Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Rekening dan Kas Pemerintah BPK telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan rekening dan kas Sasaran

A. Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Rekening dan Kas Pemerintah BPK telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan rekening dan kas Sasaran

pemerintah meliputi pemeriksaan atas rekening pemerintah lainnya yang Pemeriksaan

dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Departemen Keuangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) dan 31 Kementerian Lembaga (K/L) selama Tahun Anggaran (TA) 2006 dan 2007. Pemeriksaan tidak mencakup mutasi transaksi penerimaan dan penggunaan dana pada dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Departemen Keuangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) dan 31 Kementerian Lembaga (K/L) selama Tahun Anggaran (TA) 2006 dan 2007. Pemeriksaan tidak mencakup mutasi transaksi penerimaan dan penggunaan dana pada

Berdasarkan Laporan Akhir Tim Penertiban Rekening per 31 Desember

Hasil Penertiban

2007, hasil penertiban rekening oleh tim yang dibentuk pemerintah

Rekening Pemerintah

menunjukkan bahwa rekening yang terdata seluruhnya sebanyak 32.570 rekening dengan nilai Rp31,70 triliun, US$685,74 juta dan Euro462,40 ribu. Rincian rekening tersebut adalah: (1) rekening yang dipertahankan sebanyak 26.553 rekening senilai Rp19,25 triliun, US$679,49 juta dan Euro462,40 ribu; (2) rekening yang ditutup sebanyak 2.086 rekening senilai Rp7,28 triliun dan US$5,85 juta; dan (3) rekening yang belum selesai proses pembahasannya sebanyak 3.931 rekening senilai Rp10,23 triliun dan US$391,45 ribu.

BPK menyimpulkan bahwa Pemerintah telah melakukan upaya penertiban

Kesimpulan Hasil

rekening tetapi masih ditemukan kelemahan dalam desain dan pelaksanaan

Pemeriksaan

pengendalian intern pengelolaan rekening pemerintah serta pengelolaan rekening belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Hasil pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut.

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Hasil Evaluasi Sistem Pengendalian

1. belum adanya kebijakan yang tegas mengenai penertiban rekening BUN

Intern

dan pertanggungjawaban dana-dana pada rekening pemerintah lainnya yang dikelola K/L,

2. tidak semua K/L membentuk tim yang diserahi tugas dan wewenang yang jelas untuk melakukan penertiban rekening sehingga inventarisasi rekening tidak optimal,

3. belum memadainya perancangan mekanisme pembukaan, pengoperasian, penutupan, dan pelaporan rekening, dan

4. belum efektifnya pengawasan dalam proses penertiban maupun pengelolaan rekening.

Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan

T e m u a n Pemeriksaan

1. Sebanyak 3.027 rekening yang dikelola sembilan K/L minimal sebesar

Signifikan

Rp8,73 triliun dan US$94.55 juta belum memperoleh izin BUN. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya penertiban rekening pemerintah belum efektif dan belum adanya kepastian dalam pengelolaan rekening-rekening tersebut.

Rp3,04 triliun yang dikelola BUN belum terselesaikan sampai dengan 31 Desember 2007. Rincian rekening tersebut adalah: 24 rekening dalam valuta asing ekuivalen sebesar Rp1,47 triliun, 5 rekening yang menampung dana Cadangan Subsidi Pangan seluruhnya sebesar Rp671,77 miliar, 3 rekening yang menampung sisa Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAK DR) seluruhnya sebesar Rp903,552 miliar. Hal tersebut mengakibatkan adanya pengendapan dana di luar Kas Negara yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembiayaan pembangunan.

3. Rekening Dana Bergulir sebesar Rp585,96 miliar yang programnya telah jatuh tempo dan Jasa Giro sebesar Rp10,74 miliar belum disetor ke Kas Negara. Hal tersebut mengakibatkan adanya pengendapan dana di luar Kas Negara sebesar Rp596,70 miliar pada rekening-rekening Dana Bergulir yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembiayaan pembangunan.

