Pembagian Warisan Dalam Pandangan Hukum Islam

24

BAB II DASAR-DASAR PENGATURAN WARISAN ANTARA SEORANG MUSLIM

DENGAN NON MUSLIM DALAM HUKUM ISLAM

A. Pembagian Warisan Dalam Pandangan Hukum Islam

Harta benda adalah segala sesuatu yang sangat disenangi setiap orang sehingga selalu diupayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sesuatu itu bisa berbentuk barang-barang, uang dan sebagainya, yang menjadi kekayaan. 57 Harta adalah sesuatu yang disenangi naluri dan dapat disimpan untuk waktu yang diperlukan serta dapat diserahkan dan dapat dihalangi seseorang dalam mempergunakan atau menikmatinya. 58 Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu “warasa-yarisu” yang berarti berpindah harta seorang fulan kepada seseorang yang telah meninggal. 59 Sedangkan Al-mirats menurut istilah para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup baik yang ditinggalkan itu berupa harta, tanah atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syari’i. 60 Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris. Ahli waris adalah orang yang pada saat seorang pewaris meninggal dunia, mempunyai 57 WJS. Poerdawinio, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka, 1983, hal. 257 58 Salam Madkur, Al-Fiqh Al-Islami, Juz II, Mesir : Abdullah Wahbah, 1995, hal. 157 59 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Luqah wa Al-A’lam, Beirut, Alkasulukiyah, 1986, hal. 895 60 M. Ali As-Sabuni, Pembagian Waris menurut Islam, Penerjemah A.M. Basamalah, Jakarta, Gema Insani Press, 1995, hal. 33. 24 Universitas Sumatera Utara 25 hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. 61 Setiap masalah yang dihadapi oleh manusia ada hukumya yaitu: wajib, sunat, haram dan mubah. Di samping ada pula hikmahnya atau motif hukumnya. Namun, hanya sebagian kecil saja masalah-masalah yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang jelas dan pasti, sedangkan sebagian besar masalah-masalah itu tidak disinggung dalam Al-Qur’an atau sunnah secara eksplisit, atau disinggung tetapi tidak dengan keterangan yang jelas dan pasti. Hal yang demikian itu tidak berarti Allah SWT dan Rasul-nya lupa atau lengah dalam mengatur syariat Islam tetapi justru itulah menunjukan kebijakan Allah dan Rasul-nya yang sangat tinggi atau tepat dan merupakan rahmat bagi umat manusia. Sebab masalah-masalah yang belum atau tidak ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah itu diserahkan kepada pemerintah, ulama atau cendekiawan Muslim, dan ahlul hilli wal ‘aqdi orang-orang yang punya keahlian menganalisa dan memecahkan masalah untuk melakukan pengkajian atau ijtihad guna menetapkan hukumnya, yang sesuai dengan kemaslahatan masyarakat dan perkembangan kemajuannya. 62 Masalah-masalah yang menyangkut warisan seperti halnya masalah-msalah lain yang dihadapi manusia ada yang sudah dijelaskan permasalahannya dalam Al- Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang kongkret, sehingga tidak timbul macam- 61 Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004, hal. 57 62 Vide Muhammad Sallam Madkur, Al-Magkhal lil Fiqh al-Islamy, Cairo, Dar al-Nahdhah Al-Arabiyah, 1960, hal. 211-212. Dan untuk memahamimencari hikmah di balik ketetapan suatu hukum Islam, vide M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, hal. 380-404 Universitas Sumatera Utara 26 macam interpretasi, bahkan mencapai ijma’ konsensus di kalangan ulama dan umat Islam. Misalnya kedudukan suami istri, bapak, ibu dan anak lelaki atu perempuan sebagai ahli waris yang tidak bisa tertutup oleh ahli waris lainnya dan juga hak bagian masing-masing. Waris adalah harta peninggalan setelah hak-hak yang wajib 63 Selain dari itu masih banyak masalah warisan yang dipersoalkan atau diperselisihkan. Misalnya ahli waris yang hanya terdiri dari dua anak perempuan. Menurut kebanyakan ulama, kedua anak perempuan tersebut mendapat bagian dua