 26

Bab 5 Kesimpulan 28

5.1 Kesimpulan 28

5.2 Saran 29

Daftar Pustaka 30


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Tabel Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering 9

Tabel 2.2 Standar Spesifikasi SIR 12

Tabel 2.3 Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No.

230/Kp/X/1972 13

Tabel. 4.1. Analisa Warna Resiprene 35 24 Tabel 4.2. Data Metode Least Square 24 Tabel 4.3. Data Persamaan Garis Regresi 26


(11)

ABSTRAK

Variasi jumlah ammonia (NH4OH) 10% dapat mempengaruhi salah satu parameter

fisik resiprene 35 yaitu pada warna. Jika volume ammonia 10% suatu larutan resiprene 35 tinggi maka akan mengakibatkan resiprene yang dihasilkan akan berwarna semakin gelap dan jika volume ammonia 10% semakin rendah maka warna yang dihasilkan akan terlalu cerah sehingga tidak memenuhi standar mutu pada produk resiprene itu sendiri. Hubungan antara jumlah variasi volume ammonia 10% dengan warna ialah linear yang berbanding lurus.


(12)

EFFECT VARIATION VOLUME OF AMMONIA (NH4OH) 10% FOR COLOUR GRADE RESIPRENE 35 ON PRODUCTION AT PT. INDUSTRI

KARET NUSANTARA

ABSTRACT

The amount of variation in ammonia (NH4OH) 10% could affect one of the physical

parameters of the resiprene 35 colors. If the ammonia solution 10% of a high resiprene 35 will cause the resulting resiprene be darker color and if the ammonia 10% lower then the resulting color is too bright, so do not meet quality standards in resiprene product itself. The relationship between the number of variations of 10% volume of ammonia with the color is directly proportional linear.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat pada dewasa ini, maka mutu produk yang dihasilkan tentu harus semakin baik pula. Oleh sebab itu setiap perusahaan harus memperhatikan atau meningkatkan mutu barang yang dihasilkan, karena mutu produk merupakan ukuran penting bagi konsumen dan dapat menentukan kemajuan suatu perusahaan. Untuk menghasilkan mutu yang baik, maka perusahaan harus menata diri dan memperhatikan proses pengolahan pada setiap unit operasi sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan dapat juga diterima oleh pasar lokal maupun internasional.

PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik Resiprene merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi resiprene 35 sejak tahun 1998, resiprene yang dihasilkan ialah resiprene 35 dengan menggunakan bahan baku karet SIR 10. Mutu karet SIR sangat mempengaruhi terhadap mutu produk resiprene 35. Pada proses pembuatan resiprene 35 di PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik Resiprene di bagi dalam dua tahapan proses yaitu proses siklisasi dalam tangki reaktor


(14)

dan pemeraman dalam tangki saparator. Secara umum, kegiatan pada proses siklisasi dapat diuraikan sebagai salah satu kegiatan dimana proses pencampuran antara bahan baku dengan pelarut – pelarut kimia yang digunakan dalam reactor yang bertujuan untuk melarutkan bahan baku. Sedangkan pada proses pemeraman, secara garis besarnya adalah proses pengendapan bahan baku yang telah dilarutkan dalam tangki saparator selama empat hari dengan penambahan ammonia (NH4OH) 10%. Tujuan pemeraman ini ialah untuk memisahkan zat – zat pengotor yang ada dalam larutan resiprene serta pelarut – pelarut yang digunakan.

Pada proses pemeraman yang digunakan di PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Resiprene yaitu dengan standar volume 50 liter per satu saparator dapat mempengaruhi salah satu parameter uji kualitas produk resiprene 35 yang dihasilkan yaitu pada parameter warna produk (colour grade). Berdasarkan analisis diatas maka penulis tertarik mengambil judul “ Pengaruh Variasi Volume Ammonia (NH4OH 10%) Terhadap Colour Grade Pada Produksi Resiprene 35 Di PT. Industri Karet Nusantara “.

