47
25. Paman kandung = saudara kandung dari ayah – seorang atau lebih 26. Paman se-ayah = saudara se-ayah dari ayah – seorang atau lebih
27. Sepupu laki-laki = anak paman kandung – seorang atau lebih 28. Sepupu laki-laki = anak dari paman se-ayah – seorang atau lebih
29. Baitul-mal 30. Famili = pertalian rahim
66
B. Kedudukan Ahli Waris Non Muslim Dalam Pandangan Hukum Islam
Dalam ilmu waris, ada sebab-sebab yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan harta warisan. Diantara sebab-sebab tersebut adalah perbedaan
atau berlainan agama. Maksudnya adalah berbedanya agama yang dianut antara pewaris dengan ahli waris. Seorang Muslim tidaklah mewarisi dari orang yang bukan
Muslim non-Muslim, begitu pula sebaliknya seorang yang bukan Muslim tidaklah mewarisi dari seorang Muslim.
67
Hal ini dikarenakan Allah telah memutuskan hubungan perwalian antara keduanya.
Namun demikian, disebabkan hak kewarisan memiliki hubungan yang erat dengan permasalahan pernikahan, maka ulama tidak memiliki pendapat yang sama
dalam menyikapi hadis di atas.Perbedaan pendapat diantara ulama tersebut muncul karena diantara mereka berbeda dalam memahami konteks ayat ke–5 dari surat Al-
Maidah.
66
Majmu’ah Imam Abdul Hamid bin Muhammad Ad-Damiri Al-Battawi, merujuk kepada Al- Qur’an, Surat An-Nisaa’ 4 7-14, dikutip dan disalin ulang dari: Tafsir Al-Azhar Juz-4 oleh
Prof.Dr.HAMKA
67
Suhrawadi K. Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, edisi ke-2, cet. Ke-1, hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
48
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan sembelihan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
pula bagi mereka.Dan dihalalkan mangawini wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidakpula menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah berimantidak menerima
hukum-hukum Islam maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.
Dalam ayat tersebut dijelaskan tentang halalnya wanita dari kalangan Ahli Kitab yang menjaga kehormatannya.
Yang dimaksud dengan perkawinan antar pemeluk agama adalah perkawinan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama lain, mereka yang disebut dalam
al-Quran mempunyai kitab suci dan Nabi Yahudi dan Nasrani, atau agama yang tidak ada ketegasannya dalam Quran namun dalam kenyataannya ada berkembang di dunia
seperti misalnya Hindu, Budha, Kong Hu Cu dan lain-lain. Jika diperhatikan, bentuk perkawinan antara pemeluk agama Islam dengan
pemeluk agama lain itu ada tiga, yakni 1 perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita musyrik, 2 perkawinan antara wanita muslim dengan laki-laki non mushm,
dan 3 perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab. Mengenai larangan perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita
musyrik dengan jelas disebutkan dalam al-Quran yang berbunyi “Dan janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyriklah sebelum mereka
beriman................. Al-Baqarah, ayat 221.
Universitas Sumatera Utara
49
Ayat ini diturunkan untuk mengharamkan adanya perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita musyrik. Dalam kitab Tafsir al-Manar disebutkan bahwa
sebab turunnya ayat ini adalah peristiwa Murtsid bin Murtsid al-Ghanawi sewaktu akan menikahi wanita musyrik bernama Anaq. Sedangkan Murtsid adalah pemeluk
agama Islam. Lalu Murtsid meminta izin kepada Rasulullah untuk menikahi “Anaq Inaq, wanita itu diriwayatkan sangat cantik, tetapi musyrik. Kemudian turunlah ayat
221 surat Al-Baqarah ini. Namun menurut al-Suyuthi, peristiwa Murtsid tersebut bukanlah menjadi sebab turunnya ayat di atas, tetapi merupakan sebab turunnya ayat
dalam surat An-Nur yang berbunyi “Laki-laki pezina tidak mengawini melainkan perempuan pezina atau perempuan musyrikah ... an-Nur, ayat 3.