pertiga, sedangkan menurut Ibnu Abbas, seorang ahli tafsir terkenal, kedua anak tersebut berhak hanya setengah dari harta pusaka. Demikian pula kedudukan cucu dari anak perempuan sebagai ahli waris, sebagai ahli waris jika melalui garis perempuan, sedangkan menurut syiah, cucu baik melalui garis lelaki maupun garis perempuan sama-sama berhak dalam warisan. Penyebab timbulnya bermacam-macam pendapat dan fatwa hukum dalam berbagai masalah waris adalah cukup banyak. Tetapi ada dua hal yang menjadi penyebab utamanya, yakni : 1. Metode dan pendekatan yang digunakan oleh ulama dalam melakukan ijtihad berbeda; dan 2. Kondisi masyarakat dan waktu kapan ulama melakukan ijtihad juga berbeda. Hal-hal tersebut itulah yang menyebabkan timbulnya berbagai mazhab atau aliran dalam hukum fiqh Islam, termasuk hukum waris. Maka dengan maksud mempersatukan dan memudahkan umat Islam dalam mencari kitab pegangan hukum 63 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 1997, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, hal.55. Universitas Sumatera Utara 27 Islam, Ibnu Muqqafa wafat tahun 762 M menyarankan Khalifah Abu Ja’far al- Mansur agar disusun sebuah Kitab Hukum Fiqh Islam yang lengkap berdasarkan Al- Qur’an, Sunnah,dan ra’yu yang sesuai dengan keadilan dan kemaslahatan umat. Khalifah Al-Mansur mendukung gagasan tersebut. Namun gagasan tersebut tak mendapat respon yang positif dari ulama pada waktu itu, karena ulama tak mau memaksakan pahamnya untuk diikuti umat, karena mereka menyadari bahwa hasil ijtihadnya belum tentu benar. Imam Malik juga pernah didesak oleh Khalifah Al- Mansur dan Harun al-Rasyid untuk menyusun sebuah kitab untuk menjadi pegangan umat Islam, karena setiap bangsa atau umat mempunyai pemimpin-pemimpin yang lebih tahu tentang hukum-hukum yang cocok dengan bangsa atau umatnya. Salah satu aspek yang mendapat sorotan utama dalam Islam adalah masalah kewarisan farâidh. Hukum kewarisan bersifat wajib bagi setiap muslim, sehingga tidak dapat diubah oleh siapa pun dan berlaku dengan sendirinya, tanpa ada usaha dari orang yang akan meninggal pewaris atau kehendak dari orang yang akan menerima ahli waris yang dikenal dengan asas ijbari. 64 Pada dasarnya hukum waris Islam mengandung asas-asas sebagai berikut: 1. Asas Ijbari, ialah peralihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Unsur keharusan dalam hukum kewarisan Islam terlihat dari segi bahwa ahli waris harus tidak boleh tidak menerima berpindahnya harta pewaris sesuai dengan jumlah yang 64 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta : Kencana, 2004, hal.. 17 Universitas Sumatera Utara 28 ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu calon pewaris yaitu orang yang akan meninggal dunia pada suatu ketika, tidak perlu merencanakan penggunaan hartanya setelah la meninggal dunia kelak, karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya akan beralih kepada ahli warisnya dengan perolehan yang sudah dipastikan. Asas ijbari hukum kewarisan Islam ini dapat pula dilihat dari beberapa segi lain, yaitu: a dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia. b dari jumlah harta yang sudah ditentukan oleh masing-masing ahli waris. c dan mereka yang akan menerima peralihan harta peninggalan itu yang sudah ditentukan dengan pasti yakni mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris. 2. Asas Bilateral, berarti seseorang menerima hak warisan dari kedua belah pihak kerabat dari keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunan perempuan. Asas ini dapat dilihat dari Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 16. Di dalam ayat 7 surat tersebut di tegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya, Demikian juga halnya dengan perempuan ia juga berhak mendapatkan warisan dalam kewarisan bilateral. Secara rinci asas ini juga disebutkan dalam ayat-ayat lain di atas. 3. Asas