1.2.Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah :

1. Bagaimanakah hubungan variasi volume ammonia terhadap warna pada resiprene 35.

2. Berapakah volume ammonia yang sesuai agar di dapat warna pada resiprene 35 yang memenuhi standar.


(15)

1.3.Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh variasi volume ammonia (NH4OH) 10% terhadap warna pada resiprene 35.

2. Untuk mengetahui banyaknya volume ammonia (NH4OH) 10% yang sesuai dengan standar warna resiprene 35.

1.4.Manfaat

1. Memberikan pengetahuan pada penulis bagaimana hubungan antara variasi volume ammonia (NH4OH) 10% dan warna pada resipene 35.

2. Memberikan pengetahuan mengenai berapa jumlah volume ammonia (NH4OH)10% yang sesuai dengan warna standar pada resipene 35.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar – besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industry yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon – pohon itu hidup secara liar di hutan – hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang – orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dapat dipantul – pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.


(17)

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Frenhneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut. Freshneau juga menyertakan gambar dari tanamana tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanamana Hevea ini.

Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh. Cara perlukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien daripada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali – kali.

Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenalkan karena tanaman Hevea yang didapat barasal dari Brazil, tepatnya di daearah Amazon.

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah – daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tuhun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120 – 130oC. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang diketahui dapat dimanfaatkan.

Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk


(18)

mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich.. (Tim Penulis PS, 1999)

2.2 Karet

Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapai bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi bersama sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni makin melunak karena rantainya pecah – pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.

Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene (2 metil 1.3 butadiena) : CH2 = CH – CH = CH2 (CH2 – CH = CH – CH2)n

CH3 CH3 ( 2 metil 1.3 butadiena ) ( Karet alam )

Berat molekul karet alam rata – rata 10.000 – 40.000. Molekul – molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan


(19)

mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan – bahan yang bersifat elastis.

Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikiroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segara dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain – lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam – asam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.

Sifat – sifat mekanis karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun. ( M.A. Cowd., 1991 )

2.2.1. Karet Alam

Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibanding dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastic. Perekat yang dibuat dari karet ala mini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan terhadap panas pada


(20)

suhu 35 – 40 oC sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas 70oC.

Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm2 pada suhu kamar.

Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan mengelupas sempai 6 kg/m2. salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira – kira 25%.

Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi. (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, 2008)

2.2.1.1. Sifat – Sifat Karet Alam

1. Daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna 2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah

3. Tidak mudah panas 4. Tidak mudah retak


(21)

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering

Komponen Komponen dalam lateks segar (%)

Komponen dalam lateks kering (%)

Karet hidrokarbon 36 92 - 94

Protein 1.4 2.5 - 3.5

Karbohidrat 1.6

Lipida 16 2.5 - 3.2

Persenyawaan organic lain

0.4

Persenyawaan anorganik

0.5 0.1 - 0.5

Air 58.5 0.3 - 1.0

Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Morton, M. Rubber Technology. Edisi ke-3. New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.

Pada saat penyimpangan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan rekasi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet.. (Indra Surya., 2006)

2.2.3. Lateks

Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga


(22)

lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefenisikan sebagai system fosfolipida yang terdispersi dalam serum.

Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdipersi dalam cairan.

2.3. Karet Remah

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam perdagangan dikenal dengen sebutan “karet sperelatif baru”, karena penentuan kualitas atua penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.

Dengan pengolahan karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya lebih menarik.

Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet :

a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam – macam karakteristik anatara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan SIR 50.

b. Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci3 atau 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus rapi dengan plastic polietin setebal 0,03 mm dengan titik


(23)

pelunakan 108oC, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam – macam pelapis (coating).

Berbagai bahan olah karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan dengan bermacam – macam prosesing.

a. Penentuan Kualitas Karet Remah

Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara – cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri – ciri teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur – unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap sifat akhir produk yang dibuat dari karet.