4. Pengelolaan Dana Hibah Luar Negeri pada 83 rekening milik K/L minimal senilai Rp322,08 miliar, US$18,67 juta, dan AU$1,62 juta serta saldonya sebesar Rp3,61 miliar dan US$7,75 ribu tidak dipertanggungjawabkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sehingga tidak transparan dan akuntabel.

5. Pungutan Pendapatan Bukan Pajak (PNBP) minimal sebesar Rp267,36 miliar pada 13 rekening milik K/L tidak mengacu pada peraturan perundangan tentang PNBP dan tidak dipertanggungjawabkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat serta saldonya sebesar Rp47,22 miliar tidak disetorkan ke Kas Negara. Hal tersebut mengakibatkan pengelolaan atas PNBP tersebut tidak transparan dan akuntabel.

6. Tidak terdapat harmonisasi ketentuan upah pungut PNBP Iuran Hasil Hutan/Provisi Sumber Daya Hutan (IHH/PSDH) untuk Departemen Kehutanan (Dephut) sehingga dana tersebut berpotensi disalahgunakan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa:

(a) Dasar upah pungut tidak mengacu pada ketentuan yang lebih tinggi (b) Mekanisme pencairan dana upah pungut tersebut seharusnya dibayarkan

dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS). Namun, dengan dispensasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, upah pungut dapat dibayarkan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP). Permohonan dispensasi tersebut dilakukan setiap tahun pada saat hendak mencairkan anggaran upah pungut.

(c) Penggunaan upah pungut didasarkan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 368/Kpts-II/92 tentang Pemberian upah pungut IHH yang menyatakan bahwa upah pungut diberikan kepada aparat Kantor Pusat Departemen Kehutanan dan aparat Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kehutanan serta (c) Penggunaan upah pungut didasarkan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 368/Kpts-II/92 tentang Pemberian upah pungut IHH yang menyatakan bahwa upah pungut diberikan kepada aparat Kantor Pusat Departemen Kehutanan dan aparat Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kehutanan serta

(d) Surat Menteri Keuangan Nomor S-1538/MK.013/1991 tanggal 26 Desember 1991 tidak mengatur dengan jelas status sisa dana upah pungut, apakah harus dikembalikan ke Kas Negara atau tidak. Saldo dana upah pungut yang telah dipertanggungjawabkan dengan mekanisme UP tetapi belum disalurkan kepada yang berhak oleh Instansi Penerima per 31 Desember 2007 sebesar Rp8,68 miliar.

7. Departemen Dalam Negeri mengelola Dana Penunjang Pembinaan (DPP) yang bersumber dari alokasi upah pungut pajak daerah bagian Tim Pembina Pusat (TPP). Berdasarkan pemeriksaan, tidak terdapat mekanisme pemantauan dan rekonsiliasi Dana Penunjang Pembinaan (DPP) yang bersumber dari alokasi upah pungut pajak daerah bagian Tim Pembina Pusat (TPP) antara Depdagri dan masing-masing pemerintah daerah atas upah pungut pajak daerah yang seharusnya diterima dan yang telah diterima di rekening DPP, sehingga ketepatan jumlah penerimaan upah pungut pajak daerah pada rekening DPP tidak dapat diyakini. Selain itu, penggunaan upah pungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan pembinaan teknis dan pembinaan umum dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan penerimaan upah pungut sebesar Rp217,96 miliar pada rekening DPP tidak dapat diyakini, adanya kegiatan- kegiatan pemerintah pusat yang dibiayai dari upah pungut pajak daerah sebesar Rp264,48 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan dalam APBN dan berpotensi disalahgunakan, dan efektivitas kebijakan upah pungut pajak daerah diragukan.