Individual. Asas ini menyatakan harta warisan dapat dibagi bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dikatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli warisnya menurut kadar bagian masing-masing. Universitas Sumatera Utara 29 4. Asas keadilan dan berimbang. Asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh hak seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki- laki dan perempuan misalnya mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Dalam Sistem kewarisan Islam harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakekatnya adalah kewajiban tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. 5. Asas yang menyatakan bahwa pewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia. Ini berarti bahwa pewarisan semata-mata akibat dari kematian seseorang. Menurut ketentuan hukum kewarisan Islam peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan terjadi apabila setelah orang yang mempunyai harta itu meninggal dunia. Jika pewaris masih hidup tidak bisa dialihkan warisannya, bila terjadi demikian maka hal tersebut beralih namanya bukan lagi warisan akan tetapi sudah menjadi ketentuan lain yang bernama wasiat wajibah begitulah dalam tata cara pemberian wasiat didalam hukum Islam. Dalam sejarah kewarisan Islam ada 3 dasar untuk mewaris atas berbagai hubungan antara si pewaris dengan si ahli waris menurut perbedaan masa dan jalan pikiran serta tempat waris asal katanya miras 65 . Ada tiga macam penyebab yang berkaitan dengan hubungan waris saling 65 Dian Khairul Umam, 2000, Fiqh Mawaris, CV. Pustaka Setia, Bandung, hal.11. Universitas Sumatera Utara 30 waris mewarisi di jazirah Arab sebelum datangnya Islam. 1. Di zaman Arab sebelum Islam Sebab-sebab mewaris pada saat itu disebabkan oleh: a. Hubungan darah. Mewaris berlaku hanya bagi laki-laki yang sang mengendarai kuda, memerangi musuh dan merebut rampasan perang dan musuh dan tidak berlaku bagi wanita, serta anak kecil sekalipun laki-laki karena mereka tidak sanggup berperang. b. Hubungan sebagai anak angkat Seorang anak orang lain yang diangkat seseorang menjadi anak angkat, mendapat hak sebagai anak dalam hal mewaris dan hal lainnya. c. Hubungan berdasarkan sumpah dan janji. Apabila dua orang bersumpah dan berjanji satu sama lain untuk mewaris. Jadilah mereka saling mewaris. Apabila diantara mereka meninggal dunia, maka yang tinggal hidup menjadi ahli waris atas peninggalan harta yang telah meninggal. 2. Sesudah datang Islam Pada permulaan perkembangan Islam tetap berlaku ketentuan-ketentuan menurut hukum adat Arab yang telah berlaku sebelumnya. Kemudian sesudah hijrah ke Madinah berangsur-angsur ditetapkan ketentuan-ketentuan baru dan ditetapkan sebagai dasar hukum waris adalah sebagai berikut: a. Dalam hubungan darah ini tidak terbatas pada laki-laki yang sanggup Universitas Sumatera Utara 31 berperang saja, tetapi berlaku pada semua yang mempunyai hubungan darah. Sebagaimana disebutkan pada Al-Quran yang mempunyai hubungan darah. Sebagaimana disebutkan pada Al-Qur’an surat An-Nisa 4 ayat 7, 11, 12, 33 dan 176. b. Tidak diberlakukannya lagi hubungan sebagai anak angkat untuk menjadi sebab mewaris. Hal menjadikan anak angkat kamu untuk itu ditegaskan dengan Qs. 33: 4 yang berbunyi “Tuhan tidak menjadikan anak angkat kamu untuk menjadi anak kamu.” Yang dimaksud disini adalah secara umum Allah memberikan pernyataan bahwa anak angkat oleh seseorang sebagai anak angkat menurut hukum arab yang berlaku ketika itu, tidak berlaku lagi. Pernyataan Allah tersebut dihubungkan dengan hukum kewarisan ialah suatu pernyataan bahwa kewarisan karena anak angkat tidak berlaku dalam Islam. Kalau dilihat dari segi hukum perkawinan Qs. 33 :4 itu diartikan, bahwa adanya hubungan anak angkat termaksud tidak menimbulkan mukhrim. Hubungan mukhrim hanya timbal terhadap anak kandung dan juga terhadap anak tiri dalam