Unsur – unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah : 1. Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang – barang dari karet.

2. Kadar abu (ash content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen .terhadap penambahan bahan – bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.


(24)

3. Kadar zat menguap (volatile content)

Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering.

Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR).

b. Standar Indonesia Rubber

Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik prosesing ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Ketentuan – ketentuan tentang SIR mulanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan – ketentuan yang menyangkut SIR yang kriterianya tercantum pada tabel.

Tabel 2.2. Standar Spesifikasi SIR

Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50

Kadar Kotoran 0,05 0,20 0,35 0,50

Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25

Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1.00 1,00

Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention

Index (PRI)−nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H


(25)

untuk nilai PRI−nya antara 30 – 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR.

PRI adalah ukuran terhdadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter.

Dengan berkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penentuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.

Tabel 2.3. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No. 230/Kp/X/1972

Spesifikasi Standard Indonesia Rubber (SIR)

5CV 5LV 5 L 5 10 20 50

Kadar Kotoran (%, maks.)

0,05 0,05 0,05 0,05 0,10 0,20 0,50

Kadar abu (%, maks.)

0,50 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 1,50

Kadar zat menguap (%, maks.)

1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

PRI (min.) - - 60 60 50 40 30

Po (min.) - - 30 30 30 30 30

Indeks warna (Lovibond, maks.)

- - 6 - - - -

ASH-T (maks.) 8 8 - - - - -

Sari aseton - 6 – 8 - - - - -


(26)

Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut.

Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik.

Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dari Negara produsen karet bongkah selain Indonesia yang memiliki standar sendriri – sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan sebagainya. (Djoehana Setyamidjaja., 1993 )

2.5. Resin

Sejak zaman dahulu, getah, dan resin telah dihasilkan oleh batang dari pertumbuhan pepohonan. Beberapa dari bahan - bahan ini ditunjukkan kombinasi yang tidak umum dari bagian – bagian dimana kita mencampurnya dengan plastic modern. Jika mereka dipanaskan, resin itu akan menjadi lembut atau halus dan berubah menjadi plastic. Mereka akan mengubah bentuk jika ditempatkan pada suatu tekanan, dan dalam biasanya karakteristik mereka seperti liquid, dimana perubahan bentuk mereka dibawah tekanan gravitasi. Sebelum resin ini dicukupkan pada bentuk padatan yang kokoh untuk menahan bentuk akhir mereka ketika tekanan tidak lagi digunakan.


(27)

Sifat senyawa resin ini adalah salah satu contoh dari plastic alam, mereka dapat dibuat untuk mengikuti bentuk seperti sebuah cairan dan sebelum terbentuk dari bentuk mereka sendiri, seperti suatu padatan. Hal ini seperti gabungan yang aneh dari sifat - sifat yang dapat kita temukan pada karakteristik sifat dasar dari bahan - bahan plastik. Sifat itu sendiri disebut dengan plasticity. (Cook, J.C., 1965)

Resin adalah hidrokarbon sekresi tanaman, terutama pohon-pohon jenis konifera. Hal ini dinilai untuk kandungan kimia dan menggunakan, seperti pernis dan perekat, sebagai sumber bahan baku yang penting untuk sintesis organik, atau untuk dupa dan parfum.

Istilah ini juga digunakan untuk bahan sintetik sifat yang sama. Resin memiliki sejarah yang sangat panjang dan disebutkan oleh kedua Theophrastus Yunani kuno dan Romawi kuno Pliny yang Tua, terutama sebagai bentuk-bentuk yang dikenal sebagai kemenyan dan mur. Mereka sangat berharga zat yang digunakan untuk banyak tujuan, terutama wewangian dan dupa dalam ritual keagamaan.