Menurut riwayat IbnAbbas, sebab turunnya surat Al-Baqarah ayat 221 adalah peristiwa Abdullah bin Rawahah. Diriwayatkan dari IbnAbbas r.a. bahwa
surat al-Baqarah, ayat 221 ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dialami oleh Abdullah bin Rawahah, dimana ia pernah mempunyai hamba perempuan
hitam, dan ketika ia marah kepadanya, maka hamba itu di tamparnya. Kemudian ia merasa tidak enak lalu datang kepada Rasulullah saw dan
menyampaikan kepadanya apa yang ia alami dengan wanita tadi. Kemudian Nabi saw bertanya kepada Abdullah, ia menjawab : wanita itu berpuasa,
shalat, memperbagus wudlunya dan ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bersabda : Hai Abdullah dia adalah hukum mukminah
68
. Oleh sebab itu tentang non-Muslim tidak akan dapat menjadi ahli waris dari
seorang Muslim, para ulama sepakat bahwa hal itu dapat diterima dan sejalan dengan ketentuan QS. al-Maidah ayat 5 dan hadits Rasulullah di atas. Akan tetapi dalam
permasalahan seorang Muslim yang menjadi ahli waris dari seorang non-Muslim, maka dalam hal ini ulama terbagi menjadi dua pendapat, yaitu:
68
Ibid, hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
50
1. Seorang Muslim tidak dapat menjadi ahli waris bagi pewaris yang berstatus non-Muslim atau murtad, begitu pula sebaliknya. Ini merupakan pendapat
jumhur ‘ulama, diantaranya para shahabat Rasulullah saw., dari kalangan Khulafa’ al-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin al-Khattab, ‘Utsman bin al-
Affan, ‘Ali bin Abu Thalib, dan para shahabat yang lain. Adapun dari kalangan tabi’in diantaranya adalah ‘Amru bin ‘Utsman, ‘Urwah, al-Zuhri,
‘Atha’, Thaawus, al-Hasan, ‘Umar bin ‘Abdul al-‘Aziz. Begitu juga dengan al-Tsauri, Abu Hanifah dan para shahabatnya, Malik, al-Syafi’i, Ahmad bin
Hambal, dan mayoritas para fuqaha’ yang lain.
69
Landasan mereka adalah hadits Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid ra, yang artinya :”Seorang Muslim tidak menerima warisan
dari orang kafir dan orang kafir tidak menerima warisan dari orang Muslim.
70
” 2. Seorang Muslim bisa menjadi ahli waris bagi non-Muslim. Sebaliknya,
seorang non-Muslim tidak dapat menjadi ahli waris bagi seorang Muslim. Ini merupakan pendapat sebagian ulama diantaranya Mu’awiyah, Mu’adz bin
Jabal, Abu Darda’, Sa’id bin Musayyib, ‘Ali bin Husein, Ibnu Hanifah Muhammad bin al-Hanafiyah, Musruq, al-Nakha’i, al-Sya’bi, Yahya bin
Ya’mar, dan Ishaq
71
. Akan tetapi pendapat ini tidak bisa disandarkan kepada mereka
sepenuhnya, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Qudamah, bahwa Imam Ahmad mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat diantara manusia ulama
bahwa seorang Muslim tidak dapat menjadi ahli waris bagi orang kafir
72
. Adapun yang menjadi dalil mereka adalah:
a. Hadits Rasulullah SAW bersabda : “Islam itu tinggi dan tidak ada yang
lebih tinggi darinya.
73
” b.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu al-Aswad ad-Du’ali, beliau berkata, “Suatu ketika Mu’adz berada di Yaman, maka orang-orang mengadukan
suatu perkara kepadanya tentang seorang Yahudi yang meninggal dunia dan meninggalkan harta bendanya untuk saudaranya yang Muslim,
69
Ibnu Qudamah al-Maqhni, Kairo: Daar al-Hadits, 1425 H2004 M, juz VIII, hal. 495.