keadaan tertentu. c. Hubungan janji untuk mewaris. janji untuk mewaris tetap dipertahankan dalam permulaan Islam. hal ini didasarkan pada Qs.4:33 yang berbunyi: “...bagi setiap orang, Allah telah menjadikan mewakili atas harta peninggalan orang yang mengadakan perjanjian kepada kamu, maka berikanlah warisannya itu kepada mereka.” Dari garis hukum ini ditarik ketentuan bahwa perjanjian menimbulkan hubungan saling mewaris. Kemudian mewaris berdasarkan atas Universitas Sumatera Utara 32 perjanjian ini, sebagian sarjana Islam tidak diperlakukan lagi. Kata-kata “perjanjian” disini diartikan mereka sebagai hukum perkawinan. Hubungan berdasarkan janji ini diberi istilah oleh Hazairin dengan “perjanjian pertolongan”. Pembagian harta warisan yang berdasarkan janji diberi penyelesaian berdasar atas “wasiat”. Penyelesaian yang sedemikian itu dapat memberikan dasar hukumnya. dengan demikian yang sebenarnya teriadi bukanlah pembagian warisan atau harta peninggalan, tetapi pengeluaran wasiat sebelum dibagi berdasarkan hukum kewarisan. Cara penyelesaian ini dengan ketentuan yang terdapat pada Qs.4:11 dan hadist Rasul yang mengenai Saad Ibn Abi Waqos mengenai batas 13 untuk wasiat, serta hadist Rasul yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib mengenai mendahulukan pembayaran hutang dari pengeluaran untuk wasiat. d. Orang yang sesama hijrah dalam permulaan pengembangan Islam itu saling mewaris sekalipun tidak mempunyai hubungan darah. Sedangkan dengan kaum kerabatnya yang tidak sesama hijrah bersama dia tidak saling mewaris. Hubungan mewaris karena hijrah ini kemudian dihapus dengan Qs.33:6 dan Qs.8:75 yang berbunyi: “Orang yang sepertalian darah itu setengahnya lebih dekat kepada setengahnya.” e. Hubungan persaudaraan. Rasul mempersaudarakan orang-orang tertentu sesamanya karena keperluan yang ada pada suatu waktu. Dan tindakan Rasul itu, mulanya menjadi sebab mereka yang dipersaudarakan itu saling mewaris. Kedudukan mewaris karena dipersaudarakan Rasul itu Universitas Sumatera Utara 33 juga kemudian dihapus dan digantikankan dengan Qs.33:6 dan Qs.8:75 dan sebagainya. 3. Akhirnya sesudah lengkap turunnya ayat-ayat kewarisan serta petunjuk-petunjuk dari hadist Rasul yang berlaku menjadi penyebab kewarisan dalam Islam adalah dengan sebab-sebab: a. Hubungan darah b. Hubungan semenda atau pernikahan c. Hubungan memerdekakan budak d. Hubungan wasiat untuk tolak seperjanjian termasuk anak angkat. 4. Dalam Kompilasi Hukum Islam, sebagai hukum yang berlaku di Indonesia masalah kewarisan dalam buku dua mengenai hukum kewarisan dalam buku tersebut sebab-sebab pewarisan adalah : a. Hubungan darah b. Hubungan perkawinan c. Wasiat. Sebelum harta warisan itu dibagikan kepada ahli warisnya ada beberapa hal yang harus diselesaikan berkenaan dengan pewaris, yakni meliputi : 1. Biaya perawatan jenazah 2. Hutang pewaris 3. Wasiat pewaris 4. Hibah pewaris Biaya perawatan jenazah, membayar hutang dan wasiat harus dipenuhi Universitas Sumatera Utara 34 terlabih dahulu. Kemudian harta pusaka dibagikan kepada ahli waris yang berhak. Ahli waris yang memungkinkan untuk mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, lima belas orang dari pihak laki-laki dan sepuluh orang dari pihak perempuan. a. Pihak laki-laki 1 Anak laki-laki 2 Cucu laki-laki pancar laki-laki 3 Ayah 4 Kakek 5 Saudara kandung 6 Saudara seayah 7 Saudara seibu 8 Anak laki-laki dari saudara kandung 9 Anak laki-laki dari saudara seayah 10 Saudara ayah paman kandung 11 Paman seayah 12 Anak laki-laki paman kandung 13 Anak laki-laki paman seayah 14 Suami 15 laki-laki yang memerdekakan mayat b. Pihak perempuan 1 Anak perempuan Universitas Sumatera Utara 35 2 Cucu perempuan pancar laki-laki 3 Ibu 4 Ibu dari Ibu 5 Ibu dari Ayah 6 Saudari sekandung 7 Saudari seayah 8 Saudari seibu 9 Isteri 10 Perempuan yang memerdekakan mayat 5. Setiap ahli waris akan menerima