Tidak ada konsep tentang mengapa tanaman mengeluarkan resin. Namun, resin terutama terdiri dari metabolit sekunder atau senyawa yang tampaknya tidak memainkan peran utama dalam fisiologi tanaman. Sementara beberapa ilmuwan melihat resin hanya sebagai produk limbah, manfaat protektif mereka untuk menanam secara luas didokumentasikan. Senyawa resin beracun dapat mengacaukan berbagai herbivora, serangga, dan patogen, sedangkan senyawa fenolik volatile dapat menarik


(28)

dermawan seperti parasitoid atau predator dari herbivora yang menyerang tanaman. (wikipedia.org/wiki/Resin)

2.5.1. Jenis – Jenis Perekat

Pengetahuan mengenai perekat dan tipe perekat perlu diketahui sebab pemahaman yang lebih baik tentang perekat dapat membantu kualitas produk yang sekaligus mengidentifikasi bahan yang nyata dan potensial untuk menentukan perumusan dari produk – produk yang berbeda dan merupakan pemahaman konsep – konsep tentang struktur kimia materi perekat.

Ada tiga kategori perekat yang berbeda : a. Plastik, yang disebut flexible polymer b. Elastomer, yang disebut synshetic rubber c. Karet alam yang disebut natural rubber

Perekat dapat dikelompokkan dalam :

1. Perekat yang berasal dari tulang hewan serta tumbuh – tumbuhan disebut perekat Thermosetting seperti : protein hewani, protein nabati, kasein, dan perekat sintetik. Yang dapat digolongkan ke dalam Thermosetting yaitu : polyester, epoksi, fenolat, polivinil asetat dan polimer lainnya. Bentuk protein ini bisa cairan, pasta, padat atau dalam bentuk lembaran film.

2. Perekat yang dibuat secara sintetik seperti : polimer vinil, akrilik, poliamida, sellulosa, polistiren, polikarbonat-sellulosa, resin, lilin, mineral, dan sirlak. Mereka disebut Thermoplastik. Dari perekat ini dapat berbentuk emulsi padat, dan lembaran film. Perekat ini berguna untuk plastic, keramik, kayu, dan kertas.


(29)

3. Karet alam dan sintetik disebut karet Thermoplastik, seperti karet nitril, karet butyl, karet khlofoprena. Kombinasi antara resin thermoplastic dan resin thermoseting berguna untuk menyambung logam dan benda keras lainnya, dimana perekat dari resin ini menjadi pilihan utama untuk menunjang keperluan tersebut.

Resin epoksi merupakan perekat sintetik yang banyak dipaka untuk berbagai keperluan termasuk buat konstruksi bangunan. Keyakinan akan pentingnya peran epoksi buat keperluan bangunan dalam proses modernisasi menghasilkan suatu pendekatan khusus yakni pendekatan aplikasi terhadap pemakain perekat epoksi tidak sampai di situ saja penggunaanya bahkan sampai pada industry otomotif.

Didalam membuat perekat epoksi diperlukan modifikasi terhadap reaksi dengan polisulfida yang akan menghasilkan fleksibelitas dan memiliki daya rekat yang kuat tanpa bantuan bahan lain sebagai pelengkap. Perekat epoksi ini baik sekali untuk alumunium, marmer, beton, baja, kayu, keramik dan industry konstruksi pesawat terbang.

Perekat epoksi dapat menahan beban (strength bond) sampai 9000 kg/m2, dengan demikian perekat epoksi termasuk perekat superior. Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa pemakaian epoksi merupakan peranan di dalam tingkat pembangunan karena pemakaiannya yang begitu luas dan kualitas yang dapat dipercaya. (Eddy Tano., 1997)


(30)

2.6. Ammonia

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.

Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat ammonia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Ammonia )


(31)

2.7. Warna

Selain sebagai factor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditanai dengan adanya warna yang seragam dan merata.

Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter, spektrofotometer, atau alat – alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat – alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan bukan cairan atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkan terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka – angka.

Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam besaran value, hue, dan chroma. Nilai value menunjukkan gelap dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning, sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen ini diukur dengan menggunakan alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas permukaan suatu bahan. Angka – angka yang diperoleh berbeda untuk setiap warna, kemudian angka – angka tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas.

Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.


(32)

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula caramel atua roti yang dibakar. 3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus

amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi ; misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organic dengan udara akan menghasilkan warna hitam, atau coklat gelap ; misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.

5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif.


(33)

BAB 3

ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat

a. Alat – alat

1. Alu dan lumpang 2. Saringan

3. Beaker glass Phyrex 100 ml

4. Neraca analitik 5. Stirrer

6. Pipet tetes 7. Kertas 8. Stopwatch 9. Statif dan Klem 10.Kuvet

11.Blender

12.Lovibond Orbecco – Hellig

13.Gelas ukur Phyrex 50 ml


(34)

3.1.2. Bahan

1. Toluena P.a. Liquid

2. Resiprene 35

3. Ammonia 10% P.a. Liquid

3.2 Prosedur

3.2.1 Pengambilan Sampel Resiprene 35 dari Saparator

1. Larutan resiprene yang baru ditransfer dari tangki reactor menuju tangki saparator diambil dari tangki saparator sebelum ditambahkan dengan ammonia 10%.

2. Disiapkan lima buah saparator (corong pisah)

3. Dimasukkan 500 gram larutan resiprene ke tiap saparator

4. Ditambahkan ammonia 10% kedalam masing – masing saparator (corong pisah) dengan variasi volume 25 ml, 50 ml, 75 ml, 100 ml, dan 125 ml. 5. Diendapkan larutan dalam saparator selama 4 hari

6. Diambil larutan yang paling atas yaitu larutan resin

3.2.2 Penentuan Warna Pada Resiprene 35

1. Dihaluskan resiprene 35.

2. Diayak resiprene 35 halus sebanyak 9 gram.

3. Ditimbang dengan beaker glass 100 ml beserta stirrer yang akan digunakan.


(35)

4. Ditimbang Toluena sebanyak 6 gram.

5. Dimasukkan resiprene 35 gram kedalam beaker glass 100 ml.

6. Ditambahkan toluene sebanyak 6 gram kedalam beaker glass 100 ml yang sudah berisi resiprene 35 yang halus.

7. Ditutup beaker glass 100 ml dengan kertas yang telah dilubangi tengahnya.

8. Diaduk dengan stirrer selama 30 menit. 9. Dimasukkan larutan kedalam kuvet.

10.Dimasukkan kuvet yang berisi larutan kedalam alat Lovibond Orbecco – Hellig.

11.Dihidupkan alat Lovibond Orbecco – Hellig.

12.Diputar disk Lovibond Orbecco – Hellig sampai warna disk sama pada warna larutan.

13.Dicatat angka pada disk Lovibond Orbecco – Hellig yang telah sesuai dengan warna larutan


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari pengamatan yang dilakukan pada laboratorium untuk analisa warna resiprene 35 PT. Industri Karet Nusantara didapat data sebagai berikut :

Tabel. 4.1. Analisa Warna Resiprene 35

4.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode Least Square pada hasil pengamatan analisa warna resiprene 35.

Tabel 4.2. Data Metode Least Square

No. Variasi Ammonia 10% Warna Pada Lovibond

1 25 ml 11.5

2 50 ml 12

3 75 ml 12.5

4 100 ml 13

5 125 ml 13.5

X Y X2 XY

25 11.5 625 287.5

50 12 2500 600

75 12.5 5625 937.5

100 13 10000 1300

125 13.5 15625 1687.5

∑X = 327 ∑Y = 62.5 ∑X2


(37)

a. Metode Least Square

a = 2 2

) ( ) ( ) )( ( ) ( X X n Y X XY n Σ −

Σ − Σ Σ

Σ

= 2

) 375 ( ) 34375 ( 5 ) 5 . 62 )( 375 ( ) 5 . 4812 ( 5 − − = 140625 171875 5 . 23437 5 . 24062 − − = 31250 625