70
Ibnu Qudamah, loc cit
71
Al-Nawawi, al-Majmu’, juz XVII, hal. 190. Lihat pula Ibnu Qudamah, Loc cit; al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz XI, hal 53-54; Muhammmad’Abdurrahman bin ‘Abdurrahim, Tuhfatu al-
Ahwadzii, juz V, hal. 617; dan al-“Adzim Abadii, “Aunu al- Ma’buud, juz V, hal.316.
72
Ibnu Qudamah, loc cit
73
HR. al-Daar Quthni, dalam kitab; Nikah, bab:Mahar, hadits no. 3578.
Universitas Sumatera Utara
51
maka Mua’dz
menjawab, ‘Sesungguhnya
aku mendengar
bahwa Rasulullah saw., pernah bersabda : ‘Islam bertambah dan tidak
berkurang
74
.’ Sehingga pada akhirnya seorang Muslim tersebut mewarisi harta benda saudaranya yang beragama Yahudi
75
. 2. Diriwayatkan dari ‘Umar, Mu’adz dan Mu’awiyah ra., bahwasanya seorang
Muslim dapat mewarisi harta benda orang kafir, akan tetapi orang kafir tidak dapat mewarisi seorang Muslim
76
. 3. Qiyas analogi mereka kepada ketentuan hukum yang terdapat dalam QS. Al-
Maidah ayat ke-5, yaitu diperbolehkan bagi laki-laki Muslim mengawini wanita Ahli Kitab, akan tetapi tidak diperbolehkan bagi laki-laki dari kalangan
Ahli Kitab menikahi Muslimah. Maka dengan dalil ayat ini, mereka berpendapat kalau seorang laki-laki Muslim diperbolehkan mengawini wanita
Ahli Kitab, maka seorang Muslim juga dapat menjadi ahli waris dari seorang pewaris non-Muslim dari kalangan Ahli Kitab
77
. Imam an-Nawawi ra., mengatakan bahwa pendapat yang rajih dari kedua
pendapat di atas adalah pendapat jumhur ulama.
78
Hal ini ada beberapa sebab, yaitu: 1. Dalil yang digunakan oleh kalangan yang mengatakan bahwa seorang Muslim
tidak dapat menjadi ahli waris bagi Ahli Kitab adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
79
. 2. Adapun
hadits yang
tidak dapat
digunakan sebagai
dalil untuk
memperbolehkan seorang Muslim menjadi ahli waris bagi Ahli Kitab karena maksud hadits ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi rt.,
adalah keutamaan Islam atas dien yang lain, dan hal ini tidak ada kaitannya dengan masalah warisan
80
. Sedangkan Imam Ibnu Qudamah ra., menjelaskan hadits tersebut maksudnya bahwa Islam ini akan bertambah dengan adanya
74
Hadis lengkapnya, diriwayatkan oleh Abu Daud
75
HR. Al-Thabrani, dalam al-Mu’jam al-Kabiir, 201620, hadits no.338; Abu Dawud, dalam kitab: Luqathah temuan, bab: Menyebut Muslim Bagi siapa saja yang Orang Tuanya Masuk Islam,
hadits no, 12153. Syaikh al-Albani mendhaifkan hadits ini, Lihat: al- Albani, Silsilah al-Dha’iah, Riyadh; Maktabah alMa’ari, juz III, hal,252,hadits no.1123.
76
Ibnu qudamah, Loc cit
77
Ibid. Lihat pula; al-Nawawi, al-Majmu’,juz XVII, hal.190.
78
Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz XI, hal. 54, dan Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim al-Mubarakfuri, op.cit., juz V, hal. 617.
79
Ibid.
80
Ibnu qudamah, Loc cit
Universitas Sumatera Utara
52
orang yang masuk Islam dan dengan adanya perluasan wilayah. Dan Islam tidak akan berkurang karena orang yang murtad lebih sedikit dibandingkan
dengan orang yang masuk Islam
81
. 3. Kemungkinan hadits ini belum sampai kepada kalangan yang berpendapat
bahwa seorang Muslim bisa menjadi ahli waris bagi Ahli Kitab. Demikian yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi ra
82
.
C. Pendapat Para Ulama Islam Tentang Warisan Non Muslim