bagian masing-masing sesuai dengan ketentuan. Beberapa ahli waris menerima bagian pokok, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan furudlul muqaddarah dan beberapa menerima sisa pembagian setelah ahli waris yang menerima bagian pokok memperoleh bagiannya. Bagian bagian yang telah ditentukam tersebut adalah 23 , 13 , 1 6, 1 2 , 1 4 ,dan 18. Pembagian harta pusaka untuk masing-masing ahli waris dan hijab serta mahjubnya adalah sebagai berikut : 1. Suami a Memperoleh ½ bagian dari tirkah, jika isteri tidak meninggalkan anak cucu. b Mendapat ¼ bagian dari tirkah, jika suami meninggalkan anak cucu. Universitas Sumatera Utara 36 c Isteri tidak menghijab ataupun terhijab semua ahli waris. 2. Isteri a Mendapat ¼ bagian dari tirkah, jika suami tidak meninggalkan anakcucu. b Mendapat 1 8 bagian dari tirkah, jika suami meninggalkan anak cucu. c Isteri tidak menghijab atau terhijab ahli waris manapun 3. Anak perempuan. a Jika tidak ada anak laki-laki, b mendapat ½ bagian dari tirkah, jika sendiri, c mendapat 2 3 bagian dari tirkah, jika lebih dari dua d Jika ada anak laki-laki, maka seorang anak perempuan memperoleh setengah bagian dari bagian seorang anak laki-laki. e Anak perempuan tidak terhijab oleh ahli waris manapun f Anak perempuan menghijab nuqsan ibu, suami dan isteri dan menghijab hirman saudara dan saudari seibu dan cucu perempuan pancar laki-laki kecuali jika ada mua’ashibnya cucu laki-laki pancar laki-laki sebagai ahli waris yang menjadikannya ashabah bil ghair 4. Anak laki-laki a Jika sendiri dan tidak ada ahli waris lain maka mewarisi senua harta pusaka. b Jika ada ahli waris lain, maka memperoleh sisa menjadi ashabah. Universitas Sumatera Utara 37 c Jika ada perempuan dan ahli waris lain, maka anak laki-laki dan anak perempuan memperoleh sisa dengan ketentuan bagian seorang anak laki- laki dua kali bagian seorang anak perempuan. d Anak laki-laki tidak terhijab oleh siapapun. e Anak laki-laki menghijab hirman semua ahli waris selain anak perempuan, ibu,ayah, suami dan isteri yang terhijab nuqsan 5. Cucu perempuan pancar laki-laki a Jika tidak ada cucu laki-laki, b jika tidak ada anak perempuan, 1 memperoleh ½ bagian dari tirkah, jika sendiri, 2 memperoleh 2 3 bagian dari tirkah, jika lebih dari dua. c jika ada seorang anak perempuan, maka memperoleh 1 6 bagian dari tirkah. d Jika bersama dengan cucu laki-laki, maka menjadi ashabah dengan ketentuan bagian seorang cucu perempuan setengah dari bagian seorang cucu laki-laki . Cucu perempuan terhijab oleh : 1. dua orang cucu perempuan selama tidak bersama mu’ashibnya, 2. dua orang cucu perempuan yang lebih tinggi derajatnya, 3. far’u waris laki-laki yang lebih tinggi derajatnya. Universitas Sumatera Utara 38 Cucu perempuan dapat menghijab saudara dan saudari seibu si mati 6. Cucu laki-laki pancar laki-laki a Jika tidak ada anak dan ahli waris lain, maka mewarisi seluruh harta dan jika ada ashabul furudl, maka menerima sisa pembagian. b Jika mewarisi bersama cucu perempuan, maka harta warisan ataupun sisa pembagian dibagi dengan cucu perempuan dengan ketentuan bagian seorang cucu laki-laki dua kali bagian seorang cucu perempuan c Cucu laki-laki terhijab oleh setiap far’u waris laki-laki yang lebih tinggi derajatnya. d Cucu laki-laki menghijab hirman semua ahli waris selain anak laki-laki dan anak perempuan serta ibu, ayah , suami yang terhijab nuqsan. 7. Ibu a Memperoleh 1 6 bagian dari tirkah,jika ada far’u waris dan saudara- saudara b Memperoleh 1 3 bagian dari tirkah, jika tidak ada far’u waris maupun saudara-saudara c Memperoleh 1 3 dari sisa, jika ahli waris terdiri dari suamiisteri, ayah dan ibu d Ibu tidak terhijab hirman, tetapi dapat terhijab nuqsan oleh far’u waris dan saudara-saudara. e Ibu menghijab nenek. 