= 0.02

b = 2 2

2 ) ( ) ( ) )( ( ) )( ( X X n XY X Y X Σ −

ΣΣ − Σ Σ

Σ

= 2

) 375 ( ) 34375 ( 5 ) 5 . 4812 )( 375 ( ) 5 . 62 )( 34375 ( − − = 140625 171875 5 . 1804687 5 . 2148437 −− = 31250 343750 = 11

b. Persamaan Garis Regresi Y = ax + b

Y1 = 0.02(25) + 11 = 11.5

Y2 = 0.02(50) + 11 = 12


(38)

Y3 = 0.02(75) + 11 = 12.5

Y4 = 0.02(100) + 11 = 13

Y5 = 0.02(125) + 11 = 13.5

Tabel 4.3. Data Persamaan Garis Regresi

No. (X) Variasi Ammonia 10% (Y) Warna Pada Lovibond

1 25 ml 11.5

2 50 ml 12

3 75 ml 12.5

4 100 ml 13

5 125 ml 13.5

4.3. Pembahasan

Salah satu hal yang terpenting dalam penentuan warna resiprene agar mendapati hasil warna yang memenuhi standar mutu dari resiprene ialah terletak pada kualitas bahan baku SIR (Standar Indonesia Rubber) dimana pada PT. Industri Karet Nusantara menggunakan SIR 10. Maka dari itu, sebelum SIR 10 diproses kedalam tangki reactor siklisasi terlebih dahulu dilakukan pengujian moisture content untuk mengetahui apakah SIR 10 yang digunakan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dalam proses siklisasi juga perlu diperhatikan lamanya proses pelarutan dalam tangki reactor, hal ini juga berpengaruh terhadap warna resiprene yang dihasilkan. Semakin lama waktu pelarutan maka berpengaruh terhadap warna larutan resiprene yang semakin gelap.


(39)

Penambahan ammonia 10% pada tangki saparator sebanyak 25 ml untuk skala laboratorium yang berfungsi untuk menetralkan bilangan asam terhadap larutan resiprene 35 agar memenuhi standar mutu dari produk itu sendiri serta berfungsi untuk mengikat kotoran – kotoran dari bahan baku SIR 10 pada larutan resiprene 35 agar kotoran tidak menempel pada larutan dan ammonia 10% itu sendiri dapat berperan sebagai mencerahkan warna dari produk. Jika penambahan ammonia 10% melebihi dari yang telah ditetapkan, maka kemungkinan besar warna resiprene itu sendiri akan semakin gelap sehingga tidak memenuhi standar mutu dari produk tersebut.

Jadi standar penambahan ammonia 10% yang digunakan pada proses dekantasi yaitu sebanyak 25 ml. Bila volume ammonia 10% lebih dari 25 ml maka akan berpengaruh pada warna yang semakin gelap, sedangkan bila volume ammonia 10% kurang dari 25 ml maka warna resiprene 35 akan menjadi terlalu pucat dan memiliki bilangan asam yang tinggi.


(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Semakin banyak jumlah ammonia 10% yang ditambahkan pada tangki saparator pada saat pengendapan maka akan semakin gelap warna resiprene 35 yang dihasilkan, sebaliknya semakin sedikit jumlah ammonia 10% yang ditambahkan maka warna resiprene berwarna lebih cerah sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Keduanya memiliki hubungan linier yang berbanding lurus.

2. Banyaknya volume ammonia 10% yang digunakan agar memenuhi standar mutu resiprene 35 itu sendiri ialah 25 ml dalam skala laboratorium. Jika volume ammonia 10% dibawah 25 ml maka warna dari resiprene 35 akan berwarna pucat tidak sesuai mutu yang harapkan sedangkan jika diatas 25 ml maka warna resiprene akan berwarna semakin gelap.


(41)

5.2. Saran

1. Sebaiknya pemeriksaan terhadap moisture content pada bahan baku yang digunakan yaitu SIR 10 dilakukan sebelum diolah pada tangki reactor agar menghasilkan warna resiprene sesuai standar mutu yang telah ditetapkan.