8. Rekening-rekening yang menampung sumbangan untuk korban bencana Tsunami NAD-Nias dan gempa Yogya-Jateng pada 6 (enam) rekening milik K/L tidak digunakan lagi sesuai tujuan pembukaannya, tetapi saldonya tidak disetorkan ke Kas Negara. Hal tersebut mengakibatkan penerimaan dan penyaluran dana sumbangan tidak dilaporkan dan dipertanggungjawabkan dalam APBN, sisa dana baik tunai maupun yang ada pada rekening penampungan sumbangan seluruhnya sebesar Rp51,85 miliar berpotensi disalahgunakan dan efektivitas penyaluran dana sumbangan diragukan.

9. Pengendalian atas pengoperasian rekening penampungan sementara untuk Dana Taktis dan beberapa belanja APBN yang mekanisme pencairannya menggunakan SPM-LS tidak memadai, yang terdiri dari:

(a) Rekening-rekening yang menampung belanja bantuan sosial/block grant dan belanja lainnya sudah dicairkan namun belum disalurkan, sehingga bantuan sosial/block grant/retur dan beasiswa sebesar Rp289,00 miliar yang belum tersalurkan tersebut berpotensi disalahgunakan dalam pemanfaatannya.

(b) Sisa belanja sebesar Rp40,03 miliar masih berada di Bendahara Pengeluaran pada akhir tahun dan tidak disetor ke Kas Negara dan pengelolaan rekening dana taktis serta dana lain yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta saldonya sampai dengan 31 Desember 2007 belum disetor Ke Kas Negara sebesar Rp42,62 miliar. Hal ini mengakibatkan dana sebesar Rp82,65 miliar masih tersimpan dalam rekening maupun kas dan diragukan pertanggungjawabannya.

(c) Pencairan dana sebesar Rp1,46 miliar di MA tidak dapat dipertanggungjawabkan.

10. Pendapatan Jasa Giro Sebesar Rp6,22 miliar dan US$126.70 ribu pada

70 rekening K/L tidak disetorkan ke Kas Negara secara tertib. mengakibatkan tertundanya penerimaan negara atas jasa giro yang kurang diterima sebesar Rp4,10 miliar dan US$126,70 ribu serta penerimaan negara atas jasa giro terlambat diterima sebesar Rp2,12 miliar.

11. Sisa uang persediaan sebesar Rp66,38 miliar dan US$98,65 ribu pada Bendahara Pengeluaran tidak disetorkan ke Kas Negara secara tertib. mengakibatkan pelaksanaan APBN menjadi tidak transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan negara terlambat memanfaatkan dana yang masih tersimpan dalam rekening maupun kas di pemegang dana.

12. Pengelolaan Dana Titipan Pihak Ketiga yang dikelola oleh tujuh K/L tersebut tidak memiliki dasar hukum memadai mengakibatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana titipan pihak ketiga tidak memadai.

13. Sebanyak 142 Rekening sebesar Rp6,44 miliar dan US$175,99 belum ditutup oleh K/L dan 208 rekening sebesar Rp88,73 miliar dan US$9,66 juta yang telah ditutup tidak dapat diyakini saldo dan penyelesaiannya. Hal tersebut mengakibatkan tertundanya penerimaan negara atas rekening-rekening yang seharusnya ditutup namun belum ditutup, dan pelaksanaan penutupan rekening tidak dapat diyakini.

14. Sebanyak 2.240 rekening yang dikelola K/L minimal sebesar Rp1,39 triliun belum dilaporkan kepada Tim Penertiban Rekening untuk dibahas dan ditentukan statusnya, mengakibatkan informasi mengenai rekening pemerintah tidak akurat dan risiko terjadinya penyalahgunaan, mengingat rekening-rekening tersebut tidak terpantau oleh Menteri Keuangan selaku

Tindak Lanjut

Dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK atas LKPP

Pemerintah

tersebut, Pemerintah mengeluarkan peraturan dan membentuk tim penertiban rekening. Peraturan yang diterbitkan diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58 Tahun 2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah Pada Kementerian Negara/Lembaga. Tim Penertiban Rekening Pemerintah (TPRP) yang bertugas melakukan pendataan/inventarisasi rekening pada K/L, pembahasan dan penetapan status rekening, apakah ditutup atau tetap dipertahankan.