8. Nenek shahihah a Memperoleh 1 6 bagian dari tirkah, jika tidak ada ibu. Universitas Sumatera Utara 39 b Nenek terhijab hirman oleh : 1 ibu, baik nenek dari jurusan ibu ataupun dari jurusan ayah 2 ayah, menghijab hirman nenek dari jurusan ayah, 3 kakek shahih yang lebih dekat dapat menghijab hirman nenek dari ayah, 4 nenek yang lebih dekat. c Nenek tidak menghijab siapapun. 9. Ayah a Memperoleh 16 bagian dari tirkah, jika ada far’u waris laki-laki. b Memperoleh 16 bagian dari tirkah dan sisa pembagian, jika ada far’u waris perempuan c menjadi ushubah, jika tidak ada far’u waris. d ayah tidak terhijab oleh siapapun. e ayah menghijab semua ahli waris kecuali anak, cucu, ibu, suami, isteri dan nenek dari jurusan ibu. 10. Kakek shahih a Jika tidak ada ayah dan tidak ada saudara-saudara, maka menggantikan tempat ayah b Jika ada saudara-saudara 1 jika tidak ada dzawil furudl, maka kakek memilih diantara dua bagian yang lebih besar, yaitu muqassamah atau memperoleh sepertiga dari Universitas Sumatera Utara 40 tirkah 2 jika ada dzawil furudl, maka kakek memilih diantara tiga bagian, yaitu muqassamah, memperoleh 1 6 dari sisa pembagian atau memperoleh 1 6 dari tirkah. c kakek terhijab oleh ayah dan kakek yang lebih dekat. d Kakek menghijab saudara dan saudari seibu dan semua ashabah selain anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara-saudara baik kandung maupun seayah. 11. Saudari sekandung a Jika tidak ada saudara kandung b Jika tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan 1 memperoleh ½ bagian dari tirkah, jika tunggal, 2 memperoleh23 bagian, jika lebih dari dua, c Jika ada anak perempuan atau cucu perempuan, maka menjadi ashabah ma’al ghair. d Jika ada saudara kandung, maka menjadi ashabah bil ghair. e Saudari perempuan terhijab oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dan ayah f Saudari kandung dapat menghijab, 1 jika lebih dari dua dapat menghijab saudari seayah selama tidak ada saudara seayah yang menjadi mua’shibnya 2 anak laki-laki saudara kandung Universitas Sumatera Utara 41 3 anak laki-laki saudara seayah 4 paman kandung 5 paman seayah 6 anak paman kandung 7 anak paman seayah 12. Saudari seayah a jika tidak ada saudara seayah b jika tidak ada saudari sekandung 1 memperoleh ½ dari bagian tirkah, jika sendiri 2 memperoleh 2 3 bagian dari tirkah, jika lebih dari dua c jika ada seorang saudari kandung, maka memperoleh 1 6 bagian dari tirkah d jika ada anak perempuan atau cucu perempuan, maka menjadi ashabah ma’al ghair. e Jika ada saudara seayah, maka bersama saudara seayah menjadi ashsbah. f Saudari seayah terhijab oleh : 1 anak laki-laki 2 cucu laki-laki 3 ayah 4 saudara kandung 5 saudari kandung, yang menjadi ashabah ma’al ghair Universitas Sumatera Utara 42 6 dua saudari kandung, selama tidak bersama saudari seayah yang menjadi mua’shibnya g Saudari seayah dapat menghijab, 1 anak laki-laki saudara kandung 2 anak laki-laki saudara seayah 3 paman kandung 4 paman seayah 5 anak paman kandung 6 anak paman seayah 13. Saudara dan saudari seibu a Memperoleh 1 6 bagian dari tirkah jika tunggal, baik laki-laki maupun perempuan dan 1 3 jika lebih dari dua jika tidak terkalalah tidak ada anak maupun leluhur. b Jika ada saudara kandung dan bagian telah habis, maka bagian saudara dan saudari seibu dibagi dengan saudara kandung. c Saudara dan saudari seibu terhijab oleh anak, cucu, ayah dan kakek. d Saudara dan saudari seibu tidak menghijab ahli waris manapun 14. Saudara kandung a Jika ada kakek, maka bagian seperti yang ada pada bagian kakek b jika tidak ada ahli waris lain, maka menjadi ashabah. c jika ada saudari kandung, maka bersama saudari kandung Universitas Sumatera Utara 43 menjadi ashabah, d Jika ada saudara dan saudari seibu dan tidak ada sisa, maka menggabungkan diri dengan saudarasaudari seibu untuk memperoleh 1 3 bagian. e Saudara kandung terhijab oleh, anak laki-laki, cucu laki-laki dan ayah. f Saudara Kandung menghijab, 1 saudara dan saudari seayah 2 anak