2. Sebaiknya pemeriksaan warna pada resiprene 35 dilakukan setiap kali produk dihasilkan dari tangki saparator sebelum dipasarkan.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Cook, J.C. 1965. Your Guide To Plastics. United States Of America : The English Language Book Society and Merrow Publishing Co. LTD.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.

Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13.Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas

Sumatera Utara.

Tano, E. 1997. Pedoman Membuat Perekat Sintesis. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. http://en.wikipedia.org/wiki/Resin Diakses tanggal 21 April 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ammonia Diakses tanggal 2 Mei 2010. .


(43)

L

A

M

P

I

R

A

N


(44)

Grafik Volume Ammonia (CH4OH) 10 % Vs Colour Grade Dalam Toluena 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 14

25 ml 50 ml 75 ml 100 ml 125 ml

Volume Ammonia 10%

C o lo u r G r a d e D a la m T o lu e n a


(45)

Spesifikasi Mutu Produk Resiprene 35

No Jenis Parameter Satuan Standar Uji

1 Viskositas 33,33 % B/B Pada Suhu 20oC

Detik 18 – 28

2 Penentuan Warna 60% B/B dalam Toluena

- Maks. 13

3 Berat Jenis pada Suhu 25oC Gr/ml Mask. 0,98

4 Tampilan - Bersih

5 Titik Lebur oC 125 – 140


(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Semakin banyak jumlah ammonia 10% yang ditambahkan pada tangki saparator pada saat pengendapan maka akan semakin gelap warna resiprene 35 yang dihasilkan, sebaliknya semakin sedikit jumlah ammonia 10% yang ditambahkan maka warna resiprene berwarna lebih cerah sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Keduanya memiliki hubungan linier yang berbanding lurus.

2. Banyaknya volume ammonia 10% yang digunakan agar memenuhi standar mutu resiprene 35 itu sendiri ialah 25 ml dalam skala laboratorium. Jika volume ammonia 10% dibawah 25 ml maka warna dari resiprene 35 akan berwarna pucat tidak sesuai mutu yang harapkan sedangkan jika diatas 25 ml maka warna resiprene akan berwarna semakin gelap.


(2)

5.2. Saran

1. Sebaiknya pemeriksaan terhadap moisture content pada bahan baku yang digunakan yaitu SIR 10 dilakukan sebelum diolah pada tangki reactor agar menghasilkan warna resiprene sesuai standar mutu yang telah ditetapkan.

2. Sebaiknya pemeriksaan warna pada resiprene 35 dilakukan setiap kali produk dihasilkan dari tangki saparator sebelum dipasarkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Cook, J.C. 1965. Your Guide To Plastics. United States Of America : The English Language Book Society and Merrow Publishing Co. LTD.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.

Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13.Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas

Sumatera Utara.

Tano, E. 1997. Pedoman Membuat Perekat Sintesis. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. http://en.wikipedia.org/wiki/Resin Diakses tanggal 21 April 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ammonia Diakses tanggal 2 Mei 2010. .


(4)

L

A

M

P

I

R

A

N


(5)

Grafik Volume Ammonia (CH4OH) 10 % Vs Colour Grade Dalam Toluena 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 14

25 ml 50 ml 75 ml 100 ml 125 ml

Volume Ammonia 10%

C o lo u r G r a d e D a la m T o lu e n a


(6)

Spesifikasi Mutu Produk Resiprene 35

No Jenis Parameter Satuan Standar Uji

1 Viskositas 33,33 % B/B Pada Suhu 20oC

Detik 18 – 28

2 Penentuan Warna 60% B/B dalam Toluena

- Maks. 13

3 Berat Jenis pada Suhu 25oC Gr/ml Mask. 0,98

4 Tampilan - Bersih

5 Titik Lebur oC 125 – 140

6 Bilangan Asam mgKOH/Gr < 5