laki-laki saudara kandung 3 anak laki-laki saudara seayah 4 paman kandung 5 paman seayah 6 anak paman kandung 7 anak paman seayah 15. Saudara seayah a Cara pusaka saudara seayah ialah dengan ushubah, sebagaimana cara pusaka saudara kandung. Tetapi jika tidak ada sisa pembagian harta pusaka, saudara seayah tidak dapat menggabungkan diri kepada saudara seibu dalam mendapatkan 1 3 bagian, karena tidak mempunyai garis yang sama dalam mempertemukan nashabnya kepada ibu. b Saudara seayah terhijab oleh, anak laki-laki, cucu laki-laki dan ayah serta Universitas Sumatera Utara 44 saudara kandung. c Saudara seayah menghijab, 1 anak laki-laki saudara kandung 2 anak laki-laki saudara seayah 3 paman kandung 4 paman seayah 5 anak paman kandung 6 anak paman seayah 16. Anak laki-laki saudara kandung atau seayah, paman-paman dan anak-anak laki-laki paman. Mereka tergolong ahli waris ashabah yang utama setelah anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki betapa jauh menurunnya, ayah, kakek betapa tinggi mendakinya, saudara-saudara kandung maupun seayah. Bila mereka berkumpul dalam jihat yang sama, maka yang harus didahulukan ialah mereka yang hubungan kekerabatannya lebih dekat dengan simati. Bagian-bagian tersebut diatas merupakan ketentuan al-Quran, Hadits dan Qiyas serta Ij’ma. Terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara ulama, mengenai bagian-bagian beberapa ahli waris, diantaranya bagian ibu, kakek dan saudara-saudara. Tetapi pada bahasan ini hanya satu pendapat yang dipakai, misalnya pada perbedaan mengenai bagian ibu, jika ahli waris terdiri dari ayah, ibu dan suami atau isteri, maka pendapat mengenai bagian ibu yang dipakai Universitas Sumatera Utara 45 adalah ibu memperoleh 1 3 sisa pembagian. Warisan adalah sisa dari harta peninggan sesudah dikeluarkan; 1. hutang 2. wasiat tidak lebih dari 13 sepertiga harta 3. biaya pemakaman Jika jumlah pembagian tidak sama dengan satu, maka pembagian dilakukan sesuai dengan perbandingan hak, misalnya: 2 ahli waris masing-masing berhak 16 dan ½ kurang dari satu Maka: 1. Ahli waris 1 mendapat = 16 16+12 = ¼ bagian 2. Ahli waris 2 mendapat = 12 16+12 = ¾ bagian 3 ahli waris masing-masing berhak 12, 16 dan 23 lebih dari satu Maka: 1. Ahli waris 1 mendapat = ½ ½ + 16 + 23 = 39 bagian 2. Ahli waris 2 mendapat = 16 ½ + 16+23 = 29 bagian 3. Ahli waris 3 mendapat = 23 ½ + 16 + 23 = 49 bagian Daftar Yang Berhak Mendapatkan Warisan: 1. Anak laki-laki – seorang atau lebih 2. Anak perempuan – seorang 3. Anak perempuan – 2 orang atau lebih 4. Cucu laki-laki = anak dari anak laki-laki – seorang atau lebih Universitas Sumatera Utara 46 5. Cucu perempuan = anak dari anak laki-laki – seorang 6. Cucu perempuan = anak dari anak laki-laki – 2 orang atau lebih 7. Suami 8. Istri – seorang atau lebih 9. Kakek = Ayah dari Ayah 10. Ibu 11. Nenek = ibu dari ibu 12. Nenek = ibu dari Ayah 13. Saudara laki-laki kandung – seorang 14. Saudara laki-laki kandung – 2 orang atau lebih 15. Saudara perempuan kandung – seorang 16. Saudara perempuan kandung – 2 orang atau lebih 17. Saudara laki-laki se-ayah – seorang 18. Saudara laki-laki se-ayah – 2 orang atau lebih 19. Saudara perempuan se-ayah – seorang 20. Saudara perempuan se-ayah – 2 orang atau lebih 21. Saudara laki-laki atau perempuan se-ibu – seorang 22. Saudara laki-laki atau perempuan se-ibu – 2 orang atau lebih 23. Keponakan laki-laki kandung = anak dari saudara laki-laki kandung – seorang atau lebih 24. Keponakan se-ayah = anak dari saudara laki-laki se-ayah – seorang atau lebih Universitas Sumatera Utara 47 25. Paman kandung = saudara kandung dari ayah – seorang atau lebih 26. Paman se-ayah = saudara se-ayah dari ayah – seorang atau lebih 27. Sepupu laki-laki = anak paman kandung – seorang atau lebih 28. Sepupu laki-laki = anak dari paman se-ayah – seorang atau lebih 29. Baitul-mal 30. Famili = pertalian rahim 66

B. Kedudukan Ahli Waris Non Muslim Dalam Pandangan Hukum Islam

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Analisis Yuridis Terhadap Wasiat Wajibah Dalam Perspektif Fikih Islam (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang Ahli Waris Yang Beragama Non-Muslim)

6 113 140

Analisis Hukum Islam Tentang Penetapan Hak Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Non Muslim”(Studi Putusan No. 0141/Pdt.P/2012/PA.Sby)

3 114 148

Analisa Yuridis Penetapan Ahli Waris Berdasarkan Hukum Waris BW (Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

5 33 10

Kedudukan Cucu Angkat Terhadap Pemberian Wasiat Wajibah Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan Nomor 149/Pdt.G/2009/PTA Sby)

0 5 16

Hak Suami Sebagai Ahli Waris Dalam Komplikasi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

0 11 104

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

2 4 20

BAB II DASAR-DASAR PENGATURAN WARISAN ANTARA SEORANG MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM HUKUM ISLAM A. Pembagian Warisan Dalam Pandangan Hukum Islam - Analisis Hukum Islam Tentang Penetapan Hak Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Non Muslim”(Studi Putusan No.

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Islam Tentang Penetapan Hak Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Non Muslim”(Studi Putusan No. 0141/Pdt.P/2012/PA.Sby)

0 0 23

Analisis Hukum Islam Tentang Penetapan Hak Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Non Muslim”(Studi Putusan No. 0141/Pdt.P/2012/PA.Sby)

0 0 17